Anda di halaman 1dari 28

https://rumaysho.

com/tag/amalan-ringan-berpahala-besar

Bahasan ini dikembangkan dari kitab “Al-Ajru Al-Kabir ‘ala Al-‘Amal Al-Yasir” karya
Muhammad Khair Ramadhan Yusuf, Cetakan pertama, Tahun 1415 H, Penerbit Dar Ibnu
Hazm.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Kumpulan Amalan Ringan #01:


Shalat Sunnah Wudhu
Amalan ringan pertama yang bisa diamalkan adalah shalat sunnah wudhu, dilakukan
setiap kali bada wudhu.

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhaniy radhiyallahu ‘anhu, ia berkatabahwa


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َّ‫صلِّي َر ْك َعتَي ِْن يُ ْقبِل بِقَ ْلبِ ِه َو َوجْ ِه ِه َعلَ ْي ِه َما ِإال‬ َ ُ‫ضُأ فَيُحْ ِس ُن ْال ُوضُو َء َوي‬
َّ ‫َما ِم ْن َأ َح ٍد يَتَ َو‬
ُ‫ت لَهُ ْال َجنَّة‬
ْ َ‫َو َجب‬

“Tidaklah seseorang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, lalu shalat dua rakaat
dengan sepenuh hati dan jiwa melainkan wajib baginya (mendapatkan) surga.” (HR.
Muslim, no. 234)

Dari Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi


wa sallam bersabda,

ُ ‫ضَأ نَحْ َو ُوضُوِئي هَ َذا ثُ َّم قَا َم فَ َر َك َع َر ْك َعتَي ِْن اَل يُ َحد‬
‫ِّث فِي ِه َما نَ ْف َسهُ ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم‬ َّ ‫َم ْن تَ َو‬
‫ِم ْن َذ ْنبِ ِه‬
“Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian berdiri melaksanakan dua
rakaat dengan tidak mengucapkan pada dirinya (konsentrasi ketika shalat), maka dia
akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari, no. 160 dan Muslim, no. 22)

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Di dalamnya ada anjuran shalat dua


rakaat setelah berwudhu.”

Yang dianjurkan adalah melaksanakan langsung setelah berwudhu.


Imam Nawawi rahimahullah berkomentar, “Dianjurkan dua rakaat setelah wudhu karena
ada hadits shahih tentang itu.” (Al-Majmu Syarh Al-Muhadzab, 3:545)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Dianjurkan shalat dua rakaat


setelah berwudhu meskipun pada waktu yang dilarang untuk shalat, hal itu dikatakan
oleh Syafi’iyyah.” (Al-Fatawa Al-Kubra, 5:345)

Zakariya Al-Anshari dalam kitab ‘Asna Al-Mathalib (1:44) mengatakan, “Dianjurkan bagi


yang berwudhu, shalat dua rakaat setelah wudhu pada waktu kapan pun.”

https://rumaysho.com/19520-kumpulan-amalan-ringan-01-shalat-sunnah-wudhu.html

Kumpulan Amalan Ringan #02:


Membaca Doa Setelah Berwudhu
Ada lagi amalan ringan berikutnya adalah membaca doa setelah berwudhu.

Dari ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu; ia berkata bahwa


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ك لَهُ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن‬


َ ‫ضَأ فََأحْ َس َن ْال ُوضُو َء ثُ َّم قَا َل َأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هَّللا ُ َوحْ َدهُ الَ َش ِري‬ َّ ‫َم ْن تَ َو‬
ُ‫ت لَه‬ َ ‫ين َواجْ َع ْلنِى ِم َن ْال ُمتَطَه ِِّر‬
ْ ‫ين فُتِ َح‬ َ ِ‫ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُولُهُ اللَّهُ َّم اجْ َع ْلنِى ِم َن التَّ َّواب‬
» ‫ب ْال َجنَّ ِة يَ ْد ُخ ُل ِم ْن َأيِّهَا َشا َء‬
ِ ‫ثَ َمانِيَةُ َأ ْب َوا‬

“Siapa yang berwudhu dengan memperbagus wudhunya lalu ia mengucapkan ‘ASY-


HADU ALLA ILAAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKALAH WA ASYHADU ANNA
MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA ROSULUH, ALLOHUMMAJ’ALNII MINATTAWWAABIINA
WAJ’ALNII MINAL MUTATHOHHIRIIN’ (artinya: Aku bersaksi bahwasanya tiada
sesembahan yang benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku
bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah,
jadikanlah aku hamba yang bertaubat dan jadikanlah aku sebagai orang yang
bersuci), dengan ia membacanya melainkan akan dibukakan baginya delapan pintu
surga, ia akan masuk lewat pintu mana saja yang ia mau.” (HR. Tirmidzi, no. 55.
Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ada juga doa yang diajarkan dibaca bada wudhu,

َ ‫ك َوَأتُ ْوبُ ِإلَ ْي‬


‫ك‬ َ ‫ َأ ْستَ ْغفِ ُر‬،‫ت‬
َ ‫ َأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلَـهَ ِإالَّ َأ ْن‬،‫ك‬
َ ‫ك اللَّهُ َّم َوبِ َح ْم ِد‬
َ َ‫ُس ْب َحان‬

“SUBHANAKALLOHUMMA WA BIHAMDIKA, ASY-HADU ALLA ILAAHA ILLA ANTA,


ASTAGH-FIRUKA WA ATUUBU ILAIK (artinya: Mahasuci Engkau Ya Allah dengan
memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah
selain Engkau, aku memohon ampunan kepada-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu).”
(HR. An-Nasai dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, hlm. 173 dan lihat Irwa’ Al-Ghalil,
1:135)

Bacaan doa setelah berwudhu secara lengkap,

ُ‫ك لَهُ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُه‬


َ ‫َأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلَـهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي‬

‫اَللَّهُ َّم اجْ َع ْلنِ ْي ِم َن التَّ َّوابِي َْن َواجْ َع ْلنِ ْي ِم َن ْال ُمتَطَه ِِّري َْن‬

َ ‫ك َوَأتُ ْوبُ ِإلَ ْي‬


‫ك‬ َ ‫ َأ ْستَ ْغفِ ُر‬،‫ت‬
َ ‫ َأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلَـهَ ِإالَّ َأ ْن‬،‫ك‬
َ ‫ك اللَّهُ َّم َوبِ َح ْم ِد‬
َ َ‫ُس ْب َحان‬

ASY-HADU ALLA ILAAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKALAH WA ASYHADU ANNA


MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA ROSULUH, ALLOHUMMAJ’ALNII MINATTAWWAABIINA
WAJ’ALNII MINAL MUTATHOHHIRIIN.

SUBHANAKALLOHUMMA WA BIHAMDIKA, ASY-HADU ALLA ILAAHA ILLA ANTA,


ASTAGH-FIRUKA WA ATUUBU ILAIK.

Artinya: Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang benar kecuali Allah
semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad
adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku hamba yang bertaubat dan
jadikanlah aku sebagai orang yang bersuci.

Mahasuci Engkau Ya Allah dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak disembah selain Engkau, aku memohon ampunan kepada-
Mu dan aku bertaubat kepada-Mu.

https://rumaysho.com/19523-kumpulan-amalan-ringan-02-membaca-doa-setelah-
berwudhu.html
Kumpulan Amalan Ringan #03: Shalat
Sunnah Fajar
Ada lagi amalan ringan yaitu shalat Sunnah Fajar.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َر ْك َعتَا ْالفَجْ ِر َخ ْي ٌر ِم َن ال ُّد ْنيَا َو َما ِفيهَا‬

“Dua rakaat fajar (shalat sunnah qabliyah shubuh) lebih baik daripada dunia dan
seisinya.” (HR. Muslim, no. 725).

Jika keutamaan shalat sunnah fajar saja demikian adanya, bagaimana lagi dengan
keutamaan shalat Shubuh itu sendiri.

Dalam lafal lain, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam berbicara mengenai dua rakaat ketika telah terbit fajar shubuh,

َّ َ‫لَهُ َما َأ َحبُّ ِإل‬


‫ى ِم َن ال ُّد ْنيَا َج ِميعًا‬

“Dua rakaat shalat sunnah fajar lebih kucintai daripada dunia seluruhnya.” (HR.
Muslim, no. 725).

Hadits terakhir di atas juga menunjukkan bahwa shalat sunnah fajar yang dimaksud
adalah ketika telah terbit fajar shubuh. Karena sebagian orang keliru memahami
shalat sunnah fajar dengan mereka maksudkan untuk dua rakaat ringan sebelum
masuk fajar. Atau ada yang membedakan antara shalat sunnah fajar dan shalat
sunnah qabliyah shubuh.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,

‫ َوا ْستِحْ بَاب تَ ْق ِديمهَا فِي َأ َّول طُلُوع‬، ‫وع ْالفَجْ ر‬


ِ ُ‫َّن ُسنَّة الصُّ بْح اَل يَ ْد ُخل َو ْقتهَا ِإاَّل بِطُل‬
‫َأ‬
‫ َوهُ َو َم ْذهَب َمالِك َوال َّشافِ ِع ّي َو ْال ُج ْمهُور‬، ‫ْالفَجْ ر َوتَ ْخفِيفهَا‬

“Shalat sunnah Shubuh tidaklah dilakukan melainkan setelah terbit fajar Shubuh.
Dan dianjurkan shalat tersebut dilakukan di awal waktunya dan dilakukan dengan
diperingan. Demikian pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i, dan jumhur (baca:
mayoritas) ulama.” (Syarh Shahih Muslim, 6:3)

Berusaha menjaga shalat sunnah Fajar secara rutin

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

‫ لَ ْم يَ ُك ْن َعلَى َش ْى ٍء ِم َن النَّ َوافِ ِل َأ َش َّد ُم َعاهَ َدةً ِم ْنهُ َعلَى‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ى‬
َّ ِ‫َأ َّن النَّب‬
ِ ‫َر ْك َعتَي ِْن قَ ْب َل الصُّ ب‬
‫ْح‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menjaga shalat sunnah yang lebih


daripada menjaga shalat sunnah dua rakaat sebelum Shubuh.”  (HR. Muslim, no.
724).

Dalam lafal lain disebutkan bahwa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

‫ فِى َش ْى ٍء ِم َن النَّ َوافِ ِل َأ ْس َر َع ِم ْنهُ ِإلَى‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬
ُ ‫َما َرَأي‬
‫ال َّر ْك َعتَي ِْن قَ ْب َل ْالفَجْ ِر‬

“Aku tidaklah pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan


shalat sunnah yang lebih semangat dibanding dengan shalat sunnah dua rakaat
qabliyah Shubuh.” (HR. Muslim, no. 724).

Bacaan ketika shalat sunnah Fajar

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

َ ‫ قَ َرَأ فِى َر ْك َعتَ ِى ْالفَجْ ِر (قُلْ يَا َأيُّهَا ْال َكافِر‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
‫ُون) َو‬
)‫(قُلْ هُ َو هَّللا ُ َأ َح ٌد‬
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ketika shalat
sunnah qabliyah shubuh yaitu surah Al-Kafirun dan surah Al-Ikhlas” (HR. Muslim,
no. 726).

Cukup dengan dua rakaat ringan

Dalil yang menunjukkan bahwa shalat sunnah qabliyah Shubuh atau shalat sunnah
Fajar dilakukan dengan rakaat yang ringan adalah hadits dari Nafi’, dari Ibnu
‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang berkata bahwa Ummul Mukminin Hafshah binti
‘Umar radhiyallahu ‘anha pernah mengabarkan,

ِ ‫صالَ ِة الصُّ ب‬
‫ْح‬ ِ ‫ت ْال ُمَؤ ِّذ ُن ِم َن اَأل َذ‬
َ ِ‫ان ل‬ َ ‫ َك‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
َ ‫ان ِإ َذا َس َك‬
َّ ‫َوبَ َدا الصُّ ْب ُح َر َك َع َر ْك َعتَي ِْن َخفِيفَتَي ِْن قَ ْب َل َأ ْن تُقَا َم ال‬
ُ‫صالَة‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu diam antara adzannya muadzin


hingga shalat Shubuh. Sebelum shalat Shubuh dimulai, beliau dahului dengan dua
rakaat ringan.” (HR. Bukhari, no. 618 dan Muslim, no. 723).

Dalam lafal lain juga menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam melaksanakan shalat Sunnah Fajar dengan rakaat yang ringan. Dari Ibnu
‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Hafshah, ia mengatakan,

َ ُ‫ ِإ َذا طَلَ َع ْالفَجْ ُر الَ ي‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ان َرسُو ُل هَّللا‬
‫صلِّى ِإالَّ َر ْك َعتَي ِْن َخفِيفَتَي ِْن‬ َ ‫َك‬

“Ketika terbit fajar Shubuh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah shalat


kecuali dengan dua rakaat yang ringan.” (HR. Muslim, no. 723).

‘Aisyah juga mengatakan hal yang sama,

َ ‫صلِّى َر ْك َعتَ ِى ْالفَجْ ِر ِإ َذا َس ِم َع اَأل َذ‬


‫ان َويُ َخفِّفُهُ َما‬ َ ُ‫ ي‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ان َرسُو ُل هَّللا‬
َ ‫َك‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah mendengar adzan, beliau


melaksanakan shalat sunnah dua rakaat ringan.” (HR. Muslim, no. 724).
Dalam lafal lainnya disebutkan bahwa ‘Aisyah berkata,

‫ف َحتَّى ِإنِّى َأقُو ُل‬


ُ ِّ‫صلِّى َر ْك َعتَ ِى ْالفَجْ ِر فَيُ َخف‬ َ ُ‫ ي‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ان َرسُو ُل هَّللا‬
َ ‫َك‬
ِ ْ‫هَلْ قَ َرَأ فِي ِه َما بُِأ ِّم ْالقُر‬
‫آن‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu shalat sunnah fajar (qabliyah


shubuh) dengan diperingan. Sampai aku mengatakan apakah beliau di dua rakaat
tersebut membaca Al-Fatihah?” (HR. Muslim, no. 724).

Imam Nawawi menerangkan bahwa hadits di atas hanya kalimat hiperbolis yaitu
cuma menunjukkan ringannya shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dibanding
dengan kebiasaan beliau yang biasa memanjangkan shalat malam dan shalat
sunnah lainnya. Lihat Syarh Shahih Muslim, 6:4.

Dan sekali lagi namanya ringan juga bukan berarti tidak membaca surah sama
sekali. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Sebagian ulama salaf mengatakan
tidak mengapa jika shalat sunnah Fajar tersebut dipanjangkan dan menunjukkan
tidak haramnya, serta jika diperlama tidak menyelisihi anjuran memperingan shalat
sunnah Fajar. Namun sebagian orang mengatakan bahwa itu berarti Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak membaca surah apa pun ketika itu, sebagaimana diceritakan
dari Ath-Thahawi dan Al-Qadhi ‘Iyadh. Ini jelas keliru. Karena dalam hadits shahih
telah disebutkan bahwa ketika shalat sunnah qabliyah shubuh, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam membaca surah Al-Kafirun dan surah Al-Ikhlas setelah membaca
surah Al-Fatihah. Begitu pula hadits shahih menyebutkan bahwa tidak ada shalat
bagi yang tidak membaca surah atau tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Al-
Qur’an, yaitu yang dimaksud adalah tidak sahnya.” (Syarh Shahih Muslim, 6:3)

Mengganti (qadha’) shalat sunnah Fajar

Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Salah satu pendapat menyatakan
boleh mengqadha’ shalat sunnah fajar tadi langsung setelah shalat Shubuh. Ada
riwayat yang shahih disebutkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Kubra,
َ ‫ َوَأنَا ُأ‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ َرآنِى َرسُو ُل هَّللا‬: ‫س َج ِّد َس ْع ٍد قَا َل‬
‫صلِّى َر ْك َعتَ ِى‬ ٍ ‫َع ْن قَ ْي‬
ِ ‫ يَا َرسُو َل هَّللا‬: ‫ت‬ُ ‫ فَقُ ْل‬.» ‫ان يَا قَيْسُ ؟‬ ِ َ‫ان ال َّر ْك َعت‬
ِ َ‫« َما هَات‬: ‫ْح فَقَا َل‬ َ ‫ْالفَجْ ِر بَ ْع َد‬
ِ ‫صالَ ِة الصُّ ب‬
‫صلى‬- ِ ‫ت َرسُو ُل هَّللا‬ ِ َ‫ فَهُ َما هَات‬، ‫ْت َر ْك َعتَ ِى ْالفَجْ ِر‬
ِ َ‫ان ال َّر ْك َعت‬
َ ‫ فَ َس َك‬، ‫ان‬ َ ‫ِإنِّى لَ ْم َأ ُك ْن‬
ُ ‫صلَّي‬
-‫هللا عليه وسلم‬

Dari Qais (kakeknya Sa’ad), ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam pernah melihatku sedang shalat sunnah fajar setelah shalat Shubuh. Beliau
berkata, “Dua rakaat apa yang kamu lakukan, wahai Qais?” Aku berkata, “Wahai
Rasulullah, aku belum melaksanakan shalat sunnah Fajar. Inilah dua rakaat shalat
sunnah tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mendiamkannya.”
Al-Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim.
Sedangkan ulama lain mengatakan bahwa hadits ini memiliki ‘illah (cacat)
yaitu munqathi’ (terputus sanadnya) seperti kata Tirmidzi.

Dalam Al-Mughni, Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Diamnya Nabi shallallahu


‘alaihi wa sallam menunjukkan akan bolehnya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah mengqadha’ shalat sunnah Zhuhur setelah ‘Ashar. Ini pun sama
maksudnya.”

Ulama Hanafiyah mengatakan tidak bolehnya menunaikan setelah shalat Shubuh


secara langsung. Karena ada riwayat dari Tirmidzi, dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang belum
menunaikan shalat sunnah Fajar, hendaklah ia menunaikannya setelah matahari
terbit.” Karena Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah menunaikan qadha’ shalat
sunnah fajar di waktu Dhuha.

Ibnu Qudamah menyatakan kembali bahwa larangan ini masih bisa dipahami
dengan makna lain. Jika memang seperti itu, menunaikannya di waktu Dhuha lebih
baik dan terlepas dari perselisihan ulama dan tidak menyelisihi keumuman hadits
tadi. Akan tetapi, jika dikerjakan langsung setelah shalat Shubuh, itu boleh. Karena
hadits terakhir tadi tidak membatasi kebolehan tadi. Demikian kata beliau.

https://rumaysho.com/19538-kumpulan-amalan-ringan-03-shalat-sunnah-fajar.html
Kumpulan Amalan Ringan #04: Shalat
Berjamaah di Masjid
Amalan berikut juga termasuk amalan ringan bagi yang mendapatkan hidayah untuk
berjamaah di masjid terutama bagi para pria.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi


wa sallam bersabda,

‫صالَتِ ِه فِى سُوقِ ِه ِبضْ عًا‬ َ ‫صالَتِ ِه فِى بَ ْيتِ ِه َو‬ َ ‫صالَةُ ال َّرج ُِل فِى َج َما َع ٍة تَ ِزي ُد َعلَى‬ َ
ُ‫ْج َد الَ يَ ْنهَ ُزه‬ ْ ‫َأ‬ ْ
ِ ‫ض فَ حْ َس َن ال ُوضُو َء ثُ َّم تَى ال َمس‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬
َّ ‫ك َّن َح َدهُ ْم ِإ َذا تَ َو‬ ‫َأ‬ َ ِ‫ين َد َر َجةً َو َذل‬ َ ‫َو ِع ْش ِر‬
‫ط َوةً ِإالَّ ُرفِ َع لَهُ بِهَا َد َر َجةٌ َوحُطَّ َع ْنهُ بِهَا‬ ْ ‫صالَةَ فَلَ ْم يَ ْخطُ َخ‬ َّ ‫صالَةُ الَ ي ُِري ُد ِإالَّ ال‬ َّ ‫ِإالَّ ال‬
‫صالَةُـ ِه َى‬ َّ ‫ت ال‬ ِ َ‫صالَ ِة َما َكان‬ َّ ‫ان فِى ال‬ َ ‫ْج َد َك‬ِ ‫ْج َد فَِإ َذا َد َخ َل ْال َمس‬ ِ ‫َخ ِطيَئةٌ َحتَّى يَ ْد ُخ َل ْال َمس‬
‫ون اللَّهُ َّم‬ َ ُ‫صلَّى فِي ِه يَقُول‬ َ ‫ون َعلَى َأ َح ِد ُك ْم َما َدا َم فِى َمجْ لِ ِس ِه الَّ ِذى‬ َ ُّ‫صل‬ َ ُ‫تَحْ بِ ُسهُ َو ْال َمالَِئ َكةُ ي‬
‫ث فِي ِه‬ْ ‫ارْ َح ْمهُ اللَّهُ َّم ا ْغفِرْ لَهُ اللَّهُ َّم تُبْ َعلَ ْي ِه َما لَ ْم يُْؤ ِذ فِي ِه َما لَ ْم يُحْ ِد‬

“Shalat seseorang dengan berjama’ah lebih banyak pahalanya daripada shalat


sendirian di pasar atau di rumahnya, yaitu selisih 20 sekian derajat. Sebab,
seseorang yang telah menyempurnakan wudhunya kemudian pergi ke masjid
dengan tujuan untuk shalat, tiap ia melangkah satu langkah maka diangkatkan
baginya satu derajat dan dihapuskan satu dosanya, sampai ia masuk masjid. Apabila
ia berada dalam masjid, ia dianggap mengerjakan shalat selama ia menunggu
hingga shalat dilaksanakan. Para malaikat lalu mendoakan orang yang senantiasa di
tempat ia shalat, “Ya Allah, kasihanilah dia, ampunilah dosa-dosanya, terimalah
taubatnya.” Hal itu selama ia tidak berbuat kejelekan dan tidak berhadats.” (HR.
Bukhari, no. 477 dan Muslim, no. 649)

Buta Saja Disuruh Pergi Berjamaah ke Masjid

‫ي – صلى هللا عليه وسلم – َر ُج ٌل‬ َّ ‫ َأتَى النب‬: ‫ قَا َل‬، – ُ‫ض َي هللاُ َع ْنه‬
ِ ‫َع ْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ – َر‬
– ِ‫ فَ َسَأ َل َرسُو َل هللا‬، ‫ْج ِد‬
ِ ‫يس لِي قَاِئ ٌد يَقُو ُدنِي إلى ْال َمس‬
َ َ‫ ل‬، ِ‫ يا َرسُو َل هللا‬: ‫ فقَا َل‬، ‫أ ْع َمى‬
، ُ‫ فَلَّ َما َولَّى َد َعاه‬، ُ‫ص لَه‬
َ ‫ فَ َر َّخ‬، ‫صلِّي فِي بَ ْيتِ ِه‬
َ ُ‫ص لَهُ فَي‬
َ ‫أن يُ َر ِّخ‬ ْ – ‫صلى هللا عليه وسلم‬
)) ْ‫أجب‬ِ َ‫ (( ف‬: ‫ قَا َل‬. ‫ نَ َع ْم‬: ‫صالَ ِة ؟ )) قَا َل‬ َّ ‫ (( هَلْ تَ ْس َم ُع النِّ َدا َء بِال‬: ُ‫فَقَا َل لَه‬

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kedatangan


seorang lelaki yang buta. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki seorang
penuntun yang menuntunku ke masjid.’ Maka ia meminta kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberinya keringanan sehingga
dapat shalat di rumahnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya
keringanan tersebut. Namun ketika orang itu berbalik, beliau memanggilnya, lalu
berkata kepadanya, ‘Apakah engkau mendengar panggilan shalat?’ Ia menjawab,
‘Ya.’ Beliau bersabda, ‘Maka penuhilah panggilan azan tersebut.’ (HR. Muslim, no.
503)

ِ ‫ف بِاب ِْن ُأ ِّم َم ْكتُ ْو ٍم المَؤ ِّذ ُن – َر‬


ُ‫ض َي هللا‬ ُ ‫س – الم ْعر ُْو‬ ٍ ‫ َع ْمرٌو ب ُْن قَ ْي‬: ‫هللا – َوقِ ْي َل‬
ِ ‫َع ْن َع ْب ِد‬
ِ َ‫إن ال َمدينَةَ َكثِ ْي َرةُ الهَ َوا ِّم َوال ِّسب‬
– ِ‫ فَقَا َل َرسُول هللا‬. ‫اع‬ ِ ‫ يَا َرسُو َل‬:‫َع ْنهُ – أنَّهُ قَا َل‬
َّ ، ‫هللا‬
)) ً‫ فَ َحيَّهال‬، ‫الح‬
ِ َ‫ي َعلَى الف‬ َّ ‫ي َعلَى الصَّال ِة َح‬ َّ ‫ (( تَ ْس َم ُع َح‬: – ‫صلى هللا عليه وسلم‬

Dari ‘Abdullah–ada yang menyebutnya dengan ’Amr bin Qais–yang dikenal sebagai
Ibnu Ummi Maktum sang muazin radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, ‘Wahai Rasulullah,
sesungguhnya di Madinah banyak terdapat singa dan binatang buas.’ Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Apakah engkau mendengar hayya
‘alash shalah, hayya ‘alal falah? Maka penuhilah panggilan tersebut.’” (HR. Abu
Daud, no. 553; An-Nasa’i, no. 852. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits
ini shahih).

Wanita Tidak Diwajibkan Berjamaah di Masjid

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

َ ‫صالَتُهَا فِى َم ْخ َد ِعهَا َأ ْف‬


‫ض ُل‬ َ ‫صالَتِهَا فِى حُجْ َرتِهَا َو‬ َ ‫صالَةُ ْال َمرْ َأ ِة فِى بَ ْيتِهَا َأ ْف‬
َ ‫ض ُل ِم ْن‬ َ
‫صالَتِهَا فِى بَ ْيتِهَا‬
َ ‫ِم ْن‬
“Shalat seorang wanita di kamar khusus untuknya lebih afdhal daripada shalatnya di
ruang tengah rumahnya. Shalat wanita di kamar kecilnya (tempat simpanan barang
berharganya, pen.) lebih utama dari shalatnya di kamarnya.” (HR. Abu Daud, no.
570. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat pengertian hadits ini dalam ‘Aun
Al-Ma’bud, 2:225).

Artinya, tempat shalat wanita di dalam rumah semakin tidak terlihat dan jauh dari
ikhtilath (campur baur dengan lawan jenis), akan semakin utama.

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

‫اج ِد النِّ َسا ِء قَ ْع ُر بُيُوتِ ِه َّن‬


ِ ‫َخ ْي ُر َم َس‬

“Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah di bagian dalam rumah mereka.” (HR.
Ahmad, 6: 297. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan
dengan berbagai penguatnya.)

Istri dari Abu Humaid As-Sa’idi, yaitu Ummu Humaid pernah mendatangi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, saya sangat ingin
sekali shalat berjamaah bersamamu.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas
menjawab,

‫صالَتِ ِك فِى حُجْ َرتِ ِك‬ َ ‫صالَتُ ِك فِى بَ ْيتِ ِك َخ ْي ٌر لَ ِك ِم ْن‬


َ ‫صالَةَ َم ِعى َو‬ َ ‫ت َأنَّ ِك تُ ِحب‬
َّ ‫ِّين ال‬ ُ ‫قَ ْد َعلِ ْم‬
‫ار ِك َخ ْي ٌر لَ ِك ِم ْن‬
ِ ‫صالَتُ ِك فِى َد‬ َ ‫ار ِك َو‬ َ ‫صالَتُ ِك فِى حُجْ َرتِ ِك َخ ْي ٌر ِم ْن‬
ِ ‫صالَتِ ِك فِى َد‬ َ ‫َو‬
ِ ‫صالَتِ ِك فِى َمس‬
‫ْج ِدى‬ َ ‫ْج ِد قَ ْو ِم ِك َخ ْي ٌر لَ ِك ِم ْن‬
ِ ‫صالَتُ ِك فِى َمس‬
َ ‫صالَتِ ِك فِى َمس ِْج ِد قَ ْو ِم ِك َو‬ َ

“Aku telah mengetahui hal itu bahwa engkau sangat ingin shalat berjamaah
bersamaku. Namun shalatmu di dalam kamar khusus untukmu (bait) lebih utama
dari shalat di ruang tengah rumahmu (hujrah). Shalatmu di ruang tengah rumahmu
lebih utama dari shalatmu di ruang terdepan rumahmu. Shalatmu di ruang luar
rumahmu lebih utama dari shalat di masjid kaummu. Shalat di masjid kaummu lebih
utama dari shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi).” Ummu Humaid lantas meminta
dibangunkan tempat shalat di pojok kamar khusus miliknya, beliau melakukan
shalat di situ hingga berjumpa dengan Allah (meninggal dunia, pen.). (HR. Ahmad,
6: 371. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Namun jika wanita ingin melaksanakan shalat berjama’ah di masjid selama
memperhatikan aturan seperti menutup aurat dan tidak memakai harum-haruman,
maka janganlah dilarang. Dari Salim bin ‘Abdullah bin ‘Umar bahwasanya ‘Abdullah
bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

‫اج َد ِإ َذا ا ْستَْأ َذنَّ ُك ْم ِإلَ ْيهَا‬


ِ ‫الَ تَ ْمنَعُوا نِ َسا َء ُك ُم ْال َم َس‬

“Janganlah kalian menghalangi istri-istri kalian untuk ke masjid. Jika mereka


meminta izin pada kalian maka izinkanlah dia.” (HR. Muslim, no. 442).

Adapun laragan wanita memakai minyak wangi ketika pergi ke masjid disebutkan
haditsnya dari Abu Musa Al-Asy’ary radhiyallahu ‘anhu bahwanya ia berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ٌ‫يحهَا فَ ِه َي َزانِيَة‬ ْ ‫َأيُّ َما ا ْم َرَأ ٍة ا ْستَ ْعطَ َر‬


ْ ‫ت فَ َمر‬
ِ ‫َّت َعلَى قَ ْو ٍم لِيَ ِج ُدوا ِم ْن ِر‬

“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-


laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut
adalah seorang pelacur.” (HR. An-Nasa’i, no. 5126; Tirmidzi, no. 2786; Ahmad, 4:
413. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Maksudnya
wanita semacam itu akan membangkitkan syahwat pria yang mencium bau
wanginya. (Lihat Tuhfah Al-Ahwadzi, 8:74).

https://rumaysho.com/19575-kumpulan-amalan-ringan-04-shalat-berjamaah-di-
masjid.html

Kumpulan Amalan Ringan #05: Shalat


Shubuh dan Isya Berjamaah di Masjid
Amalan ini ringan juga bagi yang diberi taufik oleh Allah namun berpahala besar
yaitu shalat Shubuh dan Isya berjamaah di masjid.
Dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫صلَّى الصُّ ْب َح في َج َما َع ٍة‬


َ ‫ َو َم ْن‬، ‫ف اللَّي ِْل‬ َ ْ‫ فَ َكأنَّ َما قَا َم نِص‬، ‫صلَّى ال ِع َشا َء فِي َج َما َع ٍة‬
َ ‫َم ْن‬
ُ‫صلَّى اللَّ ْي َل ُكلَّه‬
َ ‫ فَ َكأنَّ َما‬،

‘Barangsiapa yang melaksanakan shalat Isya berjamaah, maka seolah ia telah


melaksanakan shalat separuh malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan shalat
Shubuh berjamaah, maka seolah ia telah melaksanakan shalat semalaman penuh.’”
(HR. Muslim, no. 656)

Dalam riwayat Tirmidzi, dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫صلَّى ال ِع َشا َء َوالفَجْ َر فِي‬


َ ‫ َو َم ْن‬، ‫ف لَيلَ ٍة‬ َ ْ‫ان لَهُ قِيَا ُم نِص‬
َ ‫َم ْن َش ِه َد ال ِع َشا َء فِي َج َما َع ٍة َك‬
‫ان لَهُ َكقِيَ ِام لَ ْيلَ ٍة‬
َ ‫ َك‬، ‫َج َما َع ٍة‬

“Siapa yang menghadiri shalat Isya berjamaah, maka baginya shalat separuh
malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan shalat Isya dan Shubuh berjamaah,
maka baginya seperti shalat semalaman.” (HR. Tirmidzi, no. 221. Ia mengatakan
hadits ini hasan shahih).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

ً‫ْح َأَلتَ ْوهُ َما َولَ ْو َح ْب َوا‬


ِ ‫َولَ ْو يَ ْعلَ ُم ْو َن َما فِي ال َعتَ َم ِة َوالصُّ ب‬
“Seandainya mereka mengetahui pahala shalat Isya dan Shubuh, pasti mereka akan
mendatanginya walaupun dengan merangkak.” (HR. Bukhari, no. 615 dan Muslim,
no. 437)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi


wa sallam bersabda,

َ ‫ َولَ ْو يَ ْعلَ ُم‬، ‫صالَ ِة الفَجْ ِر َوال ِع َشا ِء‬


‫ون َما فِ ْي ِه َما‬ َ ‫ين ِم ْن‬ َ ِ‫صالَةٌ ْأثقَ َل َعلَى ال ُمنَافِق‬ َ ‫لَي‬
َ ‫ْس‬
ً‫َألتَ ْوهُ َما َولَ ْو َحبْوا‬
“Tidak ada shalat yang paling berat bagi orang munafik daripada shalat Shubuh dan
Isya. Seandainya mereka mengetahui pahala keduanya, pasti mereka
mendatanginya walaupun dalam keadaan merangkak.” (HR. Bukhari, no. 657 dan
Muslim, no. 651)

https://rumaysho.com/19578-kumpulan-amalan-ringan-05-shalat-shubuh-dan-isya-
berjamaah-di-masjid.html

Kumpulan Amalan Ringan #06: Mandi


Jumat
Ada lagi amalan ringan yang kita pelajari kali ini adalah mandi Jumat. Dikatakan
ringan karena mudah dilakukan namun pahalanya besar.

Dari Aus bin Aus radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi


wa sallam bersabda,

ْ ‫ان لَهُ بِ ُكلِّ َخ‬


‫ط َو ٍة‬ َ ‫ت َك‬ َ ‫َم ِن ا ْغتَ َس َل يَ ْو َم ْال ُج ُم َع ِة َو َغ َّس َل َوبَ َّك َر َوا ْبتَ َك َر َو َدنَا َوا ْستَ َم َع َوَأ ْن‬
َ ‫ص‬
‫صيَا ُمهَا َوقِيَا ُمهَا‬ ِ ‫يَ ْخطُوهَا َأجْ ُر َسنَ ٍة‬

“Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat dengan mencuci kepala dan anggota
badan lainnya, lalu ia pergi pada awal waktu atau ia pergi dan mendapati khutbah
pertama, lalu ia mendekat pada imam, mendengar khutbah serta diam, maka setiap
langkah kakinya terhitung seperti puasa dan shalat setahun.” (HR. Tirmidzi, no. 496.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ْ ‫ت َحتَّى يَ ْف ُر َغ ِم ْن ُخ‬
َ ُ‫طبَتِ ِه ثُ َّم ي‬
‫صلِّ َى‬ َ ‫ص‬ َ ‫صلَّى َما قُ ِّد َر لَهُ ثُ َّم َأ ْن‬َ َ‫َم ِن ا ْغتَ َس َل ثُ َّم َأتَى ْال ُج ُم َعةَ ف‬
‫َم َعهُ ُغفِ َر لَهُ َما بَ ْينَهُ َوبَي َْن ْال ُج ُم َع ِة اُأل ْخ َرى َوفَضْ َل ثَالَثَ ِة َأي ٍَّام‬

“Barangsiapa yang mandi kemudian mendatangi Jumat, lalu ia shalat semampunya


dan diam (mendengarkan khutbah) hingga selesai, kemudian ia lanjutkan dengan
shalat bersama imam, maka akan diampuni (dosa-dosa yang dilakukannya) antara
hari itu dan hari Jumat yang lain, bahkan ditambahkan tiga hari (totalnya berarti
sepuluh hari, pen.).” (HR. Muslim, no. 857).

Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi


wa sallam bersabda,

‫ َأ ْو‬، ‫ َويَ َّد ِه ُن ِم ْن ُد ْهنِ ِه‬، ‫ َويَتَطَهَّ ُر َما ا ْستَطَا َع ِم ْن طُه ٍْر‬، ‫الَ يَ ْغتَ ِس ُل َر ُج ٌل يَ ْو َم ْال ُج ُم َع ِة‬
ُ ‫ص‬
‫ت‬ ِ ‫ ثُ َّم يُ ْن‬، ُ‫ب لَه‬
َ ِ‫صلِّى َما ُكت‬ َ ُ‫ ثُ َّم ي‬، ‫ق بَي َْن ْاثنَي ِْن‬
ُ ِّ‫ فَالَ يُفَر‬، ‫ب بَ ْيتِ ِه ثُ َّم يَ ْخ ُر ُج‬ِ ‫يَ َمسُّ ِم ْن ِطي‬
‫ ِإالَّ ُغفِ َر لَهُ َما بَ ْينَهُ َوبَي َْن ْال ُج ُم َع ِة اُأل ْخ َرى‬، ‫ِإ َذا تَ َكلَّ َم اِإل َما ُم‬

“Apabila seseorang mandi pada hari Jumatdan bersuci semampunya, lalu memakai
minyak dan harum-haruman dari rumahnya kemudian ia keluar rumah, lantas ia
tidak memisahkan di antara dua orang, kemudian ia mengerjakan shalat yang
diwajibkan, dan ketika imam berkhutbah, ia pun diam, maka ia akan mendapatkan
ampunan antara Jumat yang satu dan Jumat lainnya.” (HR. Bukhari,no. 883)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

‫َّب بَ َدنَةً َو َم ْن َرا َح فِي السَّا َع ِة‬ َ ‫َم ْن ا ْغتَ َس َل يَ ْو َم ْال ُج ُم َع ِة ُغ ْس َل ْال َجنَابَ ِة ثُ َّم َرا َح فَ َكَأنَّ َما قَر‬
‫َّب َك ْب ًشا َأ ْق َر َن َو َم ْن َرا َح‬ َ ‫َّب بَقَ َرةً َو َم ْن َرا َح فِي السَّا َع ِة الثَّالِثَ ِة فَ َكَأنَّ َما قَر‬ َ ‫الثَّانِيَ ِة فَ َكَأنَّ َما قَر‬
َ ‫َّب َد َجا َجةً َو َم ْن َرا َح فِي السَّا َع ِة ْال َخا ِم َس ِة فَ َكَأنَّ َما قَر‬
‫َّب‬ َ ‫فِي السَّا َع ِة الرَّابِ َع ِة فَ َكَأنَّ َما قَر‬
َ ‫ت ْال َماَل ِئ َكةُ يَ ْستَ ِمع‬
‫ُون ال ِّذ ْك َر‬ ْ ‫ض َر‬ َ ‫ضةً فَِإ َذا َخ َر َج اِإْل َما ُم َح‬ َ ‫بَ ْي‬

“Barangsiapa mandi pada hari Jumat sebagaimana mandi janabah, lalu berangkat


menuju masjid, maka dia seolah berkurban dengan seekor unta. Barangsiapa yang
datang pada kesempatan (waktu) kedua maka dia seolah berkurban dengan seekor
sapi. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) ketiga maka dia seolah
berkurban dengan seekor kambing yang bertanduk. Barangsiapa yang datang pada
kesempatan (waktu) keempat maka dia seolah berkurban dengan seekor ayam. Dan
barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) kelima maka dia seolah
berkurban dengan sebutir telur. Dan apabila imam sudah keluar (untuk memberi
khuthbah), maka para malaikat hadir mendengarkan dzikir (khuthbah tersebut).”
(HR. Bukhari,no. 881 dan Muslim,no. 850) 
Seputar Hukum Mandi Jumat

Pertama: Hukum mandi Jumat itu sunnah bukan wajib sebagaimana pendapat
kebanyakan ulama. Yang dijadikan alasan adalah hadits dari Samurah bin
Jundub radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫ت َو َم ْن ا ْغتَ َس َل فَ ْال ُغ ْس ُل َأ ْف‬


‫ض ُل‬ ْ ‫ضَأ يَ ْو َم ْال ُج ُم َع ِة فَبِهَا َونِ ْع َم‬
َّ ‫َم ْن تَ َو‬

“Siapa yang berwudhu pada hari Jumat, maka itu baik. Namun siapa yang mandi
pada hari Jumat, maka mandi lebih afdal.” (HR. An-Nasa’i, no. 1380; Tirmidzi, no.
497; Ibnu Majah, no. 1091. Tirmidzi dan Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits
ini hasan).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa Al-Kubra (5:307), “Wajib mandi


Jumat bagi yang berkeringat sehingga mengganggu yang lainnya.”

Kedua: Wanita yang ingin menghadiri shalat Jumat, diperintahkan untuk mandi
Jumat.

Mandi Jumat disyariatkan bagi orang yang menghadiri shalat Jumat dan bukan
karena hari tersebut adalah hari Jumat (Lihat Ar-Raudhah An-Nadiyah, hlm. 83).

Sehingga wanita atau anak-anak yang tidak punya kewajiban untuk shalat Jumat,
tidak terkena perintah ini. Namun jika mereka menghadiri shalat Jumat, tetap
diperintahkan untuk mandi. Imam Nawawi berkata, “Mandi Jumat itu dianjurkan
bagi siapa saja yang menghadiri Jumat baik laki-laki maupun perempuan.” (Al-
Majmu’, 2:201)

Ketiga: Mandi Jumat teranggap jika sudah masuk fajar pada hari Jumat, paling
afdal adalah ketika ingin berangkat menuju shalat Jumat.

Imam Nawawi juga menyebutkan bahwa Imam Syafi’i dan para ulama dalam
madzhab Syafi’i menyatakan, mandi Jumat teranggap jika sudah masuk waktu fajar
pada hari Jumat hingga shalat Jumat dilaksanakan. Mandi Jumat yang paling afdal
adalah ketika ingin berangkat menuju shalat Jumat. Jika seseorang mandi Jumat
sebelum fajar Shubuh pada hari tersebut, tidaklah teranggap.” (Lihat Al-Majmu’,
1:161)
Keempat: Boleh menggabungkan antara mandi Jumat dan mandi junub asalkan
sudah masuk waktu fajar Shubuh. Penggabungan semacam ini dibolehkan oleh Ibnu
‘Umar, Mujahid, Makhul, Malik, Ats-Tsauri, Al-Auza’i, Asy-Syafi’i dan Abu Tsaur.
Lihat Al-Majmu’, 4:285.

Kelima: Cara mandi Jumat adalah seperti mandi junub. Rukun mandi yang mesti
terpenuhi adalah berniat dan mengguyurkan air ke seluruh tubuh. Sedangkan
berwudhu sebelum mandi termasuk sunnah mandi. Setelah mandi tidak dianjurkan
wudhu kembali, karena mandi sendiri sudah menghilangkan hadats besar dan kecil
sekaligus.

https://rumaysho.com/19639-kumpulan-amalan-ringan-06-mandi-jumat.html

Kumpulan Amalan Ringan #07:


Memperbanyak Sujud dengan
Memperbanyak Shalat Sunnah
Memperbanyak sujud yaitu dengan memperbanyak shalat sunnah. Inilah salah satu
amalan ringan yang bisa dilakukan.

Memperbanyak sujud (memperbanyak shalat sunnah), satu sujud akan meninggikan


satu derajat, satu sujud akan menghapuskan satu kesalahan.

Ma’dan bin Abi Thalhah Al-Ya’mariy, ia berkata, “Aku pernah bertemu Tsauban–
bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam–, lalu aku berkata padanya,
‘Beritahukanlah padaku suatu amalan yang karenanya Allah memasukkanku ke
dalam surga.’ Atau Ma’dan berkata, ‘Aku berkata pada Tsauban, ‘Beritahukan
padaku suatu amalan yang dicintai Allah.’ Ketika ditanya, Tsauban malah diam.

Kemudian ditanya kedua kalinya, ia pun masih diam. Sampai ketiga kalinya,
Tsauban berkata, ‘Aku pernah menanyakan hal yang ditanyakan tadi pada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,
َ ‫ك هَّللا ُ بِهَا َد َر َجةً َو َحطَّ َع ْن‬
‫ك بِهَا‬ َ َّ‫ك بِ َك ْث َر ِة ال ُّسجُو ِد هَّلِل ِ فَِإن‬
َ ‫ك الَ تَ ْس ُج ُد هَّلِل ِ َسجْ َدةً ِإالَّ َرفَ َع‬ َ ‫َعلَ ْي‬
ً‫َخ ِطيَئة‬

‘Hendaklah engkau memperbanyak sujud (memperbanyak shalat) kepada Allah.


Tidaklah engkau memperbanyak sujud karena Allah melainkan Allah akan
meninggikan derajatmu dan menghapuskan dosamu.’ Lalu Ma’dan berkata, ‘Aku pun
pernah bertemu Abu Darda’ dan bertanya hal yang sama. Lalu sahabat Abu Darda’
menjawab sebagaimana yang dijawab oleh Tsauban padaku.’ (HR. Muslim, no. 488)

Hadits di atas menunjukkan keutamaan (fadhilah) memperbanyak shalat khususnya


shalat sunnah. Itulah maksud memperbanyak sujud.

Imam Nawawi rahimahullah berkata bahwa maksud memperbanyak sujud adalah


memperbanyak sujud dalam shalat. (Syarh Shahih Muslim, 4:184)

Kalau itu hanya bisa didapati ketika shalat berarti yang dimaksud adalah
memperbanyak shalat sunnah karena jumlah rakaat shalat wajib hanya terbatas 17
rakaat dalam sehari.

Mengenai keutamaan amalan sunnah disebutkan dalam hadits qudsi,

ُ ‫ فَِإ َذا َأحْ بَ ْبتُهُ ُك ْن‬، ُ‫ى بِالنَّ َوافِ ِل َحتَّى ُأ ِحبَّه‬
‫ت َس ْم َعهُ الَّ ِذى يَ ْس َم ُع‬ َّ َ‫َو َما يَ َزا ُل َع ْب ِدى يَتَقَرَّبُ ِإل‬
‫ َويَ َدهُ الَّتِى يَ ْبطُشُ بِهَا َو ِرجْ لَهُ الَّتِى يَ ْم ِشى بِهَا‬، ‫ْص ُر بِ ِه‬ ِ ‫ص َرهُ الَّ ِذى يُب‬ َ َ‫ َوب‬، ‫بِ ِه‬

“Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga


Aku pun mencintainya. Jika Aku mencintainya, maka pendengaran yang ia gunakan
untuk mendengar, penglihatan yang ia gunakan untuk melihat, tangan yang ia
gunakan untuk menyentuh, dan kaki yang ia gunakan untuk berjalan akan Aku beri
taufik.” (HR. Bukhari, no. 6502)

Ada faedah berharga dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, beliau


mengatakan,

Orang yang rajin mengamalkan amalan sunnah, maka ia akan menjadi wali Allah
yang istimewa.

Perlu diketahui bahwa wali Allah ada dua macam:


1. As-saabiquun Al-Muqorrobun (wali Allah terdepan),
2. Al-Abror Ash-habul yamin (wali Allah pertengahan).
As-saabiquun al-muqorrobun adalah hamba Allah yang selalu mendekatkan diri pada
Allah dengan amalan sunnah di samping melakukan yang wajib serta dia
meninggalkan yang haram sekaligus yang makruh.

Al-abror ash-habul yamin adalah hamba Allah yang hanya mendekatkan diri pada
Allah dengan amalan yang wajib dan meninggalkan yang haram, ia tidak
membebani dirinya dengan amalan sunnah dan tidak menahan diri dari berlebihan
dalam yang mubah.

Mereka inilah yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

ُ‫ت اَأْلرْ ض‬ ِ ‫) ِإ َذا ُر َّج‬3( ٌ‫ضةٌ َرافِ َعة‬ َ ِ‫) َخاف‬2( ٌ‫ْس لِ َو ْق َعتِهَا َكا ِذبَة‬ َ ‫) لَي‬1( ُ‫ت ْال َواقِ َعة‬ ِ ‫ِإ َذا َوقَ َع‬
)7( ً‫) َو ُك ْنتُ ْم َأ ْز َواجًا ثَاَل ثَة‬6( ‫ت هَبَا ًء ُم ْنبَثًّا‬ْ َ‫) فَ َكان‬5( ‫ت ْال ِجبَا ُل بَ ًّسا‬ِ ‫) َوبُ َّس‬4( ‫َر ًّجا‬
( ‫) َوَأصْ َحابُ ْال َم ْشَأ َم ِة َما َأصْ َحابُ ْال َم ْشَأ َم ِة‬8( ‫فََأصْ َحابُ ْال َم ْي َمنَ ِة َما َأصْ َحابُ ْال َم ْي َمنَ ِة‬
‫) ثُلَّةٌ ِم َن‬12( ‫ت النَّ ِع ِيم‬ِ ‫) فِي َجنَّا‬11( ‫ُون‬ َ ‫) ُأولَِئ‬10( ‫ون‬
َ ‫ك ْال ُمقَ َّرب‬ َ ُ‫ون السَّابِق‬َ ُ‫) َوالسَّابِق‬9
)14( ‫ين‬ َ ‫) َوقَلِي ٌل ِم َن اَآْل ِخ ِر‬13( ‫ين‬ َ ِ‫اَأْل َّول‬

“Apabila terjadi hari kiamat, tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya.
(Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain),
apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancur
luluhkan seluluh-luluhnya, maka jadilah ia debu yang beterbangan, dan kamu
menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan
itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan orang-orang
yang beriman paling dahulu. Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada
dalam jannah kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan
segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.” (QS. Al-Waqi’ah: 1-14) Lihat Al-
Furqon baina Awliya’ Ar-Rahman wa Awliya’ Asy-Syaithan, Cetakan kedua, tahun
1424 H, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hlm. 51, Penerbit Maktabah Ar-Rusyd.

https://rumaysho.com/19655-kumpulan-amalan-ringan-07-memperbanyak-sujud-
dengan-memperbanyak-shalat-sunnah.html
Kumpulan Amalan Ringan #08:
Menghadiri Prosesi Jenazah
Salah satu amalan ringan berpahala besar adalah menghadiri prosesi jenazah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi


wa sallam bersabda,

َ ‫ َو َم ْن َش ِه َد َحتَّى تُ ْدفَ َن َك‬، ٌ‫صلِّ َى َعلَ ْيهَا فَلَهُ قِي َراط‬


ُ‫ان لَه‬ َ ُ‫َم ْن َش ِه َد ْال َجنَا َزةَ َحتَّى ي‬
‫ ِم ْث ُل ْال َجبَلَي ِْن ْال َع ِظي َمي ِْن‬ ‫ان قَا َل‬
ِ َ‫ ِقي َل َو َما ْالقِي َراط‬.  ‫ان‬
ِ َ‫قِي َراط‬
“Barangsiapa yang menghadiri prosesi jenazah sampai ia menyolatkannya, maka
baginya satu qiroth. Lalu barangsiapa yang menghadiri prosesi jenazah hingga
dimakamkan, maka baginya dua qiroth.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud
dua qiroth?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Dua qiroth
itu semisal dua gunung yang besar.” (HR. Bukhari, no. 1325 dan Muslim, no. 945)

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

ِ َ‫ قِي َل َو َما ْالقِي َراط‬.‫ان‬


‫ان‬ ِ َ‫صلَّى َعلَى َجنَا َز ٍة َولَ ْم يَ ْتبَ ْعهَا فَلَهُ قِي َراطٌ فَِإ ْن تَبِ َعهَا فَلَهُ قِي َراط‬
َ ‫َم ْن‬
.‫قَا َل « َأصْ َغ ُرهُ َما ِم ْث ُل ُأ ُح ٍد‬

“Barangsiapa shalat jenazah dan tidak ikut mengiringi jenazahnya, maka baginya
(pahala) satu qiroth. Jika ia sampai mengikuti jenazahnya, maka baginya (pahala)
dua qiroth.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dua qiroth?” “Ukuran paling
kecil dari dua qiroth adalah semisal gunung Uhud”, jawab beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam. (HR. Muslim, no. 945)

Dari Kuraib, ia berkata,

‫ قَا َل‬.‫اس‬ِ َّ‫ان فَقَا َل يَا ُك َريْبُ ا ْنظُرْ َما اجْ تَ َم َع لَهُ ِم َن الن‬ َ َ‫ات اب ٌْن لَهُ بِقُ َد ْي ٍد َأ ْو بِ ُع ْسف‬
َ ‫َأنَّهُ َم‬
َ ‫ت فَِإ َذا نَاسٌ قَ ِد اجْ تَ َمعُوا لَهُ فََأ ْخبَرْ تُهُ فَقَا َل تَقُو ُل هُ ْم َأرْ بَع‬
‫ قَا َل‬.‫ُون قَا َل نَ َع ْم‬ ُ ْ‫فَ َخ َرج‬
‫ يَقُو ُل « َما ِم ْن َرج ٍُل ُم ْسلِ ٍم‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬ ُ ‫َأ ْخ ِرجُوهُ فَِإنِّى َس ِمع‬
»‫ون بِاهَّلل ِ َش ْيًئا ِإالَّ َشفَّ َعهُ ُم هَّللا ُ فِي ِه‬ َ ‫وت فَيَقُو ُم َعلَى َجنَا َزتِ ِه َأرْ بَع‬
َ ‫ُون َر ُجالً الَ يُ ْش ِر ُك‬ ُ ‫يَ ُم‬
“Anak ‘Abdullah bin ‘Abbas di Qudaid atau di ‘Usfan meninggal dunia. Ibnu ‘Abbas
lantas berkata, “Wahai Kuraib (bekas budak Ibnu ‘Abbas), lihat berapa banyak
manusia yang menyolatkan jenazahnya.” Kuraib berkata, “Aku keluar, ternyata
orang-orang sudah berkumpul dan aku mengabarkan pada mereka pertanyaan Ibnu
‘Abbas tadi. Lantas mereka menjawab, “Ada 40 orang”. Kuraib berkata, “Baik kalau
begitu.” Ibnu ‘Abbas lantas berkata, “Keluarkan mayit tersebut. Karena aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Tidaklah seorang
muslim meninggal dunia lantas dishalatkan (shalat jenazah) oleh 40 orang yang
tidak berbuat syirik kepada Allah sedikit pun melainkan Allah akan memperkenankan
syafa’at (doa) mereka untuknya.” (HR. Muslim, no. 948)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bahwa beliau bersabda,

َ ‫ون ِماَئةً ُكلُّهُ ْم يَ ْشفَع‬


‫ُون لَهُ ِإالَّ ُشفِّعُوا فِي ِه‬ َ ‫صلِّى َعلَ ْي ِه ُأ َّمةٌ ِم َن ْال ُم ْسلِ ِم‬
َ ‫ين يَ ْبلُ ُغ‬ ٍ ِّ‫َما ِم ْن َمي‬
َ ُ‫ت ي‬

“Tidaklah seorang mayit dishalatkan (dengan shalat jenazah) oleh sekelompok kaum
muslimin yang mencapai 100 orang, lalu semuanya memberi syafa’at (mendoakan
kebaikan untuknya), maka syafa’at (doa mereka) akan diperkenankan.” (HR. Muslim
no. 947)

Dari Malik bin Hubairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫ين ِإالَّ َأ ْو َج‬


‫ب‬ َ ‫وف ِم َن ْال ُم ْسلِ ِم‬ ُ ُ‫صلِّى َعلَ ْي ِه ثَالَثَة‬
ٍ ُ ‫صف‬ ُ ‫َما ِم ْن ُم ْسلِ ٍم يَ ُم‬
َ ُ‫وت فَي‬

“Tidaklah seorang muslim mati lalu dishalatkan oleh tiga shaf kaum muslimin
melainkan doa mereka akan dikabulkan.” (HR. Tirmidzi no. 1028 dan Abu Daud no.
3166. Imam Nawawi menyatakan dalam Al Majmu’, 5:212 bahwa hadits ini hasan.
Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini hasan jika sahabat yang mengatakan)

Hukum shalat jenazah adalah fardhu kifayah

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam pernah didatangkan seorang mayit dan ia memiliki utang. Lantas beliau
bertanya, ‘Apakah orang tersebut memiliki kelebihan harta untuk melunasi
utangnya?’ Jika ternyata ia tidak melunasi dan punya kelebihan harta lalu utang
tersebut dilunasi, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolatkan mayit
tersebut. Namun jika tidak dilunasi, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata kepada kaum muslimin, ‘Shalatkanlah sahabat kalian.‘ (HR. Bukhari,
no. 1251)

Hadits di atas menunjukkan bahwa hukum shalat jenazah adalah fardhu kifayah
karena ketika itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika tahu si mayit tidak melunasi
utangnya, maka beliau enggan menyolatkannya.

Jangan sampai merugi meninggalkan pahala qirath  

Ada yang menyatakan kepada Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Abu


Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam bersabda,

‫َم ْن تَبِ َع َجنَا َزةً فَلَهُ قِي َراطٌ ِم َن اَألجْ ِر‬

“Siapa yang mengikuti jenazah, maka ia mendapatkan pahala satu qirath.”

Ibnu ‘Umar berkata bahwa Abu Hurairah memang telah mengungguli kita (dalam hal
riwayatnya yang banyak, pen.). Ibnu ‘Umar pun mengutus kepada Aisyah untuk
menanyakan hal itu, Aisyah pun menyetujuinya bahwa Abu Hurairah memang telah
unggul dalam hal tersebut. Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma kemudian
mengatakan,

‫اريطَ َكثِي َر ٍة‬ ْ ‫لَقَ ْد فَر‬


ِ ‫َّطنَا ِفى قَ َر‬
“Sungguh kita telah luput dari qirath yang begitu banyak.” (HR. Muslim, no. 945)

https://rumaysho.com/19665-kumpulan-amalan-ringan-08-menghadiri-prosesi-
jenazah.html

Kumpulan Amalan Ringan #09: Puasa


Sunnah
Di antara lagi amalan yang ringan adalah melakukan puasa sunnah. Keutamaannya
disebutkan dalam tulisan kali ini.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

‫ْف قَا َل هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل‬


ٍ ‫ضع‬ِ ‫ف ْال َح َسنَةُ َع ْش ُر َأ ْمثَالِهَا ِإلَى َس ْب ِع ِماَئ ِة‬ُ ‫ضا َع‬ َ ُ‫ُكلُّ َع َم ِل اب ِْن آ َد َم ي‬
ٌ‫ان فَرْ َحة‬ ِ َ‫ع َش ْه َوتَهُ َوطَ َعا َمهُ ِم ْن َأجْ لِى لِلصَّاِئ ِم فَرْ َحت‬ ُ ‫ِإالَّ الص َّْو َم فَِإنَّهُ لِى َوَأنَا َأجْ ِزى ِب ِه يَ َد‬
ِ ‫يح ْال ِمس‬ ْ ‫َأ‬ ْ ِ‫ِع ْن َد ف‬
‫ْك‬ ِ ‫وف فِي ِه طيَبُ ِع ْن َد هَّللا ِ ِم ْن ِر‬ُ ُ‫ َولَ ُخل‬.‫ط ِر ِه َوفَرْ َحةٌ ِع ْن َد لِقَا ِء َربِّ ِه‬

“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan
sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), ‘Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku
sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan
makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua
kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika
berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di
sisi Allah daripada bau minyak kasturi.’” (HR. Muslim, no. 1151)

Dalam riwayat lain dikatakan,

‫ فَِإنَّهُ لِى‬، ‫قَا َل هَّللا ُ ُكلُّ َع َم ِل اب ِْن آ َد َم لَهُ ِإالَّ الصِّ يَا َم‬

“Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Setiap amalan manusia adalah untuknya
kecuali puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku’.” (HR. Bukhari, no. 1904)

Dalam riwayat Ahmad dikatakan,

‫قَا َل هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل ُكلُّ ْال َع َم ِل َكفَّا َرةٌ ِإالَّ الص َّْو َم َوالص َّْو ُم لِى َوَأنَا َأجْ ِزى بِ ِه‬

“Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), ‘Setiap amalan adalah sebagai
kafaroh/tebusan kecuali amalan puasa. Amalan  puasa adalah untuk-Ku. Aku sendiri
yang akan membalasnya.’” (HR. Ahmad, 2:467. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim).

https://rumaysho.com/19680-kumpulan-amalan-ringan-09-puasa-sunnah.html
Kumpulan Amalan Ringan #10: Puasa
Tiga Hari Tiap Bulan, Puasa Arafah,
Puasa Asyura
Ada puasa sunnah yang ringan untuk dilakukan yaitu puasa tiga hari tiap bulan,
puasa Arafah, dan puasa Asyura.

Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

ِ ‫صيَا ُم ال َّد ْه ِر ُكلِّ ِه‬


َ‫صيَا ُم يَ ْو ِم َع َرفَة‬ ِ ‫ان فَهَ َذا‬ َ ‫ض‬َ ‫ان ِإلَى َر َم‬ َ ‫ث ِم ْن ُكلِّ َشه ٍْر َو َر َم‬
ُ ‫ض‬ ٌ َ‫ثَال‬
ِ ‫َأحْ تَ ِسبُ َعلَى هَّللا ِ َأ ْن يُ َكفِّ َر ال َّسنَةَ الَّتِى قَ ْبلَهُ َوال َّسنَةَ الَّتِى بَ ْع َدهُ َو‬
‫صيَا ُم يَ ْو ِم َعا ُشو َرا َء‬
ُ‫َأحْ تَ ِسبُ َعلَى هَّللا ِ َأ ْن يُ َكفِّ َر ال َّسنَةَ الَّتِى قَ ْبلَه‬

“Puasa tiga hari setiap bulan dan puasa Ramadhan ke Ramadhan berikutnya, ini
seperti puasa setahun penuh. Puasa hari Arafah, aku berharap akan diampuni oleh
Allah dosa setahun yang lalu dan setahun berikutnya. Puasa hari Asyura, aku
berharap akan diampuni oleh Allah dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim, no. 1162)

Bentuk Puasa Tiga Hari Setiap Bulan

1- Tanpa penentuan hari, pokoknya puasa dalam sebulan tiga hari.

Di antara hadits yang membicarakan hal ini adalah:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,


َ ‫ َو‬، ‫ص ْو ِم ثَالَثَ ِة َأي ٍَّام ِم ْن ُكلِّ َشه ٍْر‬
‫صالَ ِة‬ َ ‫وت‬ َ ‫ث الَ َأ َد ُعه َُّن َحتَّى َأ ُم‬ َ ‫َأ ْو‬
ٍ َ‫صانِى َخلِيلِى بِثَال‬
‫ َونَ ْو ٍم َعلَى ِو ْت ٍر‬، ‫الضُّ َحى‬

“Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga


nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: 1- berpuasa tiga hari
setiap bulannya; 2- mengerjakan shalat Dhuha; 3- mengerjakan shalat witir
sebelum tidur.” (HR. Bukhari, no. 1178)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫ص ْو ُم ثَالَثَ ِة َأي ٍَّام‬


‫ص ْو ُم ال َّد ْه ِر ُكلِّ ِه‬ َ

“Puasa pada tiga hari setiap bulannya adalah seperti puasa sepanjang tahun.” (HR.
Bukhari, no. 1979)

Dari Mu’adzah Al-‘Adawiyyah, ia pernah bertanya pada ‘Aisyah–istri Nabi shallallahu


‘alaihi wa sallam–,

ُ ‫ فَقُ ْل‬.‫ت نَ َع ْم‬


‫ت‬ ْ َ‫ يَصُو ُم ِم ْن ُكلِّ َشه ٍْر ثَالَثَةَ َأي ٍَّام قَال‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ان َرسُو ُل هَّللا‬ َ ‫َأ َك‬
‫ت لَ ْم يَ ُك ْن يُبَالِى ِم ْن َأىِّ َأي َِّام ال َّشه ِْر يَصُو ُم‬ َ ‫لَهَا ِم ْن َأىِّ َأي َِّام ال َّشه ِْر َك‬
ْ َ‫ان يَصُو ُم قَال‬

“Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan puasa tiga hari
setiap bulannya?” ‘Aisyah menjawab, “Iya”. Ia pun bertanya pada ‘Aisyah, “Pada
hari apa beliau berpuasa?” ‘Aisyah menjawab, “Beliau tidak memperhatikan pada
hari apa beliau berpuasa dalam sebulan.” (HR. Muslim, no. 1160).

2- Puasa tiga hari setiap bulan pada ayyamul bidh (13, 14, 15
Hijriyah)

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda


kepadanya,
َ ‫ث َع ْش َرةَ َوَأرْ بَ َع َع ْش َرةَ َو َخ ْم‬
‫س‬ ُ َ‫ت ِم َن ال َّشه ِْر ثَالَثَةَ َأي ٍَّام ف‬
َ َ‫ص ْم ثَال‬ ُ ‫يَا َأبَا َذرٍّ ِإ َذا‬
َ ‫ص ْم‬
َ‫َع ْش َرة‬

“Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada
tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi, no. 761 dan An-Nasa’i,
no. 2425. Abu ‘Isa Tirmidzi mengatakan bahwa haditsnya hasan).

Dari Ibnu Milhan Al-Qoisiy, dari ayahnya, ia berkata,

‫ث َع ْش َرةَ َوَأرْ بَ َع‬ َ ِ‫ يَْأ ُم ُرنَا َأ ْن نَصُو َم ْالب‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ان َرسُو ُل هَّللا‬
َ َ‫يض ثَال‬ َ ‫َك‬
»‫ َوقَا َل « هُ َّن َكهَيَْئ ِة ال َّد ْه ِر‬. َ‫س َع ْش َرة‬
َ ‫َع ْش َرةَ َو َخ ْم‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memerintahkan pada kami untuk


berpuasa pada ayyamul bidh yaitu 13, 14 dan 15 (dari bulan Hijriyah).” Dan beliau
bersabda, “Puasa ayyamul bidh itu seperti puasa setahun.” (HR. Abu Daud, no. 2449
dan An-Nasa’i, no. 2434. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa puasa pada ayyamul bidh itu lebih utama
jika punya kemudahan untuk mengerjakannya. Jika tidak mudah untuk
mengerjakannya, cukup berpuasa tiga hari pada hari mana saja yang disuka.
Demikian penjelasan Syaikh Sa’id bin Wahf Al-Qohthoni dalam Ash Shiyam fil Islam,
hal. 375. Juga disampaikan pula oleh guru dari Syaikh Sa’id yaitu Syaikh ‘Abdul ‘Aziz
bin Baz sebagaimana dinukil dalam Ash-Shiyam fi Al-Islam, hlm. 375-376.

https://rumaysho.com/19773-kumpulan-amalan-ringan-10-puasa-tiga-hari-tiap-bulan-
puasa-arafah-puasa-asyura.html

Kumpulan Amalan Ringan #11: Puasa


Syawal
Amalan ringan lainnya adalah melakukan puasa syawal, berikut keterangan singkat
dan keutamaannya.

Dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


‫صيَ ِام ال َّد ْه ِر‬
ِ ‫ان َك‬ ٍ ‫ان ثُ َّم َأ ْتبَ َعهُ ِستًّا ِم ْن َش َّو‬
َ ‫ال َك‬ َ ‫ض‬ َ ‫َم ْن‬
َ ‫صا َم َر َم‬

“Siapa yang melakukan puasa Ramadhan lantas ia ikuti dengan puasa enam hari di
bulan Syawal, maka itu seperti berpuasa setahun.” (HR. Muslim, no. 1164)

Imam Ibrahim Al-Baijuri rahimahullah memberikan alasan kenapa sampai puasa


enam hari Syawal mendapatkan pahala puasa setahun, “Karena puasa satu bulan
Ramadhan sama dengan berpuasa selama sepuluh bulan. Sedangkan puasa enam
hari di bulan Syawal, itu sama dengan puasa selama dua bulan. Sehingga totalnya
adalah berpuasa selama setahun seperti puasa fardhu. Jika tidak, maka tidak ada
kekhususan untuk hal itu. Karena ingat satu kebaikan diberi ganjaran dengan
sepuluh kebaikan yang semisal.”

Mengenai cara puasa Syawal, Imam Ibrahim Al-Baijuri menyebutkan, “Yang lebih
afdal, puasa Syawal dilakukan muttashil, langsung setelah sehari setelah shalat ied
(2 Syawal). Puasa tersebut juga afdalnya dilakukan mutatabi’ah, yaitu berturut-
turut. Walaupun jika puasa tersebut dilakukan tidak dari 2 Syawal (tidak muttashil),
juga tidak dilakukan berturut-turut (tidak mutatabi’ah), tetap dapat ganjaran puasa
setahun. Termasuk juga tetap dapat ganjaran puasa Syawal walau tidak berpuasa
Ramadhan (misalnya karena di Ramadhan punya udzur sakit), hal ini dikatakan oleh
ulama muta’akhirin (ulama belakangan).” (Hasyiyah Asy-Syaikh Ibrahim Al-Baijuri,
1:579-580)

Cara melaksanakan puasa Syawal adalah:

1. Puasanya dilakukan selama enam hari.


2. Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak mengapa
jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal.
3. Lebih utama dilakukan secara berurutan namun tidak mengapa jika
dilakukan tidak berurutan.
4. Usahakan untuk menunaikan qadha’ puasa terlebih dahulu agar
mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh. Dan ingatlah puasa Syawal
adalah puasa sunnah sedangkan qadha’ Ramadhan adalah wajib. Sudah
semestinya ibadah wajib lebih didahulukan daripada yang sunnah.
 
https://rumaysho.com/19776-kumpulan-amalan-ringan-11-puasa-syawal.html

============
https://rumaysho.com/tag/amalan-ringan-berpahala-besar/page/2

Anda mungkin juga menyukai