Anda di halaman 1dari 46

• Para ulama berbeda pendapat, apakah matn ini

diawali dengan lafazh basmalah atau tidak.


• Kebanyakan ulama, di antaranya Ibnun Nâzhim dan
Syaikhul Islam Zakariyya Al-Anshari
mencantumkannya sekaligus men-syarh-nya.
Begitupula Asy-Syaikh Ayman Suwaid dalam Tahqiq-
nya atas matn ini.
• Awal syair ini dimulai dengan lafazh basmalah untuk
menunjukkan bahwa An-Nâzhim menyusun bait-bait
syair ini dengan mengharap keberkahan atau memohon
pertolongan kepada Allâh.
• Juga untuk ber-qudwah (mengambil teladan) kepada Al-
Quran, dan sebagai bentuk pengamalan atas hadits-
hadits yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang
tidak dimulai dengan basmalah, maka akan terputus
atau tidak sempurna di hadapan Allâh c.
• Rasûlullâhَ g bersabda:
َُ ۡ ۡ َ ُ َ ۡ َ َ ُ َ َ َ َ َ ۡ َُُۡ َ َ ۡ َ ‫ُل‬
ُّ ‫حي ُِّمُّفه ُّوُّأقط ُّعُّأ ُّوُّأب‬
‫ت‬ ِ ‫نُّٱلر‬
ُِّ ‫ٱّللُِّٱلرمح‬
ُّ ُّ‫لُّيبدُّأُّفِي ُّهُِّبِبِس ُِّم‬
ُّ ُُّّ‫كُّأمرُُّّذِيُّبال‬
ُّ •
• Setiap urusan yang memiliki kemuliaan yang tidak dimulai dengan
bismillâhirrahmânirrahîm maka ia terputus.
• Asy-Syaikhَ Muhammad Nawawi Al-Bantani r mengatakan
bahwa (ُّ‫ )بال‬artinya memiliki nilai baik atau mulia, yaitu
perkara yang terhormat, yang diperbolehkan melakukannya
dalam agama,ُ َ bukan َۡ perkara yang makruh atau haram.
Sedangkan (ُّ‫ )أقطع‬artinya orang yang َ ۡ َ terputus kedua
tangannya atau salah satunya. (ُّ‫ )أبت‬artinya hewan yang ُ
terputus ekornya.
َ َ َۡ َ ُ َُ
ُّ‫اِجُّعفوُِّر ۡبُّسام ُِِّع‬ ِ ‫يقولُّر‬
َ َ َ ُ ۡ ُ َ َُ
ُّ ِ ‫ي ٱلشاف‬
‫ِع‬ ُِّ ِ‫ن ٱۡلزر‬ُّ ‫ُُّمم ُّد ب‬
• Akan berkata seseorang yang mengharap
ampunan dari Allâh ‫ ﷻ‬Rabb yang Maha
Mendengar: Syamsuddin Abul Khair
Muhammad bin Muhammad bin Muhammad
bin ‘Ali bin Yuusuf Al-Jazariy Ad-Dimasyqi Asy-
Syaafi’i.
• Beliau adalah Syamsuddîn Abul Khair Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin ‘Alî bin Yûsûf Ad-Dimasyqî, yang terkenal dengan nama Ibnul
Jazarî, nisbah kepada pulau kecil (jazirah) di perbatasan Suriah dan Turki,
Jazirah Ibnu ‘Umar.
• Ibnul Jazarî dilahirkan pada Sabtu malam, setelah shalat tarawih, tanggal 25
Ramadhan 751 H. bertepatan dengan 30 November 1350 M. di Damaskus,
Syam (sekarang Suriah).
• Dikisahkan bahwa orangtua Ibnul Jazarî selama 40 tahun pernikahan belum
dikaruniai anak. Pada saat berhaji tahun 750 H., orangtuanya berdoa kepada
Allâh sambil meminum air zamzam agar mendapat anak yang shalih lagi
berilmu. Tepat sembilan bulan kemudian kemudian lahirlah Ibnul Jazarî.
• Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin `Ali bin
Yusuf,
• Al-Jazariy (nisbat kepada Jazirah Ibnu Umar di perbatasan
Suriah-Turki)
• Ad-Dimasyqi (nisbat kepada Damsyiq, Syam)
• Asy-Syafi’i (nisbat kepada Madzhab Muhammad bin Idris Asy-
Syafi’i)
• Kun-yah : Abul Khair
• Julukan : Syamsuddin
• Ibnul Jazarî telah selesai menghafalkan Alquran pada tahun 764 H. dan
telah menjadi imam shalat setahun kemudian, yakni pada saat usianya 14
tahun hijriyah.
• Menulis Kitab At-Tamhid Fii Ilmit Tajwid pada saat berusia 18 tahun (769
H.).
• Diberikan ijazah mufti dalam madzhab Syafi’i oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir
(penulis Tafsir) pada usia 24 tahun.
• Beliau di antaranya mengajar di Masjid Umawi dan madrasahnya
dinamakan Dârul Qurânil Karîm.
• Sibuk belajar dan mengajar dari satu negara ke negara yang lain.
• Wafat : Jumat, 5 Rabi’ul Awwal 833 Hijriah di Syiraz.
‫من شيوخه‬
• Dalam bidang Tafsir: Al-Hafizh Ibnu Katsir
• Dalam Qiraat: Abu Muhammad Abdul Wahhab bin As-Salar, Syaikh
Ahmad bin Ibrahim Ath-Thahhan, Syaikh Abu Al-Ma`ali Muhammad
bin Ahmad Al-Labbaan, Abdurrahman bin Ahmad Al-Baghdadi,
Muhammad bin Shalih, Abu Abdillah Muhammad bin Ash-Sha`igh
• Dalam Hadits: Ibnu ‘Asakir, Syaikh Shalahuddin Muhammad bin
Ibrahim bin Abdullah Al-Maqdisi Al-Hanbali, Zainuddin bin Abdul
Rahim Al-Isnawi
• Dalam bidang Fiqih/ Syari’ah: Syaikh Dhiauddin Sa’dullah Al-
Quzwaini, Syaikhul Islam Al-Bulqini, Taajuddin As-Subki.
‫من تالميذه‬
• Putra-putrinya, di antara yang paling masyhur: Abu Bakr Ahmad bin
Muhammad bin Al-Jazari,
• Ibrahim bin ‘Umar bin Hasan Al-Baqi,
• Ahmad bin Husain As-Siiwasi,
• Thahir bin Aziz Al-Ashfahani,
• Quraisy Al-Bashiir Al-'Utsmaani,
• Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani,
• Abul Fadhl Muhammad bin Muhammad Al-Hasyimi,
• Ridhwân bin Muhammad Al-’Uqbiy,
• Ahmad bin Al-Asad Al-Umyuthi.
‫من مؤلفاته في التجويد و القراءات‬

• Al-Muqaddimah Fiimaa Yajibu ‘Alaa Qariil Qur`aani An Ya’lamah (Al-


Muqaddimah Al-Jazariyyah),
• At-Tamhid fii Ilmit Tajwid,
• Ad-Durratul Mudhiyah,
• An-Nasyr fil Qiraatil ‘Asyr,
• Thayyibatun Nasyr fil Qiraatil ‘Asyr,
• Ushuulul Qiraat,
• Jaami’ul Asaanid fil Qiraat,
• Ghayatul Maharah Fii Ziyadah ‘Alal ‘Asyarah.
• Al-Bayaan Fii Khath Utsman.
‫من مؤلفاته في العلوم األخرى‬

• Al-Hidayah fii Ulumir Riwayah,


• Muqaddimah ‘Uluumil Hadiits,
• Mukhtashar Tarikh Islami lidz Dzahabi,
• Syarh Minhaajil Ushuul,
• Mukhtaarun Nashiihah bil Adillatish Shahiihah,
• Dzatusy Syifaa fii Siiratil Mushthafa wa Man Ba’da min
Khulafa,
• Al-Jawharah Fin Nahwi,
• Az-Zahrul Fa`ih.
ُُّ‫ُِّو ُم ۡص َط َف ُّاه‬ ََ
َ ‫لَعُّنَبيه‬ َ َ َ َ َ ُ ۡ َۡ
ُ‫ُّٱّلل‬
ِِ ُّ ُّ ُّ ‫ُّّللُِّوصَّل‬
ِ ‫ٱۡلمد‬
Segala puji bagi Allah dan shalawat dari Allah atas nabi-Nya dan pilihan-
Nya.
• An-Nâzhim kemudian melanjutkan syairnya dengan membacakan
tahmid, yang berarti ats-tsanâ “pujian”. Pujian berbeda dengan
syukur (rasa terima kasih).
• Syukur dilakukan saat seseorang mendapatkan nikmat, dan syukur
dapat dilakukan dengan ucapan ataupun anggota badan.
• Adapun pujian, maka merupakan amalan lisan yang dilakukan
sebagai bentuk pengagungan atas objek yang memiliki begitu
banyak kebaikan, keindahan, atau keistimewaan lainnya.
ُ ۡ َ ۡ ُۡ َُۡ ۡ َ َ َ َ َُ
ِ‫آنُّمعُُّمِب ِ ُّه‬
ِ ‫ُّومق ِرئُّٱلقر‬ ُّ ُّ ِ‫آِلُِّوصحب ِ ُّه‬
ِ ‫ُممدُّو‬
Yakni Muhammad bin Abdillâh bin Abdil Muththalib, kepada
keluarganya, dan para Sahabatnya, juga para Muqri dan para
pecinta Al-Quran.
• Shalâwât, bila ia datang dari Allâh artinya adalah rahmat dan
maghfirah, bila ia datang dari Malaikat artinya adalah istighfar, dan
bila datang dari manusia artinya adalah doa.
• Ahlul Bait: Keluarga Nabi yang tidak berhak menerima zakat/
shadaqah.
• Sahabat Nabi: Orang yang pernah berjumpa dengan Nabi walau hanya
sekali dalam keadaan muslim dan wafat dalam keadaan muslim.
• Al-Muqri: Secara umum bermakna Guru Alquran.
Adapun secara khusus maknanya adalah seseorang
yang telah menguasai minimal 7 qiraat Alquran.
• Al-Qari: Secara umum bermakna pembaca Alquran
atau Pembelajar Alquran. Adapun secara khusus
maknanya adalah orang yang setidaknya menguasai
satu riwayat Alquran.
َ
ۡ‫نُّي ۡعل َم ُّه‬َ ََ َ
َ ‫اُّلَعُّقَارئهُِّأ‬ ۡ‫ُّم َقد َم ُّه‬
ُ َ َ ُ ََۡ
ِِ ‫ُّفِيم‬ ُّ َٰ
ِ ِ ‫ُّإِنُّه ِذه‬:ُّ‫وبعد‬
ُ ۡ َ َ
Setelah mengucapkan (ُّ‫)وبعد‬, yang bemakna
pemisah antara kalimat pembuka dan kalimat isi,
An-Nâzhim melanjutkan bahwa nazham ini
merupakan Muqaddimah (pendahuluan), tentang
apa-apa yang wajib dipelajari oleh para Qari
(pembaca Al-Quran).
• Kitab Manzhumah Muqaddimah Jazariyyah.
• Judul aslinya “Al-Muqaddimah Fiima Yajibu ‘Alaa Qaariil Qurani An
Ya’lamah”.
• Kitab ini ditulis sekitar tahun 799 H.
• Sebagian ulama mengatakan bahwa kitab ini asalnya merupakan
Muqaddimah dalam Kitab Thayyibatun Nasyr. Sedangkan sebagian lagi
mengatakan bahwa Muqaddimah ini disusun sebelum Thayyibah.
• Kitab Thayyibatun Nasyr merupakan ringkasan dari kitab An-Nasyr Fil
Qiraatil ‘Asyr yang menghimpun 1000 jalur periwayatan Alquran.
• MENGAPA MEMPELAJARI KITAB INI?
• Kitab ini merupakan kitab yang sangat fenomenal.
• Ditulis oleh Ulama besar dan ahli dalam berbagai
disiplin ilmu.
• Kitab ini berisi pokok-pokok pembelajaran tajwid dari
dasar hingga ke beberapa persoalan cabang yang
berhubungan dengannya.
• Ceramah & diskusi, dengan rincian:
• Pembacaan / Hafalan Matn,
• Terjemah Matn,
• Syarh/ penjelasan isi Matn,
• Tanya Jawab dan Tathbiq (praktik).
• Walhamdulillaah, Kami telah membaca (‘aradh) kitab ini kepada Syaikh Abdul Karim Al-
Jazairiy, Syaikh Mahmoud El-Said Alu Zurainah, KH. Muhammad Qudsi Al-Garuti, Al-
Ustadz Rikrik Aulia Rahman As-Surianji hafizhahuumullaahu Ta’aala dengan sanad mereka
kepada Al-Imam Ibnul Jazariy. Juga kepada Al-Ustadz Iwan Gunawan, Lc dan Al-Ustadz
Muhammad Farabi, Lc, dimana dari keduanya kami juga telah lulus diuji secara dirayah dan
tathbiq.
• Dan Kami juga telah mendengar (sama’) dari: Syaikh Muhammad Al-Badawi, Syaikh
Kurayyim Said Rajih, Syaikh Muhammad Ibrahim Ali Ath-Thawwab, Syaikh Ibrahim Al-
Mu'allim, Syaikhah At-Tinaazhar An-Najuli, dan Syaikh Abdul Fattah Madkur Bayumi
dengan sanad mereka kepada Al-Imam Ibnul Jazariy.
• Serta melalui jalur ijazah 'ammah dari para Masyayikh yang lain, seperti: Syaikh Bahaaeldin
Soliman Rashad, Syaikh Taufiq 'Ali An-Nahas, Syaikh Walid Idris Al-Muniisi, Syaikh
Manshur Banut Al-Lubnaniy, Syaikh Muhammad Idris As-Sindi, Syaikh Dr. Hasan Asy-
Syafi'i, Syaikh Rif'at Fawzi, Syaikh Abul Hajjaj Yusuf Al-Ardani, dll.
g
f
g
‫از‪َ ُّ:‬ح َد َث َناُّ َعبمدُُُّّ‬ ‫َب ُُّ‬ ‫ُم َم ُِّدُّبمنُُّّ ََيم َيُُّّبمنُُّّب ََللُُّّالم َ َ‬ ‫َ مَُ م ُ َُ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ َ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َ‬ ‫قالُُّّأبوُّحامِدُُّّأمح مدُُّّبنُُّّ‬
‫م‬ ‫َ َ ََ ُ م َ ُ م ُ ُ َمََ َ م َ‬ ‫َ َ َ‬ ‫م‬ ‫َ مَ م ُ م‬
‫شُّ ُّب ِنُّ ُّاۡلك ِمُّ ُّ َقالُّ ُّ‪ُّ :‬حدثنا ُّسفيانُّ ُّبنُّ ُّع ميين ُّة ُّعنُّ ُّعم ِروُّ‬ ‫ِ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬ ‫الرمح ِنُّ ُّبنُّ ُّب‬
‫م‬ ‫َ م َ‬ ‫َ‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫َ ُ َ َ م َ م َ م َ‬ ‫م‬ ‫َ َ‬ ‫بم‬
‫اصُُّّعنُُّّعب ُِّدُّ‬ ‫بُُّّقابوسُُّّمولُُّّعب ُِّدُّاّللُُِّّب ِنُُّّعم ِروُّب ِنُُّّالع ِ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬ ‫أ‬ ‫ُّ‬ ‫ُّ‬
‫ن‬ ‫ع‬ ‫ُّ‬ ‫ار‬
‫ُّ‬ ‫ِين‬ ‫د‬‫ُّ‬ ‫ُّ‬
‫ن‬ ‫ِ‬
‫َ ُ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫م‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫م‬ ‫َ‬ ‫م‬ ‫َ‬
‫امحونُُّّ‬ ‫اّللُّ ُّعلي مُّهِ َُّ َو َسل َُّم ُّقالُّ‪"ُّ :‬الر ِ‬ ‫اّللُِّ ُّبنُّ ُّعمرو ُّأنُّ ُّ َر ُسولُّ ُّاّللُِّ ُّصَّلُّ ُّ ُ‬
‫م‬ ‫َ‬ ‫م‬ ‫م ِ َمَم ُ‬ ‫م‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ م َ ُ ُ ُِ َ م َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ م َ‬
‫يرمحه ُّم ُّالرمحنُّ ُّتباركُّ ُّوتعالُّ ُّارمحوا ُّمنُّ ُّ ِفُّ ُّ َاْلرضُّ ُّيرمحك ُّم ُّمنُّ ُّ ِفُُّّ‬
‫محنُّ ُّبم ُنُّ ُّب مشُّ ُّ‪َ ُّ :‬ه َذا ُّأ َو ُلُّ ُّ َح ِديثُّ ُّ َس ِم مع ُت ُُّه ُّمِنُُّّم‬ ‫الس َماءُِّ"‪ُّ .‬قَ َالُّ ُّ َعبم ُدُّ ُّ َ‬
‫الر م َ‬ ‫َ‬
‫َ مُُ م َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َ‬ ‫ُ م َ َ م ُ َمََ َ َ َ‬
‫م‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬
‫سفيانُّ ُّب ِنُّ ُّعيين ُّة ُّوقالُّ ُّأبو ُّحامِدُّ ُّ‪ُّ :‬هذا ُّأولُّ ُّح ِديثُّ ُّس ِمعت ُّه ُّمِنُّ ُّعب ُِّدُّ‬
‫َ مَ م م‬
‫الرمح ِنُُّّب ِنُُّّبِشُّ‬
1. Salah satu pintu gerbang ilmu,
2. Penjagaan terhadap lafazh dari sebuah Matn/ Khabar,
3. Lil-Barakah,
4. Menjaga cara baca (tajwid) dan variasi qiraatnya (khusus
sanad atau periwayatan Al-Quran),
5. Sunnah para ulama Salaf dan Khalaf,
6. Menjaga sifat dan karakter perawi yang shahih, sehingga
senantiasa dekat dengan Allaah.
7. Menjadi pemicu untuk memperdalam sisi dirayah.
• Dalam ilmu riwayah, ijazah bermakna izin dari seorang guru
untuk meriwayatkan atau menyampaikan sebuah berita atau
periwayatan.
• Izin tersebut diberikan dari seorang guru kepada muridnya
disebabkan muridnya ini tidak sempurna dalam as-sama’ atau al-
‘aradh.
• Atau bahkan muridnya ini tidak mengamalkan as-sama’ atau al-
‘aradh sama sekali.
• Sehingga agar periwayatan ini tetap sah diriwayatkan kepada
orang lain, maka gurunya memberikan ijazah.
• Dalam konteks Al-Quran atau qirâah, maka ijazah, selain berfungsi
sebagai izin untuk menjaga dan meriwayatkan lafazh-lafazh Al-Quran
sebagaimana pada hadits, juga berfungsi sebagai tazkiyyah
(rekomendasi) seorang Syaikh atas muridnya.
• Seorang Syaikh tidak akan memberikan ijazah Al-Quran kepada
muridnya kecuali ia telah yakin bahwa muridnya ini bisa melafazhkan
ayat-ayat Al-Quran dengan tepat sesuai dengan kaidah dan standar
ilmu tajwid.
• Jadi, dalam ijazah Al-Quran terdapat dua fungsi penjagaan: pertama,
menjaga lafazh-lafazh Al-Quran (dari sisi tulisan/ rasm dan makna).
Kedua, menjaga cara membaca lafazh-lafazh tersebut (dari sisi qirâah).
• Ijazah qirâah. Ijazah ini diberikan seorang Syaikh kepada muridnya karena
muridnya telah mengamalkan tharîqatut tahammul wal adâ (cara-cara
meriwayatkan yang sah) dengan bacaan yang baik, namun masih memiliki
kekurangan dari sisi pendalaman teoritis (ilmu tajwid atau qirâât) atau belum
memenuhi syarat-syarat khusus yang ditentukan oleh Syaikhnya. Sehingga
Syaikhnya memberikan ijazah qirâah (izin untuk membaca Al-Quran di depan
umum) tanpa iqrâ (menerima bacaan atau meriwayatkan).
• Ijazah qirâah wal iqrâ. Ijazah ini diberikan seorang Syaikh kepada muridnya
setelah muridnya mengamalkan tharîqatut tahammul wal adâ dengan bacaan
yang baik dan telah teruji dari sisi pendalaman teoritisnya (ilmu tajwid atau
qirâât) dan telah memenuhi syarat-syarat khusus yang telah ditetapkan oleh
Syaikhnya.
• Ijazah bukanlah syarat mutlak bagi seseorang untuk mengajar Alquran. Ijazah
diberikan dari seorang guru kepada muridnya sesuai dengan apa yang dilihat guru
tersebut. Namun bukan berarti seseorang yang belum mendapatkan izin resmi
dari gurunya tidak boleh mengajar Al-Quran sama sekali.
• Seseorang yang belum mendapatkan ijazah dari gurunya tetap boleh mengajar.

َ‫ُّول َ ۡوُّآي ُّة‬ َ ‫َ ُ م‬


Bahkan, wajib menyampaikan ilmu yang ia miliki, sebagaimana sabda Rasul:
َ ‫ُّعّن‬
ِ ‫بلِغوا‬
• “Sampaikanlah oleh kalian, dariku, walau satu ayat saja.” [HR. Al-Bukhârî]
• Secara tidak langsung, siapa saja yang memiliki ilmu, walaupun sedikit, telah
mendapatkan ijazah dari Nabi untuk mengajarkannya. Namun, hendaknya setiap
orang berhati-hati, untuk hanya menyampaikan apa yang ia ketahui, dan
hendaknya lisannya tidak melampaui pengetahuannya.
1. Tidak memperjual belikan ijazah,
2. Menahan diri dari mengijazahkan bila ada orang yang lebih ‘alî sanadnya di wilayah tersebut,
3. Menahan diri dari mengijazahkan bila ada orang yang lebih senior di wilayah tersebut, walau
sanadnya sama (satu tingkat),
4. Kalaupun pada akhirnya mesti mengijazahkan, maka hendaknya mengabarkan kepada murid-
muridnya keberadaan orang yang lebih tinggi sanadnya atau yang lebih senior itu, sehingga
murid-muridnya terpacu untuk terus belajar dan tidak mencukupkan diri pada ijazah yang
diberikan.
5. Hendaknya menjaga kejujuran dalam periwayatan, dengan mengabarkan siapa gurunya dan
bagaimana cara mengambil ijazah yang dahulu pernah dilakukannya. Hal ini sebagai bentuk
dari amanah ilmiah dan menjauhkan diri dari tadlîs (penipuan terhadap riwayat).
6. Hendaknya meneliti jalur-jalur periwayatan dan sanad yang ia dapatkan, agar terhindar dari
kekeliruan atau kesalahan, dan menjaga jalur sanadnya tetap shahih.
1. As-Sama', dimana perawi (murid) mendengar dan menyimak
secara langsung dari gurunya.
2. Al-'Aradh atau Al-Qirâah, dimana perawi (murid) yang
membacakan kepada Syaikh (guru).
3. Al-ijâzah, yakni seorang Syaikh memberikan izin (ijazah), baik
secara tertulis atau melalui lisan kepada muridnya untuk
meriwayatkan marwiyât-nya (periwayatan yang dimilikinya).
Kadang seorang Syaikh meriwayatkan seluruh marwiyât-nya (ijazah
'âmmah), atau meriwayatkan sebagian periwayatannya secara
khusus dengan menyebutkan kitab atau periwayatannya (ijazah
khâshah).
4. Al-Munâwalah. Syaikh (guru) memberikan naskah periwayatan asli atau naskah
yang sama kedudukannya dengan naskah asli dengan atau tanpa disertai lafazh
ijazah kepada muridnya. Para ulama sepakat mengenai kesahihan cara
meriwayatkan ini, dimana sebagian di antara mereka menyetarakan al-munâwalah
dengan al-ijâzah, bahkan ada sebagian ulama yang berpendapat al-munâwalah
lebih tinggi kedudukannya daripada al-ijâzah.
5. Al-Mukâtabah. Syaikh (guru) memberikan naskah yang ditulisnya atau ditulis oleh
orang lain yang merujuk kepada naskah yang disusunnya, dengan atau tanpa
lafazh ijazah, kepada muridnya, baik secara langsung (murid yang ada di
hadapannya), atau secara tidak langsung dengan perantara seseorang yang
terpercaya. Status periwayatan ini sama dengan al-ijâzah bila disertai lafazh ijazah,
dan para ulama berbeda pendapat bila tidak disertai lafazh ijazah, dimana
sebagian besar ulama berpendapat shahih meriwayatkan melalui cara ini.
1. Talqin, yaitu menggabungkan as-sama’ dan al-‘aradh sekaligus secara
sempurna (kâmilan) 30 juz. Syaikh (guru) membacakan Al-Quran kepada
muridnya, kemudian muridnya mengulangi bacaan tersebut sambil
dikoreksi. Namun, cara ini sudah jarang dilakukan zaman sekarang.
Setelah selesai dan gurunya yakin bahwa muridnya bisa mempraktikkan
bacaan dengan baik serta mengajarkannya, maka gurunya memberikan
ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra).
2. Al-‘Aradh. Yakni murid membacakan Al-Quran secara sempurna 30 juz
kepada gurunya, baik ifrad (satu riwayat) atau bil jama' (membaca
dengan menggabungkan beberapa qirâât dalam satu bacaan). Cara ini
merupakan cara yang banyak diamalkan para ulama kontemporer.
3. As-Samâ’, yaitu menyimak keseluruhan 30 juz Al-Quran dari Syaikhnya. Seorang
murid menyimak bacaan gurunya dari awal sampai akhir, tanpa mengulangi
bacaan tersebut. Setelah selesai dan gurunya yakin bahwa muridnya bisa
mempraktikkan bacaan dengan baik serta mengajarkannya, maka gurunya
memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra).
Cara ini merupakan cara yang populer diamalkan para ulama terdahulu. Dengan
cara ini seorang murid bisa melihat dan menyimak bagaimana cara membaca Al-
Quran yang tepat.
4. Al-Ikhtibâr. Seorang guru menguji bacaan muridnya pada sebagian tempat Al-
Quran, baik dari sisi ketepatan makhraj dan sifat huruf, hukum-hukum tajwid,
waqf dan ibtida, atau variasi qirâât. Bila lulus, maka gurunya memberikan ijazah
(izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra).
5. Biba'dhil Quran. Seorang murid membaca sebagian surat atau ayat Al-Quran,
kemudian gurunya memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan
mengajarkan (wal iqra), untuk seluruh Al-Quran, bukan hanya ayat atau surat
yang dibacanya saja.
Termasuk kategori ini (biba’dhil quran) adalah apabila ada beberapa murid yang
membaca Al-Quran secara munâwabah atau bit tanâwub (berkelompok secara
bergiliran). Setelah selesai membaca 30 juz secara bergiliran, maka gurunya
memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil qiraah) dan mengajarkan (wal iqra)
untuk seluruh Al-Quran, bukan hanya surat atau ayat yang dibacanya saja.
6. Al-ijâzah. Seorang guru langsung memberikan ijazah (izin) untuk membaca (fil
qiraah) dan mengajarkan (wal iqra), tanpa mendengar bacaan muridnya (al-
‘aradh), dan tanpa membacakan Al-Quran kepada muridnya (as-sama’). Hal ini
didasari atas pengetahuan dan keyakinan gurunya terhadap kemampuan
muridnya.
• Para ulama qirâât berbeda pendapat mengenai keshahihan ijazah untuk tiga
nomor terakhir (al-ikhtibar, biba’dhil quran, dan al-ijâzah). Pendapat pertama,
sebagian ulama mengatakan shahih secara mutlak. Pendapat kedua, sah dengan
syarat penerima ijazah (mujâz) telah menerima ijazah sebelumnya dengan salah
satu dari tiga cara yang pertama (talqin, al-‘aradh, atau as-sama’). Apabila mujâz
menerima ijazah dengan salah satu dari cara ke-4 sampai ke-6, namun ia belum
pernah mendapat ijazah dengan salah satu dari cara pertama sampai ke-3, maka
ijazahnya tidak sah, artinya tidak bisa diriwayatkan kepada murid-muridnya.
Dengan kata lain, sanadnya tidak shahih.
• Adapun bila sebelumnya ia telah mendapatkan ijazah dengan salah satu dari cara
pertama sampai ke-3, maka ijazahnya sah, dan boleh diriwayatkan kepada murid-
muridnya. Pendapat kedua ini yang sepertinya lebih banyak dipegang oleh para
ulama Qirâât kontemporer. Wallâhu a'lam.
• Dalam ilmu riwayah, sanad atau periwayatan yang dipegang
seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan kepakaran atau
kedalaman pemahaman yang dimilikinya. Tidak ada jaminan bahwa
seorang perawi yang sanadnya‘alî telah memiliki kepakaran dalam
seluruh kitab yang ia riwayatkan.
• Oleh karena itu, bila seseorang ingin mencari riwayah, maka carilah
sanad ‘alî, karena demikianlah sunnahnya, tanpa perlu melihat
kepakaran dan kedalaman pemahamannya. Adapun bila seseorang
ingin mencari pemahaman yang mendalam (dirayah), maka lihatlah
kepakaran seseorang, tanpa harus melihat sanad yang
dipegangnya.
1. Islam,
2. Baligh (saat menyampaikan riwayatnya, dan sah
bila pada saat mendengarnya masih anak-anak
selama telah mumayyiz),
3. Dhabith (bisa menjaga lafazh yang diriwayatkan,
baik dengan hafalan ataupun catatan), dan
4. Adil (bukan pelaku dosa besar, mudallis atau Ahli
Bidah yang disepakati kebid’ahannya).
• Ya. Apabila yang dimaksud dengan kepakaran dan
kedalaman pemahaman di situ adalah kepakaran
dalam tafsir, fiqih, atau hadits.
• Namun, apabila yang dimaksud adalah kepakaran
dan kedalaman pemahaman dalam ilmu tajwid dan
qirâât, maka secara umum, biasanya ijazah Al-Quran
selalu merepresentasikan kepakaran dan kedalaman
pemahaman terhadap ilmu tersebut.
• Ijazah tertulis untuk Daurah Tajwidul Quran
Syarh Muqaddimah Jazariyyah:
Ijazah riwayah
 Menyetorkan hafalan Matn Al-Muqaddimah sekali duduk
Ijazah dirayah/ littadris
 Menyetorkan hafalan Matn Al-Muqaddimah sekali duduk
 Ujian tulis dan lisan/ praktik
• Syarat Ujian
– Hadir Min. 80%
– Telah menyetorkan hafalan Muqaddimah Jazariyyah
sekali duduk
• Ujian
– Ujian Tulis
– Ujian Lisan/ Munaqasyah
• Ijazah akan diberikan oleh:
• Nama Lengkap : Rd. Laili Al Fadhli
• Nama Panggilan : Deden / Fadhli
• Kun-yah : Abu Ezra
• TTL : Subang, 04 Januari 1987
• Alamat Tinggal : Jln. Teratai IV no.102 Kelurahan Depok Jaya, Kec.
Pancoran Mas, Kota Depok
• Aktivitas Saat ini :
– Belajar (khususnya ilmu tajwid & Al-Quran)
– Pembina Online Tajwid & Bekal Akhirat
– Pengajar Al-Quran & Studi Islam
‫ََ َ َ ۡ َُ م‬ ُ ‫ل‬ ََۡ َُ ُ َۡ َ ٌ َ ۡ
ُُّ‫ۥُُّم َت ُّم‬
ُّ ‫وعُّأولُُّّأنُّيعلم‬
‫وا‬ ِ َ ‫قبلُّٱلش‬ ُّ ِ ‫َإذُّوا‬
‫جب ُّۡعلي ِهم‬
َ‫ل‬ َ ۡ ‫َۡ ُ م‬ َ َ ُ ُ َ َ
ُِّ ‫ُّ ِِللفِظواُّبِأفص ِحُّٱللغ‬
‫ات‬ ُّ ُِّ ‫ٱلصف‬
‫ات‬ ِ ‫وفُّو‬ ِ ‫َمارِجُّٱۡلر‬
Maka wajib secara mutlak bagi para pembaca Al-Quran,
sebelum mereka mulai membaca Al-Quran, hendaklah
terlebih dahulu mempelajari dan memahami,
Tempat-tempat keluarnya huruf hijaiyyah serta sifat-sifat
yang mengiringinya, agar mereka bisa mengucapkan huruf
demi huruf tersebut dengan bahasa yang paling fasih.
َ َ َ ُ َ ََ َ َ َ ۡ َ َُ
ُّ ِ ‫ح‬
‫ف‬ ِ ‫ٱَّليُّر ِسم‬
ِ ‫ُّفُّٱلمصا‬ ِ ُّ‫ُّوما‬ ُّ ُّ ِ ‫ُم ِررِيُّٱتلجوِي ِدُّوٱلمواق‬
‫ِف‬
َ َ ۡ ُ ُ َ ۡ َ َٰ َ ُ َ َ َ ‫ُّم ۡق ُطوع‬
َ‫ُّو َم ۡو ُصولُّبها‬ ُ
َ ‫ِنُّك‬
‫ها‬:‫ُّوتا ِءُّأنَثُّلمُّتكنُّتكتبُّبِـ‬ ِ ِ ‫م‬
Menguasai dan mampu menerapkan kaidah-kaidah tajwid juga kaidah-kaidah
waqaf (cara berhenti dan memulai membaca Al-Quran) dengan baik dan benar,
serta memahami apa-apa yang tertulis pada mushaf-mushaf ‘Utsmani,
Di antaranya mengenai dua kata yang tertulis disambung atau dipisah, juga
mengenai penulisan huruf Ta ta’nits (huruf Ta yang digunakan untuk
menunjukkan perempuan/ feminin) yang tidak ditulis dengan Ta marbuuthah
(yakni Ta yang berbentuk seperti huruf Ha dengan dua titik di atasnya), padahal
biasanya Ta ta’nits ditulis dengan Ta marbuuthah bukan Ta maftuuhah (Ta asli).
• Al-Hawasyil Mufhimah Fii Syarhil Muqaddimah
– Abu Bakr Ahmad bin Muhammad Al-Jazariy (Ibnun Nazhim)
• Ad-Daqaiq Al-Muhkamah Fii Syarhil Muqaddimah
– Syaikhul Islam Zakariyya Al-Anshariy
• Taysiirurrahman fii Tajwiidil Quran
– Dr. Suad Abdul Hamid
• Hilyatut Tilawah
– Dr. Rihab Muhammad Mufiid
• Tajwid Mushawwar/ Tajwid Bergambar
• Syarh Muqaddimah Jazariyyah
– Syaikh Ayman Rusydi Suwaid
• Panduan Tahsin Tilawah Surat Al-Fatihah
• Penjelasan Hukum-Hukum Tajwid Tuhfatul Athfaal
• Terjemah Tafsiriyyah Muqaddimah Jazariyyah
– Abu Ezra Laili Al-Fadhli
• Tajwid Jazariyyah
– KH. Maftuh Basthul Birri
• Ilmu Tajwid Qiraah Imam Asim Riwayat Hafs
– H. Sabeni Hamid Al-Dury
• Makharijul Huruf dan Sifat
• Hukum-Hukum Tajwid
– Ust. Yahdi Jaisy
• Tajwid Lengkap Asy-Syafii
– Ust. Abu Ya’la Kurnaedi
• Ilmu Tajwid Plus
– Ust. Moh. Wahyudi

Anda mungkin juga menyukai