Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PEMBAHARUAN PEMIKIRAN DALAM ISLAM PADA ABAD KE-19


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Islam

Disusun Oleh :
Abdurrohman
La’la Zulfa Birbik
Djilan
Muhamad Syamsul Fallah

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PASCA SARJANA UNIVERSITAS PTIQ JAKARTA
2023
PEMBAHARUAN PEMIKIRAN DALAM ISLAM PADA ABAD KE-19

Abdurrohman1, La’la Zulfa Birbik Djilan2, Muhamad Syamsul Fallah3,

1
Jurusan Manajemen Pendidikan Islam - Universitas PTIQ Jakarta
(badair302010@gmail.com)
2
Jurusan Manajemen Pendidikan Islam - Universitas PTIQ Jakarta
(Lalabirbik@gmail.com )
3
Jurusan Manajemen Pendidikan Islam - Universitas PTIQ Jakarta
( M.samsulfalah02@gmail.com )

Abstrak
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memahami perkembangan pembaharuan
dalam Islam serta latar belakang kemunculannya. Sejarah menjadi salah satu hal
penting untuk dipelajari dan diambil hikmahnya guna menghindari kebinasaan
sebagaimana yang dialami kaum terdahulu sekaligus menggapai kemajuan masa
mendatang. Kemunduran yang dialami oleh kaum Muslimin terdahulu merupakan
akibat dari cara berpikir yang terlalu kaku sehingga sikap taklid yang akhirnya
membawa umat Islam pada keterbelakangan dalam hal ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berimbas pada kekalahan dan perebutan beberapa kerajaan Islam oleh
kaum imperialisme Barat. Keterpurukan inilah yang menjadi ujung tombak bangkitnya
kesadaran para pemikir sehingga tercetus berbagai gerakan pembaharuan yang
membangkitnya kembali gairah kemajuan umat Islam. Sebagai agama yang dinamis,
Islam mampu menjawab tantangan zaman sehingga pantas untuk mengalami
pembaharuan dimana Al-Quran dan Hadits sebagai acuannya ditafsirkan kembali
secara kontekstual selain mengintensifkan partisipasi aktif kaum muslimin di bidang
pendidikan dan politik.

Kata Kunci: Islam Modern, Pembaharuan Islam, Sejarah Pembaharuan

1. PENDAHULUAN
Memasuki periode modern dalam sejarah Islam yang dimulai sekitar
tahun 1800 M. secara politis umat Islam masih dibawah penetrasi kolonialisme.
Baru pada pertengahan abad 20 M. dunia Islam bangkit memerdekakan
negerinya dari penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Barat. Manifestasi dari
kebangkitan dunia Islam tersebut menurut Lothrop, berupa tumbuhnya potensi
luar biasa bagi pembentukan dunia baru Islam.1 Sedangkan menurut Badri

1
Harun Nasution , Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (Cet. II; Jakarta: IU Press, 2002),
h. 88

2
Yatim, kebangkitan dunia Islam adalah bangkitnya nasionalisme di dunia Islam
dan tumbuhnya gerakan multi partai yang memperjuangkan kemerdekaan
negaranya.2
Latar belakang sehingga munculnya penetrasi dan semangat umat Islam
untuk merdeka adalah, karena negara-negara Islam ketika takluk di bawah
kekuasaan dan cengkraman negara-negara Eropa, mengalami kemerosotan dan
kemunduran dalam berbagai bidang. Terutama dalam bidang politik, sosial,
ekonomi serta bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan. Keadaan ini
mengakibatkan umat Islam menjadi kelompok marginal dan lepas dari
gelanggang perpolitikan dunia, yang tentunya juga sangat sulit untuk bisa
tampil kembali mengambil alih kepimpinan dunia. Walaupun demikian,
karena dorongan yang kuat dari agamanya, umat Islam seakan memiliki
kewajiban memperhitungkan dengan cermat akhlak bangsa-bangsa merasa
berkewajiban menuntun seluruh umat manusia ke jalan bahagia menuju
pembentukan Negara ‘Baldatun Toyyibatun wa Rabbun Gafur’.
Dengan semangat reformasi pada diri umat Islam inilah, mereka
menjadikan ‘kejahiliaan’ Eropa sebagai musuh yang harus ditaklukkan.
Semangat seperti ini telah melahirkan kesadaran umat Islam. Kesadaran itu
berkembang menjadi gerakan untuk membebaskan diri dari penguasa asing.
Gerakan penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan mencapai puncaknya
sesudah perang dunia II. Gerakan dan kesadaran nasionalisme 3 bukan sekedar
memerangi penjajah. Nasionalisme lebih merupakan bagian terpenting bagi
kebangkitan dunia Islam modern menjelma dalam bentuk negara- negara
nasional. Penjajahan dalam arti sempit hanya dalam masa kurang dari setengan
abad, lenyap di dunia Islam. Beberapa bagian wilayah dunia yang amat
strategis dan merupakan garis hidup (life-line) bagi Negara-negara industry
Barat kini ditempati oleh umat Islam yang merdeka dan berdaulat.4

2. METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif-deskriptif. Penelitian
kualitatif dikatakan sebagai rangkaian penelitian yang mampu menghasilkan

2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasa Islamiyah II (Cet. II; Jakarta: Pt. Raja Gtafindo
Persada, 2008), h. 184
3
Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam, diterjemahkan oleh Joyo Martono, et. Jakarta: 1996, h.
26
4
Muhammad Nasir, Dunia Islam dalam Perspektif Sejarah (Jakarta: Yayasan Idayu, 1974),
h. 24

3
data berupa deskriptif kata-kata baik tertulis atau lisan dari objek atau perilaku
manusia yang dapat diamati. Penelitian ini juga menggunakan analisis teori
dan studi kepustakaan.
Analisis teori adalah salsah satu teknik dalam penelitian yangg
menjadiikan teori sebagai acuan dari kebenaran, fakta, dan keadaan objek yang
diteliti. Analisis teori digunakan sebagai alat pembacaan realitas yang
kemudian dikonstruksikan menjadi deskripsi yang argumentatif. Studi
kepustakaan dipakai untuk memperkaya literatur penelitian, agar kemudian
dapat ditarik sebuah kesimpulan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Akar Pemikiran Pembaruan Dalam Islam
Tradisi kenabian kuat mengisyaratkan bahwa pada setiap abad Tuhan
akan mengirim seorang mujaddid atau pembaru kepada masyarakat Muslim,
untuk memperbarui keyakinan mereka yang dikenal sebagai tajdid atau
pembaruan. Konsep lain dari pembaruan ialah islah atau reform, dalam
pengertian menghilangkan faktor-faktor luar yang merusak, yang
memengaruhi keberagamaan Muslim dan nilai-nilai etis serta praktik-praktik
yang menyebabkan kehancuran moral masyarakat. Akibatnya, Muslim kadang-
kadang jauh dari sirath al-mustaqim atau jalan lurus, yang pada gilirannya
justru menjadikan mereka mundur, tidak bersatu, dan rentan terhadap faktor-
faktor luar yang menghancurkan.
Sejarah mencatat dua bentuk wacana yang menentukan perkembangan
masyarakat Muslim, yaitu wacana reformis yang seringkali dianggap sebagai
Islam liberal dan wacana yang secara beragam dikelompokkan sebagai
konservatif, tradisionalis dan literalis. Keduanya berbeda dalam hal
falsafahnya, metodologi dan bentuk tindakan. Apa yang dianggap sebagai
’pembaruan’ oleh golongan reformis justru diyakini sebagai bid’ah, yaitu
inovasi dan perubahan dari praktik ibadah yang sudah mapan, oleh kelompok
konservatif. Secara filosofis para pemikir konservatif/ tradisionalis/ literalis
melawan perubahan hukum dan penerapan hukum melalui interpretasi yang
lebih liberal.
Pembaruan diartikan sebagai (i) penafsiran kembali sumber-sumber
fundamental yang menyebabkan perubahan dalam mengeksistensikan hukum
dan membuat Islam lebih sesuai dengan tuntutan modernitas. (ii) Pembaruan
juga diartikan sebagai penghilangan pengaruh luar terhadap Islam dan

4
perbaikan serta pemeliharaan hukum dan pengamalannya seperti pada masa
awal Islam.
Sebagaimana telah dipahami bahwa ketika tiga kerajaan besar Islam
sedang mengalami kemunduran di abad ke-18 M, Eropa Barat mengalami
kemajuan dengan pesat. Kerajaan Safawi hancur di awal abad ke-18 M, dan
kerajaan Mughal hancur pada awal paro kedua abad ke-19 M di tangan Inggris,
yang kemudian mengambil alih kekuasaan di anak benua India. Kekuatan
Islam terakhir yang masih disegani oleh lawan adalah kerajaan Usmani di
Turki.5 Akan tetapi, yang terakhir ini pun terus mengalami kemunduran demi
kemunduran, sehingga ia dijuluki sebagai The Sick Man of Europe, orang sakit
dari Eropa. Kelemahan kerajaan-kerajaan Islam itu menyebabkan Eropa dapat
mencaplok, menduduki, dan menjajah negeri-negeri Islam dengan mudah.
Memasuki pertengahan abad 20 M, dunia Islam bangkit memerdekakan
negerinya dari penjajah Barat. Pada periode ini, mulai bermunculan pemikiran
pembaharuan dalam Islam. Gerakan pembaharuan itu, paling tidak muncul
karena dua hal. Pertama, timbulnya kesadaran di kalangan Ulama bahwa
banyak ajaran-ajaran ‘asing’ yang masuk dan diterima sebagai ajaran Islam.
Ajaran- ajaran itu bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya, seperti
bid’ah, khurafat, dan takhyul.
Ajaran-ajaran inilah menurut mereka, yang membawa Islam menjadi
mundur. Oleh karena itu, mereka bangkit untuk membersihkan Islam dari
ajaran atau faham seperti itu. Gerakan ini dinamakan gerakan reformasi. Kedua,
pada periode ini, Barat mendominasi dunia di bidang politik dan peradaban.
Persentuhan dengan Barat tersebut, menyadarkan tokoh-tokoh Islam akan
ketertinggalan mereka. Karena itu, mereka berusaha bangkit dengan
mencontoh Barat dalam masalah-masalah politik dan peradaban untuk
menciptakan balance of power.
Sementara menurut Munawir Sjadzali, menurun dan melemahnya
Negara Islam tersebut disebabkan oleh disintegrasi politik dengan melemahnya
otoritas masing- masing pemerintah pusat, dan munculnya penguasa-penguasa
semi otonom diberbagai daerah dan propinsi negara-negara tersebut.
Disamping itu, terjadinya dislokasi sosial, memburuknya situasi ekonomi
akibat persaingan

5
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, h. 174

5
dagang dengan negara-negara Eropa, atau karena kalah perang serta
kemerosotan spritualitas dan moralitas masyarakat, terutama para penguasa.6
Kesadaran akan melemah dan menurunnya dunia Islam ini, maka
banyak wilayah-wilayah dunia Islam seperti di benua Afrika, Timur Tengah
dan India bermunculan gerakan-gerakan pembaharuan atau mungkin lebih
tepatnya dikatakan usaha pemurnian kembali ajaran Islam. Dengan pengertian
dasar dan sasaran yang tidak selalu sama antara satu gerakan dengan gerakan
yang lain.

3.2 Pembaharuan IslamPada Abad ke-19


Abad 19 merupakan masa suram bagi dunia Islam,hal ini disebabkan
karena umat islam terus-menerus mengalami kemerosotan, keterbelakangan
terhadap ilmu pengetahuan sertabanyak negara Islam mengalami penjajahan
oleh bangsa barat. Pada masa itulah muncul seorang sosok yang berperan besar
dalam pembaharuan Islam yang bernama Jamaluddin Al-Afgani, yang
mengumandangkan seruan untuk membangkitkan kaum Muslimin dari
keterpurukan. Salah satu murid beliau yang bernama Syaikh Muhammad
Abduh juga mengikuti jejaknya dalam mengumandangkan seruan kepada
kaum muslimin untuk bangkit dari keterpurukan. Syaikh Muhammad Abduh
menyuarakan pembaharuan terhadap ajaran Islam melalui pendidikan dengan
menanamkan berbagai prinsip dan pengertian Islam. Islam merupakan agama
yang memadukan iman dan ilmu yang melahirkan amal. Dengan demikian
pendidikan islam mampu menumbuh kembangkan pemahaman yang
benartentang hakikat keberadaaan umat manusiadi dunia. Pendidikan dunia
akhirat inilah yang bergaransi kelestarian nilai-nilai budaya Islam dimasa-masa
yang akan datang7
Abad ke-19 hingga awal abad ke-20 memperlihatkan sosok buram wajah
Dunia Islam. Hampir seluruh wilayah Islam berada Dalam genggaman
penjajah Barat. Dalam internal umat Islam sendiri, pemahaman keagamaan
mereka yang tidak antisipatif terhadap berbagai permasalahan membuat
mereka semakin jauh tertinggal menghadapi hegemoni Barat. Umat Islam lebih
banyak mengandalkan pemahaman ulama-ulama masa lalu daripada
melakukan

6
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Cet V; Jakarta: UI
Press, 1993), h. 111
7
Nur Rahmad Teguh Septiyadi dkk, “Pembaharuan Dalam Islam Abad 19”, Jurnal
6
Religion, vol. 1 No. 2 (2023), h. 170

7
terobosan-terobosan baru untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang
mereka hadapi.
Sejak penyerangan tentara Mongol ke Baghdad, 1258 M, berkembanglah
Pemahaman di kalangan umat Islam bahwa pintu ijtihad telah tertutup.
Memang, semula paham ini dimaksudkan untuk menghindari disintegrasi
yang lebih luas di kalangan umat Islam. Namun umat Islam harus membayar
mahal, karena penutupan pintu ijtihad ini membawa mereka pada posisi fatalis,
beku, dan tidak dinamis menghadapi dunia.
Kontak umat Islam dengan penjajah Barat ternyata membawa hikmah
Juga bagi umat Islam. Adanya kontak tersebut menyadarkan umat Islam
bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat." Keadaan
ini terbalik ketika umat Islam Abad Pertengahan menguasai ilmu dan
peradaban dan Barat belajar banyak kepada Dunia Islam.
Dalam lapangan politik, Dunia Islam mulai bersentuhan dengan
gagasan- gagasan pemikiran Barat. Sebelumnya, pada masa klasik dan
pertengahan, umat Islam dapat dikatakan mendominasi percaturan politik
internasional. Dinasti- dinasti Islam silih berganti naik ke puncak kekuasaan
politik. Sejak dari dinasti bani Umaiyah di Damaskus (661-750 M), dinasti bani
Abbas di Baghdad (750- 1258 M), dinasti Umaiyah II di Spanyol (756-1031 M),
dinasti Safawi di Persia (1501-1736 M), dinasti Mughal di India (1526-1858 M),
hingga terakhir dinasti Usmani di Turki (1300-1924 M), umat Islam memegang
kendali dunia ketika itu. Belum lagi munculnya dinasti-dinasti kecil yang ikut
mewarnai politik pemerintahan pada era klasik dan pertengahan.
Namun keadaan berbalik pada masa modern. Kekalahan-kekalahan
dinasti Usmani dari Barat membuat rasa percaya diri Barat semakin tinggi. Hal
ini ditambah lagi dengan capaian ilmu pengetahuan dan teknologi Barat,
sehingga mereka mampu menjelajah berbagai belahan penjuru Dunia yang
pada gilirannya mereka dapat menguasai Dunia Islam. Pada zaman moder,
hampir seluruh Dunia Islam mengalami penjajahan Ba-rat. * Di samping
menjajah, Barat ternyata juga mengembangkan gagasan pemikiran dan
kebudayaan mereka ke tengah-tengah masyarakat Muslim.
Menghadapi penetrasi Barat ini, sebaglan pemikir Muslim ada yang bers
kap aprlori dan anti-Barat; ada juga yang menerima mentah-mentah segala
yang datang dart Barat, serta ada pula yang berusaha mencari nilai-nilai positif
dari peradaban dan pemikiran Barat, di sam-ping membuang nilai-nilai yang
bertentangan dengan Islam.

8
Kelompok pertama, yang disebut dengan kelompok integralis,
menganggap bahwa Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk politik. Umat Islam harus
meneladani politik yang dijalankan Rasulullah dan penerusnya, tanpa perlu
meniru Barat. Kelompok kedua, yang disebut sekularis berpendapat bahwa
Islam dan politik adalah dua hal yang berbeda. Islam tidak menggariskan
aturan politik yang baku dan Nabi SAW diutus tidak berpretensi untuk
mendirikan negara. Untuk kemajuan politik umat Islam harus meniru kebu-
dayaan yang telah maju, dan itu adalah Barat. Karena itu, umat Islam tidak
perlu ragu-ragu untuk mengadopsi peradaban Barat, termasuk politik, ke
dalam segenap aspek kehidupan mereka. Sementara kelompok ketiga, me-
nolak pandangan kelompok pertama yang mengatakan Islam serba lengkap
mengatur segala-galanya, juga kelompok kedua yang memisahkan antara
agama dan politik. Islam hanya memberikan seperangkat nilai-nilai politik
yang harus diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi
umatnya. Karena itu, umat Islam dapat mengadopsi politik Barat, sejauh tidak
bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam tersebut.8

3.3 Tokoh-Tokoh Pembaharuan Islam Pada Abad ke-


19 Jamaluddin Al-Afghani
Nama asli beliau adalah Sayyid Muhammad bin Safdar Al Husayn,
beliau lahir di As’adabah, dekat Kanar di Distrik Kabul, Afganistan tahun 1838
M dan wafat tahun 1897M. Jamaludin Al Afghani merupakan seorang anak
dari Sayyid Safdar Al Husainiyyah, Beliau juga merupakan keturunan dari
Husein bin Ali bin Abi Thalib. Jamaludin Al Afghani merupakan tokoh
pembaharu islam yang berasal dari negara Afganistan yang memiliki
pemikiran unik dalam menaggapi dominasi Barat terhadap Islam. Ia juga
merupakan pembentuk ide Pan Islamisme yang bertujuan untuk
mempersatukan dunia islam sehingga dapat memperbaiki kondisi sosial dan
politik dimasyarakat islam serta menyebarluaskan pemahaman agama yang
benar dikalangan generasi muda. Jamaludin Al Afghani juga merupakan salah
satu dari deretan tokoh yang menggagas modernisasi untuk kebangkitan umat
islam pada masa pembaharuan umat islam pada masa itu.

8
Muhammad Iqbal, Amin Husein Nasution, PEMIKIRAN POLITIK ISLAM : dari Masa
Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2017), h. 54-56

9
Pokok pikiran Jamaludin Al Afghani yakni Meluruskan kesalahan dalam
paham beragama. Dirinya berkeyakinan bahwa memajukan umat islam
haruslah melenyapakan pengertian-pengertian yang salah yang dianut umat
islam pada umunya dan mengajak kembali kepada ajarn a-ajaran dasar islam
yang sebenarnya, yakni sesuai dengan Alquran dan Hadis.
Jamaliuddin Al-Afghani menunjukan bahwa perikiran modernisasi
Islam mampu mengarah kesegala aspek dalam bidang agama, mulai dari
mengajarkan Al-Qur'an hingga, menyeru kembali pada tauhid, sampai kearah
ide bernegara dengan konsep Pan Islamisme. Sedangkan dalam bidanag lain
seperti bidang ekonomi Jamaluddin Al-Afghani selalu Menyuarakan kebebasan
dari belenggu penjajahan bangsa barat serta membangkitkan jiwa nasionalisme
sebagai wadah modernisasi9
Dalam kehidupannya, Jamaluddin menghadapi dua musuh sekaligus,
yaitu penguasa-penguasa Muslim yang korup yang hanya menjadi boneka dari
imperialisme Barat dan penjajah Barat sendiri. Memang, ketika itu hampir tidak
ada wilayah Islam yang tidak dikuasai. Jamaluddin sangat tidak sepakat
dengan pandangan bahwa umat Islam harus melakukan kerja sama dengan
penjajah, sebagaimana di-gagas Ahmad Khan dari India. Tokoh ini adalah
seorang propagandis peradaban Barat (Inggris) dan melarang umat Islam
melawan Inggris.
Ahmad Khan mengembangkan pandangan bahwa Al-Qur'an adalah
satu- satunya bagian yang penting dalam Islam dan syariah bukanlah hal yang
pokok dari agama, dan aturan moral serta hukum harus didasarkan pada alam.
Pandangan ini dinamakan dengan Naisyariyah (berasal dari nature, yang
berarti alam). Terhadap ajaran ini, Jamaluddin melakukan kritik pedasnya
dengan menyatakan bahwa penyebaran doktrin ini merupakan skenario
Inggris untuk memperlemah iman dan memecah kesatuan umat Islam.
Jamaluddin menulis buku al-Radd ala al-Dahriyyin (Penolakan terhadap kaum
Naturalis) Untuk mencapai cita-cita ini, Jamaluddin menawarkan langkah-lang-
kah seperti kembali kepada pemahaman keislaman yang benar dan menghi-
langkan taklid, bid ah, khurafat, menyucikan hati dengan mengembangkan al-
akhlâq al- karîmah (budi pekerti yang luhur), dan mengembangkan
musyawarah dengan berbagai kelompok dalam masyarakat.

9
Nur Rahmad Teguh Septiyadi Dkk, “Pembaharuan Dalam Islam Abad 19”, h. 170-172

1
0
Dari aktivitas dan gagasan politik Jamaluddin, sangat tepat kiranya
kalau dikatakan bahwa Jamaluddin adalah orang yang pertama dalam era
Modern Islam yang menyadari bahaya penetrasi Barat dan perpecahan Dunia
Islam. Jamaluddin tidak hanya bicara teoretis, tetapi juga berusaha mencari
solusi terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi umat Islam. Gerakan
dan gagasan-gagasannya memberi ilham bagi negara-negara Islam untuk
bangkit dari keterpurukan mereka karena penjajahan Barat dan merebut
kembali kemerdekaan mereka.
Dalam konteks kontemporer sekarang, gagasan-gagasan Jamaluddin
sangat penting dikembangkan dalam rangka menghadapi percaturan global.
Umat Islam tidak akan bisa maju tanpa persatuan dan kesatuan. Tanpa
memiliki komitmen persatuan, mereka akan sulit berkompetisi menghadapi
kekuatan ekonomi dan kemajuan teknologi bangsa-bangsa lain, terutama
bangsa-bangsa Barat. Kekayaan sumber daya alam yang mereka miliki hanya
akan menjadi sasaran empuk para kapitalis modern untuk dikuras dan
dieksploitasi demi kepentingan negara-negara maju.
Pada abad lalu, Jamaluddin dengan lantang sudah menggemakan
bahayanya kolonialisme dan imperialisme gaya modern seperti ini. Dengan
segenap kemampuannya, Jamaluddin tidak pernah lelah mengingatkan bahaya
tersebut. Sampai sekarang apa yang didengungkan oleh Jamaluddin masih
terasa relevansi dan semangatnya.10

Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir di Kairo-Mesir pada tahun ( lahir 1819 M./1265
H) dan wafat pada tahun 1905 M./1323 H. Muhammad bin Abduh bin Hasan
Khairullah atau yang kita kenal sebagai Muhammad Abduh. Ia merupakan
salah seorang tokoh pemikir pembaharu Islam pada awal Abad 19 M.
Muhammad Abduh melalukan pembaharuan melalui cara
keberagamaan fiqih dan keyakinan (tauhid). Sehingga, mendapatkan suntikan
infusi. Pada masa ide pembaharuan yang dilakukan Abduh tak hanya terjadi di
Mesir saja, Abduh menuangkan ide pembaharuannya di Saudi. Menurut Efendi
dan Ali (1996) kolonialisme yang menjajah tanah air membuat Muhammad
Abduh berpikir untuk menyatukan umat Islam agar bisa bersatu untuk
melawan penjajahan dan

10
Muhammad Iqbal, Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Klasik
Hingga Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2017) h. 62-66

10
mengambil kembali apa yang menjadi hak mereka. Abduh berusaha
membangkitkan kembali semangat kemajuan dengan memegang prinsip apa
yang pantas untuk diterima dari masuknya perkembangan zaman yang dibawa
oleh barat dan membuang yang tidak sesuai dengan ajaran Islam
Perkembangan dunia Eropa yang terus berkembang di sebabkan karena
bangsa Eropa telah mengmbil kekayan terbaik dari ajaran Islam. Muhammad
Abduh berupaya untuk memperbaharui pendidikan dan pelajaran moderen
yang bertujuan agar para ulama tahu bahwa kebudayaan modern mampu
menyelesaikan persoalan modern. Sehingga, ia mengatakan bahwa pendidikan
merupakan hal yang tepenting dalam kehidupan manusia yang dapat merubah
segala sesuatu. Muhammad Abduh yang dikenal sebagai sebagai seorang
pembaharu (modernis) dimana ide dan pemikiran Abduh mencangkup ddalam
berbagai bidang (al-Bahy, 1987: 65). Walaupun pemikiranya mencangkup
dalam berbagai bidang tetapi bila dilihat dari ide-ide pembaharuanya, ia lebih
menitikberatkan pada bidang pendidikan.
Dalam pandangan Muhammad Abduh terlihat bahwa semenjak kemunduran
umat Islam, sistem pendidikan yang berlaku di dunia Islam lebih bersifat
dualisme. Sistim pendidikan klasik akan menghasilkan ilmu pengethuan
modern. Sedangkan, sekolah yang dikelola oleh pemerintahan menghasilakan
tenaga ahli yang tidak mempunyai visi dan wawasan keagamaan. Al-Bahy
(1987) menambahkan bahwa corak pendidikan demikian lebih banyak dampak
negatifnya dalam dunia pendidikan. Abduh menata kembali struktur
pendidikan di Al-Azhar. Kemudian disejumlah instansi pendidikan lain yang
berada di wilayah Mesir, seperti Thanta, Dimyat dan Iskandariah. Melalui
upayanya dalam mereformasi sistim lembaga pendidikan di Al-Azhar maka,
pendidikan di dunia Islam akan mengikutinya.
Muhammad Abduh mendirikan sekolah pemerintah untuk
menghasilkan tenaga ahli dalam berbagai lapangan, administrasi, militer,
kesehatan, perindustrian, dan sebagainya. Ia juga mendirikan madrasah-
madrasah yang berada di bawah naungan al-Azhar. Muhammad Abduh
mengajarkan ilmu mantiq, filsafat dan tauhid. Pembaharuan kurikulum di
tingkat menengah ini mengantarkan peserta didik untuk berpikir kreatif dan
cikal bakal menjadi seorang mujtahid yang sesuai yang diinginkan oleh Abduh
Sebelumnya ilmu- ilmu yang diajarakannya adalah ilmu yang diharamkan,
karena dikhawatirkan menggoncangkan iman. Pengharaman ini dapat
dijumpai dalam buku-buku klasik, seperti yang diungkap oleh Abi al-‘Irfan
Muhammad bin ‘Ali al-Shuban.

11
Ungkapan Shuban ini bisa dilihat pada karyanya yang berjudul Khasyiyah ‘Ala
Syarh al-Sulam al-Malawy. Buku itu menerangkan perdebatan antara Ibnu
Shilah dan Nawawi yang mengharamkan belajar ilmu mantiq. Sedangkan,
sebagian pendapat menganjurkannya.11
Karya Muhammad Abduh sebagian besar berupa artikel-artikel di surat
kabar dan majalah, antara lain Durus min Al-qur'an (berbagaipelajarandari Al-
Qur'an), Risalah al-tauhid, Hasyiyah Ala Syarh Al-Dawani li Al-Aqaid al-
Adudiyah (komentar terhadap penjelasan Al-Dawani terhadap akidah-akidah
yang melesat), al-islamwa al-nasraniyah (islam dan nasrani bersama ilmu-ilmu
peradaban), konsep rasionalisi mendalam Islam, tafsir Al-qur'an Al-Karim juz
amma (Tafsir juz Amma),dan tafsir Al-Manar yang diselesaikan oleh muridnya
Syekh Muhammad Rasyid Ridha. Pemikiran Muhammad Abduh *islam adalah
agama yang terdiri dari beberapa aspek yang saling berhubungan, satu dengan
yang lainnya. Yaitu Agidah (teologi), syariah (hukum syariah), dan
akhlak (tasawuf).12
Muhammad Abduh dan kiprahnya dalam agenda pem-baharuan
Islam kontemporer adalah sosok pembaharu yang sangat kita kenal
dan tidak mungkin terlupakan oleh sejarah pembaharuan Islam di Mesir
yaitu Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Kedua orang tersebut
mempunyai hubungan yang sangat dekat dan erat karena kedua tokoh
tersebut adalah Guru dan Murid. Namun demikian tidak berarti terdapat
kesamaan visi dan pemberdayaan umat melalui program pembaharuan Islam.
Pembaharuan Jamaluddin Al Afghani adalah pembaharuan (modernisasi)
politik Islam yang menekankan adanya kebangkitan dan rasa solidaritas
keIslaman (Pan Islamisme) yang diaplikasikan dengan pendekatan radikal
dan revolusioner, karena keadaan pada saat itu menghendaki gerakan
revolusioner untuk mem-bangkitkan semangat keislaman dan keagamaan.
Sedangkan Muham mad Abduh melakukan program pembaharuan pada
segala bidang dengan agenda aksi yang bersifat evolusi dan sentuhan kearah
pergerakan pemikiran13

11
Ayuningsih dkk, “Pembaharuan Pendidikan Islam (Studi Pemikiran Muhammad
Abduh dan Rasyid Ridha)”, Jurnal Penelitian Agama, Vol 22, No. 1 (2021), h. 91-94
12
Nur Rahmad Teguh Septiyadi dkk, “PEMBAHARUAN DALAM ISLAM ABAD 19”, h.
173
13
Zaenal Abidin, “Formasi Dan Rekonstruksi Politik Islam Abad 19”, Tasâmuh Vol. 13,
No. 1, Desember (2015), h. 19

12
Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali Pasha lahir pada tanggal 4 maret 1769 di daerah Kavala
Yunani yang pada masa itu mash berada dibawah kekuasaan khalifah
Ottoman, Turki. berpendapat bahwa kunci utama untuk menciptakan
langgengan kekuasaan adalah melalui militer, ini dikarenakan Muhammad Ali
Pasha dapat mempertahankan peradaban terutama di daerah-daerah
kekuasaan pemerintahan yang di bangun oleh umati slam. Selain itu
Muhammad Ali Pasha juga mengembangkan usaha-usaha yang dapat
memajukan peradaban di mesir dengan cara melakukan proses pergeseran
sedikit demi sedikit, mulai dari sikap dan mentalitas warga negara sesuai
tuntutan hidup pada masa kini.
Kontribusi Muhammad Ali Pasha dalam bidang pendidikan salah satuya
membangun lembaga kementrian pendidikan yang bertujuan untuk
mengadakan berbagai macam sarana pendidikan seperti mendirikan sekolah-
sekolah modern, serta memoderenisai sistem pendidikan di mesir yang
awalnya menggunakan sistem tradisional kemudian berpindah kesistem
modern. Yang membedakan sistem pendidikan tradisional dengan sistem
pendidikan modern yang digagas Muhammad Ali Pasha adalah terdapat ilmu-
ilmu umum yang menjadi bagian dalam kurikulum yang diganya, seperti ilmu
matematika, bahasa asing dan mash banyak bidang ilmu umum lainnya. dan
hal ini menghilangkan permasalahan dikotomi ilmu yang menjadi perdebatan
pada masa itu.14
Dalam bidang ekonomi Muhammad Ali Pasha mampu menstabilkan
keuangan dinegara mesir, dan dalam bidang militer Muhammad Ali Pasha
meningkatkan keamanan dalam negri serta mempertahankan kemerdekaan
dari penjajah.15

Muhammad Rasyid Ridha


Muhammad Rasyid Ridha adalah murid dari Muhammad Abduh. Lahir
di Qalamun, Lebanon pada tahun 1865. Rasyid Ridha mash memiliki garis
keturunan dengan Nabi Muhammad Saw. Dari jalur husain bin ali.
Pemikirannya sebagian besar dipengaruhi oleh Jamaluddin Al-Afghani dan
Muhammad Abduh. Beliau wafat pada bulan agustus, tahun 1935.16

14
Radinal Mukhtar Harahap, “Muhammad Ali Pasha: Inovasi Pendidikan Islam”, Jurnal
Idrak,Vol. 1, No. 1, 2018, 27-28
15
Nur Rahmad Teguh Septiyadi dkk, “Pembaharuan Dalam Islam Abad 19”, h. 172

13
16
Yusniamru Ghazali, “Sejarah Kebudayaan Islam Pendekatan Saintifik Kurikulum
2013”, (Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia, 2016), 90

14
Gagasan pembaruan Muhammad Rasyid Ridha adalah performasian
dunia Pendidikan yakni dengan menambah kurikulum baru dalam sekolah
Islam. Kurikulum tersebut seperti teologi, sosiologi, filsafat, ilmu bumi, sejarah,
ekonomi, ilmu kesehatan, dan bahasa asing. Bukti konkret Rasyid ridha dalam
menuangkan pembaruannya dalam islam, ialah dituangkan dalam sebuah
tafsirAl-manar. Tujuan Rashid Ridha dalam menerbitkan majalah Al-manar
adalah sebagai pembaharuan melalui media cetak yang didalamnya berisikan
bidang agama, sosial, ekonomi, memberantas takhyul, dan paham bidah yang
masuk ke dalam kalangan umatislam, serta menghilangkan faham fatalisme.
Dalam perjuangannya yang luar biasa dalam memompa ide-ide pembaruan.
Rasyid Ridha sangat diseganioleh umat Islam. Hal tersebut dibuktikan dengan
sejumlah karya ilmiah yang menyertai gagasannya antara lain: Al-Hikmah Asy-
syariyah fi Muhakamat Al-Dadiriyahwa Al-Rifa iyah. Al-Azhar dan Al-Manar.
Tarikh Al-ustadz Al-imam, berisikan Riwayat hidup Muhammad Abduh dan
perkembangan masyarakat mesir pada masanya. Nida' li Al-jins Al-lathif. Zikra
Al-maulid An-Nabawi, Al-sunnah wa Al-syi'ah, dan Al-wahdah Al-islamiyah,
Hagigah Al-Riba, dan Majalah Al-Manar.17
Ide-ide pembaharuan Rasyid Ridla beberapa diantaranya di bidang
agama, pendidikan dan politik. Dalam bidang agama umat Islam lemah karena
tidak mengamalkan ajaran agama Islam yang murni melainkan ajaran yang
sudah bercampur dengan kurafat dan bid’ah, sehingga ajaran Islam harus
kembali kepada Al-Quran dan sunnah Rasululah Saw dan tidak terikat
kepada ulama terdahulu yang tidak sesuai dengan tuntutan hidup modern.
Lebih lanjut faham fanatisme mazhab yang menyebabkan per pecahan umat
Islam harus diganti dengan toleransi bermazhab. Dalam bidang pendidikan
ia sangat menaruh perhatian terhadap pendidikan dengan cara men-dorong
dan meng himbau untuk menggunakan ke kaya an bagi pembangunan
lembaga-lembaga pendidikan Islam, membangun lembaga pendidikan lebih
utama dari membangun masjid. Ia juga membangun Sekolah Missi Islam
dengan nama Madrasah ad-Da’wah wa al-Irsyad dengan tujuan mencetak
kader-kader mubaligh yang tangguh sebagai imbangan terhadap sekolah
misionaris kristen. Sedangkan di bidang politik ia pernah menjadi presiden

17
Nurhasanah, Risda “ Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha: Studi
Perbandingan Pemikiran Pembaharuan Islam”, Surabaya: Fakultas Adab Dan Humaniora,2014,
64-47

15
kongres Suriah pada tahun 1920. Ide-ide di bidang politik adalah tentang
Ukhuwah Islamiyah yang menyerukan umat Islam bersatu kembali di bawah
satu keyakinan, satu sistem moral, satu sistem pendidikan dan tunduk kepada
sistem hukum dalam satu kekuasaan negara yang berbentuk khilafah yang
dibantu para ulama dan bertanggung jawab kepada ahlu al-hali wa-al’aqdi
yang anggota terdiri dari ulama dan tokoh masyarakat. Selain itu, berbeda
dengan pemikir politik sebelumnya, lembaga representatif itu dalam
pandangannya juga bertugas mengangkat khalifah, mengawasi jalannya
pemerintahan, mencegah penyelewengan khalifah dan perlu menurunkannya
jika perlu, sekalipun harus dengan perang atau kekerasan demi kepentingan
umum. Meskipun pandangan-pandangan Rasyid Ridha sulit diterima
untuk konteks kekinian, di mana Rosenthal menganggapnya berada dalam
posisi utopis dan romantis, bagaimanapun Rasyid Ridha telah berhasil
memformulasikan tradisi dan merancangkan gagasan dasar bagi para
penganjur negara Islam berikutnya. Ia merupakan penghubung yang penting
antara teori klasik tentang kekhalifahan dengan gagasan mengenai negara
Islam pada abad ke-20 yang dikembangkan oleh Sayyid Quthb dan al-
Maududi. Keduanya telah mengembangkan yang dalam istilah Profesor
Majid Khadduri, devine nomocracy (negara hukum Ilahi) atau menurut Istilah
Profeser Tahir Azhari Nomokrasi Islam.18

4. KESIMPULAN
Abad 19 merupakan masa suram bagi dunia Islam,hal ini disebabkan
karena umat islam terus-menerus mengalami kemerosotan, keterbelakangan
terhadap ilmu pengetahuan sertabanyak negara Islam mengalami penjajahan
oleh bangsa barat. Pada masa itulah muncul seorang sosok yang berperan besar
dalam pembaharuan Islam yang bernama Jamaluddin Al-Afgani, yang
mengumandangkan seruan untuk membangkitkan kaum Muslimin dari
keterpurukan. Salah satu murid beliau yang bernama Syaikh Muhammad
Abduh juga mengikuti jejaknya dalam mengumandangkan seruan kepada
kaum muslimin untuk bangkit dari keterpurukan. Syaikh Muhammad Abduh
menyuarakan pembaharuan terhadap ajaran Islam melalui pendidikan dengan
menanamkan berbagai prinsip dan pengertian Islam. Islam merupakan agama
yang memadukan iman dan ilmu yang melahirkan amal. Dengan demikian

18
Zaenal Abidin, “Formasi Dan Rekonstruksi Politik Islam Abad 19”, h. 19-21

16
pendidikan islam mampu menumbuh kembangkan pemahaman yang
benartentang hakikat keberadaaan umat manusiadi dunia. Pendidikan dunia
akhirat inilah yang bergaransi kelestarian nilai-nilai budaya Islam dimasa-masa
yang akan datang. Beberapa tokoh-tokohnya adalah Jamaludin al-Afghani,
Muhammad Abduh, Muhammad Ali Pasha, Muhammad Rasyid Ridho.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zaenal, “Formasi Dan Rekonstruksi Politik Islam Abad 19”, Tasâmuh
Vol. 13, No. 1, Desember (2015)
Ayuningsih dkk, “Pembaharuan Pendidikan Islam (Studi Pemikiran
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha)”, Jurnal Penelitian Agama, Vol
22, No. 1 (2021).
Ghazali, Yusniamru , Sejarah Kebudayaan Islam Pendekatan Saintifik Kurikulum
2013, (Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia, 2016).
Harahap, Radinal Mukhtar, “Muhammad Ali Pasha: Inovasi Pendidikan Islam”,
Jurnal Idrak,Vol. 1, No. 1, 2018.
Iqbal, Muhammad dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa
Klasik Hingga Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2017).
Nasir, Muhammad, Dunia Islam dalam Perspektif Sejarah (Jakarta: Yayasan Idayu,
1974).
Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (Cet. II; Jakarta: IU Press,
2002).
Risda, Nurhasanah, Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha: Studi
Perbandingan Pemikiran Pembaharuan Islam, Surabaya: Fakultas Adab Dan
Humaniora,2014.
Septiyadi, Nur Rahmad Teguh dkk, “Pembaharuan Dalam Islam Abad 19”,
Jurnal Religion, vol. 1 No. 2 (2023).
Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Cet V;
Jakarta: UI Press, 1993).
Stoddard, Lothrop, Dunia Baru Islam, diterjemahkan oleh Joyo Martono, et.
Jakarta: 1996.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasa Islamiyah II (Cet. II; Jakarta: Pt. Raja
Gtafindo Persada, 2008).

18

Anda mungkin juga menyukai