Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MASA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN

ISLAM

UNTUK MEMENUHI TUGAS KULIAH SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

DOSEN PENGAMPU : Rulik Endarwati M.Pd

Disusun oleh :

Hanifah Nurjanah 202207501480006

Denik sayuti

Ratih

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF MAGETAN

2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah pendidikan Islam pada dasarnya tidak bisa lepas dari sejarah Islam.
Kehancuran total yang dialami kota Bagdad dan Granada sebagai pusat-pusat pendidikan dan
kebudayaan Islam menimbulkan kekacauan dalam pendidikan Islam, terutama dalam bidang
intelektual dan material. Hancurnya Bagdad oleh Mongol memusnahkan lembaga-lembaga
pendidikan dan buku-buku ilmu pengetahuan. Dengan hancurnya pusat-pusat pendidikan
Islam khususnya bidang intelektual dan material mengakibatkan rasa lemah dan putus asa di
kalangan masyarakat muslim. Hal tersebut menjadikan aliran-aliran tasawuf berkembang
pesat dan lebih diminati oleh masyarakat muslim.
Selain faktor-faktor tersebut di atas terdapat juga faktor lain yang lebih mengarah
pada situasi sosio politik pada masa itu. Sehingga dengan semakin ditinggalkannya
pendidikan intelektual maka semakin statis perkembangan kebudayaan Islam, karena
generasi-generasi muda tidak mampu menghasilkan kreasi-kreasi baru bahkan menjawab
persoalan-persoalan yang berkembang. Hal ini di perparah juga dengan infansi bangsa Barat
ke daerah Islam.
Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai tindakan para pemikir-pemikir Islam untuk
mengembalikan kejayaan kebudayaan dan pendidikan Islam dan dikenal dengan masa
pembaharuan pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
a) Apa yang dimaksud dengan pembaharuan pendidikan Islam?
b) Apa yang melatar belakangi lahirnya pembaharuan pendidikan Islam?
c) Bagaimana pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam?
d) Siapa saja tokoh-tokoh dalam pembaharuan pendidikan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembaharuan Pendidikan Islam


Pembaharuan pendidikan Islam adalah upaya dasar untuk memperbaiki aspek-aspek
pendidikan Islam dalam praktek (termasuk pengajaran). Lahirnya modernisasi atau
pembaharuan di sebuah tempat akan selalu beriringan dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang berkembang saat itu. Harun Nasution cenderung menganalogikan istilah
“pembaharuan” dengan “modernism”, karena istilah tersebut dalam masyarakat barat
mengandung arti pikiran., aliran, gerakan dan usaha mengubah paham-paham istiadat,
institusi lama dan lain sebagianya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Dengan demikian, kalau kita kaitkan dengan pembaharuan pendidikan Islam akan
memberi pengertian bahwa pembaharuan pendidikan Islam sebagai suatu upaya melakukan
proses perubahan kurikulum, cara, metodologi, situasi dan pendidikan Islam dari yang
tradisional (ortodox) ke arah yang lebih rasional, dan professional sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat itu.

B. Latar Belakang Pembaharuan Pendidikan Islam


Timbulnya pembaharuan pendidikan Islam diawali oleh pembaharuan pemikiran
Islam yang timbul di Mesir yang dimulai sejak kedatangan Napoleon ke Mesir. Pendidikan
oleh Napoleon Bonaparte 1898 M adalah merupakan tonggak sejarah bagi umat Islam.
Untuk mendapatkan kesadaran tentang kelemahan dan keterbelakangan umat Islam,
ekspedisi Napoleon tersebut bukan hanya menunjukan akan kelemahan umat Islam, tetapi
juga sekaligus menunjukkan kebodohan mereka. Ekspedisi Napoleon tersebut disamping
membawa pasukan tentara yang kuat, juga membawa seperangkat peralatan ilmiah untuk
mengadakan penelitian di Mesir. Inilah yang membuka mata kaum muslimin akan kelemahan
dan keterbelakangannya. Sehingga akhirnya timbul berbagai macam usaha pembaharuan
dalam segala bidang kehidupan untuk mengejar ketertinggalan dan keterbelakangan mereka
termasuk usaha-usaha di bidang pendidikan.
C. Pola-pola Pemikiran Pembaharuan Pendidikan Islam
Dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran umat
Islam sebagaimana nampak pada masa sebelumnya, dan dengan memperhatikan sebab-sebab
kemajuan dan kekuatan yang dialami oleh Bangsa Eropa, maka pada garis besarnya terjadi
tiga pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam.
1. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pendidikan modern di
Barat.
Mereka berpandangan, pada dasarnya kekuatan dan kesejahteraan yang dialami Barat
adalah hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai.
Golongan ini berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh Barat sekarang ini merupakan
pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di dunia
Islam. Maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan itu
harus dikuasai kembali. Cara pengembalian itu tidak lain adalah melalui pendidikan, karena
pola pendidikan Barat dipandang sukses dan efektif, maka harus meniru pola Barat yang
sukses itu. Pembaharuan pendidikan dengan pola Barat, mulai timbul di Turki Utsmani akhir
abad ke 11 H / 17 M.
Pada dasarnya, golongan ini berpandangan bahwa pola pendidikan Islam harus
meniru pola Barat dan yang dikembangkan oleh Barat, sehingga pendidikan Islam bisa setara
dengan pendidikan mereka. Mereka berpandangan bahwa usaha pembaharuan pendidikan
Islam adalah dengan jalan mendirikan lembaga pendidikan / sekolah dengan pola pendidikan
Barat, baik sistem maupun isi pendidikannya. Jadi intinya, Islam harus meniru Barat agar bisa
maju. Tokohnya adalah Sultan Mahmud II dan Muhammad Ali Pasya

2. Golongan yang berorientasi pada sumber Islam yang murni.


Mereka berpendapat bahwa sesungguhnya Islam itu sendiri merupakan sumber dari
kemajuan dan perkembangan peradaban Ilmu Pengetahuan modern. Dalam hal ini Islam telah
membuktikannya. Sebab-sebab kelemahan umat Islam meurut mereka adalah karena tidak
lagi melaksanakan ajaran Agama Islam sebagaimana mestinya. Ajaran Islam yang sudah
tidak murni lagi digunakan untuk sumber kemajuan dan kekuatan. Pola ini dilakukan oleh
Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin Al-Afghani, dan Muhammad Abduh.

3. Usaha yang berorientasi kepada Nasionalisme.


Golongan ini melihat di Barat rasa Nasionalisme ini timbul bersamaan dengan
berkembangnya pola kehidupan modern sehingga mengalami kemajuan yang menimbulkan
kekuatan politik yang berdiri sendiri. Keadaan ini pada umumnya mendorong Bangsa timur
dan bangsa terjajah lainnya untuk mengembangkan nasionalisme mereka masing-masing.
Yang mendorong berkembangnya nasionalisme adalah karena kenyataannya mereka terdiri
dari berbagai bangsa dengan latar belakang dan sejarah perkembangan kebudayaan yang
berbeda satu sama lain.
Golongan ini berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam dengan memperhatikan
situasi dan kondisi objektif umat Islam yang bersangkutan. Dalam usaha mereka bukan
semata mengambil unsur-unsur budaya Barat yang sudah maju, tetapi juga mengambil unsur
dari budaya warisan bangsa yang bersangkutan. Ide kebangsaan inilah yang akhirnya
menimbulkan timbulnya usaha merebut kemerdekaan dan mendirikan pemerintahan sendiri
di kalangan pemeluk Islam. Sebagai akibat dari pembaharuan dan kebangkitan kembali
pendidikan ini terdapat kecendrungan dualisme sistem pendidikan kebanyakan negara
tersebut, yaitu sistem pendidikan modern dan sistem pendidikan tradisional.

D. Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam


1. Jamaluddin Al-Afghani (Iran 1838 – Turki 1897)
Ia dilahirkan di Mesir tahun 1839 dan meninggal di Istanbul tahun 1897. Ketika
berusia 20 tahun ia telah menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan.
Tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan, kemudian ia diangkat menjadi Perdana
Menteri oleh Muhammad A’zam Khan. Dalam hal itu, Inggris telah
mulai mencampuri urusan politik Afghanistan dan dalam pergolakan yang terjadi Al-Afghani
memilih pihak yang melawan golongan yang disokong Inggris. Pihak pertama kalah, dan Al-
Afghan memilih meninggalkan tanah tempat lahirnya dan pergi ke India tahun 1869. Di
Inggris ia juga tidak merasa bebas bergerak, karena negara itu telah jatuh ke pihak Inggris,
dan ia pindah ke Mesir tahun 1871. Ia menetap di Cairo mulanya menjauhi persoalan politik
Mesir dan pemusatkan perhatian pada bidang ilmiah dan sastra Arab. Di tempat ia tinggal
kemudian menjadi tempat pertemuan murid-muridnya. Disanalah ia memberikan kuliah dan
mengadakan diskusi. Muridnya berasal dari berbagai golongan, seperti orang pemerintahan,
pengadilan, dosen dan mahasiswa Al-Azhar serta perguruan tinggi lain.
Dari Mesir ia pergi ke Paris dan di sanalah ia mendirikan perkumpulan Al-Urwatul Al-Wusqa
yang anggotanya terdiri dari orang Islam Mesir, India, Suria, Afrika Utara dan lain-lain.
Diantara tujuan yang hendak dicapai adalah memperkuat rasa persaudaraan, membela Islam,
dan membawa umat Islam kepada kemajuan. Kemudian, pada tahun 1892 ia pergi ke Istanbul
atas undangan Sultan Abdul Hamid, namun kemudian ia terjebak dan tidak bisa keluar dari
Istanbul karena dijadikan tahanan hingga ia wafat pada tahun 1897.
Pemikiran pembaharuan yang dilakukan Al-Afghani adalah didasari pada pendapatnya bahwa
Islam adalah relevan pada setiap zaman, kondisi, dan bangsa. Untuk itu kemunduran umat
Islam adalah karena tidak diterapkannya Islam dalam segala segi kehidupan dan
meninggalkan ajaran Islam murni. Jalan untuk memperbaiki kemunduran Islam hanyalah
dengan membuang segala bentuk pengertian yang bukan berasal dari Islam, dan kembali pada
jaran Islam murni.

2. Rasyid Ridha (Suriah 1865-1935)


Rasyid Ridha adalah murid dari Muhammad Abduh (yang merupakan murid dari
Jamaluddin Al-Afghani). Ia lahir pada 1865 Suria. Semasa kecil ia dimasukkan ke sekolah
madrasah tradisional, kemudian ia meneruskan sekolah ke Sekolah Nasional Islam. Setelah
selesai ia meneruskan ke sekolah agama yang ada di Tripoli, dan banyak belajar dari Al-
urawatul Wusqa Jamaluddin dan Muhammad Abduh. Ia banyak belajar dengan Muhammad
Abduh ketika Muhammad Abduh sedang dalam buangan di Beirut. Ia mulai mencoba
menjalankan ide-ide pembaharuan ketika masih berada di Suria dan mendapat tantangan dari
Pihak Turki Utsmani, lalu ia memutuskan pindah ke Mesir dan berada di dekat gurunya
Muhammad Abduh pada tahun 1898. Beberapa bulan setelah itu, ia menerbitkan majalah Al-
Manar, yang juga terkenal.
Rasyid Ridha merasa perlu diadakan pembaharuan dibidang pendidikan, dan melihat perlu
ditambahkannya kedalam kurikulum mata pelajaran berikut : teologi, pendidikan moral,
sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitung, kesehatan, bahasa asing,disamping fiqih,
tafsir, hadist dan lain-lain.

3. Sir Muhammad Iqbal (Punjab 1873- 1938)


Muhammad Iqbal berasal dari keluarga golongan menengah di Punjab dan lahir di
Sialkot tahun 1867. Untuk meneruskan studi ia kemudian pergi ke Lahore dan belajar disana
sampai memperoleh gelar kesarjaan MA. Di tahu 1905 ia pergi ke negara Inggris dan belajar
filsafat di Universitas Cambridge. Dua tahun kemudian ia pindah ke Munich Jerman, dan
memperoleh gelar Ph.D dalam bidang tasawwuf.
Sir Muhammad Iqbal yang merupakan salah seorang muslim pertama di anak benua
India yang sempat mendalami pemikiran barat modern dan mempunyai latar belakang
pendidikan yang bercorak tradisional Islam. Kedua hal ini muncul dari karya utamanya di
tahun 1930 yang berjudul The Reconstruction of Religious Thought in Islam (Pembangunan
Kembali Pemikiran Keagamaan dalam Islam). Melalui penggunaan istilah reconstruction ia
mengungkapkan kembali pemikiran keagamaan Islam dalam bahasa modern untuk
dikonsumsi generasi baru muslim yang telah berkenalan dengan perkembangan mutakhir
ilmu pengetahuan dan filsafat barat abad ke-20 Sama dengan pembaharu lainnya, ia
berpendapat bahwa kemunduran umat Islam selama 500 tahun dikarenakan kebekuan dalam
pemikiran. Hukum dalam Islam telah sampai pada keadaan statis. Untuk memperbaharui
Islam di segala bidang (termasuk pendidikan), maka diperlukan sebuah institusi penegak
Hukum Islam yang menaungi seluruh umat Islam dalam sebuah naungan negara yang
dinamakan Khilafah Islamiyah.)

4. Sir Sayid Ahmad Khan (India 1817-1898)


Sir Sayid Ahmad Khan adalah pemikir yang menyerukan saintifikasi masyarakat
muslim. Seperti halnya Al Afgani, ia menyerukan kaum muslim untuk meraih ilmu
pengetahuan modern. Akan tetapi, berbeda dengan Al Afgani ia melihat adanya kekuatan
yang membebaskan dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. Kekuatan pembebas itu
antara lain meliputi penjelasan mengenai suatu peristiwa dengan sebab-sebabnya yang
bersifat fisik materiil. Di barat, nilai-nilai ini telah membebaskan orang dari tahayuldan
cengkeraman kekuasaan gereja. Kini, dengan semangat yang sama, Ahmad Khan merasa
wajib membebaskan kaum muslim dengan melenyapkan unsur yang tidak ilmiah dari
pemahaman terhadap Al Qur’an. Ia amat serius dengan upayanya ini antara lain dengan
menciptakan sendiri metode baru penafsiran Al Qur’an. Hasilnya adalah teologi yang
memiliki karakter atau sifat ilmiah dalam tafsir Al Qur’an
5. Toha Husein (Mesir Selatan 1889-1973)
Toha husein adalah seorang sejarawan dan filsuf yang amat mendukung gagasan
Muhammad Ali Pasya. Ia merupakan pendukung modernisme yang gigih. Pengadopsian
terhadap ilmu pengetahuan modern tidak hanya penting dari sudut nilai praktis (kegunan)nya
saja, tetapi juga sebagai perwujudan suatu kebudayaan yang amat tinggi. Pandangannya
dianggap sekularis karena mengunggulkan ilmu pengetahuan.

6. Sayid Qutub (Mesir 1906-1966) dan Yusuf Al Qardawi.


Al-Qardawi menekankan perbedaan modernisasi dan pembaratan. Jika modernisasi
yang dimaksud bukan berarti upaya pembaratan dan memiliki batasan pada pemanfaatan ilmu
pengetahuan modern serta penerapan tekhnologinya, Islam tidak menolaknya bahkan
mendukungnya. Pandangan Al-Qardawi ini cukup mewakili pandangan mayoritas kaum
muslimin. Secara umum, dunia Islam relatif terbuka untuk menerima ilmu pengetahuan dan
tekhnologi sejauh memperhitungkan manfaat praktisnya. Pandangan ini kelak terbukti dan
tetap bertahan hingga kini di kalangan muslim. Akan tetapi, dikalangan pemikir yang
mempelajari sejarah dan filsafat ilmu pengetahuan, gagasan seperti ini tidak cukup
memuaskan mereka.

7. Muhammad Ali Pasha(1765-1849)


Muhammad Ali Pasha adalah seorang keturunan Turki dari etnis albania yang lahir di
Kawalla, sebuah kota pelabuhan di kota Macedonia yang sekarang menjadi bagian dari
wilayah Yunani, pada tahun 1765, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849.
Perlu di ketahui bahwasanya nama “Pasha” merupakan sebuah sebutan pangkat mulia di
turki usmani yang di sandang M. Ali ini mulai disematkan kenamabelakangnya ketika beliau
sudah berkuasa di Mesir.
Semenjak dewasa beliau ditinggal mati oleh ayahnya, Ibrahim Aga (seorang
komandan militer lokal), Muhammad Ali Pasha sempat bekerja sebagai pemungut pajak dan
juga pedagang tembakau. Karena beliau rajin dalam pekerjaannya jadilah beliau disenangi
Gubernur dan akhirnya menjadi menantu Gubernur. Setelah menikah,beliau diterima menjadi
anggota militer, karena keberanian dan kecakapan menjalankan tugas, beliau diangkat
menjadi Perwira
Salah satu bidang yang menjadi sentral pembaruannya adalah bidang-bidang militer
dan bidang-bidang yang bersangkutan dengan bidang militer, termasuk pendidikan.
Kemajuan di bidang ini tidak mungkin dicapai tanpa dukungan ilmu pengetahuan
modern. Atas dasar inilah sehingga perhatian di bidang pendidikan mendapat prioritas utama.
Sungguhpun Muhammad Ali Pasya tidak pandai baca tulis, tetapi ia memahami betapa
pentingnya arti pendidikan dan ilmu pengetahuan untuk kemajuan suatu negara. Ini terbukti
dengan dibentuknya Kementerian Pendidikan untuk pertama kalinya di Mesir, dibuka sekolah
militer (1815), sekolah teknik (1816), sekolah ketabibaban (1836), dan sekolah penerjemahan
(1836).
Berlanjut ke bidang pendidikan, cara modernisasi yang beliau lakukan adalah dengan
menerjemahkan buju-buku terbitan Eropa dalam skala yang besar. Menurut catatan sejarah
beliau mengirim 311 pelajar Mesir ke Italia, Perancis, Inggris dan Austria dengan mengambil
disiplin keilmuan yang beragam seperti kemiliteran, ilmu administrasi, arsitek, kedokteran
dan obat-obatan. Di samping mendelegasikan pelajar Mesir ke Eropa beliau juga
mendatangkan guru-guru agung Eropa untuk mengajar di sekolah-sekolah yang telah beliau
bangun, misalnya Sekolah Militer (1815), Sekolah Teknik (1816), Sekolah Kedokteran
(1927), Farmasi (1829). Muhammad Ali juga menerbitkan majalah berbahasa Arab pertama
kalinya yang diterbitkan tahun 1828 M, beliau menamainya dengan majalah ” al-Waqa’i al-
Mishriyah” (Berita Mesir). Majalah ini digunakan rezim Muhammad Ali sebagai organ resmi
pemerintah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

· Pembaharuan pendidikan Islam adalah upaya dasar untuk memperbaiki aspek-aspek


pendidikan Islam dalam praktek (termasuk pengajaran).
· Pembaharuan pendidikan Islam diawali oleh pembaharuan pemikiran Islam yang timbul di
Mesir yang dimulai sejak kedatangan Napoleon ke Mesir. Pendidikan oleh Napoleon
Bonaparte 1898 M adalah merupakan tonggak sejarah bagi umat Islam.
· Pendidikan Islam mengalami fase kebangkitan kembali yang dinamakan fase
pembaharuan. Pada fase ini pendidikan Islam mulai naik dengan beberapa tokoh yang
menjadi pelopor. Kebangkitan kembali umat Islam khususnya bidang pendidikan adalah dalm
rangka untuk pemurnian kembali ajaran-ajaran Islam dengan pelopor di berbagai daerah
seperti Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Pembaharuan di Turki,
dan Muhammad Iqbal di India.
· Adapun mereka mengemukakan tema kebangkitan pendidikan Islam
tersebut, tentunya dengan opini / ide dasar-dasar yang kurang lebihnya yaitu :
a. Mengembalikan ajaran Islam kepada unsur aslinya, dengan bersumberkan Al-Qur’an dan
Hadist, dan membuang segala bid’ah, khurafat, tahayul dan mistik.
b. Menyatakan dan membuka kembali pintu ijtihad.
c. Menyatukan kembali perpecahan atas terpuruknya bidang pendidikan Islam
· Terjadinya tiga pola pembaharuan pemikiran pendidikan Islam, yaitu :
a. Pola pembaharuan yang berorientasi pada pola pendidikan Barat.
b. Golongan yang berorientasi pada sumber Islam yang murni.
c. Usaha yang berorientasi pada Nasionalisme.
· Tokoh-tokoh pembaharuan pendidikan Islam diantaranya adalah :
a. Jamaluddin Al-Afghani (Iran 1838 – Turki 1897)
b. Rasyid Ridha (Suriah 1865-1935)
c. Sir Muhammad Iqbal (Punjab 1873- 1938)
d. Sir Sayid Ahmad Khan (India 1817-1898)
e. Toha Husein (Mesir Selatan 1889-1973)
f. Sayid Qutub (Mesir 1906-1966) dan Yusuf Al Qardawi.
g. Muhammad Ali Pasha(Mesir 1765-1849)
B. Saran

a. Hanya dengan cara dan metode tertentu pengetahuan dapat diperoleh


b. Ilmu pengetahuan yang diperoleh tidak berguna bila tidak dibagi atau diberikan kepada
orang lain
c. Ilmu pengetahuan yang ada harus dimanfaatkan
d. Sebagai pembaca yang budiman kami meminta saran dan kritikkannya agar makalah kami
berikutnya dapat bermanfaat
DAFTAR PUSTAKA

Asrahah, Hanun. 1999. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. LOGOS Wacana Ilmu.
Zuhairini, dkk. 2006. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Nata, Abudin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media Group
Sumber lain :
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2240008-tokoh-tokoh-pembaharuan-
pendidikan-islam/#ixzz2S1UuKeou
http://newjoesafirablog.blogspot.com/2012/05/masa-pembaharuan-pendidikan-islam.html

Anda mungkin juga menyukai