Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

IBADAH PUASA PADA BULAN RAMADHAN

Disusun untuk memenuhi tugas Fikih

Dosen Pengampu: Lelah Nurjamilah M Pd.

Disusun Oleh:

M Syahrul

Tia Agustina

Dilla Yunisha

Salsabila Mutia sofa

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM KH RUHIYAT CIPASUNG


KATA PENGANTAR

Shalwat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW
dan para sahabatnya, yang telah memberikan teladan baik sehingga akal dan pikiran
penyusun mampu menyelesaikan Laporan Agama ini, semoga kita termasuk umatnya yang
kelak mendapatkan syafaat dalam menuntut ilmu.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi
susunan serta cara penulisan laporan ini, karenanya saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan laporan ini sangat kami harapkan.

Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan juga bermanfaat
bagi penulis khususnya.
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Konsepsi puasa dalam pemaknaan istilah seringkali dimaknai dalam pengertian sempit sebagai suatu
prosesi menahan lapar dan haus serta yang membatalkan puasa yang dilakukan pada bulan
ramadhan. Padahal hakekat puasa yang sebenarnya adalah menahan diri untuk melakukan
perbuatan yang dilarang oleh agama.

Selain itu, puasa juga memberikan ilustrasi solidaritas muslim terhadap umat lain yang berada pada
kondisi hidup miskin. Dalam konteks ini, interaksi sosial dapat digambarkan pada konsepsi lapar dan
haus yang dampaknya akan memberikan kemungkinan adanya tenggang rasa antar umat manusia.

Pengkajian tentang hakekat puasa ini dapat dikatakan universal dan meliputi seluruh kehidupan
manusia baik kesehatan, interaksi sosial, keagamaan, ekonomi, budaya dan sebagainya. Begitu
universal dan kompleksnya makna puasa hendaknya menjadi acuan bagi muslim dalam
mengimplementasikannya pada kehidupan sehari-hari. Dengan pengertian lain puasa dapat
dijadikan pedoman hidup.

1.2 Rumusan Masalah

A. Makna puasa ?

B. Dasar Hukum Puasa ?

C. Syarat Dan Rukun Puasa?

BAB II

PEMBAHASAN

A. MAKNA PUASA

Makna ibadah shaum Ramadhan, antara lain:

Yang pertama shaum ramadhan Melatih untuk bersyukur kita bersyukur bahwa kita masih diberi
waktu oleh Allah SWT untuk menjalankan amal ibadah dengan pahala yang berlipat ganda. Saat
berbuka shaum, kita harus merasa bersyukur diberi kenikmatan oleh Allah SWT untuk
menghilangkan rasa lapar dan dahaga dengan semua rizki-Nya yang dapat kita nikmati bersama
keluarga.

Kedua melatih disiplin terhadap waktu Dalam menjalankan ibadah shaum Ramadhan, kita harus
patuh pada waktu sahur dan buka. Kita bangun untuk makan sahur saat dini hari dan diharapkan
dapat meningkatkan motivasi bahwa kita bekerja dengan bangun lebih pagi, agar mendapatkan
rejeki yang halal. Kaum muslim dan muslimah agar dapat menjalankan shaum dengan tetap kuat dan
sehat di siang hari, perlu mengatur ritme bekerja agar tubuh mendapatkan istirahat yang cukup. Hal
ini ditunjukkan dengan diubahnya jam kerja di lingkungan KPU, sehingga para pegawai dapat pulang
lebih cepat agar memiliki waktu yang cukup untuk menyiapkan berbuka shaum di bulan Ramadhan.

Ketiga memberikan keseimbangan dalam kehidupan Umat muslim dan muslimah pada hakekatnya
adalah hamba Allah yang diperintahkan untuk beribadah. Namun demikian, ada kalanya karena
kesibukan pekerjaan duniawi dan hawa nafsu, terkadang melupakan kewajiban ibadah. Pada bulan
Ramadhan ini, umat musim dan muslimah dilatih untuk mengingat dan melaksanakan seluruh
kewajiban beribadah dengan imbalan pahala yang berlipat ganda

B.DASAR HUKUM PUASA

Adapun dasar hukum tersebut yakni sebagai berikut:


1. QS. Al Baqarah ayat 183
Puasa di Bulan Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap muslim yang bertakwa. Allah SWT
berfirman, Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba 'alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba 'alallażīna ming
qablikum la'allakum tattaqụn.

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al Baqarah ayat 183).

2. QS. Al Baqarah ayat 185


Selagi masih hidup dan bertemu dengan bulan suci Ramadhan 2023, umat muslim wajib
menjalankan ibadah puasa. Allah SWT berfirman, ”Karena itu, barang siapa di antara kamu
hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (Q.S. al-Baqarah ayat 185).

3. HR. Abu Dawud


Dari Ibnu Umara, ia berkata,”Orang-orang melihat terbitnya hilal (awal bulan), lalu saya
memberitahukan kepada Rasulullah, bahwa saya melihatnya, maka beliau berpuasa dan
menyuruh orang-orang untuk berpuasa.”(HR. Abu Dawud).

4. HR. Ibnu Umar


Puasa adalah bagian dari rukun Islam. Rasulullah SAW bersabda, "Islam dibangun atas lima
pilar; syahadat bahwa tidak ada tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah dan bahwa
Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan salat, haji, dan puasa di
bulan Ramadhan." (HR. Ibnu Umar).

Dasar hukum puasa adalah bersumber pada Al-Qur’an dan hadist yang kebenarannya tidak
perlu diragukan lagi. Dengan mengimani kedua sumber tersebut, diharapkan umat muslim
dapat lebih bersemangat menjalankan puasa.

C.SYARAT DAN RUKUN PUASA

Syarat Wajib Puasa


Syarat wajib puasa adalah syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sebelum
melaksanakan ibadah puasa. Seseorang yang tidak memenuhi syarat wajib, maka gugurlah
tuntutan kewajiban kepadanya. Adapun syarat wajib puasa adalah sebagai berikut12:

Islam Hanya orang yang beragama Islam yang diwajibkan berpuasa. Orang kafir tidak
diwajibkan berpuasa dan tidak sah puasanya jika ia berpuasa.
Baligh. Orang yang sudah mencapai usia baligh atau dewasa diwajibkan berpuasa. Tanda-
tanda baligh adalah keluarnya mani dari kemaluan baik dalam keadaan tidur atau terjaga
untuk laki-laki dan keluarnya haid untuk perempuan. Batas usia minimal baligh adalah 9
tahun untuk perempuan dan 12 tahun untuk laki-laki. Jika belum keluar mani atau haid,
maka batas usia maksimal baligh adalah 15 tahun.
Berakal. Orang yang memiliki akal yang sempurna atau tidak gila diwajibkan berpuasa. Orang
yang gila atau tidak sadar karena mabuk atau sakit tidak diwajibkan berpuasa karena ia tidak
bisa membedakan antara halal dan haram.
Sehat. Orang yang dalam keadaan sehat jasmani dan rohani diwajibkan berpuasa. Orang
yang sakit atau lemah sehingga puasa akan membahayakan dirinya atau menambah parah
penyakitnya tidak diwajibkan berpuasa dan boleh menggantinya di hari lain (qadha) atau
membayar fidyah jika tidak mampu berpuasa sama sekali.
Bermukim (tidak musafir). Orang yang dalam keadaan menetap di suatu tempat diwajibkan
berpuasa. Orang yang dalam perjalanan jauh (musafir) lebih dari dua marhalah (sekitar 88
km) tidak diwajibkan berpuasa dan boleh menggantinya di hari lain (qadha).
Suci (dari haid dan nifas). Perempuan yang dalam keadaan suci dari haid dan nifas
diwajibkan berpuasa. Perempuan yang sedang haid atau nifas tidak diwajibkan berpuasa dan
harus menggantinya di hari lain (qadha).

RUKUN PUASA
Rukun puasa adalah hal-hal yang harus dilakukan dalam ibadah puasa agar puasanya sah dan
diterima oleh Allah. Adapun rukun puasa adalah sebagai berikut:

Niat. Niat adalah menyengaja melakukan ibadah puasa karena Allah semata dengan
mengetahui jenis puasanya, baik puasa wajib seperti Ramadhan atau puasa sunnah seperti
Senin-Kamis. Niat harus dilakukan sebelum terbit fajar pada setiap hari puasa, kecuali untuk
puasa sunnah yang boleh berniat setelah terbit fajar asalkan belum makan, minum, atau
melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak subuh.
Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam
matahari. Hal-hal yang membatalkan puasa adalah:
Makan dan minum dengan sengaja. Jika makan dan minum karena lupa atau terpaksa, maka
puasanya tidak batal.
Berhubungan intim dengan istri atau suami. Jika berhubungan intim dengan sengaja, maka
harus membayar kaffarah (denda) yaitu memerdekakan seorang budak atau berpuasa dua
bulan berturut-turut atau memberi makan enam puluh orang miskin. Jika berhubungan
intim karena lupa atau terpaksa, maka cukup mengganti puasanya di hari lain (qadha).
Keluarnya mani dari kemaluan karena onani, bermimpi basah, melihat, mendengar, atau
membayangkan sesuatu yang menggairahkan. Jika keluar mani karena sakit atau tidak
sengaja, maka puasanya tidak batal.
Haid dan nifas. Perempuan yang sedang haid atau nifas harus berhenti berpuasa dan
menggantinya di hari lain (qadha).
Muntah dengan sengaja. Jika muntah karena sakit atau tidak sengaja, maka puasanya tidak
batal.
Menyuntikkan cairan ke dalam tubuh yang dapat menghilangkan rasa lapar atau haus. Jika
menyuntikkan cairan yang tidak mempengaruhi rasa lapar atau haus seperti obat atau
vitamin, maka puasanya tidak batal.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Kesimpulannya, puasa dilakukan untuk menahan diri dengan cara mengekang diri dari
berbagai macam tujuan serta keinginan. Puasa kerap diartikan sebagai kegiatan yang sangat
berguna untuk menekan nafsu duniawi pada diri manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Imam, Ihya’ Ulumuddin, Jilid II, Terj. Ismail Yakub, Medan: Faizan,
1986.
Al-Ikhwan, Fadlan, Dahsyatnya 7 Sunnah , Sukarta: Ziyad Visi Media, 2012.
Al-Ikhwani, Fadlan, Dahsyatnya 2 Sunah, Surakarta: Shahih Kelompok Penerbit
Ziyad Visi Media, 2012
Al-Zakar, Shaykh Ali Jai, Deen-ul-Sujanaa’, USA: Lulu Publishing, 2019.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta, 1993.
Ash Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi, Pedoman Puasa, Jakarta: Pustaka
Rizki Putra, 2000.
Asy-Syafrowi, Mahmud, Manfaat Dahsyat Puasa Senin-Kamis Dan Puasa Daud,
Yogyakarta: Sketsa, 2016.

Anda mungkin juga menyukai