Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai
shalat Dhuha, beliau mengucapkan,
ُ إِنَّكَ أَ ْنتَ التَّ َّو، َوت ُْب َعلَ َّي،اللَّ ُه َّم ا ْغفِ ْر لِي
اب ال َّر ِح ْي ِم
“ALLOHUMMAGHFIR-LII WA TUB ‘ALAYYA, INNAKA ANTAT TAWWABUR ROHIIM
(artinya: Ya Allah, ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang) sampai beliau membacanya seratus kali.” (HR. Bukhari dalam Al-Adab
Al-Mufrad, no. 619. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sanadnya shahih.
Namun dzikir sujud sahwi di atas cuma anjuran saja dari sebagian ulama dan tanpa didukung oleh
dalil. Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,
ْ َس ُهو – أ
ي فِي ُ : ستَ ِح ُّب أَنْ يَقُو َل فِي ِه َما
ْ َس ْب َحانَ َمنْ اَل يَنَا ُم َواَل ي ْ َض اأْل َئِ َّم ِة يَ ْح ِكي أَنَّهُ ي َ : ُقَ ْولُه
َ س ِم ْعت بَ ْع
ْ َ لَ ْم أَ ِج ْد لَهُ أ: س ْه ِو – قُ ْلت
صاًل َّ س ْج َدت َْي الَ .
“Perkataan beliau, “Aku telah mendengar sebagian ulama yang menceritakan tentang dianjurkannya
bacaan: “Subhaana man laa yanaamu wa laa yas-huw” ketika sujud sahwi (pada kedua sujudnya),
maka aku katakan, “Aku tidak mendapatkan asalnya sama sekali.” (At Talkhis Al Habiir, 2/6)
Sehingga yang tepat mengenai bacaan ketika sujud sahwi adalah seperti bacaan sujud biasa ketika
shalat. Bacaannya yang bisa dipraktekkan seperti,
اللَّ ُه َّم ا ْغفِ ْر لِى، س ْب َحانَ َك اللَّ ُه َّم َربَّنَا َوبِ َح ْم ِد َك
ُ
“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.” [Maha Suci Engkau Ya Allah,
Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku]
Doa Ketika Sujud Tilawah
Bacaan ketika sujud tilawah sama seperti bacaan sujud ketika shalat. Ada beberapa bacaan yang
bisa kita baca ketika sujud di antaranya:
1. Dari Hudzaifah, beliau menceritakan tata cara shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
ketika sujud beliau membaca:
2. Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a ketika ruku’ dan sujud:
اللَّ ُه َّم ا ْغفِ ْر لِى، س ْب َحانَ َك اللَّ ُه َّم َربَّنَا َوبِ َح ْم ِد َك
ُ
“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.” [Maha Suci Engkau Ya Allah,
Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku] (HR. Bukhari no. 817 dan
Muslim no. 484)
3. Dari ‘Ali bin Abi Tholib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sujud membaca
ُ ار َك هَّللا
َ َص َرهُ تَب
َ َس ْم َعهُ َوب
َ ق
َّ ش َ س َج َد َو ْج ِهى لِلَّ ِذى َخلَقَهُ َو
َ ص َّو َرهُ َو ْ َس َجدْتُ َوبِكَ آ َم ْنتُ َولَ َك أ
َ ُسلَ ْمت َ َاللَّ ُه َّم لَك
َ أَ ْح
َسنُ ا ْل َخالِقِين
“Allahumma laka sajadtu, wa bika aamantu wa laka aslamtu, sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa
showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu. Tabarakallahu ahsanul kholiqiin.” [Ya Allah,
kepada-Mu lah aku bersujud, karena-Mu aku beriman, kepada-Mu aku berserah diri. Wajahku
bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan
penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-baik Pencipta] (HR. Muslim no. 771)
Surah-surah
1. Surah az zalzalah
Terjemahan
Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
6. Pada Hari itu umat manusia bermunculan dari kubur dalam keadaan berkelompok-
kelompok, supaya diperlihatkan kepada mereka; berbagai amal mereka,
7. barangsiapa yang memperbuat kebaikan seukuran zarrah, maka kelak orang itu akan
mendapati hal tersebut,
2. surah Al-Qadar
Terjemahan
Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
4. ketika para malaikat beserta Al Ruh hadir atas izin Tuhan mereka untuk tugas masing-
masing,
1. Senin Kamis
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dianjurkan berpuasa tiga hari setiap bulannya, pada hari apa saja.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
Namun, hari yang utama untuk berpuasa adalah pada hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan
Hijriyah yang dikenal dengan ayyamul biid.
سفَ ٍر
َ ض ٍر َواَل ِ سلَّ َم اَل يُ ْف ِط ُر أَيَّا َم ا ْلبِي
َ ض فِي َح َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو
َ ِ سو ُل هَّللا
ُ َكانَ َر
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian
maupun ketika bersafar.” (HR. An Nasai no. 2345. Hasan).
َش َرة َ ص ْم ثَالَ َث َعش َْرةَ َوأَ ْربَ َع َعش َْرةَ َو َخ ْم
ْ س َع ُ َش ْه ِر ثَالَثَةَ أَيَّ ٍام ف ُ يَا أَبَا َذ ٍّر إِ َذا
َّ ص ْمتَ ِمنَ ال
“Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15
(dari bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2424. Hasan)
3. Puasa Daud
Cara melakukan puasa Daud adalah sehari berpuasa dan sehari tidak. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
Ibnu Hazm mengatakan, “Hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang dari melakukan puasa lebih dari puasa Daud yaitu sehari puasa sehari tidak.”
Ibnul Qayyim Al Jauziyah mengatakan, “Puasa seperti puasa Daud, sehari berpuasa sehari tidak
adalah lebih afdhol dari puasa yang dilakukan terus menerus (setiap harinya).”
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Puasa Daud sebaiknya
hanya dilakukan oleh orang yang mampu dan tidak merasa sulit ketika melakukannya. Jangan sampai
ia melakukan puasa ini sampai membuatnya meninggalkan amalan yang disyari’atkan lainnya. Begitu
pula jangan sampai puasa ini membuatnya terhalangi untuk belajar ilmu agama. Karena ingat, di
samping puasa ini masih ada ibadah lainnya yang mesti dilakukan. Jika banyak melakukan puasa
malah membuat jadi lemas, maka sudah sepantasnya tidak memperbanyak puasa. … Wallahul
Muwaffiq.”
Yang dimaksud di sini adalah berpuasa pada mayoritas harinya (bukan seluruh harinya)
sebagaimana diterangkan oleh Az Zain ibnul Munir. Para ulama berkata bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan agar
tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib.
Keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada
amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan
sholih lainnya. Di antara amalan yang dianjurkan di awal Dzulhijah adalah amalan puasa.
Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan,
س َع ِذى ا ْل ِح َّج ِة َويَ ْو َم عَاشُو َرا َء َوثَالَثَةَ أَيَّ ٍامْ ِصو ُم ت ُ َ ي-صلى هللا عليه وسلم- ِ سو ُل هَّللا
ُ َكانَ َر
يسَ ش ْه ِر َوا ْل َخ ِم َّ ش ْه ٍر أَ َّو َل ا ْثنَ ْي ِن ِمنَ ال
َ ِمنْ ُك ِّل.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari
‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, …” (HR. Abu Daud no. 2437. Shahih).
7. Puasa ‘Arofah
Puasa ‘Arofah ini dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata,
8. Puasa ‘Asyura
Keutamaan puasa ‘Asyura sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Qotadah di atas. Puasa
‘Asyura dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad
di akhir umurnya untuk melaksanakan puasa ‘Asyura tidak bersendirian, namun diikutsertakan
dengan puasa pada hari sebelumnya (9 Muharram). Tujuannya adalah untuk menyelisihi puasa
‘Asyura yang dilakukan oleh Ahlul Kitab.
Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu
ada yang berkata,
« فَإِ َذا َكانَ ا ْل َعا ُم-صلى هللا عليه وسلم- ِ سو ُل هَّللا ُ فَقَا َل َر.ارى َ ص َ َّسو َل هَّللا ِ إِنَّهُ يَ ْو ٌم تُ َعظِّ ُمهُ ا ْليَ ُهو ُد َوالن
ُ يَا َر
صلى هللا- ِ سو ُل هَّللا ِ ْ قَا َل فَلَ ْم يَأ.» س َع
ُ ت ا ْل َعا ُم ا ْل ُم ْقبِ ُل َحتَّى تُ ُوفِّ َى َر ِ ص ْمنَا ا ْليَ ْو َم التَّا
ُ – ُ ا ْل ُم ْقبِ ُل – إِنْ شَا َء هَّللا
عليه وسلم-.
“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau
mengatakan, “Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa
pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan, “Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134)
Shalat Sunnah
Mengenai keutamaan shalat sunnah rawatib diterangkan dalam hadits berikut ini. Ummu
Habibah berkata bahwa ia mendengar Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صلَّى ا ْثنَت َْى َعش َْرةَ َر ْك َعةً فِى يَ ْو ٍم َولَ ْيلَ ٍة بُنِ َى لَهُ بِ ِهنَّ بَ ْيتٌ فِى ا ْل َجنَّ ِة
َ َْمن
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat 12 raka’at (sunnah rawatib) sehari semalam, akan
dibangunkan baginya rumah di surga.” (HR. Muslim no. 728)
Dalam riwayat At Tirmidzi sama dari Ummu Habibah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ظ ْه ِر َو َر ْك َعتَ ْي ِن بَ ْع َدهَا ُّ ش َرةَ َر ْك َعةً بُنِ َى لَهُ بَ ْيتٌ ِفى ا ْل َجنَّ ِة أَ ْربَ ًعا قَ ْب َل ال ْ صلَّى فِى يَ ْو ٍم َولَ ْيلَ ٍة ثِ ْنت َْى َع
َ َْمن
َ ب َو َر ْك َعتَ ْي ِن بَ ْع َد ا ْل ِعشَا ِء َو َر ْك َعتَ ْي ِن قَ ْب َل
صالَ ِة ا ْلفَ ْج ِر ِ َو َر ْك َعتَ ْي ِن بَ ْع َد ا ْل َم ْغ ِر
“Barangsiapa sehari semalam mengerjakan shalat 12 raka’at (sunnah rawatib), akan dibangunkan
baginya rumah di surga, yaitu: 4 raka’at sebelum Zhuhur, 2 raka’at setelah Zhuhur, 2 raka’at setelah
Maghrib, 2 raka’at setelah ‘Isya dan 2 raka’at sebelum Shubuh.” (HR. Tirmidzi no. 415 dan An Nasai
no. 1794, kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).
Yang lebih utama dari shalat rawatib adalah shalat sunnah fajar (shalat sunnah qobliyah
shubuh). ‘Aisyah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اإل ْث ِم
ِ ت َو َم ْن َهاةٌ َع ِن َّ صالِ ِحيْنَ قَ ْبلَ ُك ْم َو ُه َو قُ ْربَةٌ إِلَى َربِّ ُك ْم َو ُم َكفِّ َرةٌ لِل
ِ سيِّئَا ُ َعلَ ْي ُك ْم بِقِيَ ِام اللَّ ْي ِل فَإِنَّهُ د َْأ
َّ ب ال
“Hendaklah kalian melaksanakan qiyamul lail (shalat malam) karena shalat amalan adalah kebiasaan
orang sholih sebelum kalian dan membuat kalian lebih dekat pada Allah. Shalat malam dapat
menghapuskan kesalahan dan dosa. ” (Lihat Al Irwa’ no. 452. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan)
Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata, “Shalat hamba di tengah malam akan
menghapuskan dosa.” Lalu beliau membacakan firman Allah Ta’ala,
اج ِع
ِ ض ِ تَت ََجافَى ُجنُوبُ ُه ْم ع
َ َن ا ْل َم
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, …” (HR. Imam Ahmad dalam Al Fathur Robbani
18/231.
‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhu berkata, “Satu raka’at shalat malam itu lebih baik dari
sepuluh rakaat shalat di siang hari.” (Disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma’arif 42 dan As
Safarini dalam Ghodzaul Albaab 2: 498)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Barangsiapa yang shalat malam sebanyak dua
raka’at maka ia dianggap telah bermalam karena Allah Ta’ala dengan sujud dan berdiri.” (Disebutkan
oleh An Nawawi dalam At Tibyan 95)
Ada yang berkata pada Al Hasan Al Bashri , “Begitu menakjubkan orang yang shalat malam
sehingga wajahnya nampak begitu indah dari lainnya.” Al Hasan berkata, “Karena mereka selalu
bersendirian dengan Ar Rahman -Allah Ta’ala-. Jadinya Allah memberikan di antara cahaya-Nya
pada mereka.”
Abu Sulaiman Ad Darini berkata, “Orang yang rajin shalat malam di waktu malam, mereka
akan merasakan kenikmatan lebih dari orang yang begitu girang dengan hiburan yang mereka
nikmati. Seandainya bukan karena nikmatnya waktu malam tersebut, aku tidak senang hidup lama di
dunia.” (Lihat Al Lathoif 47 dan Ghodzaul Albaab 2: 504)
Imam Ahmad berkata, “Tidak ada shalat yang lebih utama dari shalat lima waktu (shalat
maktubah) selain shalat malam.” (Lihat Al Mughni 2/135 dan Hasyiyah Ibnu Qosim 2/219)
Tsabit Al Banani berkata, “Saya merasakan kesulitan untuk shalat malam selama 20 tahun dan
saya akhirnya menikmatinya 20 tahun setelah itu.” (Lihat Lathoif Al Ma’arif 46). Jadi total beliau
membiasakan shalat malam selama 40 tahun. Ini berarti shalat malam itu butuh usaha, kerja keras dan
kesabaran agar seseorang terbiasa mengerjakannya.
Ada yang berkata pada Ibnu Mas’ud, “Kami tidaklah sanggup mengerjakan shalat malam.”
Beliau lantas menjawab, “Yang membuat kalian sulit karena dosa yang kalian perbuat.” (Ghodzaul
Albaab, 2/504)
Lukman berkata pada anaknya, “Wahai anakku, jangan sampai suara ayam berkokok
mengalahkan kalian. Suara ayam tersebut sebenarnya ingin menyeru kalian untuk bangun di waktu
sahur, namun sayangnya kalian lebih senang terlelap tidur.” (Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an 1726)
3. Shalat Witir
4. Shalat Dhuha
Padahal persendian yang ada pada seluruh tubuh kita sebagaimana dikatakan dalam hadits dan
dibuktikan dalam dunia kesehatan adalah 360 persendian. ‘Aisyah pernah menyebutkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Hadits ini menjadi bukti selalu benarnya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun
sedekah dengan 360 persendian ini dapat digantikan dengan shalat Dhuha sebagaimana disebutkan
pula dalam hadits berikut,
ِ س ُّتونَ َوثَالَثُ ِمائَ ِة َم ْف
ص ٍل ِ سا ِن ِ يَقُو ُل « فِى-صلى هللا عليه وسلم- ِ سو َل هَّللا
َ اإل ْن ُ س ِم ْعتُ َر َ أَبِى بُ َر ْي َدةَ يَقُو ُل
ُسو َل هَّللا ِ قَا َل « النُّ َخا َعة ُ ق َذلِ َك يَا َر
ُ قَالُوا فَ َم ِن الَّ ِذى يُ ِطي.» ًص َدقَة َ ص ٍل ِم ْن َها ِ ق عَنْ ُك ِّل َم ْف َ فَ َعلَ ْي ِه أَنْ يَت
َ َص َّد
َئ َع ْنكُ الض َحى ت ُْج ِز ِ س ِج ِد تَ ْدفِنُ َها أَ ِو الش َّْى ُء تُنَ ِّحي ِه ع َِن الطَّ ِر
ُّ يق فَإِنْ لَ ْم تَ ْق ِد ْر فَ َر ْك َعتَا ْ » فِى ا ْل َم
“Dari Buraidah, beliau mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Manusia memiliki 360 persendian. Setiap persendian itu memiliki kewajiban untuk
bersedekah.” Para sahabat pun mengatakan, “Lalu siapa yang mampu bersedekah dengan seluruh
persendiannya, wahai Rasulullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Menanam
bekas ludah di masjid atau menyingkirkan gangguan dari jalanan. Jika engkau tidak mampu
melakukan seperti itu, maka cukup lakukan shalat Dhuha dua raka’at.” (HR. Ahmad, 5: 354. Syaikh
Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih ligoirohi)
Imam Nawawi mengatakan, “Hadits dari Abu Dzar adalah dalil yang menunjukkan keutamaan
yang sangat besar dari shalat Dhuha dan menunjukkannya kedudukannya yang mulia. Dan shalat
Dhuha bisa cukup dengan dua raka’at.” (Syarh Shahih Muslim, 5: 234)
Asy Syaukani mengatakan, “Hadits Abu Dzar dan hadits Buraidah menunjukkan keutamaan
yang luar biasa dan kedudukan yang mulia dari Shalat Dhuha. Hal ini pula yang menunjukkan
semakin disyari’atkannya shalat tersebut. Dua raka’at shalat Dhuha sudah mencukupi sedekah dengan
360 persendian. Jika memang demikian, sudah sepantasnya shalat ini dapat dikerjakan rutin dan terus
menerus.” (Nailul Author, 3: 77)
5. Shalat Isyroq
Shalat isyroq termasuk bagian dari shalat Dhuha yang dikerjakan di awal waktu. Waktunya
dimulai dari matahari setinggi tombak (15 menit setelah matahari terbit) setelah sebelumnya berdiam
diri di masjid selepas shalat Shubuh berjama’ah. Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
أَ ْو،اج
ٍّ َكانَ َكأ َ ْج ِر َح،الض َحى
ُّ َس ْب َحة
ُ صلِّ َيَ ُس ِج ِد َج َما َع ٍة يَ ْثبُتُ فِي ِه َحتَّى ي
ْ ح فِي َم
ِ الص ْب َ صلَّى
ُّ َصالة َ َْمن
ُُم ْعتَ ِم ٍر تَا ّمًا َح َّجتُهُ َو ُع ْم َرتُه
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat shubuh dengan berjama’ah di masjid, lalu dia tetap berdiam di
masjid sampai melaksanakan shalat sunnah Dhuha, maka ia seperti mendapat pahala orang yang
berhaji atau berumroh secara sempurna.” (HR. Thobroni. Syaikh Al Albani dalam Shahih Targhib 469
mengatakan bahwa hadits ini shahih ligoirihi/ shahih dilihat dari jalur lainnya)
«ة
ٍ َح َّج صلَّى َر ْك َعتَ ْي ِن َكانَتْ لَهُ َكأ َ ْج ِر َ س ثُ َّم َّ صلَّى ا ْل َغدَاةَ فِى َج َما َع ٍة ثُ َّم قَ َع َد يَ ْذ ُك ُر هَّللا َ َحتَّى تَ ْطلُ َع ال
ُ ش ْم َ َْمن
« تَا َّم ٍة تَا َّم ٍة تَا َّم ٍة-صلى هللا عليه وسلم- ِ سو ُل هَّللا ُ قَا َل قَا َل َر.» » َو ُع ْم َر ٍة
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir
pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti
memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan
sempurna.” (HR. Tirmidzi no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Zakat, Infaq dan Sedekah
1. Zakat
Di masyarakat beredar pemahaman bahwa zakat adalah sejumlah harta yang telah ditentukan
jenis, kadar, dan yang dibayarkan berhak menerimanya pada waktu yang telah ditentukan pula. Dan
zakat inilah yang merupakan salah satu rukun agama Islam.
“Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al
Baqarah 43).
Pemahaman di atas benar, namun perlu diingat kadangkala para ulama menggunakan kata zakat
pada zakat sunah.
Ibnul Arabi berkata: Kata zakat digunakan untuk menyebut zakat wajib, namun kadang kala juga
digunakan untuk menyebut zakat sunah, nafkah, hak, dan memaafkan suatu kesalahan.” (Fathul Bari,
3:296)
2. Infaq
Kata infak dalam dalil-dalil Alquran, hadis dan juga budaya ulama memiliki makna yang cukup
luas, karena mencakup semua jenis pembelanjaan harta kekayaan. Allah Ta’ala berfirman, yang
artinya:
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak
(pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan:
67).
Hal serupa juga nampak dengan jelas pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
“Kelak pada hari Qiyamat, kaki setiap anak Adam tidak akan bergeser dari hadapan Allah hingga
ditanya perihal lima hal: umurnya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia lewatkan, harta
kekayaannya dari mana ia peroleh dan kemana ia infakkan (belanjakan) dan apa yang ia lakukan
dengan ilmunya.” (HR. at-Tirmidzi)
Kemanapun dan untuk tujuan apapun, baik tujuan yang dibenarkan secara syariat ataupun
diharamkan, semuanya disebut dengan infak. Oleh karena itu, mari kita simak kisah perihal ucapan
orang-orang munafik yang merencanakan kejahatan kepada Rasulullah dan para sahabatnya, Allah
ceritakan, yang artinya,
“Sesungguhnya orang-orang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari
jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi penyesalan bagi mereka, dan
mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang kafir itu dikumpulkan.” (QS.
Al-Anfal: 36)
Oleh karena itu pada banyak dalil perintah untuk berinfak disertai dengan penjelasan infak di
jalan Allah, sebagaimana pada ayat berikut, yang artinya,
Kata sedekah dalam banyak dalil memiliki makna yang sama dengan kata zakat, sebagaimana
disebutkan pada ayat berikut, yang artinya,
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka.” (QS. At Taubah: 103)
“Bila anak Adam meninggal dunia maka seluruh pahala amalannya terputus, kecuali pahala tiga
amalan: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakan kebakan
untuknya.” (HR. at-Tirmidzi dan lainnya)
Berdasarkan ini semua, Imam Mawardi menyimpulkan: Sedekah adalah zakat dan zakat adalah
sedekah. Dua kata yang berbeda teksnya namun memiliki arti yang sama. (al-Ahkam as-Sulthaniyyah,
Hal. 145)
Dengan demikian sedekah mencakup yang wajib dan mencakup pula yang sunah, asalkan
bertujuan untuk mencari keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla semata. Oleh karena itu, sering kali Anda
tidak perduli bahkan mungkin tidak merasa perlu untuk mengenal nama penerimanya.
Walau demikian, dalam beberapa dalil, kata sedekah memiliki makna yang lebih luas dari sekedar
membayarkan sejumlah harta kepada orang lain. Sedekah dalam beberapa dalil digunakan untuk
menyebut segala bentuk amal baik yang berguna bagi orang lain atau bahkan bagi diri sendiri.
Suatu hari sekelompok sahabat miskin mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
perihal rasa cemburu mereka terhadap orang-orang kaya. Orang-orang kaya mampu mengamalkan
sesuatu yang tidak kuasa mereka kerjakan yaitu menyedekahkan harta yang melebihi kebutuhan
mereka. Menanggapi keluhan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan solusi kepada
mereka melalui sabdanya:
“Bukankah Allah telah membukakan bagi kalian pintu-pintu sedekah? Sejatinya setiap ucapan
tasbih bernilai sedekah bagi kalian, demikian juga halnya dengan ucapan takbir, tahmid, dan tahlil.
Sebagaimana memerintahkan kebajikan dan melarang kemungkaran juga bernilai sedekah bagi kalian.
Sampai pun melampiaskan syahwat kemaluan kalian pun bernilai sedekah.” Tak ayal lalgi para
sahabat keheranan mendengar penjelasan beliau ini, sehingga mereka kembali bertanya: “Ya
Rasulullah, apakah bila kita memuaskan syahwat, kita mendapatkan pahala?” Beliau menjawab:
“Bagaimana pendapatmu bila ia menyalurkannya pada jalan yang haram, bukankah dia menanggung
dosa?” Demikian pula sebaliknya bila ia menyalurkannya pada jalur yang halal, maka iapun
mendapatkan pahala. (HR. Muslim
Sumber:
https://konsultasisyariah.com/14239-beda-zakat-sedekah-infak-hibah-dan-hadiah.html
https://rumaysho.com/16939-doa-shahih-setelah-shalat-dhuha.html
https://rumaysho.com/1065-panduan-sujud-sahwi-2-tata-cara-sujud-sahwi.html
https://rumaysho.com/1050-panduan-sujud-tilawah-2-tata-cara-sujud-tilawah.html
https://rumaysho.com/1127-8-macam-puasa-sunnah.html
https://rumaysho.com/2195-5-shalat-sunnah-yang-bisa-dirutinkan.html