Anda di halaman 1dari 4

Para jamaah yang berbahagia.

Sebagai bulan paling istimewa bagi umat Muslim, Ramadhan memiliki sejumlah keutamaan
yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan pada umumnya. Oleh sebab itu, jangan sampai kita yang
masih diberi nikmat umur panjang dan kesehatan untuk berjumpa bulan idaman ini,
menyia-nyiakan begitu saja segala fadhilah yang terdapat di dalamnya.
Untuk meraih macam ragam keutamaan Ramadhan, umat Muslim pun berlomba
melaksanakan anjuran-anjuran ibadah di dalamnya, mulai dari shalat tarawih yang terlihat
padat di mushola dan masjid-masjid, tadarus Al-Qur'an yang terdengar syiar di hampir
setiap sudut kota dan desa, sedekah takjil yang biasanya banyak dijumpai di masjid-masjid
pinggir jalan, dan lain sebagainya. Semua itu dilakukan untuk meraih keutamaan bulan suci
ini.
Termasuk keutamaan itu, adalah tiga kado istimewa bulan suci Ramadhan, yaitu rahmat
(kasih sayang Allah), ampunan (maghfirah), dan masuk ke surga-Nya (terbebas dari api
neraka), Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu haditsnya:
‫َأ ُط‬ ‫َأ‬
‫ َو آِخَر ُه ِع ْتٌق ِمَن الَّن اِر‬،‫ و ْو َس ُه َم ْغ ِفَر ٌة‬، ‫َّو ُل َش ْه ِر َر َمَض اَن َر ْح َم ٌة‬
Artinya: "Awal Bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhirnya
pembebasan dari api neraka." (Ibnu Khuzaimah)
Memang, kualitas hadits di atas dhaif (lemah) sebagaimana dijelaskan oleh Imam as-Suyuthi
dalam kitabnya, Jami'ul Ahadits. Sebab, hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah
dalam kitab Sahih-nya dan bersumber dari Ali ibn Zaid ibn Jad'an yang divonis oleh para
ulama sebagai orang yang dhaif. Sementara orang yang meriwayatkan hadits tersebut dari
Ali ibn Zaid adalah Yusuf bin Ziyad yang divonis dhaif parah (dhaif jiddan). (Imam Suyuthi,
Jami'ul Ahadits, t.t. juz 23, h. 176)
Meski demikian, hadits dhaif yang menjelaskan fadha'ilul a'mal (keutamaan amal ibadah)
seperti keutamaan bulan puasa di atas, para ulama membolehkan untuk disampaikan ke
publik dan diamalkan, selagi tidak berkaitan tentang akidah seperti menjelaskan keesaan
Allah atau tentang hukum syariat seperti hukum shalat, puasa, dan lain sebagainya.
Baca juga:
Niat Keramas Sebelum Puasa Ramadhan dan Tata Caranya
Para jamaah yang dimuliakan Allah,
Mendapat rahmat atau kasih sayang Allah merupakan sesuatu yang sangat penting dan
sebisa mungkin seorang Muslim meraihnya. Sebab, peran rahmat Allah sangat besar bagi
seorang hamba di akhirat kelak. Bisa jadi seseorang merupakan hamba yang taat, rajin
ibadah, dan lain sebagainya. Akan tetapi, jika tidak mendapat rahmat Allah dan ibadahnya
tidak diterima, na'udzubillah, amalnya hanya sia-sia.
Berkaitan dengan ini, penting untuk kita simak kisah seorang hamba taat yang beribadah
selama 500 tahun, tapi ia masuk surga bukan karena ibadahnya, melainkan karena rahmat
Allah. Kisah ini diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak-nya.
Pada waktu itu, Malaikat Jibril as bercerita kepada Nabi Muhammad SAW, "Hai,
Muhammad! Demi Allah yang telah menugaskan engkau menjadi nabi. Allah memiliki
seorang hamba yang ahli ibadah. Hamba tersebut hidup dan beribadah selama 500 tahun di
atas gunung."
Singkat cerita, hamba orang itu memohon kepada Allah mencabut kepada Allah mencabut
nyawanya dalam keadaan sujud dan jasadnya tetap utuh sampai tiba hari kiamat. Doanya
dikabulkan. Doanya dikabulkan. Begitu di akhirat, Allah berkata padanya, "Hamba-KU,
engkau Ku masukkan ke surga berkat Rahmat-Ku!"
Hamba tersebut menyangkal. Seharusnya, protes dia, yang membuatnya masuk surga
adalah ibadahnya selama ratusan tahun itu, bukan rahmat Allah. Setelah dihitung, ternyata
bobot rahmat-Nya lebih besar daripada amal ibadah tersebut. Allah pun memerintahkan
malaikat untuk memasukan dia ke neraka.
Sebelum dimasukkan ke neraka, hamba itu mau mengakui bahwa rahmat Allah lebih besar
dan yang bisa membuatnya masuk surga. Ia pun tidak jadi dimasukkan ke dalam neraka.
(Abul Laits as-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin, t.t, h. 63)
Kisah tersebut juga dipertegas hadits yang diriwayatkan oleh al-Hasan dan dicatat oleh Abul
Laits as-Samarqandi dalam Tanbihul Ghafilin disebutkan:
‫ َو الَّر ْح َمِة‬، ‫ َو َس َخ اَو ِة الَّنْف ِس‬، ‫ َو َلِكْن َي ْر َح ُمُهُم ُهَّللا َت َع اَلى ِبَس اَل َمِة الُّص ُد وِر‬، ‫َد اَل ُء ُأَّمِتي اَل َي ْد ُخ ُلوَن اْلَج َّنَة ِبَك ْث َر ِة َص اَل ٍة َو اَل ِص َي اٍم‬
‫ِلَج ِميِع اْلُمْس ِلِميَن‬
Artinya: "Para wali abdal dari umatku tidak masuk surga karena banyaknya shalat dan
puasa, melainkan karena Allah merahmati mereka sebab hati yang bersih, jiwa yang
dermawan, dan menyayangi setiap Muslim." (Abul Laits as-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin,
2016: h. 63)
Demikianlah pentingnya kita memanfaatkan bulan Ramadhan ini untuk meraih rahmat
Allah. Namun bukan berarti kita menomorduakan ibadah dengan alasan lebih utama
mencari rahmat. Justru dengan ibadah itulah kita menunjukkan ketaatan kepada Allah
sehingga menjadi faktor memperoleh rahmat.
Selamat menjalankan ibadah puasa, semoga Ramadhan tahun ini lebih baik dari Ramadhan-
Ramadhan sebelumnya. Wallahu a'lam.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Itulah contoh teks ceramah Ramadhan yang bisa dijadikan sebagai referensi ceramah sholat
tarawih pertama. Selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan, Lur!
Artikel ini ditulis oleh Santo, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di
detikcom.

Cerita Sahabat Nabi yang Pura-pura Berbuka Puasa


Sesaat sebelum waktu Magrib tiba, rumah salah satu sahabat Rasulullah
Muhammad saw., Tsabit Al-Anshari kedatangan tamu.
Seorang musafir mampir tanpa sedikit pun bekal yang bisa dimakan guna berbuka
puas. Tsabit bingung. Di satu sisi, ia ingat pesan-pesan Nabi tentang kesunahan
memuliakan tamu, tapi persoalan berikutnya, kondisi ekonomi yang terbatas benar-
benar tengah melanda rumah tangganya.
Selepas mempersilakan masuk orang yang bertandang ke rumahnya itu, Tsabit
berbisik kepada sang istri, "Apakah ada makanan untuk petang ini?"
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?HappyInspireConfuseSad
Sang istri turut gundah. Ia pun menjawab, "Demi Allah, wahai suamiku. Tidak ada
lagi makanan yang kusimpan, terkecuali sedikit."
Tsabit terdiam sejenak, memutar otak. Akhirnya ia sampaikan sebuah siasat kepada
sang istri agar mematikan lampu saat waktu berbuka tiba.
"Aku membawa seorang tamu. Jika kami mulai makan, padamkanlah lampu dan
berpura-puralah memperbaikinya. Selama perut tamu kita belum kenyang, jangan
makan sedikit pun dari makanan itu," bisik Tsabit, dibalas anggukan istrinya.
Waktu yang dinanti tiba. Sang tamu dipersilakan menyantap hidangan yang serba
pas-pasan itu. Namun, Tsabit dan istrinya cuma berkecap-kecap seolah turut
bersantap, padahal ujung tangan keduanya sama sekali tak menyentuh hidangan.
Keesokan harinya, sang tamu pamit untuk melanjutkan perjalanan. Tsabit pun
kembali menghadiri majelis untuk mendapatkan berkah dan pencerahan dari Nabi.
Ketika keduanya berjumpa, tiba-tiba Rasulullah tersenyum dan bersabda:
"Wahai Tsabit, Allah swt. menghargai pelayananmu terhadap tamumu semalam."
Tsabit tersentak. Rasa gembira, malu, sekaligus haru, bercampur di dadanya.
Sumber: Ad Dur al Mantsur fi at Tafsir al Ma'tsur (Jilid 1), karangan Imam Jalaluddin
Abdurrahman asy Syuyuti.

‫َي ا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُن وا ُك ِتَب َع َلْي ُك ُم الِّص َي اُم َك َم ا ُك ِتَب َع َلى اَّلِذيَن ِمْن َقْبِلُك ْم َلَع َّلُك ْم َت َّتُقوَن‬
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (al baqarah ayat 183)
6. Hadis tentang Puasa Ramadan dan Dosa Masa Lalu
‫ومن صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه‬
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadan karena iman dan ihtisab, maka akan diampuni dosa-
dosanya yang lalu,” (HR Bukhari).
7. Hadis tentang Puasa yang Balasannya Langsung dari Allah SWT
‫ َو َأَن ا َأْج ِز ي ِبِه‬،‫ َفُهَو ِلي‬، ‫ ِإاَّل الِّص َي اَم‬،‫ُك ُّل َعَم ِل اْب ِن آَد َم َلُه‬

Artinya: “Setiap amalan anak Adam itu adalah (pahala) baginya, kecuali puasa, karena puasa
itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya,” (HR Bukhari, Muslim, Ibnu Majah,
Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban).
8. Hadis tentang Puasa dan Pintu Khusus di Surga
‫ِإَّن ِفي اْلَج َّن ِة َب اًبا ُي َقاُل َلُه الَّر َّياُن َي ْد ُخ ُل ِم ْن ُه الَّصاِئُموَن َي ْو َم اْلِقَياَمِة اَل َي ْد ُخ ُل ِم ْن ُه َأَح ٌد َغ ْيُرُه ْم ُي َقاُل َأْي َن الَّصاِئُموَن َفَي ُقوُموَن اَل‬
‫َي ْد ُخ ُل ِم ْن ُه َأَح ٌد َغ ْيُرُه ْم َفِإَذ ا َد َخ ُلوا ُأْغ ِلَق َفَلْم َي ْد ُخ ْل ِم ْن ُه َأَح ٌد‬

Artinya: “Sesungguhnya di surga ada pintu yang dinamakan Ar Rayyan, yang akan dimasuki
oleh orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat nanti, dan tidak ada yang memasuki
melaluinya kecuali mereka. Dikatakan: “Mana orang-orang yang berpuasa?
Maka mereka berdiri, dan tidak ada yang memasukinya seorang pun kecuali mereka. Jika
mereka sudah masuk, maka pintu itu ditutup, dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk
melaluinya,” (HR Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, Ibnu Majah)
syair

‫َوَم ا ُسِّمَي اإلْن َساُن ِإال ِل َنْسِيِه * َو ُسِّمَي القلُب ألنه يتقَلُب‬
Tidak dinamakan insan melainkan kerana sifat lupanya,

dan dinamakan hati qalbu kerana ia berubah- ubah

Anda mungkin juga menyukai