• Kebanyakan ulama, di antaranya Ibnun Nâzhim dan Syaikhul Islam Zakariyya Al-Anshari mencantumkannya sekaligus men-syarh-nya. Begitupula Asy-Syaikh Ayman Suwaid dalam Tahqiq- nya atas matn ini. • Awal syair ini dimulai dengan lafazh basmalah untuk menunjukkan bahwa An-Nâzhim menyusun bait-bait syair ini dengan mengharap keberkahan atau memohon pertolongan kepada Allâh. • Juga untuk ber-qudwah (mengambil teladan) kepada Al- Quran, dan sebagai bentuk pengamalan atas hadits- hadits yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak dimulai dengan basmalah, maka akan terputus atau tidak sempurna di hadapan Allâh c. • Rasûlullâhَ g bersabda: َُ ۡ ۡ َ ُ َ ۡ َ َ ُ َ َ َ َ َ ۡ َُُۡ َ َ ۡ َ ُل ُّ حي ُِّمُّفه ُّوُّأقط ُّعُّأ ُّوُّأب ت ِ نُّٱلر ُِّ ٱّللُِّٱلرمح ُّ ُّلُّيبدُّأُّفِي ُّهُِّبِبِس ُِّم ُّ ُُّّكُّأمرُُّّذِيُّبال ُّ • • Setiap urusan yang memiliki kemuliaan yang tidak dimulai dengan bismillâhirrahmânirrahîm maka ia terputus. • Asy-Syaikhَ Muhammad Nawawi Al-Bantani r mengatakan bahwa (ُّ )بالartinya memiliki nilai baik atau mulia, yaitu perkara yang terhormat, yang diperbolehkan melakukannya dalam agama,ُ َ bukan َۡ perkara yang makruh atau haram. Sedangkan (ُّ )أقطعartinya orang yang َ ۡ َ terputus kedua tangannya atau salah satunya. (ُّ )أبتartinya hewan yang ُ terputus ekornya. َ َ َۡ َ ُ َُ ُّاِجُّعفوُِّر ۡبُّسام ُِِّع ِ يقولُّر َ َ َ ُ ۡ ُ َ َُ ُّ ِ ي ٱلشاف ِع ُِّ ِن ٱۡلزرُّ ُُّمم ُّد ب • Akan berkata seseorang yang mengharap ampunan dari Allâh ﷻRabb yang Maha Mendengar: Syamsuddin Abul Khair Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin ‘Ali bin Yuusuf Al-Jazariy Ad-Dimasyqi Asy- Syaafi’i. • Beliau adalah Syamsuddîn Abul Khair Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin ‘Alî bin Yûsûf Ad-Dimasyqî, yang terkenal dengan nama Ibnul Jazarî, nisbah kepada pulau kecil (jazirah) di perbatasan Suriah dan Turki, Jazirah Ibnu ‘Umar. • Ibnul Jazarî dilahirkan pada Sabtu malam, setelah shalat tarawih, tanggal 25 Ramadhan 751 H. bertepatan dengan 30 November 1350 M. di Damaskus, Syam (sekarang Suriah). • Dikisahkan bahwa orangtua Ibnul Jazarî selama 40 tahun pernikahan belum dikaruniai anak. Pada saat berhaji tahun 750 H., orangtuanya berdoa kepada Allâh sambil meminum air zamzam agar mendapat anak yang shalih lagi berilmu. Tepat sembilan bulan kemudian kemudian lahirlah Ibnul Jazarî. • Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin `Ali bin Yusuf, • Al-Jazariy (nisbat kepada Jazirah Ibnu Umar di perbatasan Suriah-Turki) • Ad-Dimasyqi (nisbat kepada Damsyiq, Syam) • Asy-Syafi’i (nisbat kepada Madzhab Muhammad bin Idris Asy- Syafi’i) • Kun-yah : Abul Khair • Julukan : Syamsuddin • Ibnul Jazarî telah selesai menghafalkan Alquran pada tahun 764 H. dan telah menjadi imam shalat setahun kemudian, yakni pada saat usianya 14 tahun hijriyah. • Menulis Kitab At-Tamhid Fii Ilmit Tajwid pada saat berusia 18 tahun (769 H.). • Diberikan ijazah mufti dalam madzhab Syafi’i oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir (penulis Tafsir) pada usia 24 tahun. • Beliau di antaranya mengajar di Masjid Umawi dan madrasahnya dinamakan Dârul Qurânil Karîm. • Sibuk belajar dan mengajar dari satu negara ke negara yang lain. • Wafat : Jumat, 5 Rabi’ul Awwal 833 Hijriah di Syiraz. من شيوخه • Dalam bidang Tafsir: Al-Hafizh Ibnu Katsir • Dalam Qiraat: Abu Muhammad Abdul Wahhab bin As-Salar, Syaikh Ahmad bin Ibrahim Ath-Thahhan, Syaikh Abu Al-Ma`ali Muhammad bin Ahmad Al-Labbaan, Abdurrahman bin Ahmad Al-Baghdadi, Muhammad bin Shalih, Abu Abdillah Muhammad bin Ash-Sha`igh • Dalam Hadits: Ibnu ‘Asakir, Syaikh Shalahuddin Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah Al-Maqdisi Al-Hanbali, Zainuddin bin Abdul Rahim Al-Isnawi • Dalam bidang Fiqih/ Syari’ah: Syaikh Dhiauddin Sa’dullah Al- Quzwaini, Syaikhul Islam Al-Bulqini, Taajuddin As-Subki. من تالميذه • Putra-putrinya, di antara yang paling masyhur: Abu Bakr Ahmad bin Muhammad bin Al-Jazari, • Ibrahim bin ‘Umar bin Hasan Al-Baqi, • Ahmad bin Husain As-Siiwasi, • Thahir bin Aziz Al-Ashfahani, • Quraisy Al-Bashiir Al-'Utsmaani, • Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, • Abul Fadhl Muhammad bin Muhammad Al-Hasyimi, • Ridhwân bin Muhammad Al-’Uqbiy, • Ahmad bin Al-Asad Al-Umyuthi. من مؤلفاته في التجويد و القراءات
• Al-Muqaddimah Fiimaa Yajibu ‘Alaa Qariil Qur`aani An Ya’lamah (Al-
• Muqaddimah ‘Uluumil Hadiits, • Mukhtashar Tarikh Islami lidz Dzahabi, • Syarh Minhaajil Ushuul, • Mukhtaarun Nashiihah bil Adillatish Shahiihah, • Dzatusy Syifaa fii Siiratil Mushthafa wa Man Ba’da min Khulafa, • Al-Jawharah Fin Nahwi, • Az-Zahrul Fa`ih. ُُُِّّو ُم ۡص َط َف ُّاه ََ َ لَعُّنَبيه َ َ َ َ َ ُ ۡ َۡ ُُّٱّلل ِِ ُّ ُّ ُّ ُّّللُِّوصَّل ِ ٱۡلمد Segala puji bagi Allah dan shalawat dari Allah atas nabi-Nya dan pilihan- Nya. • An-Nâzhim kemudian melanjutkan syairnya dengan membacakan tahmid, yang berarti ats-tsanâ “pujian”. Pujian berbeda dengan syukur (rasa terima kasih). • Syukur dilakukan saat seseorang mendapatkan nikmat, dan syukur dapat dilakukan dengan ucapan ataupun anggota badan. • Adapun pujian, maka merupakan amalan lisan yang dilakukan sebagai bentuk pengagungan atas objek yang memiliki begitu banyak kebaikan, keindahan, atau keistimewaan lainnya. ُ ۡ َ ۡ ُۡ َُۡ ۡ َ َ َ َ َُ ِآنُّمعُُّمِب ِ ُّه ِ ُّومق ِرئُّٱلقر ُّ ُّ ِآِلُِّوصحب ِ ُّه ِ ُممدُّو Yakni Muhammad bin Abdillâh bin Abdil Muththalib, kepada keluarganya, dan para Sahabatnya, juga para Muqri dan para pecinta Al-Quran. • Shalâwât, bila ia datang dari Allâh artinya adalah rahmat dan maghfirah, bila ia datang dari Malaikat artinya adalah istighfar, dan bila datang dari manusia artinya adalah doa. • Ahlul Bait: Keluarga Nabi yang tidak berhak menerima zakat/ shadaqah. • Sahabat Nabi: Orang yang pernah berjumpa dengan Nabi walau hanya sekali dalam keadaan muslim dan wafat dalam keadaan muslim. • Al-Muqri: Secara umum bermakna Guru Alquran. Adapun secara khusus maknanya adalah seseorang yang telah menguasai minimal 7 qiraat Alquran. • Al-Qari: Secara umum bermakna pembaca Alquran atau Pembelajar Alquran. Adapun secara khusus maknanya adalah orang yang setidaknya menguasai satu riwayat Alquran. َ ۡنُّي ۡعل َم ُّهَ ََ َ َ اُّلَعُّقَارئهُِّأ ُّۡم َقد َم ُّه ُ َ َ ُ ََۡ ِِ ُّفِيم ُّ َٰ ِ ِ ُّإِنُّه ِذه:ُّوبعد ُ ۡ َ َ Setelah mengucapkan (ُّ)وبعد, yang bemakna pemisah antara kalimat pembuka dan kalimat isi, An-Nâzhim melanjutkan bahwa nazham ini merupakan Muqaddimah (pendahuluan), tentang apa-apa yang wajib dipelajari oleh para Qari (pembaca Al-Quran). • Kitab Manzhumah Muqaddimah Jazariyyah. • Judul aslinya “Al-Muqaddimah Fiima Yajibu ‘Alaa Qaariil Qurani An Ya’lamah”. • Kitab ini ditulis sekitar tahun 799 H. • Sebagian ulama mengatakan bahwa kitab ini asalnya merupakan Muqaddimah dalam Kitab Thayyibatun Nasyr. Sedangkan sebagian lagi mengatakan bahwa Muqaddimah ini disusun sebelum Thayyibah. • Kitab Thayyibatun Nasyr merupakan ringkasan dari kitab An-Nasyr Fil Qiraatil ‘Asyr yang menghimpun 1000 jalur periwayatan Alquran. • MENGAPA MEMPELAJARI KITAB INI? • Kitab ini merupakan kitab yang sangat fenomenal. • Ditulis oleh Ulama besar dan ahli dalam berbagai disiplin ilmu. • Kitab ini berisi pokok-pokok pembelajaran tajwid dari dasar hingga ke beberapa persoalan cabang yang berhubungan dengannya. • Ceramah & diskusi, dengan rincian: • Pembacaan / Hafalan Matn, • Terjemah Matn, • Syarh/ penjelasan isi Matn, • Tanya Jawab dan Tathbiq (praktik). • Walhamdulillaah, Kami telah membaca (‘aradh) kitab ini kepada Syaikh Abdul Karim Al- Jazairiy, Syaikh Mahmoud El-Said Alu Zurainah, KH. Muhammad Qudsi Al-Garuti, Al- Ustadz Rikrik Aulia Rahman As-Surianji hafizhahuumullaahu Ta’aala dengan sanad mereka kepada Al-Imam Ibnul Jazariy. Juga kepada Al-Ustadz Iwan Gunawan, Lc dan Al-Ustadz Muhammad Farabi, Lc, dimana dari keduanya kami juga telah lulus diuji secara dirayah dan tathbiq. • Dan Kami juga telah mendengar (sama’) dari: Syaikh Muhammad Al-Badawi, Syaikh Kurayyim Said Rajih, Syaikh Muhammad Ibrahim Ali Ath-Thawwab, Syaikh Ibrahim Al- Mu'allim, Syaikhah At-Tinaazhar An-Najuli, dan Syaikh Abdul Fattah Madkur Bayumi dengan sanad mereka kepada Al-Imam Ibnul Jazariy. • Serta melalui jalur ijazah 'ammah dari para Masyayikh yang lain, seperti: Syaikh Bahaaeldin Soliman Rashad, Syaikh Taufiq 'Ali An-Nahas, Syaikh Walid Idris Al-Muniisi, Syaikh Manshur Banut Al-Lubnaniy, Syaikh Muhammad Idris As-Sindi, Syaikh Dr. Hasan Asy- Syafi'i, Syaikh Rif'at Fawzi, Syaikh Abul Hajjaj Yusuf Al-Ardani, dll. g f g ازَ ُّ:ح َد َث َناُّ َعبمدُُُّّ َب ُُّ ُم َم ُِّدُّبمنُُّّ ََيم َيُُّّبمنُُّّب ََللُُّّالم َ َ َ مَُ م ُ َُ َ ُ َ َ َ ِ ِ ِ َ قالُُّّأبوُّحامِدُُّّأمح مدُُّّبنُُّّ م َ َ ََ ُ م َ ُ م ُ ُ َمََ َ م َ َ َ َ م َ مَ م ُ م شُّ ُّب ِنُّ ُّاۡلك ِمُّ ُّ َقالُّ ُُّّ :حدثنا ُّسفيانُّ ُّبنُّ ُّع ميين ُّة ُّعنُّ ُّعم ِروُّ ِ َ ِ الرمح ِنُّ ُّبنُّ ُّب م َ م َ َ م م َ ُ َ َ م َ م َ م َ م َ َ بم اصُُّّعنُُّّعب ُِّدُّ بُُّّقابوسُُّّمولُُّّعب ُِّدُّاّللُُِّّب ِنُُّّعم ِروُّب ِنُُّّالع ِ َ ِ أ ُّ ُّ ن ع ُّ ار ُّ ِين دُّ ُّ ن ِ َ ُ َ َ َ َ م َ َ َ َ َ َ َ َ م َ م َ امحونُُّّ اّللُّ ُّعلي مُّهِ َُّ َو َسل َُّم ُّقالُّ"ُّ :الر ِ اّللُِّ ُّبنُّ ُّعمرو ُّأنُّ ُّ َر ُسولُّ ُّاّللُِّ ُّصَّلُّ ُّ ُ م َ م م ِ َمَم ُ م َ ُ َ م َ ُ ُ ُِ َ م َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ م َ يرمحه ُّم ُّالرمحنُّ ُّتباركُّ ُّوتعالُّ ُّارمحوا ُّمنُّ ُّ ِفُّ ُّ َاْلرضُّ ُّيرمحك ُّم ُّمنُّ ُّ ِفُُّّ محنُّ ُّبم ُنُّ ُّب مشُّ َُّ ُّ :ه َذا ُّأ َو ُلُّ ُّ َح ِديثُّ ُّ َس ِم مع ُت ُُّه ُّمِنُُّّم الس َماءُِّ"ُّ .قَ َالُّ ُّ َعبم ُدُّ ُّ َ الر م َ َ َ مُُ م َ ُ َ َ َ ِ ِ َ ُ م َ َ م ُ َمََ َ َ َ م َ َ َ ُ سفيانُّ ُّب ِنُّ ُّعيين ُّة ُّوقالُّ ُّأبو ُّحامِدُّ ُُّّ :هذا ُّأولُّ ُّح ِديثُّ ُّس ِمعت ُّه ُّمِنُّ ُّعب ُِّدُّ َ مَ م م الرمح ِنُُّّب ِنُُّّبِشُّ 1. Salah satu pintu gerbang ilmu, 2. Penjagaan terhadap lafazh dari sebuah Matn/ Khabar, 3. Lil-Barakah, 4. Menjaga cara baca (tajwid) dan variasi qiraatnya (khusus sanad atau periwayatan Al-Quran), 5. Sunnah para ulama Salaf dan Khalaf, 6. Menjaga sifat dan karakter perawi yang shahih, sehingga senantiasa dekat dengan Allaah. 7. Menjadi pemicu untuk memperdalam sisi dirayah. • Dalam ilmu riwayah, ijazah bermakna izin dari seorang guru untuk meriwayatkan atau menyampaikan sebuah berita atau periwayatan. • Izin tersebut diberikan dari seorang guru kepada muridnya disebabkan muridnya ini tidak sempurna dalam as-sama’ atau al- ‘aradh. • Atau bahkan muridnya ini tidak mengamalkan as-sama’ atau al- ‘aradh sama sekali. • Sehingga agar periwayatan ini tetap sah diriwayatkan kepada orang lain, maka gurunya memberikan ijazah. • Dalam konteks Al-Quran atau qirâah, maka ijazah, selain berfungsi sebagai izin untuk menjaga dan meriwayatkan lafazh-lafazh Al-Quran sebagaimana pada hadits, juga berfungsi sebagai tazkiyyah (rekomendasi) seorang Syaikh atas muridnya. • Seorang Syaikh tidak akan memberikan ijazah Al-Quran kepada muridnya kecuali ia telah yakin bahwa muridnya ini bisa melafazhkan ayat-ayat Al-Quran dengan tepat sesuai dengan kaidah dan standar ilmu tajwid. • Jadi, dalam ijazah Al-Quran terdapat dua fungsi penjagaan: pertama, menjaga lafazh-lafazh Al-Quran (dari sisi tulisan/ rasm dan makna). Kedua, menjaga cara membaca lafazh-lafazh tersebut (dari sisi qirâah). • Ijazah qirâah. Ijazah ini diberikan seorang Syaikh kepada muridnya karena muridnya telah mengamalkan tharîqatut tahammul wal adâ (cara-cara meriwayatkan yang sah) dengan bacaan yang baik, namun masih memiliki kekurangan dari sisi pendalaman teoritis (ilmu tajwid atau qirâât) atau belum memenuhi syarat-syarat khusus yang ditentukan oleh Syaikhnya. Sehingga Syaikhnya memberikan ijazah qirâah (izin untuk membaca Al-Quran di depan umum) tanpa iqrâ (menerima bacaan atau meriwayatkan). • Ijazah qirâah wal iqrâ. Ijazah ini diberikan seorang Syaikh kepada muridnya setelah muridnya mengamalkan tharîqatut tahammul wal adâ dengan bacaan yang baik dan telah teruji dari sisi pendalaman teoritisnya (ilmu tajwid atau qirâât) dan telah memenuhi syarat-syarat khusus yang telah ditetapkan oleh Syaikhnya. • Ijazah bukanlah syarat mutlak bagi seseorang untuk mengajar Alquran. Ijazah diberikan dari seorang guru kepada muridnya sesuai dengan apa yang dilihat guru tersebut. Namun bukan berarti seseorang yang belum mendapatkan izin resmi dari gurunya tidak boleh mengajar Al-Quran sama sekali. • Seseorang yang belum mendapatkan ijazah dari gurunya tetap boleh mengajar.
َُّول َ ۡوُّآي ُّة َ َ ُ م
Bahkan, wajib menyampaikan ilmu yang ia miliki, sebagaimana sabda Rasul: َ ُّعّن ِ بلِغوا • “Sampaikanlah oleh kalian, dariku, walau satu ayat saja.” [HR. Al-Bukhârî] • Secara tidak langsung, siapa saja yang memiliki ilmu, walaupun sedikit, telah mendapatkan ijazah dari Nabi untuk mengajarkannya. Namun, hendaknya setiap orang berhati-hati, untuk hanya menyampaikan apa yang ia ketahui, dan hendaknya lisannya tidak melampaui pengetahuannya. 1. Tidak memperjual belikan ijazah, 2. Menahan diri dari mengijazahkan bila ada orang yang lebih ‘alî sanadnya di wilayah tersebut, 3. Menahan diri dari mengijazahkan bila ada orang yang lebih senior di wilayah tersebut, walau sanadnya sama (satu tingkat), 4. Kalaupun pada akhirnya mesti mengijazahkan, maka hendaknya mengabarkan kepada murid- muridnya keberadaan orang yang lebih tinggi sanadnya atau yang lebih senior itu, sehingga murid-muridnya terpacu untuk terus belajar dan tidak mencukupkan diri pada ijazah yang diberikan. 5. Hendaknya menjaga kejujuran dalam periwayatan, dengan mengabarkan siapa gurunya dan bagaimana cara mengambil ijazah yang dahulu pernah dilakukannya. Hal ini sebagai bentuk dari amanah ilmiah dan menjauhkan diri dari tadlîs (penipuan terhadap riwayat). 6. Hendaknya meneliti jalur-jalur periwayatan dan sanad yang ia dapatkan, agar terhindar dari kekeliruan atau kesalahan, dan menjaga jalur sanadnya tetap shahih. 1. As-Sama', dimana perawi (murid) mendengar dan menyimak secara langsung dari gurunya. 2. Al-'Aradh atau Al-Qirâah, dimana perawi (murid) yang membacakan kepada Syaikh (guru). 3. Al-ijâzah, yakni seorang Syaikh memberikan izin (ijazah), baik secara tertulis atau melalui lisan kepada muridnya untuk meriwayatkan marwiyât-nya (periwayatan yang dimilikinya). Kadang seorang Syaikh meriwayatkan seluruh marwiyât-nya (ijazah 'âmmah), atau meriwayatkan sebagian periwayatannya secara khusus dengan menyebutkan kitab atau periwayatannya (ijazah khâshah). 4. Al-Munâwalah. Syaikh (guru) memberikan naskah periwayatan asli atau naskah yang sama kedudukannya dengan naskah asli dengan atau tanpa disertai lafazh ijazah kepada muridnya. Para ulama sepakat mengenai kesahihan cara meriwayatkan ini, dimana sebagian di antara mereka menyetarakan al-munâwalah dengan al-ijâzah, bahkan ada sebagian ulama yang berpendapat al-munâwalah lebih tinggi kedudukannya daripada al-ijâzah. 5. Al-Mukâtabah. Syaikh (guru) memberikan naskah yang ditulisnya atau ditulis oleh orang lain yang merujuk kepada naskah yang disusunnya, dengan atau tanpa lafazh ijazah, kepada muridnya, baik secara langsung (murid yang ada di hadapannya), atau secara tidak langsung dengan perantara seseorang yang terpercaya. Status periwayatan ini sama dengan al-ijâzah bila disertai lafazh ijazah, dan para ulama berbeda pendapat bila tidak disertai lafazh ijazah, dimana sebagian besar ulama berpendapat shahih meriwayatkan melalui cara ini. 1. Talqin, yaitu menggabungkan as-sama’ dan al-‘aradh sekaligus secara sempurna (kâmilan) 30 juz. Syaikh (guru) membacakan Al-Quran kepada muridnya, kemudian muridnya mengulangi bacaan tersebut sambil dikoreksi. Namun, cara ini sudah jarang dilakukan zaman sekarang. Setelah selesai dan gurunya yakin bahwa muridnya bisa mempraktikkan bacaan dengan baik serta mengajarkannya, maka gurunya memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra). 2. Al-‘Aradh. Yakni murid membacakan Al-Quran secara sempurna 30 juz kepada gurunya, baik ifrad (satu riwayat) atau bil jama' (membaca dengan menggabungkan beberapa qirâât dalam satu bacaan). Cara ini merupakan cara yang banyak diamalkan para ulama kontemporer. 3. As-Samâ’, yaitu menyimak keseluruhan 30 juz Al-Quran dari Syaikhnya. Seorang murid menyimak bacaan gurunya dari awal sampai akhir, tanpa mengulangi bacaan tersebut. Setelah selesai dan gurunya yakin bahwa muridnya bisa mempraktikkan bacaan dengan baik serta mengajarkannya, maka gurunya memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra). Cara ini merupakan cara yang populer diamalkan para ulama terdahulu. Dengan cara ini seorang murid bisa melihat dan menyimak bagaimana cara membaca Al- Quran yang tepat. 4. Al-Ikhtibâr. Seorang guru menguji bacaan muridnya pada sebagian tempat Al- Quran, baik dari sisi ketepatan makhraj dan sifat huruf, hukum-hukum tajwid, waqf dan ibtida, atau variasi qirâât. Bila lulus, maka gurunya memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra). 5. Biba'dhil Quran. Seorang murid membaca sebagian surat atau ayat Al-Quran, kemudian gurunya memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra), untuk seluruh Al-Quran, bukan hanya ayat atau surat yang dibacanya saja. Termasuk kategori ini (biba’dhil quran) adalah apabila ada beberapa murid yang membaca Al-Quran secara munâwabah atau bit tanâwub (berkelompok secara bergiliran). Setelah selesai membaca 30 juz secara bergiliran, maka gurunya memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra) untuk seluruh Al-Quran, bukan hanya surat atau ayat yang dibacanya saja. 6. Al-ijâzah. Seorang guru langsung memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra), tanpa mendengar bacaan muridnya (al- ‘aradh), dan tanpa membacakan Al-Quran kepada muridnya (as-sama’). Hal ini didasari atas pengetahuan dan keyakinan gurunya terhadap kemampuan muridnya. • Para ulama qirâât berbeda pendapat mengenai keshahihan ijazah untuk tiga nomor terakhir (al-ikhtibar, biba’dhil quran, dan al-ijâzah). Pendapat pertama, sebagian ulama mengatakan shahih secara mutlak. Pendapat kedua, sah dengan syarat penerima ijazah (mujâz) telah menerima ijazah sebelumnya dengan salah satu dari tiga cara yang pertama (talqin, al-‘aradh, atau as-sama’). Apabila mujâz menerima ijazah dengan salah satu dari cara ke-4 sampai ke-6, namun ia belum pernah mendapat ijazah dengan salah satu dari cara pertama sampai ke-3, maka ijazahnya tidak sah, artinya tidak bisa diriwayatkan kepada murid-muridnya. Dengan kata lain, sanadnya tidak shahih. • Adapun bila sebelumnya ia telah mendapatkan ijazah dengan salah satu dari cara pertama sampai ke-3, maka ijazahnya sah, dan boleh diriwayatkan kepada murid- muridnya. Pendapat kedua ini yang sepertinya lebih banyak dipegang oleh para ulama Qirâât kontemporer. Wallâhu a'lam. • Dalam ilmu riwayah, sanad atau periwayatan yang dipegang seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan kepakaran atau kedalaman pemahaman yang dimilikinya. Tidak ada jaminan bahwa seorang perawi yang sanadnya‘alî telah memiliki kepakaran dalam seluruh kitab yang ia riwayatkan. • Oleh karena itu, bila seseorang ingin mencari riwayah, maka carilah sanad ‘alî, karena demikianlah sunnahnya, tanpa perlu melihat kepakaran dan kedalaman pemahamannya. Adapun bila seseorang ingin mencari pemahaman yang mendalam (dirayah), maka lihatlah kepakaran seseorang, tanpa harus melihat sanad yang dipegangnya. 1. Islam, 2. Baligh (saat menyampaikan riwayatnya, dan sah bila pada saat mendengarnya masih anak-anak selama telah mumayyiz), 3. Dhabith (bisa menjaga lafazh yang diriwayatkan, baik dengan hafalan ataupun catatan), dan 4. Adil (bukan pelaku dosa besar, mudallis atau Ahli Bidah yang disepakati kebid’ahannya). • Ya. Apabila yang dimaksud dengan kepakaran dan kedalaman pemahaman di situ adalah kepakaran dalam tafsir, fiqih, atau hadits. • Namun, apabila yang dimaksud adalah kepakaran dan kedalaman pemahaman dalam ilmu tajwid dan qirâât, maka secara umum, biasanya ijazah Al-Quran selalu merepresentasikan kepakaran dan kedalaman pemahaman terhadap ilmu tersebut. • Ijazah tertulis untuk Daurah Tajwidul Quran Syarh Muqaddimah Jazariyyah: Ijazah riwayah Menyetorkan hafalan Matn Al-Muqaddimah sekali duduk Ijazah dirayah/ littadris Menyetorkan hafalan Matn Al-Muqaddimah sekali duduk Ujian tulis dan lisan/ praktik • Syarat Ujian – Hadir Min. 80% – Telah menyetorkan hafalan Muqaddimah Jazariyyah sekali duduk • Ujian – Ujian Tulis – Ujian Lisan/ Munaqasyah • Ijazah akan diberikan oleh: • Nama Lengkap : Rd. Laili Al Fadhli • Nama Panggilan : Deden / Fadhli • Kun-yah : Abu Ezra • TTL : Subang, 04 Januari 1987 • Alamat Tinggal : Jln. Teratai IV no.102 Kelurahan Depok Jaya, Kec. Pancoran Mas, Kota Depok • Aktivitas Saat ini : – Belajar (khususnya ilmu tajwid & Al-Quran) – Pembina Online Tajwid & Bekal Akhirat – Pengajar Al-Quran & Studi Islam ََ َ َ ۡ َُ م ُ ل ََۡ َُ ُ َۡ َ ٌ َ ۡ ُُّۥُُّم َت ُّم ُّ وعُّأولُُّّأنُّيعلم وا ِ َ قبلُّٱلش ُّ ِ َإذُّوا جب ُّۡعلي ِهم َل َ ۡ َۡ ُ م َ َ ُ ُ َ َ ُِّ ُّ ِِللفِظواُّبِأفص ِحُّٱللغ ات ُّ ُِّ ٱلصف ات ِ وفُّو ِ َمارِجُّٱۡلر Maka wajib secara mutlak bagi para pembaca Al-Quran, sebelum mereka mulai membaca Al-Quran, hendaklah terlebih dahulu mempelajari dan memahami, Tempat-tempat keluarnya huruf hijaiyyah serta sifat-sifat yang mengiringinya, agar mereka bisa mengucapkan huruf demi huruf tersebut dengan bahasa yang paling fasih. َ َ َ ُ َ ََ َ َ َ ۡ َ َُ ُّ ِ ح ف ِ ٱَّليُّر ِسم ِ ُّفُّٱلمصا ِ ُُّّوما ُّ ُّ ِ ُم ِررِيُّٱتلجوِي ِدُّوٱلمواق ِف َ َ ۡ ُ ُ َ ۡ َ َٰ َ ُ َ َ َ ُّم ۡق ُطوع َُّو َم ۡو ُصولُّبها ُ َ ِنُّك ها:ُّوتا ِءُّأنَثُّلمُّتكنُّتكتبُّبِـ ِ ِ م Menguasai dan mampu menerapkan kaidah-kaidah tajwid juga kaidah-kaidah waqaf (cara berhenti dan memulai membaca Al-Quran) dengan baik dan benar, serta memahami apa-apa yang tertulis pada mushaf-mushaf ‘Utsmani, Di antaranya mengenai dua kata yang tertulis disambung atau dipisah, juga mengenai penulisan huruf Ta ta’nits (huruf Ta yang digunakan untuk menunjukkan perempuan/ feminin) yang tidak ditulis dengan Ta marbuuthah (yakni Ta yang berbentuk seperti huruf Ha dengan dua titik di atasnya), padahal biasanya Ta ta’nits ditulis dengan Ta marbuuthah bukan Ta maftuuhah (Ta asli). • Al-Hawasyil Mufhimah Fii Syarhil Muqaddimah – Abu Bakr Ahmad bin Muhammad Al-Jazariy (Ibnun Nazhim) • Ad-Daqaiq Al-Muhkamah Fii Syarhil Muqaddimah – Syaikhul Islam Zakariyya Al-Anshariy • Taysiirurrahman fii Tajwiidil Quran – Dr. Suad Abdul Hamid • Hilyatut Tilawah – Dr. Rihab Muhammad Mufiid • Tajwid Mushawwar/ Tajwid Bergambar • Syarh Muqaddimah Jazariyyah – Syaikh Ayman Rusydi Suwaid • Panduan Tahsin Tilawah Surat Al-Fatihah • Penjelasan Hukum-Hukum Tajwid Tuhfatul Athfaal • Terjemah Tafsiriyyah Muqaddimah Jazariyyah – Abu Ezra Laili Al-Fadhli • Tajwid Jazariyyah – KH. Maftuh Basthul Birri • Ilmu Tajwid Qiraah Imam Asim Riwayat Hafs – H. Sabeni Hamid Al-Dury • Makharijul Huruf dan Sifat • Hukum-Hukum Tajwid – Ust. Yahdi Jaisy • Tajwid Lengkap Asy-Syafii – Ust. Abu Ya’la Kurnaedi • Ilmu Tajwid Plus – Ust. Moh. Wahyudi