1. Ibnu Taimiyah
Yang beliau letakkan namannya paling awal di deretan guru-guru yang
memberikan ijazah pada beliau dalam kitabnya, Mu’jam asy-Syuyukh.
Beliau begitu mengagumi Ibnu Taimiyah dengan mengatakan, “Dia lebih
agung jika aku yang menyifatinya. Seandainya aku bersumpah di antara
rukun dan maqam maka sungguh aku akan bersumpah bahwa mataku
belum pernah melihat yang semisalnya. Tidak, demi Allah, bahkan dia
sendiri belum pernah melihat yang semisalnya dalam hal keilmuan.”
(Raddul Wafir , hal. 35)
1
al-Abrahuqi,
Isa bin Abdul Mun’im bin Syihab,
Ibnu Daqiqil ‘Id,
Abu Muhammad ad-Dimyathi,
Abul abbas azh-Zhahiri,
ali bin Ahmad al-Gharrafi,
Yahya bin ahmad ash-Shawwaf, at-Tauzari,
masih banyak lagi yang lainnya.
Murid-Muridnya
Ibnu Katsir berkata, “Beliau adalah Syeikh al-Hafiz al-kabir, Pakar Tarikh
Islam, Syeikhul muhadditsin. Beliau adalah penutup syuyukh hadis dan
huffazhnya.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, XIV:225)
2
ketenarannya sudah mencukupi dari pada menyebutkan sifat-sifat nya.”
(ad-Durar al-Kaminah, III:427)
Di Antara Kata-Katanya
3
yang keliru dan menyesal. Tanda atas hal itu ialah bahwasanya dia
mengurangi dari klaim-klaim, perdebatan, dan perasaan memiliki ilmu
yang banyak, dan dia hinakan dirinya. Adapun jika dia merasa banyak
ilmunya atau mengatakan “saya lebih berilmu dari pada Fulan; maka
sungguh celakalah dia.” (Siyar A’lam An-Nubala’, VII:17)
Beliau berkata, “Kebanyakan ulama pada zaman ini terpaku dengan taqlid
dalam hal furu’, tidak mau mengembangkan ijtihad, tenggelam dalam
logika-logika umat terdahulu dan pemikiran ahli filsafat. Dengan demikian,
bencana pun meluas, hawa nafsu menjadi hukum dan tanda-tanda
tercabutnya ilmu semakin nampak. Semoga Allah merahmati seseorang
yang mau memperhatikan kondisi dirinya, menjaga ucapannya, selalu
membaca al-Qur’an, menangis atas kejadian zaman, memperhatikan
kitab as-Sahihain dan beribadah kepada Allah sebelum ajal datang
secara tiba-tiba.” (Tadzkirah al-Huffazh, II:530)
Karya-Karyanya
Beliau memiliki sekitar 100 karya tulis, di antara karya-karya tulis itu ialah:
4
11. Naba’u Dajjal
12. Tahdziibut Tahdziib
13. Tanqiih Ahaadiitsit Ta’liiq
14. Muqtana Fii al-Kuna
15. Al-Mughni Fii adh-Dhu’afaa’
16. Al-‘Ibar Fii Khabari Man Ghabar
17. Talkhiishul Mustadrak
18. Ikhtishar Taarikhil Kathib
19. Al-Kabaair
20. Tahriimul Adbar
21. Tauqif Ahli Taufiq Fi Manaaqibi ash-Shiddiq
22. Ni’mas Smar Fi Manaaqib ‘Umar
23. At-Tibyaan Fi Manaaqib ‘Utsman
24. Fathul Mathalib Fii Akhbaar Ali bin Abi Thalib
25. Ma Ba’dal Maut
26. Ikhtishar Kitaabil Qadar Lil Baihaqi
27. Nafdhul Ja’bah Fi Akhbaari Syu’bah
28. Ikhtishar Kitab al-Jihad, ‘Asakir
29. Mukhtashar athraafil Mizzi
30. At-Tajriid Fii Asmaa’ ish Shahaabah
31. Mukhtashar Tariikh Naisabuur, al-Hakim
32. Mukthashar al-Muhalla dan Tartiil Maudhuu’at, Ibn al-Jauzi
Salah satu karya Imam Az-Zahabi yang terkenal dang sangat bermanfaat
ialah Siyar A'lam An-Nubala (Perjalanan Hidup Orang-Orang Mulia). Kitab
ini menghimpunkan biografi
para sahabat Nabi s.a.w., tabiin, tabiut tabiin, ulama, sasterawan dan
seumpamanya.
Kitab ini sangat berguna bagi sesiapa yang ingin mendalami dan
membaca kisah hidup orang-orang dan tokoh-tokoh Islam terkenal dalam
bidang masing-masing.
5
pada umumnya mengecapnya buruk, atau berpandangan lain jika
memungkinkan, atau mengkritik perilakunya dengan kritik yang
didasarkan pada syariat. Kemudian dia berusaha mengeluarkan
penilaian secara umum terhadap orang yang ditulis biografinya itu,
disertai dengan ketelitian.
2. Ketelitian dalam menilai kepribadian manusia ini, memberikan cahaya
terang yang dapat diambil manfaatnya oleh kebangkitan Islam, yaitu
kebangkitan yang hampir memberikan hasilnya jika tidak dikotori oleh
ulah sebagian orang yang memiliki pandangan picik, yang menuduh
para ulama dan da'i sebagai orang-orang fasik, ahli bid'ah, berpaling
dari mazhab salaf, tidak berhati-hati dalam menilai orang lain, dan tidak
takut kepada Allah ketika berprasangka buruk terhadap orang lain. Ada
juga orang yang tidak bisa hidup kecuali dengan mencela orang yang
tidak sama dengannya, melupakan kebaikannya, dan
menyembunyikannya. Orang-orang seperti itulah yang disangkal
habis-habisan oleh Imam Az-Zahabi.
6
fikih tertentu, raja, khalifah, pemirnpin, penyair, ahli sastera Arab, ahli
bahasa, pahlawan, satria, pemimpin perang, doktor, hakim,praktisi, dan
penganut madzhab tertentu, tetapi juga mencakup seluruh kelompok
yang disebutkan dan hampir mencakup seluruh teritorial Islam. Memang
benar biografi para ahli hadits lebih banyak disebutkan daripada tokoh-
tokoh lainnya. Hal itu karena perhatian Imam Az-Zahabi terhadap hadis,
lebih besar daripada disiplin ilmu lainnya, karena memang beliau seorang
hafiz dan mahir di dalam hadis. Akan tetapi, kebanyakan para ahli hadis
pada abad keemasan Islam dan sesudahnya adalah para ahli feqah, ahli
tafsir, orang-orang yang berperang di jalan Allah, para sasterawan, ahli
nahwu, dan tokoh-tokoh lainnya yang terkenal.
Wafatnya
7
Biografi Imam al-Hafizh Adz-Dzahabi
Beliau adalah: al-Imam al-Hafizh, ahli sejarah Islam, Syamsuddin, Abu
Abdillah, Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdullah at-
Turkmani al-Fariqi asy-Syafi’i ad-Dimasyqi, yang terkenal dengan Adz-
Dzahabi.
Adz-Dzahabi berasal dari kata adz-dzahab yang berarti emas. Nama ini beliau
dapatkan dikarenakan ayahnya adalah seorang pengrajin emas, dan beliau
pun pernah berprofesi sebagai pengrajin emas. Yang pada akhirnya nama
inilah yang lebih dikenal hingga sekarang daripada nama asli beliau, dan
beliau memang pantas untuk digelari sebagai “emas” karena ilmu dan jasa
beliau selama hidupnya.
Kota Kelahiran dan Masa Perkembangan Adz-
Dzahabi
Beliau dilahirkan pada Rabiul Akhir 673 H/1274 M di sebuah desa bernama
Kafarbatna di dataran padang hijau Damaskus, di tengah sebuah keluarga
yang berasal dari Turkmenistan, yang ikut secara kewalian kepada kabilah
Bani Tamim, dan mereka menetap di kota Mayyafarqin dari daerah Bani Bakar
yang paling terkenal.
Adz-Dzahabi tumbuh di tengah keluarga yang cinta ilmu dan agama. Ayah
beliau bernama Ahmad bin ‘Ustman. Dia adalah orang yang baik, bertakwa,
dan cinta ilmu. Ayahnya pernah mempelajari kitab Shahih Bukhari pada tahun
666 H dari seorang guru, Miqdad bin Hibbatillah Al-Qoysi. Keluarganya
memberikan perhatian yang besar kepada beliau dengan mengirimnya
kepada para syaikh (guru besar) yang terkenal di kota Damaskus. Adz-
Dzahabi telah berhasil mendapat ijazah (rekomendasi) dari mereka semenajk
masih kecil, ketika ia beliau belum genap delapan belas tahun. Perhatiannya
terhadap ilmu sangat tinggi.
Perhatiannya bermula dari ilmu qiraah dan hadis. Hal ini ditunjang dengan
kepiawaian dan kecerdasaannya dalam berdiskusi dan memahami ilmu, serta
kemampuannya yang luar biasa untuk mengingat dan menghafal, dan cita-
citanya yang tinggi untuk bertemu para ulama dan berpetualang dalam
menuntut ilmu.
Adz-Dzahabi telah mencurahkan kesungguhan dalam menekuni kedua
disiplin ilmu itu secara langsung dari guru besar negeri Syam yang paling
masyhur pada masa itu. Beliau juga berpetualang ke Mesir, Mekah, Madinah,
dan beberapa kota lain untuk tujuan yang mulia ini, hingga ilmunya menjadi
rujukan (referensi) kaum muslimin. Nama beliau pun mulai bergaung di dunia
Islam, dan para penuntut ilmu berdatangan dari segala penjuru. Beliau pun
menjadi seorang imam dalam ilmu qiraah, penghafal hadis yang ulung, salah
seorang ulama yang unggul dalam kritik hadis, dan ternama di dalam al-Jarh
wa at-Ta’dil.
Aktivitas Keilmuan dan Kedudukan Adz-Dzahabi
Adz-Dzahabi sempat menduduki sejumlah jabatan keilmuan di kota
Damaskus, di antaranya: sebagai khatib, pengajar, dan menjadi guru besar di
8
sejumlah perguruan dalam bidang hadis, seperti Dar al-Hadis di Turbah Umm
ash-Shalih, Dar al-Hadis azh-Zhahiriyah, Dar al-Hadis wa al-Qur’an at-
Tankiziyah, dan Dar al-Hadis al-aFadhiliyah.
Kesibukan padat yang beliau jalani tidaklah menjadikan beliau terhalang untuk
melakukan penelitian dan menulis karya ilmiah. Bahkan beliau telah
meninggalkan kekayaan ilmiah yang besar dan penuh berkah, di mana kitab-
kitab dan karya tulis beliau mencapai lebih dari 200 karya dalam berbagai
disiplin ilmu: qiraat, hadis, mushthalah hadis, sejarah, biografi, akidah, ushul
fiqh, dan raqa’iq (ilmu beretika).
Di antara karya ilmiah beliau adalah:
Tarikh al-Islam
Siyar A’lam an-Nubala
Mizan al-I’tidal
Al-Ibar fi Khabar man Ghabar
Al-Mughni fi adh-Dhu’afa
Al-Kasyif
Tadzkirah al-Huffazh
dan masih banyak karya yang tidak tercatat dalam tulisan singkat ini.
Pujian Para Ulama Terhadap Adz-Dzahabi
Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Aku pernah minum air
Zamzam agar aku mencapai derajat Imam adz-Dzahabi dalam menghafal”.
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata tentang Adz-Dzahabi, “Keberadaan beliau telah
merepresentasikan para syaikh pakar dalam penghafal hadis…”
Murid beliau, Tajuddin as-Subki dalam Syadzarat adz-Dzahab berkata, “Guru
kami, Abu Abdullah adalah seorang ulama hebat yang tidak ada bandingnya.
Beliau adalah gudang perbendaharaan ilmu, tempat kembali ketika terjadi
permasalahan yang rumit, imam semua orang dalam hal hafalan, beliau ibarat
emasnya zaman secara maknawi dan literel, guru besar al-Jarh wa at-Ta’dil,
pemuka para tokoh pada setiap jalan; seakan-akan umat telah dikumpulkan
pada padang yang satu lalu beliau melihatnya mulai memberitakan dari para
rawi sebuah riwayat sebagaimana orang-orang yang hadir memberitakan…”
As-Suyuthi dalam Dzail Tadzkirah al-Huffazh berkata, “Yang ingin saya
katakan, ‘Sesungguhnya ulama-ulama hadis sekarang dalam sub disiplin kritik
rawi dan disiplin-disiplin hadis lainnya membutuhkan pada empat sosok: Imam
al-Mizzi, Imam adz-Dzahabi, Imam al-Iraqi, dan al-Hafizh Ibnu Hajar’.”
Di Antara Perkataan Al-Imam Adz-Dzahabi
Imam Adz-Dzahabi berkata, “Tidak sedikit orang yang memusatkan
perhatiannya pada ilmu kalam (filsafat islam) melainkan ijtihadnya akan
membawanya kepada perkataan yang menyelisihi sunnah. Karena itulah
ulama terdahulu mencela setiap yang belajar ilmu umat-umat sebelum Islam.
Ilmu kalam turunan dari ilmu para filsuf atheis. Barangsiapa yang sengaja
ingin menggabungkan ilmu para nabi dengan ilmu para filsuf dengan
mengandalkan kecerdasannya maka pasti dia akan menyelisihi para nabi dan
para ahli filsafat. Dan barangsiapa yang meniti jalannya para rasul, maka
9
sungguh dia telah menempuh jalan pendahulu dan menyelamatkan agama
dan keyakinannya.” (Mizanul I’tidal, III:144)
Beliau berkata, “Kebanyakan ulama pada zaman ini terpaku
dengan taqlid dalam hal furu’(cabang permasalahan), tidak mau
mengembangkan ijtihad, tenggelam dalam logika-logika umat terdahulu, dan
pemikiran ahli filsafat. Dengan demikian, bencana pun meluas, hawa nafsu
menjadi hukum dan tanda-tanda tercabutnya ilmu semakin nampak. Semoga
Allah merahmati seseorang yang mau memperhatikan kondisi dirinya,
menjaga ucapannya, selalu membaca al-Quran, menangis atas kejadian
zaman, memperhatikan kitab ash-Shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih
Muslim), dan beribadah kepada Allah sebelum ajal datang secara tiba-tiba.”
(Tadzkirah al-Huffazh, II:530)
Wafatnya Al-Imam Adz-Dzahabi
Di akhir hidupnya Adz-Dzahabi mendapat cobaan, tujuh tahun mengalami
kebutaan. Kemudian beliau wafat malam Senin 3 Dzulqa’dah 748 H/ 1348 M,
dan dimakamkan di Bab ash-Shaghir di Damaskus.
Beberapa Pelajaran yang Dapat Dipetik Dari
Biografi Al-Imam Adz-Dzahabi
1. Peran serta orang tua terutama seorang ayah sangat berpengaruh
dalam keberhasilan anaknya.
2. Perilaku dan sikap seorang ayah menjadi modal awal bagi seorang anak
dalam menentukan tujuan hidupnya. Bila ayahnya saleh dan bertakwa,
maka anaknya pun akan meniti jalan yang telah ditempuh oleh ayahnya.
Sebagaimana ayah Adz-Dzahabi mencintai ilmu, maka imam Adz-
Dzahabi pun ikut mencintai ilmu.
3. Seorang remaja harus mempunyai tujuan dan fokus hidupnya sejak dini,
agar keberhasilan yang ia cita-citankan dapat segera terwujud.
4. Buah dari ilmu pengetahuan adalah amal dan mengajarkannya kepada
orang lain.
5. Karya tulis merupakan sarana yang terbaik dalam menyampaikan ilmu,
karena dapat terus dimanfaatkan walau penulisnya telah meninggal
puluhan abad yang lalu.
6. Kekurangan fisik yang kita miliki tidak menghalangi kita untuk berhasil.
Imam Adz-Dzahabi telah membuktikannya walaupun penglihatan beliau
telah tiada namun beliau tetap bersemangat untuk menyampaikan
ilmunya dan tetap menjadi guru besar di pergurungan tinggi hadis.
7. Semangat untuk belajar dan mengajar harus terus berkobar mulai sejak
kecil sampai berusia lanjut bahkan sampai kita meninggalkan dunia ini.
Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya yang luas kepada Imam adz-
Dzahabi, dan mengampuni kita semua dan beliau, serta mengumpulkan kita
dengan beliau di bawah bendera Nabi kita, Muhammad Shallallahu Alaihi wa
Sallam.
10
11