Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di zaman modern ini banyak bermunculan aliran agama yang
menganggap diri mereka paling benar dan mengakui bahwa mereka
termasuk salah satu dari golongan ahlusunnah wal jama’ah yang masuk
surga. Dengan prinsip tersebut, mereka mengklaim aliran lain itu kafir atau
salah. Peristiwa tersebut pernah terjadi pada masa madzhab imam Hambali
dan pengikutnya. Mereka menamai gerakan salaf, yaitu gerakan
mempertahankan dan menghidupkan ulama’-ulama’ salaf.
Salah satu pengikut madzhab imam Hambali yaitu Ibnu Taimiyah.
Beliau melanjutkan pemikiran dari imam Hambali di Syiria. Beliau
menciptakan banyak karangan kitab yang berisi pemikiran-pemikirannya.
Diantara pemikiran tersebut yaitu pemikiran beliau tentang ziarah kubur.
Oleh karena itu penulis membuat makalah untuk mengetahui lebih dalam
tentang Ibnu Taimiyah dan pemikirannya, serta gerakan salaf yang
mengayominya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud dari gerakan salaf?
2. Bagaimana profil dari Ibnu Taimiyah?
3. Apa saja karangan dari Ibnu Taimiyah?
4. Apa pemikiran dan akidah salaf dari Ibnu Taimiyah?
5. Apa pendapat Ibnu Taimiyah tentang ziarah kubur?
6. Bagaimana ulasan ulama’ lain tentang gerakan Ibnu Taimiyah?

X
BAB II
PEMBAHASAN

1. Gerakan Salaf
Paham atau gerakan salaf adalah pengikut madzab Hambali yang
muncul pada abad IV H. Mereka beranggapan bahwa imam Ahmad bin
Hambal (169-241 H ) telah menghidupkan dan mempertahankan
pendirian ulama-ulama salaf. Karena pemikiran keagamaan ulama-ulama
salaf menjadi motivasi gerakannya, maka orang-orang Hanabilah itu
menamakan gerakannya sebagai paham atau aliran salaf.
Terjadi persaingan dan konflik antara orang-orang hanabilah
dengan orang-orang asy’ariyah secara fisik, bahkan orang-orang
Hanabilah memandang mereka sebagai kafir. Masing-masing melakukan
Truth claim bahwa dirinya yang lebih berhak mewarisi ulama salaf.1
Ciri dari pada kaum salaf adalah apabila menghadapi ayat-ayat
mutasyabihat mereka tidak menakwilkannya. Khawatir tidak sesuai
dengan yang dikehendaki Allah dan Kesucian-Nya, sehingga mengambil
arti secara tekstual, dan menyerahkan maknanya kepada Allah dengan
menyebut Wallahu A’lam. Sebaliknya, bani khalaf apabila menghadapi
permasalahan yang sama, mereka berupaya menakwilkannya dan
berupaya menjaga kesucian Allah.
Jika dilihat dari segi waktu, yang termasuk kategori salaf adalah
mereka yang hidup sebelum abad ketiga Hijriah, yaitu pada masa Rasul,
Sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabiin. Sedang abad sesudahnya termasuk
kategori khalaf.
Pada abad ke tujuh Hijriah, aliran salaf mendapat kekuatan dengan
munculnya ibn. Taimiyah di siria (661-728 H). Kemudian pada abad
kedua belas Hijriah, aliran salaf dihidupkan lagi di Saudi Arabia oleh

1
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam): Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 278-279.

X
Muhammad Ibn Abdul Wahab, yang pendapatnya disebut aliran
Wahabiyah.2

2. Profil Ibnu Taimiyah


Nama lengkapnya adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abdil Halim bin
Taimiyah, lahir di Haman, wilayah Irak, 10 Rabiul awal 661H/22 Januari
1263 M dan meninggal pada 20 dzulqa’dah 728 H/26 September 1328 M.
Dia dibesarkan oleh keluarga yang taat beragama dan berguru kepada
Syaih Ali Abd. Al-qawi, ulama terkenal pada zamanya.
Dia mempelajari Al-Quran, Al-Hadis, bahasa dan satra Arab,
matematika, sejarah berbudayaan, logika, filsafat dan hukum. Keluarga
dan leluhurnya merupakan tokoh terkemuka dalam madzab Hambali. Dia
hidup di era kemunduran islam, ketika Baghdad dihancurkn oleh tentara
Hulako (1258 M). Ketika berumur enam tahun, ibnu taimiyah dibawa
mengungsi oleh ayahnya, Syaikh Syihabbudin Abu Ahmad ke Damaskus
dari situasi keganasan tentara-tentara Mangolia tersebut bersama dua
orang saudranya.
Pada usia 17 tahun, kegiatan ilmiahnya sudah mulai tampak , dan
ketika berusia 21 tahun ia mulai mengarang dan mengajar. Pada tahun 691
H dia pergi Haji dan sepulangnyadia semakin terkenal dengan ilmu dan
amalnya, sifat-sifatnya yang baik dan keberanian mengeluarkan pendapat-
pendapatnya. Dia tidak pernah mengenal takut untuk menegakkan
kebenaran, sehingga mendapat gelar muhyis sunnah”
(pembangun/penghidup as-Sunnah), padahal umurnya belum lagi
melebihi tiga puluh tahun. Pejruangan fisik pun pernah dilakukannya
waktu menghadapi serangan kaum Tartar dinegeri syria.
Meskipun pemerintah pada masanya, yaitu golongan Bani Buwaihi
menyokong dan menanamkan madzab Syafi’i dalam fiqih dan aliran
Asy’ariah dalam lapangan kalam, namun keadaan itu tidak menghalang-

2
Ghazali Munir, Ilmu Kalam, Aliran –aliran dan Pemikiran, (Semarang: RaSail Media Group,
2010), hlm. 79

X
halanginya untuk mendalami pendapat-pendapat imam Ahmad bin Hambal
dalam lapangan fiqih maupun aqidah, sampai dia menjadi tokoh golongan
Hanabilah. Diantara muridnya yang setia da kenamaan pula ialah Ibnul
Qayyim.
Pemikiran-pemikiran yang dituangkan dalm karya-karyanya
memang cukup radikal. Ibnu Taimiyah berusaha membersihkan
masyarakat dari akidah dan kepercayaan yang sesaat, memperbaiki
kehidupan sosial masyarakat, dan memurnikan kehidupan beragama
mendapat tantangan dan hambatan dari berbagai pihak, baik dari luar
maupun dari dalam islam sendiri. Berkali-kali dia tangkap, masuk dan
keluar penjara karena fatwa dan tulisannya. Semua itu dihadapinya dengan
lapang dada dan kesabaran. Malah dia bersyukur selama berada dalam
penjara karena dapat menuli karangan-karangannya. Dia sebagai tokoh
reformasi dalam islam yang berpengaruh besar atas Masyarakat Mesir dan
Syria. Pengaruhnya tidak saja terbatas pada orang awam, tetapi meliputi
kaum ulama dan umara’. Setelah dia meninggal dunia ide dan
pemikirannya (ajarannya) merupakan sumber dan kekayaan yang
terpendam bagi tokoh-tokoh pembaru islam sesudah zamanya.
Pengaruhnya yang besar terlihat Muhammad bin abd al Wahab pada abad
ke-18 M, Selaku tokoh gerakan Wahabi di Kerajaan Saudi Arabia dan pada
majalah al-Manar pimpinan Muhammad Abduh yang jelas-jelas
mendukung idenya. Di Afrika (Tunisia) ajarannya di sambut oleh Ahmad
Syarif yang melahirkan gerakan Sanusiyah yang ditakuti Inggris. Pengaruh
Ibnu Taimiyah juga terdapat di India dan juga Indonesia.
Penangkapan yang terakhir terjadi karena pendapatnya yang
mengatakan bahwa ziarah kekubur Nabi-nabi dan orang-orang saleh tidak
wajib, bahkan tidak dibenarkan oleh Agama. Karena pendapatnya tersebut,
dia dipenjarakan disebuah benteng (qal’ah) di Damsyik dan ditempat ini
dia menghembuskan nafasnya yang penghabisan pada 727 H.

X
3. Karangan Ibnu Taimiyah
Menurut suatu sumber, bahwa Ibnu Taimiyah memiliki karangan
lebih dari 300 kitab, meliputi masalah tafsir,fiqih, retorika (jadal), fatwa-
fatwa yang merupakan kumpulan jawaban atas berbagai pertanyaan
masyarakat. Dia juga melakukan kritikan pedas terhadap berbagai
masalah, terutama tentang tasawuf, filsafat, ziarah kubur, tawassul dan
sebagainya.
Diantara karangan-karangannya, antara lain:
a. Muwafaqah syarih al-Ma’qul li Shahih al-Manqul
b. Al- jawab al-shahih Liman baddala Dina al-masih
c. Al-Rasail wa al-masail
d. Al-siyasah al-syar’iyah fi Ishlah Al-Ra’i Wa al-Ra’iyah
e. Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah, 30 juz
f. Al-Iman
g. Al-Istiqamah
h. Al-iqtida’ al-shirath al-Mustaqim
i. Al-Furqan baina al-Haqq wa al- Bathil
j. Naqd al-Mantiq
k. AL-Radd ‘Ala al manthiqiyyin
l. Kitab al-Tauhid
m. Al-Aqidah AL wasithiyah

4. Pemikiran dan Akidah Salaf dari Ibnu Taimiyah


Ibnu Taimiyah membagi ulama’ dalam memahami akidah Islam
menjadi empat golongan yaitu:
a. Gerakan Filsafat
Gerakan filsafat mengatakan bahwa Al Qur’an diturunkan
dari dalil Khithabiyah (ajakan,seruan) dan dalil Iqna’iyah (pemuas
hati) yang sesuai memuaskan banyak orang. Sedangkan golongan
filsafat beranggapan bahwa diri mereka itu sebagai ahli

X
pembuktian rasional (burhan) dan keyakinan. Dan akidah metode
penetapannya adalah dengan burhan dan keyakinan.
b. Para Mutakallimin atau Mu’tazilah
Gerakan ini mendahulukan dalil-dalil akal (Qadhaya
‘aqliyah), sebelum menyelidiki dalil-dalil Al Qur’an. Mereka
mengambil dua macam dalil tersebut, tetapi mereka
mendahulukan penyelidikan (dalil) akal daripada berdalil pada Al
Qur’an. Mereka ini mentakwilkan ayat-ayat Al Qur’an disesuaikan
dengan hasil pemikirannya (apabila terjadi perlawanan), meskipun
mereka dengan cara tersebut tidaklah keluar dari akidah-akidah Al
Qur’an.
c. Golongan Maturidiyah
Golongan yang menjadikan akal sebagai penolong untuk
memahami akidah-akidah Al Qur’an. Kelompok Ulama’ yang
menyelidiki akidah-akidah yang disebut dalam Al Qur’an
berdasarkan akal, mereka lalu beriman kepadanya dan dijadikan
sebagai dalil. Maka diambilnya tidak sebagai dalil pangkal
penyelidikan akal pikiran, tetapi ia sebagai berita yang wajib
dipercaya. Boleh jadi yang dimaksudkan ialah bahwa sumber
penyelidikan akal pikiran oleh golongan tersebut bukan dalil Al
Qur’an, meskipun maksudnya untuk memperkuat pemahaman isi
Al Qur’an.
d. Golongan Asy’ariyah
Kelompok yang beriman kepada Al Qur’an sebagai akidah
dan dalil tetapi mereka masih menggunakan dalil akal pikiran
disamping dalil-dalil Al Qur’an.
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa metode salaf yang beliau
kembangkan berbeda sekali dengan keempat golongan di atas. Golongan
salaf hanya percaya kepada akidah-akidah dan dalil-dalil wahyu yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Metode yang dikembangkan
oleh ahli filsafat terlalu mengedepankan metode logika, dipandangnya

X
sebagai kesesatan, karena metode tersebut tidak dikenal pada masa
sahabat san tabi’in.
Jalan untuk mengetahui akidah-akidah dan dalil-dalil dan hukum-
hukum dalam islam, golongan salaf bersumber pada Al Qur’an dan
Hadist sebagai penjelasannya. Dari dua sumber tersebut harus diterima
dan tidak boleh ditolak.
Akal pikiran tidak mempunyai kekuasaan untuk menakwilkan,
menafsirkan, menguraikan Al Qur’an, kecuali dalam batas-batas yang
diizinkan oleh kata-kata (bahasa) dan dikuatkan oleh hadist. Kekuasaan
akal pikiran sesudah itu tidak lain hanya menjadi saksi pembenaran dan
penjelasan dalil-dalil Al Qur’an, bukan menjadi hakim yang akan
mengadili dan menolaknya. Metode golongan salaf yaitu meletakkan akal
pikiran di belakang nash-nash agama yang tidak boleh berdiri sendiri.
Sikap golongan salaf yaitu menyadari dan mengakui akan adanya
batas-batas kemampuan daya akal pikiran manusia dan lapangannya
dalam bidang metafisika dan alam ghaib, yang dilampauinya maka orang
akan sesat.
Paham salaf yang disebarkan oleh Ibnu Taimiyah ini, tidak
melakukan takwil terhadap ayat-ayat mutasyabihat dan mereka

melakukan tafwidh. Seperti pada ayat bahwa ‫اهلل َف ْو َق اَيْ ِديْ ِه ْم‬
ِ ‫“ي ُد‬tangan
َ
Tuhan sama sekali tidak sama dengan tangan manusia,” dan demikian
pula pada ayat-ayat mutasyabihat berada pada posisi ta’thil (peniadaan
sifat) Dan tasybih (penyerupaan sifat).3
Aliran salaf membicarakan berbagai masalah Kalam, seperti
masalah sifat Tuhan, perbuatan manusia, al-Quran itu hadist atau qadim,
dan sebagainya. Tetapi semuanya itu dapat dikelompokkan menjadi satu
masalah, yaitu : keesaan (ketauhidan) yang mempunyai tiga aspek ;
Keesaan penciptaan, dan keesaan ibadah (pengabdian diri kepada Tuhan).
3
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam): Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 279-284.

X
a. Keesaan Zat dan Sifat
Menurut kaum salaf, semua sifat-sifat yang tersebut dalam
al-Quran, dipercayai seperti arti lahir secara tekstual. Meskipun
dengan pengertian sifat-sifat tersebut tidak sama dengan sifat-sifat
makhluk. Jadi aqidah aliran salaf, terletak antara paham ta’til
(peniadaan sifat-sifat Tuhan) dan tasybih (penyerupaan Tuhan
dengan makhluk-Nya)
Kepercayaan semacam ini, sebenarnya telah ada sebelum
Ibn Taimiyah, yaitu merupakan kepercayaan kaum Hanabilah abad
keempat dan kelima Hijriah, yang disebut sebagai kepercayaan
salaf.
b. Keesaan Penciptaan
Maksud daripada keesaan pnciptaan adalah tidak ada sekutu
dalam menciptakanya dan tidak ada pula yang
mempersengketakan kekuasaan dan kehendak Tuhan. Bahkan
semua pekerjaan (penciptaan) datang dari Tuhan dan akan kembali
kepada-Nya. Kemudian permasalahan jabar dan ikhtiyar, serta
apakah perbuatan Tuhan terjadi karena untuk mencapai tujuan
tertentu atau tidak.
Pendapat Ibn Taimiyah ktu, merupakan pembawa suara
aliran salaf tentang qadha dan qadr, merupakan pertengahan
antara mu’tazilah dengan asy’ariyah dan pada umumnya
mendekati aliran Maturidiyah.
c. Keesaan ibadah
- Hanya menyembah kepada Tuhan semata, dan tidak
mengakui Tuhan lain selain Allah.
- Menyuembah Tuhan dengan cara yang telah ditentukan
oleh Rasul-rasul-Nya, baik ibadah wajib, sunnah maupun
yang mubah.
Konsekuensi dari dua hal tersebut adalah:

X
a. Larangan mengangkat manusia hidup atau mati sebagai perantara
kepada Tuhan.
b. Dilarang memberikan nazar kepada kuburan, penghuni kuburan
ataupun penjaganya.
c. Larangan ziarah kekubur orang saleh atau Nabi-nabi.4

5. Pendapat Ibnu Taimiyah Tentang Ziarah Kubur


Menurut Ibnu Taimiyah ziarah kubur dengan tujuan untuk minta
berkah atau mendekatkan diri kepada Allah SWT adalah “dilarang”.
Demikian itu karena Nabi Muhammad SAW melarang menjadikan
kuburan nya dijadikan masjid agar tidak dijadikan tempat ziarah. Menurut
beliau juga terdapat hadist shahih yang diriwayatkan oleh Aisyah bahwa
ketika Nabi sakit hendak meninggal bersabda: “Allah melaknat orang-
orang Yahudi dan Nasrani, karena mereka menjadikan kubur Nabi-nabi
nya sebagai masjid.” Sedangkan berziarah dengan tujuan mencari
keteladanan (al-‘idhah) dan nasihat (i’itbar), hal itu diperbolehkan (ja’iz)
dan bahkan dianjurkan (mandhub).
Pada kenyataan nya para sahabat sepeninggal Nabi, apabila hendak
memberi salam kepadanya dan berdo’a, mereka menghadap kearah kiblat.
Demikian pula sahabat-sahabat menghadap ke raudhoh, apabila akan
bepergian dan datang kembali dari bepergian.
Pendirian Ibnu Taimiyah tentang ziarah kubur, menurut syaikh Abu
Zahrah berlawanan dengan pendirian kebanyakan kaum muslimin. Beliau
dapat menyetujui pendirian Ibnu Taimiyah tentang ziarah kubur ke orang
soleh sampai batas-batas tertentu, demikian pula memberikan nazar
kepadanya. Tetapi pendirian syaikh Abu Zahrah berbeda sekali tentang
ziarah ke kubur Nabi, sebab dasar larangan itu ialah kekhawatiran
munculnya “keberhalaan”, sedang untuk masa sekarang kekhawatiran itu
tidak pada tempatnya, sebab seorang muslim bagaimanapun tidak akan

4
Ghazali Munir, Ilmu Kalam, Aliran –aliran dan Pemikiran, (Semarang: RaSail Media Group,
2010), hlm. 81-86.

X
mempersamakan kubur Nabi atau menganggap Nabi sebagai patung
berhala. Kalau ziarah ke kubur Nabi mengandung suatu pengagungan
(taqdis) terhadap Nabi Muhammad SAW, maka yang diagungkan itu Nabi
agama tauhid, dan setiap pengagungan terhadap Nabi agama tauhid
berarti menghidupkan ketauhidan. Pengagungan terhadap Nabi agama
tauhid sama saja dengan pengagungan prinsip-prinsip yang dibawa Nabi
itu.
Ziarah ke kubur Nabi juga berarti mengingatkan kita akan sikap
Nabi SAW dalam kesabaran, jihad, dan perjuangannya serta usaha-
usahanya untuk meninggikan kalimat tauhid sehingga kekuasaan berhala
tumbang. Menurut Nafi’ Ibnu Umar lebih dari seratus kali datang ke
kubur Nabi dan meletakkan tangannya pada tempat duduk Nabi di
mimbar, kemudian mengusapkan ke wajahnya. Empat imam fiqih setiap
kali datang ke Madinah tentu menziarahi kuburan Nabi.
Kalau sekiranya Nabi menginginkan untuk tidak diziarahi
kuburnya, tentu beliau tidak dikuburkan di rumah Aisyah yang
berdampingan dengan masjid Nabi, meskipun terletak didalamnya.
Melainkan dikuburkan di Baqi’ misalnya tempat kuburan sahabat-sahabat
yang terletak beberapa ratus meter dari masjid Nabi.
Abu Zahrah menetapkan bahwa tabarruk dengan ziarah kubur Nabi
SAW adalah sangat baik (mustahsinun). Tabarruk yang kami maksudkan
bukanlah berarti ibadah ataupun yang mendekatinya. Sesungguhnya
tabarruk berarti mengenang atas jasa-jasanya, mengambil petunjuk dan
teladan. Seorang Muslim mana pun yang mengetahui riwayat hidup Rasul
SAW sejarah hidupnya, petunjukan nya, peperangan yang dilakukannya
dan perjuangannya, kemudian orang itu pergi ke kota Madinah.

6. Ulasan Ulama’ Lain Tentang Gerakan Ibnu Taimiyah


Ibnu Jauzi mengkritik paham salaf, beliau tidak membenarkan
kepercayaan tersebut dan tidak mengakuinya sebagai akidah salaf dan
bukan pula kepercayaan Imam Hambali karena pemahaman terhadap

X
ayat-ayat mutasyabihat tanpa takwil bisa menyeret kepada paham tasybih
dan tajsim.
Para Musaffirin seperti Imam Ar Razi, syaikh Muhammad Abduh,
Sayid Rasyid Ridha, syaikh Musthafa Al Maraghi dan syaikh Thanthawi
Jauhari melakukan terhadap nash-nash mu. Sebab tanpa takwil, di masa
sekarang ini banyak mudharat bagi kalangan awam dalam memaknai
ayat-ayat mutasyabihat.5

BAB III
PENUTUP
5
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam): Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 284-288.

X
A. Kesimpulan
1. Gerakan salaf adalah pengikut madzab Hambali yang muncul pada abad
IV H. Mereka beranggapan bahwa imam Ahmad bin Hambal (169-241 H)
telah menghidupkan dan mempertahankan pendirian ulama-ulama salaf.
2. Profil dari Ibnu Taimiyah yaitu beliau lahir di Haman, Irak pada tahun
1263 M dibesarkan oleh keluarga yang taat beragama dan berguru kepada
Syaih Ali Abd. Al-qawi. Pada usia 21 tahun ia mulai mengarang dan
mengajar. Semasa hidupnya beliau mempunyai pemikiran yang berbeda
seperti melarang ziarah kubur ke makam Nabi untuk meminta barakah.
Karena pemikiran tersebut dia dipenjarakan disebuah benteng (qal’ah) di
Damsyik dan ditempat ini dia menghembuskan nafasnya yang
penghabisan pada 727 H.
3. Karangan dari Ibnu Taimiyah diantaranya Muwafaqah syarih al-Ma’qul li
Shahih al-Manqul, Al- jawab al-shahih Liman baddala Dina al-masih, Al-
Rasail wa al-masail dan sebagainya.
4. Pemikiran Ibnu Taimiyah yaitu membagi ulama’ menjadi empat golongan,
percaya kepada akidah-akidah dan dalil-dalil Al Qur’an dan wahyu yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Mereka tidak melakukan
takwil terhadap ayat-ayat mutasyabihat dan mereka melakukan tafwidh.
5. Pendapat Ibnu Taimiyah tentang ziarah kubur yaitu melarangnya dengan
tujuan untuk minta berkah atau mendekatkan diri kepada Allah SWT.
6. Ulasan ulama’ lain tentang gerakan Ibnu Taimiyah yaitu menurut Para
Musaffirin seperti Imam Ar Razi, syaikh Muhammad Abduh, Sayid
Rasyid Ridha, syaikh Musthafa Al Maraghi dan syaikh Thanthawi Jauhari
melakukan terhadap nash-nash mu. Sebab tanpa takwil, di masa sekarang
ini banyak mudharat bagi kalangan awam dalam memaknai ayat-ayat
mutasyabihat.
B. Kritik dan Saran

X
Demikian makalah yang kami paparkan, apabila dalam makalah ini
terdapat kesalahan dalam penulisan ataupun lainya, kami mohon maaf.
Untuk itu, kami mengharap kritik dan saran guna melengkapi makalah ini
dan memperbaiki makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi semua golongan, khususnya penulis sendiri dan umumnya adalah
mahasiswa dan pelajar.

Anda mungkin juga menyukai