Anda di halaman 1dari 49

Berpuasa Tapi Meninggalkan Sholat

Barangsiapa berpuasa tapi meninggalkan shalat, berarti ia meninggalkan rukun terpenting dari rukun-rukun
Islam setelah tauhid. Puasanya sama sekali tidak bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan shalat.
Sebab shalat adalah tiang agama, di atasnyalah agama tegak. Dan orang yang meninggalkan shalat
hukumnya adalah kafir. Orang kafir tidak diterima amalnya. Rasulullah SAW bersabda:

"Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir."
(HR. Ahmad dan Para penulis kitab Sunan dari hadits Buraidah) At-Tirmidzi berkata : Hadits hasan
shahih, Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.

Jabir meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda:(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah
meninggalkan shalat." (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Tentang keputusan-Nya terhadap orang-orang kafir, Allah SWT berfirman: "Dan Kami hadapi segala
amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan." (Al-Furqaan:
23).

Berbagai amal kebajikan yang mereka lakukan dengan tidak karena Allah SWT, niscaya Kami hapus
pahalanya, bahkan Kami menjadikannya sebagai debu yang beterbangan. Demikian halnya dengan
meninggalkan shalat berjamaah atau mengakhirkan shalat dari waktunya. Perbuatan tersebut merupakan
maksiat dan dikenai ancaman yang keras. Allah SWT berfirman:"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang
yang shalat, yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya." (Al-Maa'un: 4-5).

Mereka lalai dari shalat sehingga waktunya berlalu. Kalau Nabi SAW tidak mengizinkan shalat di rumah
kepada orang buta yang tidak mendapatkan orang yang menuntunnya ke masjid, bagaimana pula dengan
orang yang pandangannya tajam dan sehat yang tidak memiliki udzur?
Peringatan bagi yang meninggalkan Sholat (Foto: Lintashape.com)
Berpuasa tetapi dengan meninggalkan shalat atau tidak berjamaah merupakan pertanda yang jelas bahwa ia
tidak berpuasa karena mentaati perintah Tuhannya. Jika tidak demikian, kenapa ia meninggalkan
kewajiban yang utama (shalat)? Padahal kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian utuh yang
tidak terpisah-pisah, bagian yang satu menguatkan bagian yang lain.

Baca Juga: Daftar Orang yang diperbolehkan tidak Puasa Wajib

Catatan Penting Bagi Orang yang Berpuasa:


1. Setiap muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena riya'
(agar dilihat orang), sum'ah (agar didengar orang), ikut-ikutan orang, toleransi kepada keluarga
atau masyarakat tempat ia tinggal. Jadi, yang memotivasi dan mendorongnya berpuasa
hendaklah karena imannya bahwa Allah SWT mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena
mengharapkan pahala di sisi Allah SWT dengan puasanya.

Demikian pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shaiat malam/tarawih), ia wajib


menjalankannya karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena sebab lain. Karena itu
Nabi SAW bersabda:

"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-
dosanya yang telah lalu, barangsiapa melakukan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala Allah SWT, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan barangsiapa
melakukan shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaq 'Alaih).
2. Secara tidak sengaja, kadang-kadang orang yang berpuasa terluka, mimisan (keluar darah
dari hidung), muntah, kemasukan air atau bersin di luar kehendaknya. Hal-hal tersebut tidak
membatalkan puasa. Tetapi orang yang sengaja muntah maka puasanya batal, karena
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha' atasnya, (tetapi) barangsiapa sengaja
muntah maka ia wajib mengqadha' puasanya." (HR. Imam Lima kecuali An-Nasa'i) (Al Arna'uth
dalam Jaami'ul Ushuul, 6/29 berkata : "Hadits ini shahih").

3. Orang yang berpuasa boleh meniatkan puasanya dalam keadaan junub (hadats besar),
kemudian mandi setelah terbitnya fajar. Demikian pula halnya dengan wanita haid, atau nifas,
bila sudi sebelum fajar maka ia wajib berpuasa. Dan tidak mengapa ia mengakhirkan mandi
hingga setelah terbit fajar, tetapi ia tidak boleh mengakhirkan mandinya hingga terbit matahari.
Sebab ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbitnya matahari, karena waktu Shubuh
berakhir dengan terbitnya matahari.

Demikian pula halnya dengan orang junub, ia tidak boleh mengakhirkan mandi hingga terbitnya
matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbit matahari. Bagi laki-laki wajib segera
mandi, sehingga ia bisa mendapatkan shalat jamaah.

Baca Juga: Ketentuan-ketentuan Puasa Ramadhan

4. Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah: pemeriksaan darah, (Misalnya
dengan mengeluarkan sample (contoh) darah dari salah satu anggota tubuh) suntik yang tidak
dimaksudkan untuk memasukkan makanan. Tetapi jika memungkinkan- melakukan hal-hal
tersebut pada malam hari adalah lebih baik dan selamat, sebab Rasulullah SAW bersabda:
"Tinggalkan apa yang membuatmu ragu, kerjakan apa yang tidak membuatmu ragu." (HR. An-Nasa'i
dan At-Tirmidzi, ia berkata: hadits hasan shahih)

Dan beliau juga bersabda : "Barangsiapa menjaga (dirinya) dari berbagai syubhat maka sungguh dia
telah berusaha menyucikan agama dan kehormatannya." (Muttafaq 'Alaih)

Adapun suntikan untuk memasukkan zat makanan maka tidak boleh dilakukan, sebab hal itu
termasuk kategori makan dan minum. (Lihat kitab Risaalatush Shiyaam, oleh Syaikh Abdul Azis
bin Baz, hlm. 21-22)

5. Orang yang puasa boleh bersiwak pada pagi atau sore hari. Perbuatan itu sunnah,
sebagaimana halnya bagi mereka yang tidak dalam keadaaan puasa.
Hadis Anjuran Sahur saat Puasa Bulan
Ramadhan
Sahur saat akan berpuasa sangat dianjurkan bagi muslim yang dapat menunaikannya. Anjuran
ini bersifat sunnah muaqqadah, meskipun demikian terdapat beberapa perbedaan mengenai
waktu yang cocok untuk menyantap makanan saat subuh hari. Ada beberapa hadis yang
menganjurkan untuk berpuasa di antaranya sabda Nabi SAW :



Bersahurlah kamu sekalian, karena sesungguhnya dalam sahur itu terdapat barakah . (HR.
Bukhary dan Muslim)

Dalam memaknai hadis ini, para ulama sepakat bahwa perintah sahur dalam hadis ini
merupakan anjuran yang dituntu bagi orang yang hendak melaksanakan puasa.

Kapankah Waktu terbaik Malaksanakan Sahur?


Agama tidak menerangkan dengan rinci kapan seharusnya seseorang bersahur, hanya saja dari
riwayat-riwayat yang ada dapat dipahami bahwa sebaiknya sahur dilaksanakan pada akhir
malam menjelang terbit fajar / Shubuh.




"dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. (QS. Al
Baqoroh: 187)

Selain hadis ini, terdapat sebuah riwayat yang menerankan bahwa nabi melakukan sahur sesaat sebelum
waktu subuh, jika dihitung dalam frekuensi jam ada hadi yang menerankan bahwa nabi membaca al-Quran
sebelum subuh.

Adapun orang yang ketika Adzan Shubuh berkumandang masih memegang gelas minumannya atau belum
selesai sahur, maka hendaklah dia tunaikan hajatnya sampai selesai. sabda Nabi SAW :





Apabila seseorang dari kalian mendengar suara adzan sedangkan gelas masih berada di tangannya maka
janganlah ia letakkan hingga memenuhi hajatnya (HR. Abu Dawud, Ibnu Jarir , Hakim, Baihaqi &
Ahmad)

Petunjuk Rasulullah SAW dalam Berpuasa


Ramadhan

Advertisement

Petunjuk puasa dari Nabi SAW adalah petunjuk yang paling sempurna, paling mengena dalam mencapai
maksud, serta paling mudah penerapannya bagi segenap jiwa.

Di antara petunjuk puasa dari Nabi SAW pada bulan Ramadhan adalah:

Memperbanyak melakukan berbagai macam ibadah. Jibril'alaihis salam senantiasa


membacakan Al-Qur'anul Karim untuk beliau pada bulan Ramadhan; beliau juga
memperbanyak sedekah, kebajikan, membaca Al-Qur'anul Karim, shalat, dzikir, i'tikaf dan
bahkan beliau mengkhususkan beberapa macam ibadah pada bulan Ramadhan, hal yang tidak
beliau lakukan pada bulan-bulan lain.
Nabi SAW menyegerakan berbuka dan menganjurkan demikian, beliau makan sahur dan
mengakhirkannya, serta menganjurkan dan memberi semangat orang lain untuk melakukan
hal yang sama. Beliau menghimbau agar berbuka dengan kurma, jika tidak mendapatkannya
maka dengan air.

Nabi SAW melarang orang yang berpuasa dari ucapan keji dan caci-maki. Sebaliknya beliau
memerintahkan agar ia mengatakan kepada orang yang mencacinya, "Sesungguhnya aku sedang puasa."

Jika beliau melakukan perjalanan di bulan Ramadhan, terkadang beliau meneruskan


puasanya dan terkadang pula berbuka. Dan membiarkan para sahabatnya memilih antara
berbuka atau puasa ketika dalam perjalanan. Nabi SAW pernah mendapatkan fajar dalam
keadaan junub sehabis menggauli isterinya maka beliau segera mandi setelah terbit fajar dan
tetap berpuasa.
Termasuk petunjuk Nabi SAW adalah membebaskan dari qadha' puasa bagi orang yang
makan atau minum karena lupa, dan bahwasanya Allah SWT yang memberinya makan dan
minum.

Baca juga artikel Ramadhan berikut:

1. Tips Menggapai Kesmpurnaan Puasa Ramadhan


2. Perbedaan Pembatal dan Bukan Pembatal Puasa

Dan dalam riwayat shahih disebutkan bahwa beliau bersiwak dalam keadaan puasa. Imam Ahmad
meriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW menuangkan air di atas kepalanya dalam keadaan puasa.

Beliau juga melakukan istinsyaq (menghiup air ke dalam hidung) serta berkumur dalam
keadaan puasa. Tetapi beliau melarang orang berpuasa melakukan istinsyaq secara
berlebihan. (Lihat kitab Zaadul Ma'ad fi Hadyi Khairil 'Ibaad, I/320-338)

Bedakan Pembatal dan Bukan Pembatal Puasa Berikut ini!!!


Ramadhan

Advertisement

Pembatal dan Bukan Pembatal Puasa - Hingga detik ini masih banyak di antara teman-teman muslim
yang tidak mengetahui perihal apa saja yang dapat membatalkan puasa. Tidak sedikit email yang masuk
kepada kamimenanyakan hal tersebut. Mengingat ada banyak pertanyaan seputar permasalah ini, maka
kami terbitkan satu halaman khusus untuk menjelaskan pertanyaan tersebut.

Artikel ini kami kelompokkan ke dalam 2 bagian,pertama penjelasan seputar apa saja yang dapat
mebatalkan puasa, kedua terkait apa saja yang diperbolehkan selama puasa dan tidak membatalkan Puasa.

Inilah Hal-Hal yang Dapat Membatalkan Puasa


Ramadhan

a. Makan dan minum.


b. Jima (bersetubuh).
c. Mengeluarkan mani dengan sengaja.
d. Murtad (keluar dari Islam).
e. Memasukkan sesuatu yang berfungsi sebagai makanan dan minuman ke dalam tubuh, seperti tranfusi
darah, injeksi atau infus.
f. Keluarnya darah haidh dan nifas pada wanita.

g. Muntah dengan sengaja.

Hal-Hal yang Diperbolehkan dan Tidak Membatalkan


Puasa

Hal-hal yang boleh dilakukan oleh orang yang puasa dan tidak membatalkan puasa, antara lain :
a. Makan dan minum karena lupa atau mengira fajar belum terbit. Sabda Rasulullah SAW :





Barangsiapa yang makan atau minum karena lupa sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka
sempurnakanlah puasanya karena itu adalah makanan dan minuman dari Allah . (HR. Bukhary dan
Muslim)

b. Memakai celak atau obat mata.


c. Mencicipi rasa makanan asal tidak tertelan.
d. Kemasukan sesuatu ke dalam perut tanpa disengaja, seperti debu, berkumur-kumur atau istinsyaq
(mengisap air ke dalam hidung).
e. Memakai obat tetes mata, telinga atau luka meskipun terasa di tenggorokannya.
f. Mencium bau-bauan.
g. Berkumur-kumur atau istinsyaq (mengisap air ke dalam hidung) asalkan tidak berlebih-lebihan sehingga
air tidak masuk ke perut.
h. Bersiwak atau sikat gigi.
i. Mendinginkan badan dengan cara mandi atau membasahi pakaiannya.
j. Mencium isteri.
k. Kop (berbekam).

Bagaiamakah Jika Puasa Saya Batal Dengan Sengaja?


: :
:
:


:
:
:
:

Ketika aku tidur, datanglah dua orang pria kemudian memegang dua lenganku dan membawaku ke satu
gunung yang kasar (tidak rata), keduanya berkata : Naik, aku katakan : aku tidak sanggup, keduanya
berkata : kami akan memudahkanmu, akupun naik hingga ketika sampai ke puncak gunung, ketika
itulah aku mendengar suara yang keras. Akupun bertanya : Suara apakah ini ? Mereka berkata : Ini
adalah teriakan penghuni neraka, kemudian keduanya membawaku, ketika aku melihat orang-orang
yang digantung dengan kaki di atas, mulut mereka rusak / robek, darah mengalir dari mulut mereka. Aku
bertanya : Siapakah mereka ? Keduanya menjawab : Mereka adalah orang-orang yang berbuka
sebelum halal puasa mereka. (HR. An Nasai, Ibnu Hibban, Al Hakim)

Puasa Ramadhan yang Sempurna

Puasa Ramadhan yang Sempurna - Saudaraku kaum muslimin, agar sempurna puasamu,
sesuai dengan tujuannya, ikutilah langkah-langkah berikut ini : Makanlah sahur, sehingga
membantu kekuatan fisikmu selama berpuasa; Rasulullah saw bersabda: "Makan sahurlah
kalian, sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat berkah." HR.'Al-Bukhari dan Muslim). dan
juga hadis "Bantulah (kekuatan fisikmu) untuk berpuasa di siang hari dengan makan sahur,
dan untuk shalat malam dengan tidur siang." (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya).

Akan lebih utama jika makan sahur itu diakhirkan waktunya, sehingga mengurangi rasa lapar
dan haus (baca: waktu terbaik sahur). Hanya saja harus hati-hati, untuk itu hendaknya Anda
telah berhenti dari makan dan minum beberapa menit sebelum terbit fajar, agar Anda tidak
ragu-ragu.

Segeralah berbuka jika matahari benar-benar telah tenggelam. Rasulullah saw bersabda:
"Manusia senantiasa dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan berbuka dan
mengakhirkan sahur ." (HR. Al-Bukhari, Muslim dan At-Tirmidzi).

Usahakan mandi dari hadats besar sebelum terbit fajar, agar bisa melakukan ibadah dalam
keadaan suci. Manfaatkan bulan Ramadhan dengan sesuatu yang terbaik yang pernah
diturunkan di dalamnya, yakni membaca Al-Qur'anul Karim.

Sesungguhnya Jibril pada setiap malam di bulan Ramadhan selalu menemui Nabi shallallahu
'alaihi wasallam untuk membacakan Al-Qur'an baginya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari
Ibnu Abbas). Dan pada diri Rasulullah saw ada teladan yang baik bagi kita.

Jagalah lisanmu dari berdusta, menggunjing, mengadu domba, mengolok-olok serta


perkataan mengada-ada. Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa tidak meninggalkan
pevkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan
minum." (HR. Al-Bukhari).

Hendaknya puasa tidak membuatmu keluar dari kebiasaan. Misalnya cepat marah dan emosi
hanya karena sebab sepele, dengan dalih bahwa engkau sedang puasa. Sebaliknya, mestinya
puasa membuat jiwamu tenang, tidak emosional. Dan jika Anda diuji dengan seorang yang
jahil atau pengumpat, jangan Anda hadapi dia dengan perbuatan serupa. Nasihati dan tolaklah
dengan cara yang lebih baik. Nabi r bersabda:

"Puasa adalah perisai, bila suatu hari seseorang dari kamu beupuasa, hendaknya ia tidak
bevkata buruk dan berteriak-teriak. Bila seseorang menghina atau mencacinya, hendaknya ia
berkata 'Sesungguhnya aku sedang puasa." (HR. Al- Bukhari, Muslim dan para penulis
kitab Sunan).

Ucapan itu dimaksudkan agar ia menahan diri dan tidak melayani orang yang mengumpatnya
Di samping, juga mengingatkan agar ia menolak melakukan penghinaan dan caci-maki.
Hendaknya Anda selesai dari puasa dengan membawa taqwa kepada Allah SWT, takut dan
bersyukur pada-Nya, serta senantiasa istiqamah dalam agama-Nya.

Hasil yang baik itu hendaknya mengiringi Anda sepanjang tahun. Dan buah paling utama dari
puasa adalah taqwa, sebab Allah SWT berfirman : "Agar kamu bertaqwa." (Al-Baqarah: 183)

Selengkapnya: Memaknai Maksud Ayat Puasa Ramadhan

Jagalah dirimu dari berbagai syahwat (keinginan), bahkan meskipun halal bagimu. Hal itu
agar tujuanpuasa tercapai, dan mematahkan nafsu dari keinginan. Jabir bin Abdillah berkata:
"Jika kamu berpuasa, hendaknya berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu
dari dusta dan dosa-dosa, tinggalkan menyakiti tetangga, dan hendaknya kamu senantiasa
bersikap tenang pada hari kamu berpuasa jangan pula kamu jadikan hari berbukamu sama
dengan hari kamu berpuasa."
Hendaknya makananmu dari yang halal. Jika kamu menahan diri dari yang haram pada selain
bulan Ramadhan maka pada bulan Ramadhan lebih utama. Dan tidak ada gunanya engkau
berpuasa dari yang halal, tetapi kamu berbuka dengan yang haram.

Perbanyaklah bersedekah dan berbuat kebajikan. Dan hendaknya kamu lebih balk dan lebih
banyak berbuat kebajikan kepada keluargamu dibanding pada selain bulan Ramadhan.
Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, dan beliau SAW lebih dermawan ketika
bulan Ramadhan (baca:Nabi Sangat Dermawan saat Ramdhan).

Ucapkanlah bismillah ketika kamu berbuka seraya berdo'a :"Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, dan
atas rezki-Mu aku berbuka. Ya Allah terimalah daripadaku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui " (44) (Lihat Mulhaq (bonus) Majalah Al WaLul Islami bulan Ramadhan, 1390 H,
hlm. 38-40).

Tujuan Seorang Muslim Melakukan Puasa Ramadhan


Tujuan ibadah puasa adalah untuk menahan nafsu dari berbagai syahwat, sehingga ia siap
mencari sesuatu yang menjadi puncak kebahagiaannya; menerima sesuatu yang
menyucikannya, yang di dalamnya terdapat kehidupannya yang abadi, mematahkan
permusuhan nafsu terhadap lapar dan dahaga serta mengingatkannya dengan keadaan orang-
orang yang menderita kelaparan di antara orang-orang miskin; menyempitkan jalan setan pada
diri hamba dengan menyempitkan jalan aliran makanan dan minuman.

Baca Juga: Etika Muslim Menjalankan Ibadah Puasa, Suatu Keharusan!


Puasa adalah untuk Tuhan semesta alam, tidak seperti amalan-amalan yang lain, ia berarti
meninggalkan segala yang dicintai karena kecintaannya kepada Allah SWT; ia merupakan
rahasia antara hamba dengan Tuhannya, sebab para hamba mungkin bisa diketahui bahwa ia
meninggalkan hai-hal yang membatalkan puasa secara nyata, tetapi keberadaan dia
meninggalkan hal-hal tersebut karena Sembahannya, maka tak seorangpun manusiayang
mengetahuinya, dan itulah hakikat puasa.

Puasa Meneladani Sifat-Sifat Allah SWT


Beragama menurut sementara pakar adalah upaya manusia meneladani sifat-sifat Allah, sesuai
dengan kedudukan manusia sebagai makhluk. Nabi Saw. memerintahkan, "Takhallaqu bi akhlaq
Allah" (Berakhlaklah (teladanilah) sifat-sifat Allah).

Di sisi lain, manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah
kebutuhan fa'ali, yaitu makan, minum, dan hubungan seks. Allah Swt. memperkenalkan diri-Nya
antara lain sebagai tidak mempunyai anak atau istri: Bagaimana Dia memiliki anak, padahal Dia
tidak memiliki istri? (QS Al-An'am [6]: 101) Dan sesungguhnya Mahatinggi kebesaran Tuhan
kami. Dia tidak beristri dan tidak pula beranak (QS Al-Jin [72]: 3).

Al-Quran juga memerintahkan Nabi Saw. untuk menyampaikan, Apakah aku jadikan pelindung
selain Allah yang menjadikan langit dan bumi padahal Dia memberi makan dan tidak diberi
makan...? (QS Al-An'am [6]: 14).

Dengan berpuasa, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat
tersebut. Tidak makan dan tidak minum, bahkan memberi makan orang lain (ketika berbuka
puasa), dan tidak pula berhubungan seks, walaupun pasangan ada.

Tentu saja sifat-sifat Allah tidak terbatas pada ketiga hal itu, tetapi mencakup paling tidak
sembilan puluh sembilan sifat yang kesemuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai
dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk ilahi. Misalnya Maha Pengasih
dan Penyayang, Mahadamai, Mahakuat, Maha Mengetahui, dan lain-lain. Upaya peneladanan ini
dapat mengantarkan manusia menghadirkan Tuhan dalam kesadarannya, dan bila hal itu
berhasil dilakukan, maka takwa dalam pengertian di atas dapat pula dicapai.

Karena itu, nilai puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran tersebut --bukan pada sisi
lapar dan dahaga-- sehingga dari sini dapat dimengerti mengapa Nabi Saw. menyatakan bahwa,
"Banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak memperoleh dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga."
Keutamaan Siyam Puasa Bulan Ramadhan - Alhamdulillah pada bulan
ramadhan kali ini, kita masih diberi umur yang panjang untuk menambah amalan kita hingga akhir hayat.
Ramadhan tidak akan hilang meskipun kita tidak merayakannya. Begitulah untaian yang pantas bagi orang
yang tidak senang dengan kedatangan bulan yang suci.

Ada banyak amalan yang menanti untuk dikerjakan, salah satu di anataranya adalah puasa ramadhan. Ada
beberapa dalil al-Qur'an maupu Hadis nabi yang menyebutkan kemulian puasa bulan ramadhan. dari
sekian banyaknya dalil tersebut, kami rangkumkan beberapa di antaranya yang populer di masyarakat.

Keutamaan Bulan Ramadhan


1. Puasa merupakan ibadah yang paling utama dan ketaatan yang paling besar sehingga Allah SWT
mewajibkan puasa kepada semua umat manusia sejak dahulu.

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagi kalian puasa, sebagaimana diwajibkan puasa bagi
orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa (QS. Al Baqoroh : 183)
2. Orang yang berpuasa akan mendapat ampunan dari Allah dan pahala yang besar, sebagaimana firman
Allah SWT :

Sesungguhnya kaum muslimin dan kaum Muslimat, kaum Mukminin dan kaum Mukminat, orang-orang
yang taat laki-laki dan perempuan, orang-orang yang jujur laki-laki dan perempuan, orang-orang yang
sabar laki-laki dan perempuan, orang-orang yang suka bersedekah laki-laki dan perempuan, orang-orang
yang suka berpuasa laki-laki dan perempuan, orang-orang yang memelihara kehormatan laki-laki dan
perempuan, orang-orang yang suka menyebut-nyebut nama Allah banyak sekali, laki-laki dan perempuan,
maka Allah menyiapkan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al Ahzab : 35)

Sabda Rasulullah SAW:


((
))

Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala Allah, niscaya Allah
akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR. Bukhary dan Muslim)








Shalat lima waktu, dari Jumat ke Jumat, dan dari Ramadhan ke Ramadhan, menghapus semua dosa
yang terjadi di antaranya apabila dijauhi dosa-dosa besar. (HR. Muslim)

3. Puasa berfungsi sebagai tameng (perisai) dari api neraka. Sabda Rasulullah SAW :



Puasa itu perisai/penangkal dari api neraka seperti perisai bagi salah seorang kalian dari perang (HR.
Ahmad)

4. Puasa berfungsi sebagai pengekang hawa nafsu syahwat. Sabda Rasulullah SAW :





Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu maka menikahlah karena ia lebih
dapat menundukkan pandangan dan lebih membentengi kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu
maka hendaklah berpuasa karena puasa merupakan obat penawar gejolak syahwat. (HR. Bukhary dan
Muslim)

5. Puasa akan memasukkan ke dalam surga.


t : : ((

))

Dari Abu Umamah ra ia berkata : Wahai Rasulullah, perintahkanlah aku satu amalan yang Allah akan
memberiku manfaat dengannya (masuk surga). Maka beliau bersabda : Lakukanlah puasa, tak ada
amalan yang setara dengannya. (HR. Nasai)

6. Disediakan pintu khusus di surga bagi orang yang berpuasa, bernama Royyan yang tidak dimasuki
kecuali oleh orang yang berpuasa. Sabda Nabi SAW :




Sesungguhnya di surga terdapat sebuah pintu yang bernama Ar-Royyan, pada hari kiamat orang-orang
yang berpuasa masuk melewati pintu itu. dan tidak diperkenankan masuk ke dalamnya kecuali mereka.
Maka dikatakan : Mana orang-orang yang berpuasa ? Maka mereka berkata : Tidak diperkenankan
masuk ke dalamnya kecuali mereka, apabila mereka telah memasukinya maka ditutuplah pintu itu dan
tidak seorang pun yang masuk ke dalamnya kecuali mereka. (HR. Bukhary dan Muslim)

7. Orang yang berpuasa akan diganjar oleh Allah tanpa hitungan.

8. Orang yang berpuasa akan mendapat dua kesenangan.

9. Bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum daripada aroma misk, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW :



)) :
:



))
Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya
bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Taala berfirman : Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan aku yang
langsung membalasnya. Ia telah meninggalkan syahwat , makan dan minumnya karena Aku. Orang yang
berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika
berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada
aroma kesturi. (HR. Bukhary dan Muslim)

10.Puasa akan memberi syafaat (pertolongan kepada orang yang berpuasa kelak pada hari kiamat,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW :



:
:
.


Puasa dan Al Quran memberi syafaat kepada hamba Allah pada hari kiamat. Puasa berkata : Wahai
Tuhanku, aku telah menghalanginya makan minum dan syahwatnya pada siang hari, maka perkenankanlah
aku memberi syafaat baginya. Dan Al Quran pun berkata: Aku telah menghalanginya tidur pada
malam, maka perkenankanlah aku memberi syafaat baginya. (HR. Ahmad)

Beberapa Artikel ramadhan yang kami sarankan dibaca:


1. Berpuasa tapi Meninggalkan Shalat
2. Berbuka dengan Sengaja
3. Berhubungan Sex ketika Puasa
4. Malam Lailatul Qadar

Jika ingin memperdalam pengetahuan mengenai puasa ramadhan, silahkan membuka file-file kami di
halaman berikut Artikel Puasa Ramadhan

Itulah Beberpa ulasan mengenai Keutamaan Siyam Puasa Bulan Ramadhan yang Wajib Anda Ketahui
Mudahan puasa kita barokah di bulan yang mulia ini. Amin
Aspek Hukum Puasa Ramadhan Serta Kafaratnya bagi
yang Meninggalkan
Faman Kana Minkum Maridha

Artinya: "Siapa di antara kamu yang menderita sakit". Maridh berarti sakit. Penyakit dalam
kaitannya dengan berpuasa secara garis besar dapat dibagi dua:

1. Penderita tidak dapat berpuasa; dalam hal ini ia wajib berbuka; dan
2. Penderita dapat berpuasa, tetapi dengan mendapat kesulitan atau keterlambatan
penyembuhan, maka ia dianjurkan tidak berpuasa.

Sebagian ulama menyatakan bahwa penyakit apa pun yang diderita oleh seseorang,
membolehkannya untuk berbuka. Ulama besar ibnu Sirin, pernah ditemui makan di siang hari
bukan Ramadhan, dengan alasan jari telunjuknya sakit. Betapa pun, harus dicatat, bahwa Al-
Quran tidak merinci persolan ini. Teks ayat mencakup pemahaman ibnu Sirin tersebut.
Namun demikian agaknya kita dapat berkata bahwa Allah Swt. sengaja memilih redaksi
demikian, guna menyerahkan kepada nurani manusia masing-masing untuk menentukan
sendiri apakah ia berpuasa atau tidak. Di sisi lain harus diingat bahwa orang yang tidak
berpuasa dengan alasan sakit atau dalam perjalanan tetap harus menggantikan hari-hari ketika
ia tidak berpuasa dalam kesempatan yang lain.

Aw 'ala Safarin (atau dalam perjalanan)

Ulama-ulama berbeda pendapat tentang bolehnya berbuka puasa bagi orang yang sedang
musafir. Perbedaan tersebut berkaitan dengan jarak perjalanan. Secara umum dapat dikatakan
bahwa jarak perjalanan tersebut sekitar 90 kilometer, tetapi ada juga yang tidak menetapkan
jarak tertentu, sehingga seberapa pun jarak yang ditempuh selama dinamai safar atau
perjalanan, maka hal itu merupakan izin untuk memperoleh kemudahan (rukhshah).

Perbedaan lain berkaitan dengan 'illat (sebab) izin ini. Apakah karena adanya unsur safar
(perjalanan) atau unsur keletihan akibat perjalanan. Di sini, dipermasalahkan misalnya jarak
antara Jakarta-Yogya yang ditempuh dengan pesawat kurang dari satu jam, serta tidak
meletihkan, apakah ini dapat dijadikan alasan untuk berbuka atau meng-qashar shalat atau
tidak. Ini antara lain berpulang kepada tinjauan sebab izin ini.
Selanjutnya mereka juga memperselisihkan tujuan perjalanan yang membolehkan berbuka
(demikian juga qashar dan menjamak shalat). Apakah perjalanan tersebut harus bertujuan
dalam kerangka ketaatan kepada Allah, misalnya perjalanan haji, silaturahmi, belajar, atau
termasuk juga perjalanan bisnis dan mubah (yang dibolehkan) seperti wisata dan sebagainya?
Agaknya alasan yang memasukkan hal-hal di atas sebagai membolehkan berbuka, lebih kuat,
kecuali jika perjalanan tersebut untuk perbuatan maksiat, maka tentu yang bersangkutan tidak
memperoleh izin untuk berbuka dan atau menjamak shalatnya. Bagaimana mungkin orang
yang durhaka memperoleh rahmat kemudahan dari Allah Swt.?

Juga diperselisihkan apakah yang lebih utama bagi seorang musafir, berpuasa atau berbuka?
Imam Malik dan imam Syafi'i menilai bahwa berpuasa lebih utama dan lebih baik bagi yang
mampu, tetapi sebagian besar ulama bermazhab Maliki dan Syafi'i menilai bahwa hal ini
sebaiknya diserahkan kepada masing-masing pribadi, dalam arti apa pun pilihannya, maka
itulah yang lebih baik dan utama. Pendapat ini dikuatkan oleh sebuah riwayat dari imam
Bukhari dan Muslim melalui Anas bin Malik yang menyatakan bahwa, "Kami berada dalam
perjalanan di bulan Ramadhan, ada yang berpuasa dan adapula yang tidak berpuasa. Nabi
tidak mencela yang berpuasa, dan tidak juga (mereka) yang tidak berpuasa."

Memang ada juga ulama yang beranggapan bahwa berpuasa lebih baik bagi orang yang
mampu. Tetapi, sebaliknya, ada pula yang menilai bahwa berbuka lebih baik dengan alasan,
ini adalah izin Allah. Tidak baik menolak izin dan seperti penegasan Al-Quran sendiri dalam
konteks puasa, "Allah menghendaki kemudahan untuk kamu dan tidak menghendaki
kesulitan." Bahkan ulama-ulama Zhahiriyah dan Syi'ah mewajibkan berbuka, antara lain
berdasar firman-Nya dalam lanjutan ayat di atas.

Fa 'iddatun Min Ayyamin Ukhar


Artinya: "sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari lain". Ulama keempat mazhab
Sunnah menyisipkan kalimat untuk meluruskan redaksi ini, sehingga terjemahannya lebih
kurang berbunyi, "Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (dan ia tidak berpuasa),
maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari-hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang
lain."

Kalimat "lalu ia tidak berpuasa" adalah sisipan yang oleh ulama perlu adanya, karena
terdapat sekian banyak hadis yang membolehkan berpuasa dalam perjalanan, sehingga
kewajiban mengganti itu, hanya ditujukan kepada para musafir dan orang yang sakit tetapi
tidak berpuasa.

Sisipan semacam ini ditolak oleh ulama Syi'ah dan Zhahiriyah, sehingga dengan demikian --
buat mereka-- menjadi wajib bagi orang yang sakit dan dalam perjalanan untuk tidak
berpuasa, dan wajib pula menggantinya pada hari-hari yang lain seperti bunyi harfiah ayat di
atas.

Hukum Puasa Ramadhan bagi Yang Meninggalkan


Apakah membayar puasa yang ditinggalkan itu harus berturut-turut?

Ada sebuah hadis tetapi dinilai lemah yang menyatakan demikian. Tetapi ada riwayat melalui
Aisyah r.a. yang menginformasikan bahwa memang awalnya ada kata pada ayat puasa yang
berbunyimutatabi'at, yang maksudnya memerintahkan penggantian (qadha') itu harus
dilakukan bersinambung tanpa sehari pun berbuka sampai selesainya jumlah yang
diwajibkan. Tetapi kata mutatabi'at dalam fa 'iddatun min ayyamin ukhar mutatabi'at yang
berarti berurut atau bersinambung itu, kemudian dihapus oleh Allah Swt. Sehingga akhirnya
ayat tersebut tanpa kata ini, sebagaimana yang tercantum dalam Mushaf sekarang.

Meng-qadha' (mengganti) puasa, apakah harus segera, dalam arti harus dilakukannya pada
awal Syawal, ataukah dapat ditangguhkan sampai sebelum datangnya Ramadhan berikut?
Hanya segelintir kecil ulama yang mengharuskan sesegera mungkin, namun umumnya tidak
mengharuskan ketergesaan itu, walaupun diakui bahwa semakin cepat semakin baik. Nah,
bagaimana kalau Ramadhan berikutnya sudah berlalu, kemudian kita tidak sempat
menggantinya, apakah ada kaffarat akibat keterlambatan itu? Imam Malik, Syafi'i, dan Ahmad,
berpendapat bahwa di samping berpuasa, ia harus membayar kaffarat berupa memberi makan
seorang miskin; sedangkan imam Abu Hanifah tidak mewajibkan kaffarat dengan alasan tidak
dicakup oleh redaksi ayat di atas.

Wa 'alal ladzina Yuthiqunahu Fidyatun Tha'amu Miskin

ArtinyaDan wajib bagi orang yang beratmenjalankannya membayar fidyah, (yaitu): memberi
makan seorang miskin) (QS Al-Baqarah [2]: 184).

Penggalan ayat ini diperselisihkan maknanya oleh banyak ulama tafsir. Ada yang berpendapat
bahwa pada mulanya Allah Swt. memberi alternatif bagi orang yang wajib puasa, yakni berpuasa
atau berbuka dengan membayar fidyah.
Ada juga yang berpendapat bahwa ayat ini berbicara tentang para musafir dan orang sakit, yakni
bagi kedua kelompok ini terdapat dua kemungkinan: musafir dan orang yang merasa berat untuk
berpuasa, maka ketika itu dia harus berbuka; dan ada juga di antara mereka, yang pada
hakikatnya mampu berpuasa, tetapi enggan karena kurang sehat dan atau dalam perjalanan,
maka bagi mereka diperbolehkan untuk berbuka dengan syarat membayar fidyah.

Pendapat-pendapat di atas tidak populer di kalangan mayoritas ulama. Mayoritas memahami


penggalan ini berbicara tentang orang-orang tua atau orang yang mempunyai pekerjaan yang
sangat berat, sehingga puasa sangat memberatkannya, sedang ia tidak mempunyai sumber
rezeki lain kecuali pekerjaan itu. Maka dalam kondisi semacam ini. mereka diperbolehkan untuk
tidak berpuasa dengan syarat membayar fidyah.

Demikian juga halnya terhadap orang yang sakit sehingga tidak dapat berpuasa, dan diduga
tidak akan sembuh dari penyakitnya. Termasuk juga dalam pesan penggalan ayat di atas adalah
wanita-wanita hamil menyusui. Dalam hal ini terdapat rincian sebagai berikut:

Wanita yang hamil dan menyusui wajib membayar fidyah dan mengganti puasanya di hari lain,
seandainya yang mereka khawatirkan adalah janin atau anaknya yang sedang menyusui. Tetapi
bila yang mereka khawatirkan diri mereka, maka mereka berbuka dan hanya wajib
menggantinya di hari lain, tanpa harus membayar fidyah.

Fidyah dimaksud adalah memberi makan fakir/miskin setiap hari selama ia tidak berpuasa. Ada
yang berpendapat sebanyak setengah sha' (gantang) atau kurang lebih 3,125 gram gandum
atau kurma (makanan pokok). Ada juga yang menyatakan satu mud yakni sekitar lima perenam
liter, dan ada lagi yang mengembalikan penentuan jumlahnya pada kebiasaan yang berlaku
pada setiap masyarakat.

Uhilla lakum Lailatash-Shiyamirrafatsu Ila Nisa'ikum

Artinya: "Dihalalkan kepada kamu pada malam Ramadhan bersebadan dengan istri-istrimu) (QS Al-
Baqarah [2]:187)

Ayat ini membolehkan hubungan intimm (bersebadan) di malam hari bulan Ramadhan, dan ini
berarti bahwa di siang hari Ramadhan, hubungan suami istri tidak dibenarkan. Termasuk dalam
pengertian hubungan intim adalah "mengeluarkan sperma" dengan cara apa pun (baca: Hukum
Cumbuan Suami Istri saat Puasa). Karena itu walaupun ayat ini tak melarang ciuman, atau pelukan
antar suami-istri, namun para ulama mengingatkan bahwa hal tersebut bersifat makruh,
khususnya bagi yang tidak dapat menahan diri, karena dapat mengakibatkan keluarnya sperma.
Menurut istri Nabi, Aisyah r.a., Nabi Saw. pernah mencium istrinya saat berpuasa. Nah, bagi
yang mencium atau apa pun selain berhubungan badan, kemudian ternyata "basah", maka
puasanya batal; ia harus menggantinya pada hari 1ain. Tetapi mayoritas ulama tidak mewajibkan
yang bersangkutan membayar kaffarat, kecuali jika ia melakukan hubungan badan (di siang
hari), dan kaffaratnya dalam hal ini berdasarkan hadis Nabi adalah berpuasa dua bulan berturut-
turut. Jika tidak mampu, maka ia harus memerdekakan hamba. Jika tidak mampu juga, maka ia
harus memberi makan enam puluh orang miskin.

Bagi yang melakukan hubungan intim di malam hari, tidak harus mandi sebelum terbitnya fajar.
Ia hanya berkewajiban mandi sebelum terbitnya matahari --paling tidak dalam batas waktu yang
memungkinkan ia shalat subuh dalam keadaan suci pada waktunya. Demikian pendapat
mayoritas ulama.

Wakulu Wasyrabu Hatta Yatabayyana Lakumul Khaith al-Abyadhu minal Khaithil Aswadi minal
Fajr

Artinya:"Makan dan minumlah sampai terang bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu
fajar". Ayat ini membolehkan seseorang untuk makan dan minum (juga melakukan hubungan
intim) sampai terbitnya fajar.

Pada zaman Nabi, beberapa saat sebelum fajar, Bilal mengumandangkan azan, namun beliau
mengingatkan bahwa bukan itu yang dimaksud dengan fajar yang mengakibatkan larangan di
atas. Imsak yang diadakan hanya sebagai peringatan dan persiapan untuk tidak lagi melakukan
aktivitas yang terlarang (baca: batas imsak). Namun bila dilakukan, maka dari segi hukum masih
dapat dipertanggungjawabkan selama fajar (waktu subuh belum masuk).

Perlu dingatkan, bahwa hendaknya kita jangan terlalu mengandalkan azan, karena boleh jadi
muazin mengumandangkan azannya setelah berlalu beberapa saat dari waktu subuh. Karena itu
sangat beralasan untuk menghentikan aktivitas tersebut saat imsak.

Tsumma Atimmush Shiyama ilal lail

Artinya: "Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam". Penggalan ayat ini datang
setelah ada izin untuk makan dan minum sampai dengan datangnya fajar.

Puasa dimulai dengan terbitnya fajar, dan berakhir dengan datangnya malam. Persoalan yang
juga diperbincangkan oleh para ulama adalah pengertian malam. Ada yang memahami kata
malam dengan tenggelamnya matahari walaupun masih ada mega merah, dan ada juga yang
memahami malam dengan hilangnya mega merah dan menyebarnya kegelapan.
Pendapat pertama didukung oleh banyak hadis Nabi Saw., sedang pendapat kedua dikuatkan
oleh pengertian kebahasaan dari lail yang diterjemahkan "malam". Kata lail berarti "sesuatu yang
gelap" karenanya rambut yang berwarna hitam pun dinamai lail.

Pendapat pertama sejalan juga dengan anjuran Nabi Saw. Untuk mempercepat berbuka puasa,
dan memperlambat sahur pendapat kedua sejalan dengan sikap kehatian-hatian karena khawatir
magrib sebenarnya belum masuk.

Demikian sedikit dari banyak Aspek hukum Puasa Ramadhan yang dicakup oleh ayat-ayat yang
berbicara tentang puasa Ramadhan. Mudahan Bermanfaat

8 Kekhususan dan Keistimewaan Bulan Ramadhan dalam Al-


Qur'an dan Hadis
Ramadhan

Advertisement

Dalam rangkaian ayat-ayat yang berbicara tentang puasa, Allah menjelaskan bahwa Al-Quran diturunkan
pada bulan Ramadhan. Dan pada ayat lain dinyatakannya bahwa Al-Quran turun pada malam Qadar,
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada Lailat Al-Qadr.

Ini berarti bahwa di bulan Ramadhan terdapat malam Qadar itu, yang menurut Al-Quran lebih baik dari
seribu bulan. Para malaikat dan Ruh (Jibril) silih berganti turun seizin Tuhan, dan kedamaian akan terasa
hingga terbitnya fajar.

Di sisi lain, dalam rangkaian ayat-ayat puasa Ramadhan, disisipkan ayat yang mengandung pesan tentang
kedekatan Allah Swt. kepada hamba-hamba-Nya serta janji-Nya untuk mengabulkan doa --siapa pun yang
dengan tulus berdoa.
Ramadhan Mubarak (Foto: Teropongbisnis.com)

Dari hadis-hadis Nabi diperoleh pula penjelasan tentang keistimewaan bulan suci Ramadhan. Namun
seandainya tidak ada keistimewaan bagi Ramadhan kecuali Lailat Al-Qadr, maka hal itu pada hakikatnya
telah cukup untuk membahagiakan manusia.

Beberapa Keutamaan Bulan Ramadhan


dibandingkan dengan Bulan Lain

Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia dan banyak sekali keutamaan yang dijumpai di dalamnya,
antara lain:

1. Bulan yang diberkahi oleh Allah.

Dibukakan pintu-pintu surga, pintu-pintu neraka ditutup. setan-setan dibelenggu. Sabda Rasulullah SAW :








Apabila datang bulan Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka,dan
setan-setan diikat (dibelenggu). (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Waktu yang Mustajab untuk Berdoa.

Setiap muslim memiliki doa yang mustajab (terkabulkan) yang ia berdoa dengannya pada bulan
Ramadhan. (HR. Ahmad)

Tiga hal yang tidak tertolak doa mereka : orang yang puasa ketika berbuka, imam (pemimpin) yang adil,
doa orang yang terdzolimi. (HR. Ahmad)

3. Ramadhan Bulan Turunya Al-Qur'an.

Al Quran diturunkan di bulan Ramadhan sebagai petunjuk bagi umat manusia dan sebagai penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan batil).

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan yang di dalamnya diturunkan (permulaan)Al
Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan sebagai penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan batil) (QS. Al Baqoroh : 185)
4. Puasa Ramadhan adalah Salah Satu Rukun Islam

Firman Allah SWT : "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan asas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. "(Al-Baqarah: 183).

Sabda Nabi SAW: Islam didirikan di atas lima sendi, yaitu: syahadat tiada sembahan yang haq selain
Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan
pergi haji ke Baitul Haram. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).

Ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu
sebabmendapatkan ampunan dosa, pelipatgandaan kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah SWT telah
menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya dari amal-amal ibadah lainnya.

Firman Allah SWT dalam hadits yang disampaikan oleh Nabi SAW: "Puasa itu untuk-Ku dan Aku
langsung membalasnya. Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika
berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa
lebih harum dari pada aroma kesturi." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dan sabda Nabi SAW: "Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah,
niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).

Maka untuk memperoleh ampunan dengan puasa Ramadhan, harus ada dua syarat berikut ini: a.
Mengimani dengan benar akan kewajiban ini. b. Mengharap pahala karenanya di sisi Allah SWT.

Baca Juga: Tujuan Pensyariatan Puasa Ramadhan

5. Pada Bulan Mulia ini Disunatkan Shalat Tarawih.

Yakni shalat malam pada bulan Ramadhan, untuk mengikuti jejak Nabi SAW, para sahabat dan Khulafaur
Rasyidin. Sabda Nabi SAW: "Barangsiapa mendirikan shalat malam Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq
'Alaih).

6. Pada bulan Ramadhan terdapat Lailatul Qadar.

,Malam yang lebih baik daripada seribu bulan, atau sama dengan 83 tahun 4 bulan. Malam di mana pintu-
pintu langit dibukakan, do'a dikabulkan, dan segala takdir yang terjadi pada tahun itu ditentukan
(baca: Anjuran Doa Ramadhan). Sabda Nabi SAW: "Barangsiapa mendirikan shalat pada Lailatul Qadar
karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
(Hadits Muttafaq 'Alaih).

Malam ini terdapat pada sepuluh malam terakhir, dan diharapkan pada malam-malam ganjil lebih kuat
daripada di malam-malam lainnya. Karena itu, seyogianya seorang muslim yang senantiasa mengharap
rahmat Allah dan takut dari siksa-Nya, memanfaatkan kesempatan pada malam-malam itu dengan
bersungguh-sungguh pada setiap malam dari kesepuluh malam tersebut dengan shalat malam, membaca
Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a, istighfar dan taubat yang sebenar-benamya. Semoga Allah menerima amal
ibadah kita, mengampuni, merahmati, dan mengabulkan do'a kita.

7. Peristiwa Perang Badar

Pada bulan ini terjadi peristiwa besar yaitu Perang Badar, yang pada keesokan harinya Allah membedakan
antara yang haq dan yang bathil, sehingga menanglah Islam dan kaum muslimin serta hancurlah syirik dan
kaum musyrikin.

8. Pembebesan Kota Mekkah

Pada bulan suci ini terjadi pembebasan kota Makkah Al-Mukarramah, dan Allah SWT memenangkan
Rasul-Nya, sehingga umat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong dan
Rasulullah SAW menghancurkan syirik dan paganisme (keberhalaan) yang terdapat di kota Makkah,
sehingga Makkah pun menjadi negeri Islam.

Perlu diingat, bahwa ada sebagian orang berpuasa tetapi tidak shalat, atau hanya shalat pada bulan
Ramadhan saja. Orang seperti ini tidak berguna baginya puasa, haji, maupun zakat. Karena shalat adalah
sendi agama Islam yang ia tidak dapat tegak kecuali dengannya. Sabda Nabi SAW:

"Jibril datang kepadaku dan berkata, 'Wahai Muhammad, siapa yang menjumpai bulan Ramadhan, namun
setelah bulan itu habis dan ia tidak mendapat ampunan, maka jika mati ia masuk Neraka. Semoga Allah
menjauhkannya. Katakan: Amin!. Aku pun mengatakan: Amin." (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban
dalam Shahihnya) "' Lihat kitab An Nasha i'hud Diniyyah, him. 37-39.

Maka seyogianya waktu-waktu pada bulan Ramadhan dipergunakan untuk berbagai amal kebaikan, seperti
shalat, sedekah, membaca Al-Qur'an, dzikir, do'a dan istighfar. Ramadhan adalah kesempatan untuk
menanam bagi para hamba Allah SAW, untuk membersihkan hati mereka dari kerusakan.
Juga wajib menjaga anggota badan dari segala dosa, seperti berkata yang haram, melihat yang haram,
mendengar yang haram, minum dan makan yang haram agar puasanya menjadi bersih dan diterima serta
orang yang berpuasa memperoleh ampunan dan pembebasan dari api Neraka.

Baca Juga: Apa Saja Kewajiban Orang yang Berpuasa?

Tentang keutamaan Ramadhan, RasulullahSAW bersabda: '"Aku melihat seorang laki-laki dari umatku
terengah-engah kehausan, maka datanglah kepadanya puasa bulan Ramadhan lalu memberinya minum
sampai kenyang " (HR. At-Tirmidzi, Ad-Dailami dan Ath-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir dan hadits
ini hasan).

"Shalat lima waktu, shalat Jum'at ke shalat Jum 'at lainnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya
menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antaranya jika dosa-dosa besar ditinggalkan. "
(HR.Muslim).

Jadi hal-hal yang fardlu ini dapat menghapuskan dosa-dosa kecil, dengan syarat dosa-dosa besar
ditinggalkan. Dosa-dosa besar, yaitu perbuatan yang diancam dengan hukuman di dunia dan siksaan di
akhirat. Misalnya: zina, mencuri, minum arak, mencaci kedua orang tua, memutuskan hubungan
kekeluargaan, transaksi dengan riba, mengambil risywah (uang suap), bersaksi palsu, memutuskan perkara
dengan selain hukum Allah SWT.

Seandainya tidak terdapat dalam bulan Ramadhan keutamaan-keutamaan selain keberadaannya sebagai
salah satu fardhu dalam Islam, dan waktu diturunkannya Al-Qur'anul Karim, serta adanyalailatul dadar -
yang merupakan malam yang lebih baik daripada seribu bulan- di dalamnya, niscaya itu sudah cukup.
Semoga Allah SWT melimpahkan taufik-Nya. Lihat kitab Kalimaat Mukhtaarah, hlm. 74 - 76.

Mudahan artikel 8 Kekhususan Bulan Ramadhan dalam Al-Qur'an dan Hadis ini bermanfaat. Semoga
kita diberi kesuksesan dalam menjalai Bulan Ramadhan.
Meninggalkan Jejak di Bulan Ramadhan,- Disebutkan dalam Shahihain sebuah hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah),
niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "

Dan dalam Musnad Imam Ahmad dengan sanad hasan disebutkan: "Dan (dosanya) yang
Kemudian. "
"Barangsiapa mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar, karena iman dan mengharap
pahala dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa
mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari
(Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." An-Nasa'i menambahkan:
"Diampuni dosanya, baik yang telah lalu maupun yang datang belakangan. "
Ibnu Hibban dan A1Baihaqi meriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah shallallahu
'alihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya (ketentuan -
ketentuannya) serta memelihara hal-hal yang harus dijaga, maka dihapus dosanya yang telah
lalu. "
Ampunan dosa tergantung pada terjaganya sesuatu yang harus dijaga seperti melaksanakan
kewajiban-kewajiban dan meninggalkan segala yang haram. Mayoritas ulama berpendapat
bahwa ampunan dosa tersebut hanya berlaku pada dosa-dosa kecil, hal itu berdasarkan hadits
riwayat Muslim, bahwasanya Nabi shallallahu 'alihi wasallam bersabda:

"Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya dan Ramadhan sampai
Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi di antara waktu-waktu tersebut,
selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "

Hadits ini memiliki dua konotasi :

Pertama : Bahwasanya penghapusan dosa itu terjadi dengan syarat menghindari dan menjauhi
dosa-dosa besar.
Kedua : Hal itu dimaksudkan bahwa kewajiban-kewajiban tersebut hanya menghapus dosa-
dosa kecil. Sedangkan jumhur ulama berpendapat, bahwa hal itu harus disertai dengan taubat
nashuha (taubat yang semurni-murninya) .
Hadits Abu Hurairah di atas menunjukkan bahwa tiga faktor ini yakni puasa, shalat malam
di bulan Ramadhandan shalat pada malam Lailatul Qadar, masing-masing dapat menghapus
dosa yang telah lampau, dengan syarat meninggalkan segala bentuk dosa besar.
Dosa besar adalah sesuatu yang mengandung hukuman tertentu di dunia atau ancaman keras
di akhirat; seperti zina, mencuri, minum arak, melakukan praktek riba, durhaka terhadap
orang tua, memutuskan tali keluarga dan memakan harta anak yatim secara zhalim dan
semena-mena.
Dalam firman-Nya, Allah Ta 'ala menjamin orang-orang yang menjauhi dosa besar akan
diampuni semua dosa kecil mereka:
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu
dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosa kecilmu)
dan Kami memasukkanmu ke tempat yang mulia (Surga). "(An-Nisaa': 31).
Barangsiapa melaksanakan puasa dan amal kebajikan lainnya secara sempurna, maka ia
termasuk hamba pilihan. Barangsiapa yang curang dalam pelaksanaannya, maka Neraka Wail
pantas untuknya. Jika Neraka Wail diperuntukkan bagi orang yang mengurangi takaran di
dunia, bagaimana halnya dengan mengurangi takaran agama.
Ketahuilah bahwa para salafus shalih sangat bersungguh-sungguh dalam mengoptimalkan
semua pekerjaannya, lantas memperhatikan dan mementingkan diterimanya amal tersebut
dan sangat khawatir jika ditolak. Mereka itulah orang-orang yang diganjar sesuai dengan
perbuatan mereka sedangkan hatinya selalu gemetar (karena takut siksa Tuhannya).
Mereka lebih mementingkan aspek diterimanya amal daripada bentuk amal itu sendiri,
mengenai hal ini Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa. " (Al-
Maa'idah:27).
Oleh karena itu mereka berdo'a (memohon kepada Allah) selama 6 (enam) bulan agar
dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan, kemudian berdo'a lagi selama 6 (enam) bulan
berikutnya agar semua amalnya diterima.
Banyak sekali sebat-sebab didapatnya ampunan di bulan Ramadhan oleh karena itu
barangsiapa yang tidak mendapatkan ampunan tersebut, maka sangatlah merugi. Nabi
Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jibril mendatangiku seraya berkata; 'Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan, lantas
tidak mendapatkan ampunan, kemudian mati, maka ia masuk Neraka serta dijauhkan Allah
(dari rahmat-Nya). 'Jibril berkata lagi;'Ucapkan amin' maka kuucapkan, 'Amin.' " (HR. Ibnu
Hibban dan Ibnu Khuzaimah)
Ketahuilah saudaraku, bahwasanya puasa di bulan Ramadhan, melaksanakan shalat di
malam harinya dan pada malam Lailatul Qadar, bersedekah, membaca Al-Qur'an, banyak
berdzikir dan berdo'a serta mohon ampunan dalam bulan mulia ini merupakan sebab
diberikannya ampunan, jika tidak ada sesuatu yang menjadi penghalang, seperti
meninggalkan kewajiban ataupun melanggar sesuatu yang diharamkan. Apabila seorang
muslim melakukan berbagai faktor yang membuatnya mendapat ampunan dan tiada sesuatu
pun yang menjadi penghalang baginya, maka optimislah untuk mendapatkan ampunan. Allah
Ta 'ala berfirman :
" Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal
shalih, kemudian tetap dijalan yang benar. " (Thaaha : 82).
Yakni terus melakukan hal-hal yang menjadi sebab didapatnya ampunan hingga dia mati.
Yaitu keimanan yang benar, amal shalih yang dilakukan semata-mata karena Allah, sesuai
dengan tuntunan As-Sunnah dan senantiasa dalam keadaan demikian hingga mati. Allah
Ta'ala berfirman :
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang diyakini (ajal)." (AI-Hijr: 99).

Di sini Allah tidak menjadikan batasan waktu bagi amalan seorang mukmin selain kematian.
Jika keberadaan ampunan dan pembebasan dari api neraka itu tergantung kepada puasa
Ramadhan dan pelaksanaan shalat di dalamnya, maka di kala hari raya tiba, Allah
memerintahkan hamba-Nya agar bertakbir dan bersyukur atas segala nikmat yang telah
dianugerahkan kepada mereka, seperti kemudahan dalam pelaksanaan ibadah puasa, shalat di
malam larinya, pertolongan-Nya terhadap mereka dalam nelaksanakan puasa tersebut,
ampunan atas segala dosa dan pembebasan dari api Neraka. Maka sudah selayaknya bagi
mereka untuk memperbanyak dzikir, akbir dan bersyukur kepada Tuhannya serta selalu ,
bertaqwa kepada-Nya dengan sebenar-benar ; ketaqwaan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur. "(Al-Baqarah: 185).
Wahai para pendosa -demikian halnya kita semua, janganlah kamu berputus asa dari rahmat
Allah, karena perbuatan-perbuatan jelekmu. Alangkah banyak orang sepertimu
yangdibebaskan dari Neraka dalam bulan ini, berprasangka baiklah terhadap Tuhanmu dan
bertaubatlah atas segala dosamu, karena sesungguhnya Allah tidak akan membinasakan
seseorang pun melainkan karena ia membinasakan dirinya sendiri. Allah Ta 'ala berfirman:
"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagri Maha Penyayang. (Az-
Zumar: 53).
Sebaiknya puasa Ramadhan diakhiri dengan istighfar (permohonan ampun), karena istighfar
merupakan penutup segala amal kebajikan; seperti shalat, haji dan shalat malam. Demikian
pula dengan majlis-majlis, sebaiknya ditutup dengannya. Jika majlis tersebut merupakan
tempat berdzikir maka istighfar adalah pengukuh baginya , namun jika majlis tersebut tempat
permainan maka istighfar berfungsi sebagai pelebur dan penghapus dosa. (Lihat kitab
Lathaaiful-Ma'aarif; oleh Ibnu Rajab, hlm. 220-228)
PERINGATAN :
Sebagian orang apabila datang bulan Ramadhan, mereka bertaubat, mendirikan shalat dan
melaksanakan badah puasa. Namun jika Ramadhan lewat mereka kembali meninggalkan
shalat dan melakukan perbuatan maksiat. Mereka inilah seburuk-buruk manusia, karena
mereka tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan saja. Tidakkah mereka tahu bahwa
pemilik bulan-bulan itu adalah Satu, berbagai bentuk kemaksiatan adalah haram di setiap
waktu dan Allah Maha Mengetahui setiap gerak-gerik mereka di mana saja dan kapan saja.
Maka sebaiknya mereka cepat-cepat bertaubat nashuha, yakni dengan meninggalkan berbagai
bentuk kemaksiatan, menyesalinya dan bertekad untuk tidak mengulanginya di masa
mendatang, sehingga taubatnya diterima Allah dan diampuni segala dosanya. Allah Ta'ala
berfirman :
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orangyang beriman supaya kamu
beruntung. (An-Nuur: 31).
Dan dalam ayat yang lain Allah Ta 'ala berfirman : " Hai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan
kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai " (At-Tahrim: 8).
Barangsiapa mohon ampunan kepada Allah dengan lisannya, namun hatinya tetap terpaut
dengan kemaksiatan dan bertekad untuk kembali melakukannya selepas Ramadhan, lalu dia
benar-benar melaksanakan niatnya tersebut, maka puasanya tertolak dan tidak diterima.
Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya, Dzat yang tiada Tuhan yang haq
kecuali Dia, Yang Maha hidup dan Berdiri Sendiri. Tuhanku, ampunilah dosaku dan
terimalah taubatku karena sesungguhnya hanya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat dan
Maha Penyayang. Ya Allah aku telah berbuat banyak kezhaliman terhadap diriku sendiri dan
tiada yang dapat mengampuni dosa melainkan Engkau, maka ampunilah aku dengan
ampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan
Maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad,
segenap keluarga dan para sahabat beliau. Meninggalkan Jejak di Bulan Ramadhan

Tongkronganislami.net - Sesungguhnya bulan Ramadhan yang mulia ini akan terasa begitu singkat. Hari-
harinya akan berlalu begitu cepat, meninggalkan kita penuh penyesalan jika tidak segera tersadar untuk
mengisinya dengan berbagai kebaikan. Isyarat begitu dalam tentang hari-hari Ramadhan kita dapatkan
setelah ayat perintah kewajiban berpuasa, dimana Allah SWT berfirman :

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu (QS Baqoroh
183184)

Hanya beberapa hari tertentu saja, karena ia tidak akan lebih dari 29 atau 30 hari. Karenanya, tanpa
mengetahui seluk beluk dan keutamaan ragam amal dalam Ramadhan, bisa jadi Ramadhan yang singkat
akan benar-benar berlalu begitu saja, nyaris tanpa amal dan kenangan yang berarti. Setidaknya ada lima
kunci sukses Ramadhan, yang jika kita menjalankannya dengan baik, insya Allah akan menjadikan
Ramadhan kita lebih berharga, lebih terasa, dan lebih berkah insya Allah.

Bulan Ramadhan adalah bulan Ibadah, bulan berbuat baik, bulan kebaikan, bulan simpati, bulan
pembebasan dari neraka, bulan kemenangan atas nafsu. Pada bulan tersebut, Allah melimpahkan banyak
kerunia kepada hamba-hamba-Nya dengan dilipatgandakan pahala dan diberi jaminan ampunan dosa bagi
siapa yang bisa memanfaatkannya dengan semestinya. Berikut ini kami hadirkan beberapa amal-amal
utama yang sangat ditekankan pada bulan Ramadhan.

9 Ibadah dan Amalan Utama Bulan Ramadhan


Yang Dianjurkan untuk Dikerjakan
1. Puasa Ramadhan








"Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10
kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah 'Azza wa Jalla berfirman, Kecuali puasa, sungguh dia bagianku
dan Aku sendiri yang akan membalasnya, karena (orang yang berpuasa) dia telah meninggalkan
syahwatnyadan makannya karena Aku. Bagi orang yang berpuasa mendapat dua kegembiraan; gembira
ketika berbuka puasa dan gembria ketika berjumpa Tuhannya dengan puasanya. Dan sesungguhnya bau
tidak sedap mulutnya lebih wangi di sisi Allah dari pada bau minyak kesturi. (HR. Bukhari dan Muslim,
lafadz milik Muslim)





"Siapa berpuasa Ramadhan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Tidak diragukan lagi, pahala yang besar ini tidak diberikan kepada orang yang sebatas meninggalkan
makan dan minum semata (Baca: Kemuliaan Puasa Ramadhan). Ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam,







"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah tidak butuh
dengan ia meninggalkan makan dan minumnya." (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu)
ini merupakan kiasan bahwa Allah tidak menerima puasa tersebut.

Dalam sabdanya yang lain, "Jika pada hari salah seorang kalian berpuasa, maka janganlah ia
mengucapkan kata-kata kotor, membaut kegaduhan, dan juga tidak melakukan perbuatan orang-orang
bodoh. Dan jika ada orang mencacinya atau mengajaknya berkelahi, maka hendaklah ia mengatakan,
'Sesungguhnya aku sedang berpuasa'." (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka jika Anda berpuasa, maka puasakan juga pendengaran, penglihatan, lisan, dan seluruh anggota
tubuh. Jangan jadikan sama antara hari saat berpuasa dan tidak.

Baca Juga: Hikmah Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an

2. Tarawih Ramadhan




"Barangsiapa yang menunaikan shalat malam di bulan Ramadan dengan keimanan dan mengharap
pahala, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)




"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi
dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang
baik. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (QS. Al-
Furqan: 63-64)

Qiyamul lail sudah menjadi rutinitas Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. 'Aisyah
Radhiyallahu 'Anha berkata, "Jangan tinggalkan shalat malam, karena sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah meninggalkannya. Apabila beliau sakit atau melemah maka
beliau shalat dengan duduk." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Umar bin Khathab Radhiyallahu 'Anhu biasa melaksanakan shalat malam sebanyak yang Allah kehendaki
sehingga apabila sudah masuk pertengahan malam, beliau bangunkan keluarganya untuk shalat, kemudian
berkata kepada mereka, "al-shalah, al-Shalah." Lalu beliau membaca:




"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.
Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik)
itu adalah bagi orang yang bertakwa." (QS. Thaahaa: 132)





"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu
malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya?" (QS. Al-Zumar: 9)

Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma berkata, "Luar biasa Utsman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu" Ibnu Abi
Hatim berkata, "Sesungguhnya Ibnu Umar berkata seperti itu karena banyaknya shalat malam dan
membaca Al-Qur'an yang dikerjakan amirul Mukminin Utsman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu sehingga
beliau membaca Al-Qur'an dalam satu raka'at."

Dan bagi siapa yang melaksanakan shalat Tarawih hendaknya mengerjakannya bersama jama'ah sehingga
akan dicatat dalam golongan qaimin, karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda, "Siapa
yang shalat bersama imamnya sehingga selesai, maka dicatat baginya shalat sepanjang malam." (HR.
Ahlus Sunan)

3. Shadaqah Ramadhan

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah manusia paling dermawan. Dan beliau lebih demawan
ketika di bulan Ramadhan. Beliau menjadi lebih pemurah dengan kebaikan daripada angin yang
berhembus dengan lembut. Beliau bersabda, "Shadaqah yang paling utama adalah shadaqah pada bulan
Ramadhan." (HR. al-Tirmidzi dari Anas)

Sesungguhnya shadaqah bulan Ramadhan memiliki keistimewaan dan kelebihan, maka bersegeralah dan
semangat dalam menunaikannya sesuai kemampuan. Dan di antara bentuk shadaqah di bulan ini adalah:

a. memberi makan
Allah menerangkan tentang keutamaan memberi makan orang miskin dan kurang mampu yang
membutuhkan, dan balasan yang akan didapatkan dalam firman-Nya:





"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang
ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan
Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya
Kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam
penuh kesulitan. Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada
mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena
kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera." (QS. Al-Nsan: 8-12)

Para ulama salaf sangat memperhatikan memberi makan dan mendahulukannya atas banyak macam
ibadah, baik dengan mengeyangkan orang lapar atau memberi makan saudara muslim yang shalih. Dan
tidak disyaratkan dalam memberi makan ini kepada orang yang fakir.

Rasullullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Wahai manusia, tebarkan salam, berilah makan,
sambunglah silaturahim, dan shalatlah malam di saat manusia tidur, niscaya engkau akan masuk surga
dengan selamat." (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Sebagian ulama salaf ada yang mengatakan, "Aku mengundang sepuluh sahabatku lalu aku beri mereka
makan dengan makanan yang mereka suka itu lebih aku senangi dari pada membebaskan sepuluh budak
dari keturunan Islmail."

Ada beberapa ulama yang memberi makan orang lain padahal mereka sedang berpuasa, seperti Abdullan
bin Umar, Dawud al-Tha'i, Malik bin Dinar, dan Ahmad bin Hambal Radhiyallahu 'Anhum. Dan adalah
Ibnu Umar, tidaklah berbuka kecuali dengan anak-anak yatim dan orang-orang miskin.

Ada juga sebagian ulama salaf lain yang memberi makan saudara-saudaranya sementara ia berpuasa, tapi
ia tetap membantu mereka dan melayani mereka, di antaranya adalah al-Hasan al-Bashri dan Abdullah bin
Mubarak.

Abu al-Saur al-Adawi berkata: Beberapa orang dari Bani Adi shalat di masjid ini. Tidaklah salah seorang
mereka makan satu makananpun dengan sendirian. Jika ia dapatkan orang yang makan bersamanya maka
ia makan, dan jika tidak, maka ia keluarkan makanannya ke masjid dan ia memakannya bersama orang-
orang dan mereka makan bersamanya.

b. Memberi hidangan berbukan bagi orang puasa

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Siapa yang memberi berbuka orang puasa, baginya
pahala seperti pahala orang berpuasa tadi tanpa dikurangi dari pahalanya sedikitpun." (HR. Ahmad,
Nasai, dan dishahihkan al-Albani)

Dan dalam hadits Salman Radhiyallahu 'Anhu, "Siapa yang memberi makan orang puasa di dalam bulan
Ramadhan, maka diampuni dosanya, dibebaskan dari neraka, dan baginya pahala seperti pahala orang
berpuasa tadi tanpa dikurangi sedikitpun dari pahalanya."

. . . Sesungguhnya shadaqah di bulan Ramadhan memiliki keistimewaan dan kelebihan, maka bersegeralah
dan semangat dalam menunaikannya sesuai kemampuan. . .

4. Membaca Al-Qur'an

Sebagaimana telah kami sebutkan pada artikel Kemuliaan Lailatul Qadar, salah satu kekhususan bulan
ramadhan dibandingkan bulan lain adalah yaitu bulan dimana Al-Qur'an diturunkan, sehingga ada banyak
keberkahan di dalamnya. salah satu amalan yang dianjurkan untuk ditingkatkan adalah
memperbanyakmembaca al-Qur'an.

5. Duduk di Masjid sampai Matahari Terbit


Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, apabila shalat Shubuh beliau duduk di tempat shalatnya
hinga matahari terbit (HR. Muslim). Imam al-Tirmidzi meriwayatkan dari Anas, dari Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda,





"Siapa shalat Shubuh dengan berjama'ah, lalu duduk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, lalu
shalat dua raka'at, maka baginya seperti pahala haji dan umrah sempurna, sempurna , sempurna."
(Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Keutamaan ini berlaku pada semua hari, lalu bagaimana kalau itu dikerjakan di bulan Ramadhan? Maka
selayaknya kita bersemangat menggapainya dengan tidur di malam hari, meneladani orang-orang shalih
yang bangun di akhirnya, dan menundukkan nafsu untuk tunduk kepada Allah dan bersemangat untuk
menggapai derajat tinggi di surga.
6. I'tikaf Akhir Ramadhan

Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam senantiasa beri'tikaf pada bulan Ramadhan selama 10
hari. Dan pada tahun akan diwafatkannya, beliau beri'tikaf selama 20 hari (HR. Bukhari dan Muslim).

I'tikaf merupakan ibadah yang berkumpul padanya bermacam-macam ketaatan; berupa tilawah, shalat,
dzikir, doa dan lainnya. Bagi orang yang belum pernah melaksanakannya, i'tikaf dirasa sangat berat.
Namun, pastinya ia akan mudah bagi siapa yang Allah mudahkan. Maka siapa yang berangkat dengan niat
yang benar dan tekad kuat pasti Allah akan menolong. Dianjrukan i'tikaf di sepuluh hari terakhir adalah
untuk mendapatkan Lailatul Qadar.

Baca: Panduan I'tikaf Nabi SAW di Bulan Ramadhan

I'tikaf merupakan kegiatan menyendiri yang disyariatkan, karena seorang mu'takif (orang yang beri'tikaf)
mengurung dirinya untuk taat kepada Allah dan mengingat-Nya, memutus diri dari segala kesibukan yang
bisa mengganggu darinya, ia mengurung hati dan jiwanya untuk Allah dan melaksanakan apa saja yang
bisa mendekatkan kepada-Nya. Maka bagi orang beri'tikaf, tidak ada yang dia inginkan kecuali Allah dan
mendapat ridha-Nya.

7. Umrah Bulan Ramadhan




"Umrah pada bulan Ramadhan menyerupai haji." (HR. Al-Bukhari dan Muslim) dalam riwayat lain,
"seperti haji bersamaku." Sebuah kabar gembira untuk mendapatkan pahala haji bersama Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam.

Selengkapnya: Umrah Bulan Ramadhan

8. Menghidupkan Lailatul Qadar




"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu
apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan." (QS. Al-Qadar: 1-3)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,





"Dan siapa shalat pada Lailatul Qadar didasari imandan mengharap pahala, diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berusaha mencari Lailatul Qadar dan memerintahkan para
sahabatnya untuk mencarinya. Beliau juga membangunkan keluarganya pada malam sepuluh hari terakhir
dengan harapan mendapatkan Lailatul Qadar. Dalam Musnad Ahmad, dari Ubadah secara marfu', "Siapa
yang shalat untuk mencari Lailatul Qadar, lalu ia mendapatkannya, maka diampuni dosa-dosa-nya yang
telah lalu dan akan datang." (Di dalam Sunan Nasai juga terdapat riwayat serupa, yang dikomentari oleh
Al-hafidz Ibnul Hajar: isnadnya sesuai dengan syarat Muslim)

. . . Lailatul Qadar berada di sepuluh hari terakhir Ramadhan, tepatnya pada malam-malam ganjilnya. Dan
malam yang paling diharapkan adalah malam ke 27-nya, sebagaimana yang diriwayatkan Muslim. . .

Terdapat beberapa keterangan, sebagian ulama salaf dari kalangan sahabat tabi'in, mereka mandi dan
memakai wewangian pada malam sepuluh hari terakhir untuk mencari Lailatul Qadar yang telah Allah
muliakan dan tinggikan kedudukannya. Wahai orang-orang yang telah menyia-nyiakan umurnya untuk
sesuatu yang tak berguna, kejarlah yang luput darimu pada malam kemuliaan ini.

Sesungghnya satu amal shalih yang dikerjakan di dalamnya adalah nilainya lebih baik daripada amal yang
dikerjakan selama seribu bulan di luar yang bukan Lailatul Qadar. Maka siapa yang diharamkan
mendapatkan kebaikan di dalamnya, sungguh dia orang yang jauhkan dari kebaikan.

Baca Juga: Kekeliruan Seputar Malam Lailatul Qadar (persepsi salah masyarakat)

Lailatul Qadar berada di sepuluh hari terakhir Ramadhan, tepatnya pada malam-malam ganjilnya. Dan
malam yang paling diharapkan adalah malam ke 27-nya, sebagaimana yang diriwayatkan Muslim, dari
Ubai bin Ka'ab Radhiyallahu 'Anhu, "Demi Allah, sungguh aku tahu malam keberapa itu, dia itu malam
yang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan kami untuk shalat, yaitu malam ke-27." Dan
Ubai bersumpah atas itu dengan mengatakan, "Dengan tanda dan petunjuk yang telah dikabarkan oleh
Ramadhan Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada kami, matahari terbit di pagi harinya dengan tanpa sinar
yang terik/silau."

Dari 'Aisyah, ia berkata: Wahai Rasulullah, jika aku mendapatkan Lailatul Qadar, apa yang harus aku
baca? Beliau menjawab, "Ucapkan:


"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, menyukai pemberian maaf maka ampunilah aku." (HR.
Ahmad dan al-Tirmidzi, dishahihkan Al-Albani)

9. Memperbanyak Dzikir, Doa dan Istighfar

Sesungguhnya malam dan siang Ramadhan adalah waktu-waktu yang mulia dan utama, maka
manfaatkanlah dengan memperbanyak dzikir dan doa, khususnya pada waktu-waktu istijabah, di
antaranya:

- Saat berbuka, karena seorang yang berpuasa saat ia berbuka memiliki doa yang tak ditolak.
- Sepertiga malam terkahir saat Allah turun ke langit dunia dan berfirman, "Adakah orang yang meminta,
pasti aku beri. Adakah orang beristighfar, pasti Aku ampuni dia."
- Beristighfar di waktu sahur, seperti yang Allah firmankan, "Dan di akhir-akhir malam mereka memohon
ampun (kepada Allah)." (QS. Al-Dzaariyat: 18)

. . . Sesungguhnya berpuasa tidak hanya sebatas meninggalkan makan, minum, dan hubungan suami istri,
tapi juga mengisi hari-hari dan malamnya dengan amal shalih. . .

Baca Juga: Doa yang disyariatkan di Bulan Ramadhan

Tips Kiat Memaksimalkan


Ibadah dan Amalan Bulan Ramadhan
Menghayati Hikmah dan Manfaat Puasa

Jika seorang memahami maksud, hikmah dan manfaat dari apa yang dilakukan, maka tentulah ia akan
menjalankannya dengan ringan dan senang hati. Maka begitu pula seorang yang berpuasa, ketika ia benar-
benar mampu menghayati hikmah puasa, maka ibadah yang terlihat berat ini akan dijalani dengan penuh
kekhusyukan dan hati yang ringan. Diantara hikmah puasa antara lain adalah : Menjadi madrasah
ketakwaan dalam diri kita, sebagaimana isyarat Al-Quran ketika berbicara kewajiban puasa, yaitu
laallakum tattaqun .. agar supaya engkau bertakwa.

Hikmah puasa yang lain adalah menggugurkan dosa-dosa kita yang terdahulu, sebagaimana disebutkan
dalam banyak riwayat seputar keutamaan ibadah puasa Ramadhan. Hikmah puasa berikutnya tentu saja
menjadikan kemuliaan tersendiri bagi yang menjalaninya saat hari kiamat nanti. Jangankan amal
ibadahnya, bahkan bau mulut orang yang berpuasa pun menjadi tanda kemuliaan tersendiri di akhirat nanti.
Subhanallah, Rasulullah SAW bersabda: Sungguh bau mulut orang yang berpuasa, lebih wangi di sisi
Allah SWT dari aroma kesturi (HR Bukhori).

Dengan memahami hikmah puasa ramadhan yang begitu besar dan mulia bagi diri kita, maka insya Allah
membuat kita lebih semangat dalam menjalani hari-hari Ramadhan kita.

Mengetahui Fiqh dan Aturan-aturan dalam Ibadah

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda : seorang faqih (ahli ilmu agama) lebih ditakuti syetan dari
pada seribu ahli ibadah (tanpa ilmu) . (HR Ibnu Majah).

Hadits diatas menegaskan kepada kita tentang urgensinya beribadah dengan ilmu. Bahkan salah satu syarat
diterimanya ibadah adalah ittiba atau sesaui aturan dan sunnah Rasulullah SAW.

Dalam kaitannya dengan puasa, sungguh ibadah ini mempunyai kekhususan dalam aturan fiqhnya yang
berbeda dengan lainnya. Para ulama pun menjadikan bab puasa sebagai pembahasan khusus dalam kitab
fiqhnya. Kita perlu mengkaji ulang, bertanya dan mempelajari apa-apa yang belum sepenuhnya kita yakini
atau kita ketahui. Agar kita mampu menjalani ibadah ini dengan baik tanpa keraguan sedikitpun. Hal yang
penting kita ketahui utamanya tentang apa-apa yang dibolehkan, apa-apa yang membatalkan, siapa saja
yang boleh berbuka dan apa konsekuensinya. Mari kita sempatkan dalam hari-hari ini untuk kembali
mengkaji fiqh seputar puasa. Tidak ada kata terlambat untuk sebuah ilmu ibadah yang mulia.

Menjaga Puasa kita agar Tetap Utuh Pahalanya

Yang dimaksud menjaga puasa kita adalah upaya untuk menjadikan pahala puasa kita utuh. Dua cara yang
harus kita lakukan dalam kaitannya dengan hal ini, yaitu menjalani sunnah-sunnah puasa, serta menjauhi
hal-hal yang bisa mengurangi pahala dan hikmah puasa.
Adapun sunnah-sunnah puasa, antara lain adalah mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka. Sunnah
yang sederhana ini adalah bagian dari kemudahan dan keindahan syariat Islam. Kita diminta mengakhirkan
sahur, sebagai persiapan untuk menjalani puasa seharian. Begitu pula kita diminta menyegerakan berbuka,
sebagai kebutuhan fitrah manusia yang harus diperhatikan.

Sunnah puasa lainnya adalah dengan berdoa sebelum dan saat berbuka, serta berbuka dengan seteguk air.
Semoga sunnah yang sederhana ini bisa kita lakukan untuk mengoptimalkan pahala puasa kita.

Menjaga puasa juga dengan menjauhi segala sikap dan tindakan yang akan mengurangi keberkahan puasa
kita, seperti : marah tiada guna, emosional, berdusta dalam perkataan, ghibah, maupun kemaksiatan secara
umum. Hal-hal semacam di atas, selain dilarang secara umum bagi seorang muslim, juga akan
mempengaruhi kualitas puasanya di hadapan Allah SWT.

Jauh-jauh hari Rasulullah SAW telah mengingatkan kepada kita : Betapa Banyak Orang berpuasa tapi
tidak mendapat (pahala) apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar, dan betapa banyak orang yang sholat
malam (tarawih) tapi tidak mendapatkan apa-apa selain begadang saja (HR An-Nasai)

Mari kita mengambil pelajaran dari hadits di atas, untuk kemudian meniti hari-hari ramadhan kita dengan
penuh kehati-hatian dan perhitungan. Siapapun kita tidak akan pernah rela jika hanya mendapat lapar
dahaga saja di bulan mulia ini.

Menghias Puasa dengan Ragam Amal yang disyariatkan dalam Ramadhan

Sesungguhnya ibadah dalam bulan Ramadhan bukan hanya puasa saja. Tetapi banyak ragam ibadah yang
juga disyariatkan dalam bulan penuh berkah ini. Mari kita menghias Ramadhan dengan ibadah-ibadah
mulia tersebut, agar ramadhan sebagai madrasah ketakwaan benarbenar hadir dalam hidup kita. Rasulullah
SAW telah memberikan contoh pada kita bagaimana beliau menghias hati-hati Ramadhannya dengan:
Tadarus Tilawah, memperbanyak sedekah, sholat tarawih, memberi hidangan berbuka, bahkan juga Itikaf
di masjid pada sepuluh hari yang terakhir. Jika kita ingin merasakan Ramadhan yang berbeda dan begitu
bermakna, tentu menjadi penting bagi kita untuk menghias Ramadhan kita dengan amal ibadah tersebut.
Keberkahan Ramadhan akan begitu terasa paripurna dalam hati kita.

Mempertahankan atau Menjaga Semua Amal dengan Istiqomah hingga akhir Ramadhan.

Bulan ramdhan dipenuhi banyak amalan yang sungguh akan melelahkan sebagian besar orang. Karenanya
kita sering menjadi saksi bagaimana kaum muslimin berguguran dalam perlombaan Ramadhan ini
sebelum mencapai garis finishnya. Sholat tarawih di masjid mulai menyusut sedikit demi sedikit seiring
berlalunya hari-hari awal Ramadhan. Karenanya, merupakan hal yang tidak bisa dibantah adalah jika
kesuksesan Ramadhan bergantung dari keistiqomahan kita menjalani semua kebaikan di dalamnya hingga
akhir Ramadhan tiba.
Syariat kita yang indah pun seolah memberikan motivasi di ujung ramadhan, agar kita bertambah semangat
dalam beribadah, yaitu dengan menurunkan malam lailatul qadar yang mulia. Rasulullah SAW pun
menjalankan Itikaf untuk menutup bulan keberkahan ini. Beliau juga bersungguh-sungguh di penghujung
Ramadhan. Ibunda Aisyah menceritakan kepada kita : adalah Nabi SAW ketika masuk sepuluh hari yang
terakhir (Romadhon), menghidupkan malam, membangunkan istrinya, dan mengikat sarungnya (HR
Bukhori dan Muslim)

Sebab Menggapai Ampunan Bulan Ramadhan,- Dalam bulan Ramadhan banyak sekali sebab-sebab
turunnya ampunan. Ampun tersebut akan di dapatkan bilamana kita mengerjakan segaa yang diperntahkan
dan menjauhi segala yang di larang oleh Allah SWT.

Ada banyak amalan yang dapat mempengaruhi mafirah ramadhan, sehingga kita dianjurkan untuk
memperbanyak amalan sunna di bulan yang penuh keberkahan ini. Di antara sebab-sebab ampuan tersebut
adalah:

1. Melakukan puasa di bulan Ramadhan.

Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah,
niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu." (Hadits Muttafaq 'Alaih).

2. Melakukan shalat tarawih dan tahajiud di dalamnya Shalat Lailatul Bulan Ramadhan.

Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa melakukan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu." (Hadits Muttafaq 'Alaih).

3. Melakukan shalat dan ibadah lain di Ramadhan Lailatul Qadar.

Yaitu pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ia adalah malam yang penuh berkah, yang di dalamnya
diturunkan Al-Qur'anul Karim. Dan pada malam itu pula dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.
Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa melakukan shalat di malam Lailatul Qadar kavena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu. (Hadits Muttafaq 'Alaih).

4. Memberi ifthar (makanan untuk berbuka) kepada orang yang berpuasa.


Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang di dalamnya (bulan Ramadhan) memberi ifthar kepada
orang berpuasa, niscaya hal itu menjadi sebab) ampunan dari dosa~osanya, dan pembebasan dirinya dari
api Neraka." (HR. Ibnu Khuzaimah (dan ia menshahihkan hadits ini), Al-Baihaqi dan lainnya).

5. Beristighfar: Meminta ampunan serta berdo'a ketika dalam keadaan puasa, berbuka dan ketika makan
sahur.

Do'a orang puasa adalah mustajab (dikabulkan), baik ketika dalam keadaan puasa ataupun ketika berbuka
Allah SWT, memerintahkan agar kita berdo'a dan Dia menjamin mengabulkannya. Allah SWT berfirman:
"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkannya untukmu. "(Ghaafir:
60).

Dan dalam sebuah hadits disebutkan: "Ada tiga macam orang yang tidak ditolak do'anya. Di antaranya
disebutkan,"orang yang berpuasa hingga ia berbuka." (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu
Majah). (Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih mereka masing-masing, dan At-Tirmidzi
mengatakannya hadits shahih hasan).

Karena itu, hendaknya setiap muslim memperbanyak, dzikir, do'a dan istighfar di setiap waktu, terutama
pada bulan Ramadhan, ketika sedang berpuasa, berbuka dan ketika sahur, di saat turunnya Tuhan di akhir
malam. Nabi SAW bersabda:
"Tuhan kami Yang Mahasuci dan Maha tinggi turun pada setiap malam ke langit dunia, (yaitu) ketika
masih berlangsung sepertiga malam yang akhir seraya berfirman, Barangsiapa berdo'a kepada-Ku,
niscaya Aku kabulkan untuknya, barangsiapa memohon kepada-Ku, niscaya Aku memberinya dan
barangsiapa memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya." (HR.Muslim).

6. Di antara sebab-sebab ampunan yaitu istighfar (permohonan ampun) para malaikat untuk orang-orang
berpuasa, sampai mereka berbuka. Demikian seperti disebutkan dalam hadits Abu Hurairah di muka, yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Jika sebab-sebab ampunan bulan Ramadhan demikian banyak, maka orang yang tidak mendapatkan
ampunan di dalamnya adalah orang yang memiliki seburuk-buruk nasib. Kapan lagi ia mendapatkan
ampunan jika ia tidak diampuni pada bulan ini? Kapan dikabulkannya (permohonan) orang yang ditolak
pada saat Lailatul Qadar? Kapan baiknya orang yang tidak menjadi baik pada bulan Ramadhan ?

Dahulu, ketika datang bulan Ramadhan Marhaban ya ramadhan, umat Islam senantiasa berdo'a: "Ya Allah,
bulan Ramadhan telah menaungi kami dan telah hadir maka serahkanlah ia kepada kami dan serahkanlah
kami kepadanya Karuniailah kami kemampuan untuk berpuasa dan shalat di dalamnya, karuniailah kami di
dalamnya kesungguhan, semangat, kekuatan dan sikap rajin. Dan lindungilah kami di dalamnya dari
berbagal fitnah

Mereka berdo'a kepada Allah SWT selama enam bulan agar bisa mendapatkan Ramadhan, dan Selama
enam bulan (berikutnya) mereka berdo'a agar puasanya diterima. Di antara, do'a mereka itu adalah: "Ya
Allah serahkanlah aku kepada Ramadhan, dan serahkan Ramadhan kepadaku, dan Engkau menerimanya
daripadaku dengan rela." (Lihat Lathaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him. 196-203).

Adab Menjalankan Puasa Ramadhan


Ketahuilah -semoga Allah SWT merahmatimu-, bahwasanya puasa tidak sempurna kecuali dengan
merealisasikan enam perkara:
1. Menundukkan pandangan serta menahannya dari pandangan-pandangan liar yang tercela dan dibenci.
2. Menjaga lisan dari berbicara tak karuan, menggunjing, mengadu domba dan dusta.
3. Menjaga pendengaran dari mendengarkan setiap yang haram atau yang tercela.
4. Menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa.
5. Hendaknya tidak memperbanyak makan.
6. Setelah berbuka, hendaknya hatinya antara takut dan harap.

Sebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima, sehingga ia termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah,
ataukah ditolak, sehingga ia termasuk orang-orang yang dimurkai. Hal yang sama hendaknya ia lakukan
pada setiap selesai melakukan ibadah. (Lihat Mau'idzatul Mukminiin min Ihyaa'i Uluumid Diin, hlm. 59-
60.)

Ya Allah, jadikanlah kami dan segenap umat Islam termasuk orang yang puasa pada bulan ini, yang
pahalanya sempurna, yang mendapatkan Lailatul Qadar, dan beruntung menerima hadiah dari Tuhan;
wahai Dzat Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat Yang Memiliki
Keagungan dan Kemuliaan. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan segenap sahabatnya.

Anjuran dan keutamaan Doa Bulan Ramadhan


Banyak sekali nash-nash yang memotivasi untuk berdo'a, menerangkan fadhilah (keutamaan)nya dan
mendorong agar suka melakukannya. disini kami akan sebutkan secara umum dalil yang memerintahkan
berdo'a. Meskipun hal ini bersifat umum amun daat diteapkan di bulan ramadhan, mengingat segala amal
ibdah di bulan yang penuh keberkahan ini dilipatgandakan termasuk doa. Di antaranya adalah sebagai
berikut :

1. Berdo'a dan akan dikabulkan


Firman Allah SWT: "Dan Tuhanmu berfirman: Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu." (Ghaafir: 60). Di dalamnya Allah SWT memerintahkan berdo'a dan Dia menjamin akan
mengabulkannya.

2. Do'a dengan Rendah Diri

Firman Allah SWT:"Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al-A'raaf: 55).

Maksudnya, berdo'alah kepada Allah SWT dengan menghinakan diri dan secara rahasia, penuh khusyu'
dan merendahkan diri. "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." Yakni
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas, baik dalam berdo'a atau lainnya, orang-orang yang
melampaui batas dalam setiap perkara.

Termasuk melampaui batas dalam berdo'a adalah permintaan hamba akan berbagai hal yang tidak sesuai
untuk dirinya atau dengan meninggikan dan mengeraskan suaranya dalam berdo'a.
Dalam Shahihain, Abu Musa Al-Asy'ari berkata: "Orang-orang meninggikan suaranya ketika berdo'a,
maka Rasulullah SAW bersabda: "Wahai sekalian manusia, kasihanilah dirimu, sesungguhnya kamu tidak
berdo'a kepada Dzat yang tuli, tidak pula ghaib. Sesungguhnya Dzat yang kamu berdo'a pada-Nya itu
Maha Mendengar lagi Maha Dekat."

3. Doa Menghilangkan Kesusahan

Firman Allah SWT: "Atau siapakah yang memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia
berdo'a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan?". (An-Naml: 62).

Maksudnya, apakah ada yang bisa mengabulkan do'a orang yang kesulitan, yang diguncang oleh berbagai
kesempitan, yang sulit mendapatkan apa yang ia minta, sehingga tak ada jalan lain ia baru keluar dari
keadaan yang mengungkunginya, selain Allah semata? Siapa pula yang menghilangkan keburukan
(malapetaka), kejahatan dan murka, selain Allah semata?

4. Do'a adalah Ibadah

Dari An-Nu'man bin Basyir, dari Nabi SAW, beliau SAW bersabda:"Do'a adalah ibadah." (HR. Abu Daud
dan At-Tirmidzi, At-Tirmidzi berkata, hadits hasan shahih).

5. Do'a Menghilangkan Keburukan


Dari Ubadah bin Asb-Shamit ia berkata, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:"Tidak ada seorang
muslim yang berdo'a kepada Allah di dunia dengan suatu permohonan kecuali Dia mengabulkannya, atau
menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya, selama ia tidak meminta suatu dosa atau
pemutusan kerabat. Berkatalah seorang laki-laki dari kaum: "Kalau begitu, kita memperbanyak (do'a)."
Rasulullah SAW bersabda: "Allah memberikan kebaikan-Nya lebih banyak daripada yang kalian
minta." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan shahih). (Lihat kitab Riyaadhus Shaalihiin, hlm.
612 dan 622). Lalu Allah SWT berfirman : "Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan isteri-isterimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah
pakaian bagi mereka.

Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan
cavilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu, dan makan minumlah hinngga terang
bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam, (tetapi)janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf
dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa." (Al-Baqarah:187)

Sebab turunnya ayat: Imam Bukhari meriwayatkan dari Barra' bin 'Azib, bahwasanya ia berkata :

"Dahulu, para sahabat Nabi SAW, jika seseorang (dari mereka) berpuasa, dan telah datang
(waktu) berbuka, tetapi ia tidur sebelum berbuka, ia tidak makan pada malam dan siang harinya
hingga sore. Suatu ketika Qais bin Sharmah Al-Anshari dalam keadaan puasa, sedang pada
siang harinya bekerja di kebun kurma. Ketika datang waktu berbuka, ia mendatangi isterinya
seraya berkata padanya: "Apakah engkau memiliki makanan ?" Ia menjawab: "Tidak, tetapi aku
akan pergi mencarikan untukmu." Padahal siang harinya ia sibuk bekerja, karena itu ia tertidur.
Kemudian datanglah isterinya. Tatkala ia melihat suaminya (tertidur) ia berkata: "Celaka kamu."
Ketika sampai tengah hari, ia menggauli (isterinya). Maka hal itu diberitahukan kepada Nabi
SAW, sehingga turunlah ayat ini: "Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur
dengan isteri-isterimu."

Maka mereka sangat bersuka cita karenanya, kemudian turunlah ayat berikut: "Dan makan
minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. (Lihat kitab Ash
Shahiihul Musnad min Asbaabin Nuzuul, hlm. 9.)

Tafsiran ayat: Allah SWT berfirman untuk memudahkan para hamba-Nya sekaligus untuk
membolehkan mereka bersenang-senang (bersetubuh) dengan isterinya pada malam-malam
bulan Ramadhan, sebagaimana mereka dibolehkan pula ketika malam hari makan dan minum:
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa melakukam "rafats" dengan isteri- isterimu."

Rafats adalah bersetubuh dan hal-hal yang menyebabkan terjadinya. Dahulu, mereka dilarang
melakukan hal tersebut (pada malam hari), tetapi kemudian Allah membolehkan mereka makan
minum dan melampiaskan kebutuhan biologis, dengan bersenang-senang bersama isteri-isteri
mereka. Hal itu untuk menampakkan anugerah dan rahmat Allah SWT pada mereka.

Allah SWT menyerupakan wanita dengan pakaian yang menutupi badan. Maka ia adalah
penutup bagi laki-laki dan pemberi ketenangan padanya, begitupun sebaliknya. Ibnu Abbas
berkata: "Maksudnya para isteri itu merupakan ketenangan bagimu dan kamu pun merupakan
ketenangan bagi mereka."

Dan Allah SWT membolehkan menggauli para isteri hingga terbit fajar. Lalu Dia mengecualikan
keumuman dibolehkannya menggauli isteri (malam hari bulan puasa) pada saat i'tikaf. Karena ia
adalah waktu meninggalkan segala urusan dunia untuk sepenuhnya konsentrasi beribadah.
Pada akhirnya Allah SWT menutup ayat-ayat yang mulia ini dengan memperingatkan agar
mereka tidak melanggar perintah-perintah-Nya dan melakukan hal-hal yang diharamkan serta
berbagai maksiat, yang semua itu merupakan batasan-batasan-Nya. Hal-hal itu telah Dia
jelaskan kepada para hamba-Nya agar mereka menjauhinya, serta taat berpegang teguh dengan
syari'at Allah SWT sehingga mereka menjadi orang-orang yang bertaqwa. (Tafsir Ayaatil
Ahkaam, oleh Ash-Shabuni, I/93.)

Anda mungkin juga menyukai