Anda di halaman 1dari 42

0

ُٔ ُ‫َ ُة هللاِ َوتَ َر َماج‬


َ ‫ح‬ ْ ‫اىسال ًَُ َعيَ ْين‬
ْ ‫ٌُ َو َر‬ َّ

Sesungguhnya segala puji hanya milik


Allah, hanya kepada-Nya kami memuji,
meminta pertolongan, dan memohon
ampunan. Kami berlindung kepada Allah
dari semua kejelekan jiwa dan keburukan
amal kami. Siapa yang diberikan petunjuk
oleh Allah, niscaya tidak aka ada yang
dapat menyesatkannya dan siapa yang
disesatkan oleh-Nya, niscaya tidak akan
ada yang dapat memberi petunjuk. Aku
bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang
berhak diibadahi dengan benar selain
Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu
bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya
Muhammad adalah hamba Allah
dan Rasul-Nya. Amma ba‟du,

Tulisan singkat ini untuk kalangan sendiri,


kepada para sahabat yang tergabung
dalam WAG yang saya ikuti,
maupun untuk sahabat lainnya.

1
Mereka adalah para sahabat yang saya
cintai karena Allah Ta'ala.

Bila ada yang benar itu datang dari


Allah Ta'ala,
bila ada yang salah itu dari saya.
Silahkan para sahabat menambahkan atau
menguranginya,
untuk kebaikan dan kebenaran menurut
al-Qur‟an dan as-Sunnah.

Kepada semua pihak yang telah saya kutip


tulisannya untuk saya jadikan referensi,
Jazakumullahu khoiran,
semoga Allah Ta‟ala membalas
kebaikannya.

Semoga buku kecil ini dapat memberikan


manfaat besar bagi yang membacanya.

‫هللا فِ ْيل‬
ُ ‫ك‬ َ ‫تَا َر‬

2
Hidup menunggu waktu Shalat dan
di Shalatkan.

Kita mulai dari ba'da Subuh.

Selesai shalat Subuh berjamaah di Masjid,


usahakan kita tidak buru-buru
meninggalkan Masjid, tetap duduk sambil
„dzikir setelah shalat fardhu‟, lanjut „dzikir
pagi‟ (bisa pakai buku Dzikir Pagi &
Petang dan sesudah Shalat Fardhu, Syaikh
Sa‟id bin „Ali bin Wahf al-Qahthani),
dilanjutkan dengan tadarus/tilawatil
Qur'an. Bila di Masjid ada jadwal kajian,
sebaiknya ikut bergabung (tolabul ilmi)
sampai selesai, sampai dibacakannya doa
kaffaratul majelis.

Doa kaffaaratul majelis:

َّ ‫إِىَ َٔ إِل‬s َ ‫ش َه ُد أَُْ ل‬


ْ َ‫ أ‬،‫ك‬
َ ‫َ ِد‬ ْ ‫ح‬َ ِ‫ٌ َوت‬ َّ ‫ل اىيَّ ُه‬ َ َّ‫حا‬ َ ‫س ْث‬ُ
َ ‫ب إِىَ ْي‬
‫ل‬ َ
ُ ‫ َوأجُ ْى‬،‫ك‬ َ ‫س َح ْغ ِف ُر‬ َ
ْ ‫ أ‬،‫ث‬ َ ّْ َ‫أ‬
3
“Mahasuci Engkau, ya Allah, aku
memujiMu. Aku bersaksi bahwa tidak ada
ilah yang berhak diibadahi dengan benar
kecuali Engkau, aku meminta ampun dan
bertaubat kepadaMu”. (HR. At-Tirmidzi no.
3433, an-Nasa-i no. 400, Ibnu Hibban no.
2366).

Tiba waktu Syuruq, lalu shalat Syuruq dua


rakat, in syaa Allah kita akan
mendapatkan pahala Haji dan Umrah
secara sempurna.

Hadits Tentang Keutamaan shalat sunnah


Syuruq :

‫ب)غ‬

4
Dari Anas bin Malik radhiyallahu „anhu
berkata, bahwa Rasulullah shalallahu
„alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa
yang shalat pagi hari (subuh) secara
berjamaah, kemudian ia duduk berdzikir
kepada Allah subhanahu wa ta‟ala hingga
terbitnya matahari, kemudian ia shalat
dua rakaat, maka baginya pahala seperti
pahala mengerjakan Haji dan Umrah.
Rasulullah shalallahu „alaihi wa sallam
bersabda: “Sempurna, sempurna,
sempurna”. (HR. at-Tirmidzi, beliau
berkata bahwa hadits ini hasan gharib).

Setelah itu kita keluar masjid dengan


melangkahkan kaki kiri terlebih dahulu
sambil menbaca doa keluar masjid:

“Ya Allah, Aku mohon keutamaan dariMu”

Setiba di rumah, kita membaca Basmallah


(dalam hati) lalu mengucap salam ketika

5
masuk kerumah (dengan sedikit keras),
dengan melangkahkan kaki kanan dahulu,
lalu melaksaakan aktivitas rutin lainnya
sampai menunggu waktu Dhuha.

Dari Nu‟aim bin Hammar Al Ghothofaniy,


beliau mendengar Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam bersabda:

ِ‫ِ أَ ْرتَع‬
ْ ‫ً ل َ جَ ْعجِ ْز َع‬ َ ‫ِ آ َد‬َ ‫و يَا ا ْت‬ َّ ‫ج‬ َ ‫َقا‬
َ ‫ه اىي َّ ُٔ َع َّز َو‬
ُٓ ‫خ َر‬ِ ‫لآ‬ َ
َ ‫ار أ ْم ِف‬
ِ ‫ه اى َّْ َه‬ َ ْ ٍِ ٍ‫َر َم َعات‬
ِ ‫ِ أ َّو‬

“AllahTa‟ala berfirman: Wahai anak


Adam, janganlah engkau tinggalkan
empat raka‟at shalat di awal siang )di
waktu Dhuha). Maka itu akan
mencukupimu di akhir siang.” )HR. Ahmad
(5/286), Abu Daud no. 1289, At-Tirmidzi
no. 475, Ad-Darimi no. 1451. Syaikh Al-
Albani dan Syaikh Syu‟aib Al Arnauth
mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Rasululullah shalallahu „alaihi wa sallam


biasa memberikan tausiyah atau

6
berkumpul dengan para sahabat, ba'da
Dhuha, lalu dikenal dengan majelis
Dhuha.

Setelah itu silahkan lanjut beraktivitas


rutin sampai menjelang Dzuhur. Siang hari
kita bisa istirahat atau tidur sebentar
(sunnah Qailulah) menjelang atau setelah
Dzuhur.

Tidur siang disebutkan dalam Al-Quran.


Allah Ta‟ala berfirman:

ِ
ْ ٍِ ٌُ
ْ ‫ار َوا ْتحِغَا ُؤم‬
ِ ‫و َواى َّْ َه‬ ِ ‫ٌُ تِاىي َّ ْي‬
ْ ‫اٍن‬ ِ ِ‫ِ آَ َياج‬
ُ َْ ٍَ ٔ ْ ٍِ ‫َو‬
َُ‫َ ُعى‬ َ ‫س‬ْ َ‫ً ي‬ ٍ ‫ل ََلَيَاتٍ ىِ َق ْى‬ َ ِ‫ٔ إَُِّ فِي َذى‬ ِ ِ‫ضي‬ْ ‫َف‬

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-


Nya ialah tidurmu di waktu malam dan
siang hari dan usahamu mencari sebagian
dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang
mendengarkan”. (QS. Ar-Ruum [30]:23)

7
Demikian juga diperintahkan oleh
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam,
beliau bersabda:

ُ ‫ِ ل َ جَ ِق ْي‬
‫و‬ َ ‫ط ْي‬
ِ ‫اىشيَا‬
َّ َُّ‫قِ ْييُىا َف ِإ‬

“Qailulah-lah (istirahat siang-lah) kalian,


sesungguhnya setan-setan itu tidak
pernah istirahat siang.” )HR. Abu Nu‟aim
dalam Ath-Thibb, dikatakan oleh Al-Imam
Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1637:
isnadnya shahih).

Shalat Dzuhur.

Pergi ke Masjid siang hari dengan berjalan


kaki perlahan, santai, tidak terburu-buru.
Sebaiknya kita sudah berwudhu dari
rumah, dan setelah berwudhu shalat
sunnah dua rakaat dahulu di rumah.
Hikmah dan keutamaan Shalat sunnah
Wudhu, diriwayatkan; Pada waktu setelah
melaksanakan shalat Subuh berjamaah,
Rasulullah shalallahu „alaihi wa sallam

8
pernah bertanya kepada sahabatnya Bilal:
“Wahai Bilal, dapatkah Engkau
ceritakanlah kepada ku tentang salah satu
amal perbuatan yang lebih diharapkan
(diandalkan) yang Engkau kerjakan dalam
Islam, sebab sebenarnya aku telah
mendengar detak suara sandalmu di
surga?” Bilal pun menjawab
sesungguhnya saya tidak bersuci
(berwudhu) diwaktu malam maupun siang
kecuali saya mengerjakan shalat
(sunnah), karena bersuci (wudhu) yang
ditentukan bagiku untuk shalat”. (HR.
Bukhari dan Muslim).

Sabda Rasulullah shalallahu „alaihi wa


sallam lainnya: “Barangsiapa yang
berwudhu, lalu mengerjakan shalat dua
rakaat tidak lalai (dengan khusyu) dalam
keduanya, maka diampuni dosa-dosa yang
sudah lewat”. (HR. Abu Dawud).

Kita masuk ke masjid dengan kaki kanan


terlebih dahulu sambil berdoa masuk
masjid:
9
.

“Ya Alloh bukalah bagiku pintu-pintu


rahmat-Mu”.

Setelah itu shalat sunnah tahiyatul masjid


dua rakaat. Dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Abu Qatadah
radhiyallahu „anhu. Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian masuk


masjid, maka hendaklah dia shalat dua
rakaat sebelum dia duduk”. (HR. Bukhari
no. 537 dan Muslim no. 714).

Setelah masuk azan Dzuhur kita bisa


shalat sunnah dua atau empat rakaat
qabliyah. Dari Ibnu „Umar radhiyallahu
„anhuma, beliau berkata:

10
– –

“Aku shalat bersama Rasulullah shallallahu


„alaihi wasallam dua rakaat sebelum
Dzuhur dan dua rakaat setelah Dzuhur”.
(HR. Bukhari dan Muslim).

Dari „Aisyah radhiyallahu „anha, beliau


berkata:

– –

“Bahwasanya Nabi shallallahu „alaihi wa


sallam tidak pernah meninggalkan shalat
empat rakaat sebelum )qabliyah Dzuhur”.
(H.R. Bukhari).

Selesai shalat qabliyah, sebaiknya kita


berdoa sambil menunggu waktu iqomah
(waktu yg baik utk berdoa), Dari Anas bin
Malik radhiyallahu „anhu, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda:

11
‫ة َفا ْد ُعىا‬
ِ ٍَ ‫اإل َقا‬ ِ ‫ِ األَذ‬
ِ ‫َاُ َو‬ َ ‫إَُِّ اى ُّد َعا َء ل َ ُي َر ُّد تَ ْي‬

“Sesungguhnya do‟a yang tidak tertolak


adalah do‟a antara adzan dan iqomah,
maka berdo‟alah )kala itu .” (HR. Ahmad
3/155. Syaikh Syu‟aib Al Arnauth
mengatakan bahwa sanad hadits ini
shahih).

Lalu shalat jamaah Dzuhur, selesai shalat


Dzuhur lanjut „dzikir setelah shalat fardhu‟,
lalu pulang (dengan doa keluar masjid).

Setiba di rumah kita shalat sunnah


ba'diyyah Dzuhur. Untuk shalat sunnah
yang paling afdhal adalah di rumah,
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam:

“Wahai umat manusia, shalatlah kalian di


rumah kalian. Karena sebaik-baik shalat
seseorang adalah shalat yang dilakukan di
12
rumahnya, kecuali shalat wajib.” (HR.
Bukhari no. 731, Muslim no. 781, dan
lainnya).

Setelah itu kita bisa istirahat atau tidur


siang (sunnah Qailulah), lalu lanjut
beraktivitas rutin.

Shalat Jum’at.

Firman Allah Ta‟ala:

       


         
   

“Hai orang-orang yang beriman, apabila


diseru untuk menunaikan shalat pada hari
Jum‟at, maka bersegeralah kalian kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. Yang demikian itu lebih baik bagi
kalian jika kalian mengetahuinya”. (QS Al-
Jumu‟ah [62]: 9 .

13
Hadits Abu al-Ja‟ad adh-Dhamuri
radhiyallahu „anhu, Rasulullah shalallahu
„alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa
meninggalkan tiga kali Jum‟at karena
mengabaikannya maka Allah akan
mengunci mati hatinya”. (Jaami‟ul Ushuul,
Ibnul Atsir V/666).

Dalam lafazh at-Tirmidzi dan Ibnu Majah


disebutkan: “Barang siapa meninggalkan
Jum‟at tiga kali karena mengabaikannya
maka Allah akan mengunci mati hatinya”.
(HR. Abu Dawud no. 1052, An-Nasa‟i no.
1370, at-Tirmidzi no. 500, Ibnu Majah no.
1125).

Keutamaan hari Jum‟at.

1. Memberi petunjuk kepada ummat


bahwa hari Jum‟at memiliki
keutamaan yang sangat besar. (HR.
Bukhari no. 876 dan 3486, Muslim
no. 855).
2. Jum‟at merupakan sebaik-baik hari
yang disinari matahari. (HR. Muslim
14
no. 854, Abu Dawud no. 1046, At-
Tirmidzi no. 491, An-Nasa‟i no.
1429).
3. Hari Jum‟at adalah tuan bagi semua
hari. (HR. Ibnu Majah no. 1084).
4. Hari Jum‟at merupakan hari yang
paling baik. (HR.Abu Dawud no.
1047, An-Nasa‟i no. 1373, Ibnu
Majah no. 1085).
5. Hari Jum‟at merupakan hari besar
dalam satu pekan dan sebagai hari
al-Mazid (tambahan) bagi penghuni
Surga. (HR. Muslim no. 2833, Ath-
Thabrani VIII/154 dan no. 944).
6. Pada hari Jum‟at terdapat satu saat
pengabulan doa. (HR. Bukhari no.
935, Muslim no. 852, Zaadul Ma‟aad
Ibnul Qayyim I/389-390, Muslim 853,
Ibnu Hajar no. 488, An-Nasa‟i no.
1387, Abu Dawud no. 1048, Ibnu
Majah no. 1139, dan banyak lagi).

Sebelum berangkat ke masjid untuk shalat


Jum‟at, di sunnah kan )sunnah Mu‟akkad

15
untuk mandi terlebih dahulu, yang
demikian itu didasarkan pada hadits
„Abdullah bin „Umar radhiallahu „anhu,
Rasulullah shalallahu „alahi wa sallam
bersabda: “Jika salah seorang diantara
kalian ingin mendatangi shalat Jum‟at,
hendaklah dia mandi”. (HR. Bukhari no.
877, Muslim no. 844).

Setelah itu “berwudhu” lalu “memakai


pakaian yang paling bagus”, “memakai
wangi-wangian”, “memakai minyak
rambut”, dan “bersiwak” sebelum
menunaikan shalat Jum‟at. (HR. Bukhari
no. 846, 883, 887, 910, dan Muslim no.
252, Ibnu Hajar II/371, Ibnu Majah no.
1097).

Sebelum berangkat ke masjid kita


laksanakan shalat dua rakaat sunnah
Wudhu dahulu (lihat penjelasan diatas).
Lalu berangkat ke masjid lebih awal,
sebagaimana didasarkan pada hadits Abu
Hurairah radhiallahu „anhu, Rasulullah
shalallahu „alaihi wa sallam bersabda:
16
“Barang siapa mandi pada hari Jum‟at
seperti mandi Junub kemudian pergi pada
urutan yang pertama, seakan-akan dia
bersedekah seekor Unta. Barang siapa
berangkat pada urutan yang kedua,
seakan-akan dia bersedekah seekor Sapi.
Barang siapa berangkat pada urutan yang
ketiga, seakan-akan dia bersedekah
seekor Domba bertanduk. Barang siapa
berangkat pada urutan yang keempat,
seakan-akan dia bersedekah seekor Ayam.
Barang siapa berangkat pada urutan
kelima, maka seakan-akan dia bersedah
sebutir Telur. Maka jika Imam telah
keluar, para Malaikat pun berdatangan
untuk mendengarkan Khutbah”. (HR.
Bukhari no. 881, Muslim no. 850).

Ke masjid dengan berjalan kaki, yang


demikian itu didasarkan pada hadits Aus
bin Aus ats-Tsaqafi radhiallahu „anhu, dia
bercerita; Aku pernah mendengar
Rasulullah shalallahu „alaihi wa sallam
bersabda: “Barangsiapa mandi hari Jum‟at

17
dan membersihkan diri lalu bersegera dan
bergegas serta berjalan kaki dan tidak
menaiki kendaraan mendekati posisi Imam
kemudian mendengarkan lagi tidak
berbuat sia-sia, maka baginya setiap
langkah amalan satu tahun, termasuk
pahala Puasa dan Qiyamul lail yang ada
pada tahun itu”. (HR. Bukhari no. 907).

Setiba di masjid, masuk dengan kaki


kanan terlebih dahulu sambil berdoa
masuk masjid, ambil shaf yang paling
depan “mendekati posisi Imam” (HR.
Bukhari no. 907 diatas), lalu “shalat
tahiyatul masjid” dua rakaat (HR. Bukhari
no. 537 dan Muslim no. 714).

Sambil menunggu Khatib naik mimbar,


kita bisa menyibukan diri dengan banyak
membaca shalawat kepada Nabi
shalallahu „alaihi wa sallam. Sebagaimana
hadits Anas radhiallahu „anhu, dia
bercerita, Rasulullah shalallahu „alaihi wa
sallam bersabda: “Perbanyaklah shalawat
pada siang dan malam hari Jum‟at.
18
barangsiapa bershalawat kepadaku satu
kali maka Allah akan bershalawat sepuluh
kali lipat kepadanya”. (HR. Baihaki no.
1407).

Bisa juga kita melakukan “shalat Mutlak”,


shalat sunnah Mutlak artinya kita
melakukan shalat sunnah dengan dua
rakaat-dua rakaat salam tanpa dibatasi,
boleh dilakukan berulang kali hingga
Imam naik mimbar. (HR. Bukhari no.
883). Seorang muslim bebas untuk
mengerjakan shalat sunnah Mutlak sesuai
dengan kehendaknya, baik pada malam
hari maupun pada siang, selain pada
waktu-waktu yang dilarang. Sebagaimana
hadits „Abdullah bin „Umar radhiallahu
„anhu, Nabi shalallahu „alaihi wa sallam
bersabda: “Shalat pada malam dan siang
hari itu dua rakaat-dua rakaat…” (HR. An-
Nas‟i no. 1166, Abu Dawud no. 1295, Ibnu
Majjah no. 1322).

Atau juga membaca al-Qur‟an, khususnya


surat al-Kahfi (bagi yang belum sempat
19
membaca atau menyelesaikan di malam
atau di pagi hari Jum‟at), sebagaimana
yang didasarkan pada hadits Abu Sa‟id al-
Khudri radhiallahu „anhu, Nabi shalallahu
„alaihi wa sallam pernah berkata: “Barang
siapa membaca surat al-Kahfi pada hari
Jum‟at maka dia akan diterangi oleh
cahayanya dalam tenggang waktu antara
hari itu dan dua Jum‟at”. (HR. Baihaki no.
626, Al-Hakim II/368).

Mendengarkan Khutbah, sebagaimana


hadits Abu Hurairah radhiallahu „anha,
Rasulullah shalallahu „alaihi wa sallam
bersabda: “Jika engkau berkata kepada
temanmu: „Dengarkanlah‟, pada hari
Jum‟at ketika Imam tengah berkhutbah,
berarti kamu telah berbuat sia-sia”. (HR.
Bukhari no. 934, Muslim no. 851).

Pada hadits Ibnu Abbas radhiallahu „anhu,


Rasulullah shalallaahu „alaihi wa sallam
bersabda: “Barang siapa berbicara ketika
Imam tengah berkhutbah maka dia seperti
keledai yang membawa kitab-kitab yang
20
tebal, sedangkan orang yang berkata
kepada )saudara nya; „Dengarkan‟, maka
tidak ada shalat Jum‟at baginya”. (HR.
Ahmad no. 478).

Jika kita masuk Masjid, sedang


Imam/khatib tengah berkhutbah,
hendaklah jangan langsung duduk
sebelum kita mengerjakan shalat dua
rakaat terlebih dahulu. Yang demikian itu
didasarkan pada hadits Jabir bin „Abdullah
radhiallahu „anhu, dia bercerita; “Ketika
Nabi shalallahu „alaihi wa sallam
berkhutbah pada hari Jum‟at, tiba-tiba ada
seseorang yang datang, Nabi bertanya
kepada orang itu; „Apakah engkau sudah
shalat, hai fulan?‟ „Belum‟, jawab orang
itu. Maka beliau bersabda; „Berdiri dan
ruku‟lah‟”. Dalam hadits Bukhari
disebutkan: “Shalatlah dua rakaat”.

Dalam lafazh Muslim disebutkan: “Sulaik


al-Ghathafani pernah datang pada hari
Jum‟at ketika Rasulullah shalallahu „alaihi
wa sallam tengah menyampaikan khutbah
21
lalu dia duduk, maka beliau berkata
kepadanya: „Wahai Sulaik, berdiri lalu
ruku‟lah dua rakaat, dan hendaklah
memperingkas dalam menjalankannya‟.
Beliau bersabda lagi: „Jika salah seorang
diantara kalian datang pada hari Jum‟at
ketika Imam tengah berkhutbah,
hendaklah dia mengerjakan shalat dua
rakaat dan hendaklah dia memperingkas
dalam menjalankan keduanya”. (HR.
Muslim no. 875).

Setelah shalat Jum‟at selesai di sunnahkan


untuk mengerjakan shalat sunnah empat
rakaat. Dari Abu Hurairah radhiallahu
„anhu, Rasulullah shalallahu „alaihi wa
sallam bersabda: “Jika salah seorang
diantara kalian sudah mengerjakan shalat
Jum‟at, hendaklah dia mengerjakan shalat
empat rakaat setelahnya”. Dalam sebuah
lafazh disebutkan: “Jika kalian shalat
setelah Jum‟at, kerjakanlah empat
rakaat”. Dalam lafazh ketiga disebutkan:
“Barang siapa diantara kalian

22
mengerjakan shalat setelah shalat Jum‟at,
hendaklah dia mengerjakannya empar
rakaat”. Suhail, salah seorang perawi
hadits mengemukakan: “Tetapi jika kamu
dibuat tergesa-gesa oleh sesuatu, maka
kerjakanlah shalat dua rakaat di Masjid
dan dua rakaat jika kamu sudah pulang
)dirumah ”. (HR. Muslim no. 881).

Lalu pulang dengan melangkahkan kaki


kiri dahulu saat keluar dari masjid diiringi
dengan doa keluar masjid. Setiba di
rumah kita bisa istirahat atau tidur siang
(sunnah Qailulah), lalu lanjut beraktivitas
rutin, sampai menunggu waktu shalat
Ashar.

Shalat Ashar.

Menjelang waktu shalat Ashar kembali kita


ke masjid dengan berjalan (seperti biasa,
berwudhu sudah dari rumah, dan shalat
dua rakaat setelah wudhu), masuk masjid
dengan kaki kanan terlebih dahulu sambil
berdoa masuk masjid, lalu shalat tahiyatul
23
masjid dua rakaat sampai menunggu
waktu shalat Ashar (lihat penjelasan
diatas).

Sebelum masuk waktu shalat Ashar


(antara Adzan dan Iqomah), kita bisa
mengambil shalat qobliyah (tapi tidak
dirutinkan) empat rakaat (dengan dua kali
salam), bagi yang tidak qobliyah bisa
berdoa sambil menunggu iqomah (waktu
doa yang baik), sampai masuk shalat
Ashar.

Setelah itu pulang, lanjut aktivitas rutin


(sebaiknya jangan tidur di waktu-waktu ini
sampai menjelang Maghrib, lebih baik
membaca „dzikir petang‟ .

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaad al-


Ma'ad (4/219): “Siang hari adalah buruk
yang bisa menyebabkan berbagai penyakit
dan bencana, menyebabkan malas,
melemahkan syahwat kecuali pada siang
hari di musim panas. Dan yang paling

24
buruk, tidur di pagi hari dan di ujung hari
sesudah 'Ashar”.

Shalat Maghrib.

Menjelang Maghrib, kembali kita ke masjid


dengan berjalan (bila jarak rumah ke
masjid dekat), sudah berwudhu dan shalat
sunnah Wudhu dari rumah (lihat
penjelasan diatas), Setiba di masjid,
masuk dengan kaki kanan terlebih dahulu
sambil berdoa masuk masjid, lalu shalat
tahiyatul masjid dua rakaat (lihat juga
penjelasan diatas).

Sambil menunggu iqomah waktu shalat


Maghrib kita bisa berdoa (waktu yg baik),
selesai shalat Maghrib jamaah, lanjut
„dzikir setelah shalat fardhu‟, lalu pulang
(bagi yang ingin pulang), sampai di rumah
shalat ba'diyah maghrib dua rakaat.

Sebaiknya jangan tidur dulu sebelum


shalat Isya. Diriwayatkan dari Abu Barzah
radhiallahu „anhu:”Bahwasanya Rasulullah
25
shallallaahu „alaihi wa sallam tidak senang
tidur sebelum shalat Isya dan berbincang-
bincang setelahnya”. (HR. Bukhari dan
Muslim).

Al-Hafizh Ibn Hajar berkaitan dengan


hadits ini mengatakan dalam Fath al-Bari:
“Iyadh mengatakan; “Nabi shalallahu
„alaihi wa sallam tidak suka tidur sebelum
Isya, kerana hal tersebut kadang dapat
menyebabkan pelaksanaan shalat Isya
keluar dari waktunya atau keluar dari
waktunya yang terbaik. Sedangkan
berbincang-bincang setelah Isya
terkadang menyebabkan tidur nyenyak
sebelum Subuh, tidur pada waktu terbaik
mengerjakan shalat Subuh, atau tidak
mengerjakan Qiyamul lail”.

Shalat Isya.

Bagi yang tidak pulang ingin tetap tinggal


di Masjid sampai menunggu waktu shalat
Isya, shalat ba'diyah maghrib dua rakaat
di lakukan di masjid, lalu tadarus/tilawatil

26
Qur'an sampai menjelang waktu shalat
Isya (sebaiknya jangan tidur-tiduran, atau
berbincang/mengobrol, terlebih di dalam
Masjid).

Sambil menunggu waktu iqomah shalat


Isya kita bisa berdoa (waktu yg baik),
setelah itu shalat Isya berjamaah, lanjut
„dzikir setelah shalat fardhu‟, lalu pulang.

Tiba di rumah, shalat ba'diyah Isya dua


rakaat. Sebelum tidur kita bisa shalat Witir
dulu dengan rakaat ganjil, satu, atau tiga
rakaat, lalu istirahat tidur lebih awal, agar
kita bisa bangun lebih awal.

Dari Abu Bashra radhiyallahu anhu, bahwa


Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda:

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa


Ta‟ala telah memberi kalian tambahan
27
shalat, yaitu shalat Witir, maka shalat
Witirlah kalian antara waktu shalat Isya
hingga shalat Subuh”. (Telah ditakhrij
sebelumnya).

Abu Hurairah tentang wasiat Rasulullah


shallallahu „alaihi wa sallam kepadanya,
Abu Hurairah berkata:

– ٌ‫خيِييِى – صيى هللا عيئ وسي‬ َ ‫صاِّى‬ َ ‫أ ُأوتِ َ ْو‬


ِ ‫ َو َر ْم َع َح‬، ‫ش ْه ٍر‬
‫ى‬ َ ‫و‬
ّ ِ ‫ِ ُم‬ ْ ٍِ ً ٍ ‫ة أَيَّا‬
ِ َ‫ً ثَالَث‬ ِ ٍ‫تِ َثالَخ‬
ِ ‫صيَا‬
ً َ َ
َ ‫و أُْ أَّا‬ َ
َ ‫ َوأُْ َر َق ْث‬، ‫حى‬ ُّ ‫اى‬
َ ‫ض‬

”Kekasihku yaitu Rasulullah shallallahu


„alaihi wa sallam mewasiatkan kepadaku
tiga wasiat: (1) Berpuasa tiga hari setiap
bulannya, (2) mengerjakan dua rakaat
shalat Dhuha, (3) Mengerjakan Witir
sebelum tidur”. (HR. Bukhari no. 1981).

Syaikh „Abdurrahman bin Nashir As Sa‟di


mengatakan, “Disunnahkan melakukan
witir di awal malam (sebelum tidur)
karena khawatir tidak bisa bangun di akhir
malam”.
28
Tetapi yang paling utama adalah
mengakhirkan pelaksanaan shalat Witir
hingga akhir malam, hal itu diperuntukkan
bagi orang yang yakin bahwa dirinya akan
bangun (di akhir malam), berdasarkan
Hadits Jabir radhiyallahu anhu, ia berkata,
Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda:

”Barangsiapa yang khawatir tidak bangun


pada akhir malam, maka hendaklah dia
melakukan shalat Witir pada awal malam.
Dan barangsiapa yang bersikeras untuk
bangun pada akhir malam, maka
hendaklah dia melakukan shalat Witir
pada akhir malam, karena shalat di akhir
malam itu disaksikan (oleh para Malaikat),
dan hal itu adalah lebih utama”. (HR.
Muslim no. 755).

29
Segera tidur setelah Isya adalah sahih dari
Nabi shalalallahu „alaihi wa sallam dan
kebiasaan mulia para sahabat dan solehin
terdahulu. Perkara ini merupakan suatu
kebiasaan yang baik bagi kesehatan serta
memberi semangat serta kekuatan fisik.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas‟ud


radhiallahu „anhu, bahwa Nabi shalallahu
„alahi wa sallam bersabda: “Tidak boleh
berbincang-bincang (setelah Isya) kecuali
bagi orang-orang yang melakukan shalat
atau bepergian”. (HR. Ahmad dalam al-
Musnad).

Para sahabat Nabi dan orang-orang soleh


terdahulu selalu saling memberikan
nasehat untuk segera tidur diawal waktu,
mereka tidak berbincang-bincang setelah
Isya.

Diriwayatkan dari Ibn Rafi‟ rahimahullah,


ia mengatakan: “Umar bin Khattab pernah
mendesak orang-orang setelah agak
malam agar cepat pulang ke rumahnya,

30
dan mengatakan: “Berdirilah )dari tempat
dudukmu untuk segera tidur), semoga
Allah memberikan anugerah kepadamu
semua, dapat mengerjakan shalat Malam.”
(al-Maqrizi, Mukhtashar Qiyam al-Lail).

Ada seorang lelaki datang kepada


Hudzaifah bin Yaman radhiallahu „anhu ia
mengetuk pintu rumahnya setelah Isya.
Hudzaifah keluar menemuinya dan
bertanya: “Apa keperluanmu?” Ia
menjawab: “Aku ingin berbincang
denganmu.” Hudzaifah lalu menutup pintu
yang ada didepannya dan mengatakan:
“Umar telah melarang kami berbincang-
bincang setelah Isya.”

Dan masih banyak lagi riwayat, yang


menganjurkan tidur diawal waktu.

Sebelum tidur kita berwudhu sebelumnya,


sebagaimana riwayat dari al-Bara‟ bin
„Azib radhiallahu „anhu, ia berkata,
Rasulullah shalallahu „alaihi wa sallam
bersabda kepadaku: “Apabila engkau

31
hendak tidur, berwudhulah sebagaimana
wudhu mu ketika hendak shalat,
kemudian berbaringlah diatas bagian
tubuh yang kanan”.

Ketika hendak tidur, membaca doa: “Surat


Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas, dan ayat
Kursi”. (HR. Bukhari no. 5017 dan no.
2311, Muslim no. 2192, Abu Dawud no.
3902, At-Tirmidzi no. 3402, Ibnu Majah
no. 3529, dan an-Nasa‟I dalam „Amalul
Yaum wal lailah no. 793).

Doa-doa menjelang tidur banyak lagi, bisa


ditambahkan dengan: “Dua ayat terakhir
surat Al-Baqarah” (HR. Bukhari no. 5051),
“As-Sajdah dan Al-Mulk”. (HR. Bukhari no.
1207 dan no. 1209), doa mati diatas
fitrah/doa tidur: ”Dengan NamaMu, ya
Allah. Aku mati dan aku hidup”. (HR.
Bukhari no. 6312 dan no. 6324), dan doa-
doa menjelang tidur lainnya.

32
Qiyamul lail.

Keutamaan Qiyamul lail sangat besar,


perhatian Nabi shalallahu „alaihi wa sallam
terhadap qiyamul lail sampai kedua kaki
beliau pernah bengkak.

Dari „Aisyah radhiallahu „anha, bahwa Nabi


shalallahu „alaihi wa sallam pernah
melakukan Qiyamul lail sampai kedua
kakinya bengkak. Lalu „Aisyah bertanya:
“Mengapa engkau lakukan ini, wahai
Rasulullah, padahal Allah telah
memberikan ampunan kepadamu atas
dosa-dosamu yang telah berlalu maupun
yang akan datang?.” Beliau menjawab:
“Apakah tidak boleh jika aku ingin menjadi
seorang hamba yang senantiasa
bersyukur?”. (HR. Bukhari no. 4837).

Qiyamul lail waktunya bisa dilakukan


sesuai dengan kemampuan masing-
masing. Bagi yang melaksanakan di
pertengahan malam silahkan, selesai
Qiyamul lail bisa istirahat/tidur kembali
33
sesaat sampai menjelang waktu Subuh
(hati-hati istirahat/tidur di waktu ini,
jangan sampai „kebablasan‟ melewati
waktu shalat wajib Subuh). Bagi yang
sudah biasa Qiyamul lail di akhir
(penghujung) malam itu lebih baik,
sampai menjelang Subuh (tanpa tidur
lagi). Jedah sebentar (bisa dengan tidur-
tiduran saja). Untuk dua cara Qiyamul lail
diatas, tidak perlu ditutup dengan shalat
Witir lagi, karena kita sudah
melakukannya menjelang tidur malam
(lihat penjelasan diatas: #Shalat Isya).

Dalam hadits disebutkan:

ٍ َ‫ُ فِي ىَ ْيي‬


‫ة‬ ِ ‫َل ِو ْج َرا‬

”Tidak ada dua Witir dalam satu malam”.


(HR. Abu-Dawud no. 1439, At-Tirmidzi no.
470, An-Nasa‟i no. 1679 .

Tetapi bagi yang belum melaksanakan


shalat Witir menjelang tidur malam,

34
silahkan tambahkan shalat Witir dengan
rakaat ganjil.

Sebaik-baiknya waktu Qiyamul lail adalah


pada sepertiga malam terakhir, meski
boleh juga dikerjakan di Awal,
Pertengahan, atau Akhir malam. Hal
tersebut didasarkan pada hadits „Amr bin
Abasah radhiallahu „anhu, dia pernah
mendengar Rasululloh shalallahu „alahi wa
sallam pernah bersabda: “Saat Rabb
berada paling dekat dengan hamba adalah
pada paruh malam terakhir. Oleh karena
itu, jika engkau bisa menjadi salah
seorang yang berdzikir kepada Allah pada
saat itu, lakukanlah”. (HR. At-Tirmidzi no.
3579, Abu Dawud no. 1277, An-Nasa-i no.
573).

Jumlah rakaat Qiyamul lail ini tidak


memiliki jumlah rakaat tertentu. Hal
tersebut didasarkan pada hadits Nabi
shalallahu „alaihi wa sallam: “Shalat
malam itu dikerjakan dua rakaat dua
rakaat. Jika salah seorang diantara kalian
35
takut datangnya waktu Subuh,
kerjakanlah satu rakaat saja sebagai Witir
bagi shalat yang telah dia kerjakan”. (HR.
Bukhari no. 990, Muslim no. 749).

Tetapi yang afdhal adalah sebelas atau


tiga belas rakaat. Yang demikian itu
didasarkan pada praktik yang pernah
dilakukan Nabi shalallahu „alaihi wa
sallam. Dari „Aisyah radhiallahu „anha, dia
bercerita: “Rasulullah biasa mengerjakan
shalat sebelas rakaat pada waktu antara
selesai shalat Isya sampai Subuh dengan
salam setiap dua rakaat dan mengerjakan
shalat Witir satu rakaat…” (HR. Muslim no.
736).

Juga hadits „Aisyah yang lain: “Pada bulan


Ramadhan maupun bulan-bulan lainnya,
Rasulullah shalallahu „alaihi wa sallam
tidak pernah (shalat) lebih dari sebelas
rakaat”. (HR. Bukhari no. 1147, Muslim
no. 738).

36
Shalat Subuh.

Setelah selesai semua, kita berjalan ke


masjid untuk shalat Subuh berjamaah
dengan santai, tidak perlu terburu-buru,
setiba di masjid, masuk dengan kaki
kanan terlebih dahulu sambil berdoa
masuk masjid, lalu shalat tahiyatul masjid
dua rakaat (lihat penjelasan diatas),
sambil menunggu Azan Subuh tiba kita
bisa melanjutkan tadarus/tilawatil Al-
Qur'an.

Setelah Adzan Subuh kita shalat dua


rakaat qobliyah Subuh atau shalat sunnah
Fajar, keutamaannya: “Lebih dari dunia
seluruhnya”.

Adapun dalil yang menunjukkan


keutamaan shalat sunnah qobliyah Subuh
adalah hadits dari „Aisyah di mana Nabi
shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

‫ِ اى ُّد ّْ َيا َو ٍَا فِي َها‬


َ ٍِ ‫خ ْي ٌر‬ ْ ‫َر ْم َع َحا ا ْى َف‬
َ ‫ج ِر‬

37
”Dua rakaat fajar (shalat sunnah qobliyah
Subuh) lebih baik daripada dunia dan
seisinya”. (HR. Muslim no. 725).

Dalam lafazh lain, „Aisyah berkata bahwa


Nabi shallallahu „alaihi wa sallam berbicara
mengenai dua raka‟at ketika telah terbit
fajar Subuh,

‫َيعًا‬
ِ ‫ج‬
َ ‫ِ اى ُّد ّْيَا‬
َ ٍِ ‫ى‬ َ َ ‫َا أ‬
َّ َ‫حةُّ إِى‬ َ ‫ىَ ُه‬

”Dua rakaat shalat sunnah Fajar lebih


kucintai daripada dunia seluruhnya”. )HR.
Muslim no. 725).

Masyaa Allah…, Allahu Akbar…, jika


keutamaan shalat sunnah Fajar saja
demikian adanya, bagaimana lagi dengan
keutamaan shalat Subuh itu sendiri.
Barokallahu fiik…

Semoga semua itu dapat kita laksanakan


secara rutin dalam keseharian, dan
istiqomah dalam mengerjakannya. Selalu
siap menunggu waktu shalat tiba, dan

38
siap pula untuk di shalatkan pada
waktunya nanti. Semoga bermanfaat.
Wallahu a‟lam…
__________
Ditulis awal di KP-Bks: Ahad, 09 Jumadil
Awwal 1438 H/ 05 Februari 2017.
Diselesaikan di RL-Cjr: Senin, 17 Jumadil
Awwal 1438 H/ 13 Februari 2017. Dalam
suasana hujan yang in syaa Allah penuh
Rakhmat.

39
Referensi:

Al-Qur‟an dan Terjemahannya. Hadiah dari Khadim


al Haramain asy Syarifain
(Pelayan kedua Tanah Suci),
Raja Fahd Ibn „Abd al „Aziz Al Sa‟ud.
Ensiklopedia Shalat Menurut al-Qur‟an
dan as-Sunnah,
Dr. Sa‟id bin „Ali bin Wahf al-Qahthani.
Buku Dzikir Pagi & Petang dan Sesudah Shalat
Fardu Menurut al-Qur‟an dan as-Sunnah
yang Shahih,
Syaikh Sa‟id bin „Ali Wahf al-Qahthani.
Buku Doa & Wirid Mengobati Guna-guna
dan Sihir Menurut al-Qur‟an dan as-Sunnah,
Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
rumaysho.com.
muslimafiyah.com.
dakwatuna.com.
akidahislam.com.
muslim.or.id.
radiorodja.com.
konsultasisyariah.com.
ummi-online.com.
almanhaj.or.id.

~~~~~~~~~~~~~~

40

Anda mungkin juga menyukai