Anda di halaman 1dari 4

Kelebihan Hari Asyura 10 Muharram

November 10, 2012 By Erika Leave a Comment


Mungkin tidak ramai yang mengambil tahu akan bulan-bulan dalam Islam selain daripada
Ramadhan dan Syawal. Sebagai umat Islam kita seharusnya menitikberatkan soal pengetahuan
kelebihan dalam bulan Islam.

Dari Ibnu Abbas r.a. katanya, ketika Nabi s.a.w. tiba di Madinah, Baginda melihat orang yahudi
berpuasa pada hari asyura. Nabi pun bertanya, Hari apa ini ?. Jawab mereka, Hari ini ialah hari
yang baik. Pada hari ini Allah melepaskan Bani Israil dari musuh mereka, kerana itu Nabi Musa
berpuasa kerananya. Sabda Nabi, Aku lebih berhak daripada kamu dengan Musa. Oleh itu Nabi
berpuasa dan menyuruh orang lain berpuasa pada hari asyura. (HR Bukhari)

Dari Aisyah r.a. katanya Biasanya orang Quraisy pada masa jahiliah berpuasa pada hari asyura
dan Nabi s.a.w. pun berpuasa. Ketika Baginda tiba di Madinah, Baginda juga berpuasa pada hari
asyura dan menyuruh orang lain berpuasa juga. (HR Muslim)

Dari Salamah bin Akwa r.a. dia menceritakan bahawa Rasulullah s.a.w. mengutus seorang lelaki
suku Aslam pada hari Asyura dan memerintahkan kepadanya supaya mengumumkan kepada orang
ramai, Sesiapa yang belum puasa hari ini hendaklahlah dia berpuasa dan siapa yang telah terlanjur
makan hendaklahlah dia puasa juga sejak mendengar pemgumuman ini sampai malam. (HR
Muslim)

Dari Ibnu Abbas r.a katanya, Penduduk Khaibar berpuasa pada hari asyura dan menjadikannya
sebagai hari raya, dimana wanita mereka memakai perhiasan dan pakaian yang indah pada hari itu.
Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda, Puasalah kamu pada hari itu. (HR Muslim)

Dari Abu Qatadah Al-Anshari r.a. katanya Rasulullah s.a.w. ditanya orang tentang puasa hari arafah
(9 Zulhijjah). Jawab baginda, Dapat menghapus dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan
datang. Kemudian Nabi ditanya pula tentang puasa hari asyura (10 Muharram). Jawab baginda,
Dapat menghapus dosa tahun yang lalu. (HR Muslim)

Imam Syafi`e R.A menyebutkan di dalam Kitab Al-Umm dan Al-Imla, disunatkan berpuasa tiga hari
iaitu hari kesembilan (Tasu`a), kesepuluh (`Asyura) dan kesebelas bulan Muharram. Tetapi tidak
ditegah jika berpuasa hanya pada 10 Muharram sahaja.
Hukum berpuasa hari Asyura- saja:
Syaikhul Islam R.A berkata: Berpuasa pada hari Asyura- sebagai penghapus dosa selama 1 tahun
dan tidak dimakruhkan untuk mengkhususkannya dengan berpuasa (al Fatawa al Kubra juz 5).
Dan di dalam kitab Tuhfatul Muhtaj karya Ibnu Hajar al Haitamy R.A disebutkan: dan hari Asyura-
tidak mengapa berpuasa pada hari itu saja (lihat juz3, bab puasa sunnah).

Boleh berpuasa pada hari Asyura- walaupun hari itu hari Sabtu atau Jumat

Telah ada riwayat tentang larangan berpuasa pada hari Jumat secara tersendiri dan larangan
tentang berpuasa pada hari Sabtu kecuali puasa wajib, tetapi hilang kemakruhannya jika ia
berpuasa pada dua hari ini dengan menggambungkan satu hari ke setiap dari keduanya atau
bertepatan dengan kebiasaan yang disyariatkan seperti berpuasa 1 hari dan berbuka 1 hari atau
berpuasa sebagai nadzar atau puasa qadha- atau puasa yang dianjurkan oleh agama seperti puasa
hari Arafah dan hari Asyura- (lihat kitab Tuhfatul Muhtaj, juz 3 bab puasa sunnah dan kitab
Musykilul Aatsar, juz 2, bab puasa hari Sabtu).

Al Bauhuti R.A berkata: Dan dimakruhkan bersengaja berpuasa pada hari Sabtu disebabkan oleh
hadits Abdullah Bin Busyr dari saudara perempuannya:
Dan janganlah kalian berpuasa hari Sabtu kecuali puasa yang diwajibkan bagi kalian. Hadits
riwayat Ahmad dengan sanad yang baik dan Imam hakim, beliau berkata: Hadits ini berdasarkan
syarat shahih Bukhari. Dan dikarenakan ia adalah hari yang dimuliakan oleh orang-orang Yahudi,
karena pengkhususan berpuasa pada hari itu saja ada persamaan dengan mereka ( kecuali
apabila bertepatan ) hari Jumat atau hari Sabtu ( biasanya) seperti bertepatan dengan hari Arafah
atau hari Asyura- dan merupakan kebiasaannya berpuasa pada kedua hari itu maka tidak
dimakruhkan, karena suatu adat mempunyai pengaruh di dalam hal tersebut. (Lihat kitab
Kasysyaful Qina juz2, bab Puasa sunnah)

Apakah yang harus dikerjakan apabila hilal (awal bulan) belum jelas??
Imam Ahmad R.A berkata: Dan Jika awal bulan masih samar maka ia berpuasa tiga hari, dan
sesungguhnya ia kerjakan demikian agar ia yakin pada hari kesembilan dan kesepuluhnya ( kitab al
Mughni karya Ibnu qudamah juz 3, shiyam shiyam bulan Asyura-)

Barang siapa yang belum mengetahui masuk awal bulan Muharram dan ia ingin berhati-hati untuk
hari kesepuluh maka hendaklah ia menggenapkan bulan Dzulhijjah 30 hari sebagaimana kaidah
yang dikenal kemudian ia bepuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh. Dan barang siapa yang
menginginkan berhati-hati pada hari kesembilannnya juga maka ia berpuasa pada hari kedelapan
dan kesembilan dan kesepuluh ( kalau seandainya Dzulhijjah sebenarnya kurang (dari 30) maka ia
telah mendapatkan hari kesembilan dan kesepuluh dengan yakin). Dan mengingat bahwa berpuasa
pada hari Asyura- dianjurkan dan tidak diwajibkan maka manusia tidak diperintahkan untuk benar-
benar memperhatikan awal bulan sebagaimana mereka diperintahkan untuk benar-benar awal bulan
Ramadhan dan Bulan Syawwal.

Puasa hari Asyura-, menghapuskan apa??


An Nawawi R.A berkata: Menghapuskan dosa-dosa kecil, dan taqdirnya adalah menghapuskan
dosa-dosa sipelakunya seluruhnya kecuali dosa-dosa besar. beliau R.A berkata juga: Puasa hari
Arafah sebagai penghapus dosa dua tahun dan puasa Asyura- sebagai penghapus dosa satu
tahun dan apabila pengucapan amin nya bertepatan dengan para malaikat maka akan
diampunkan baginya dosa-dosanya yang telah tiap dari perkara yang disebutkan ini bisa
digunakan untuk penghapus dosa, apabila ia mendapatkan sesuatu yang bisa ia hapuskan dari
dosa-dosa kecil maka ia menghapusnya dan apabila tidak mendapatkan dosa-dosa kecil atau besar
maka dituliskan dengan sebabnya berupa kebaikan-kebaikan, dan diangkat untuknya beberapa
derajat dengan sebab itu. Dan apabila ia mendapatkan satu dosa besar atau beberapa dosa besar
dan tidak mendapatkan dosa-dosa kecil maka kita harapkan ia bisa meringankan dosa besar. (lihat
kitab al Majmu Syarah Muhadzdzab, juz 6, puasa hari Arafah)

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah R.A berkata: Dan penghapusan dosa (dari pahala) bersuci, shalat,
berpuasa bulan Ramadhan, puasa hari Arafah dan hari Asyua- hanya untuk dosa-dosa kecil saja.
(lihat kitab al Fatawa al Kubra, juz 5 ).

Jangan terpesona dengan pahala puasa!


Beberapa orang terpesona dengan menyandarkan pahala puasa hari Asyura- atau hari Arafah,
sampai-sampai sebagian dari mereka berkata: Puasa hari Asyura- menghapuskan seluruh dosa-
dosa dalam satu tahun itu, dan tersisa puasa hari Arafah bonus di dalam pahala.

Ibnul Qayyim R.A berkata: Orang yang terperdaya ini tidak menyadari bahwa puasa bulan
Ramadhan dan shalat wajib lima waktu lebih agung dan lebih tinggi dari berpuasa pada hari Arafah
dan hari Asyura- dan ia (shalat lima waktu dan puasa bulan Ramadhan) menghapuskan dosa-dosa
diantara keduanya apabila ia menghindari dosa-dosa besar. Puasa Ramadhan ke puasa
Ramadhan, shalat Jumat ke shalat Jumat tidak berfungsi untuk menghilangkan dosa-dosa kecil
kecuali dengan menggabungkan kepadanya penjauhan akan dosa-dosa besar dan akhirnya
gabungan dari dua perkara ini berkekuatan untuk menghapuskan dosa-dosa kecil. Dan dari orang-
orang yang terlena ada yang mengira bahwa ketaatannya lebih banyak dari perbuatan-perbuatan
maksiatnya, karena ia tidak menghisab dirinya akan kesalahan-kesalahannya dan tidak mencri-cari
akan dosa-dosanya, sedangkan apabila ia telah mengerjakan satu ketaatan maka ia akan
menghapalnya dan menghitungnya seperti orang yang beristighfar dengan lisannya atau bertasbih
di dalam satu hari 100 kali, kemudian ia menggunjing kaum muslimin dan merobek-robek
kehormatannya dan ia berbicara dengan sesuatu yang tidak Allah ? ridhai di sepanjang harinya,
maka orang ini selalu melihat keutamaan bertasbih, bertahlil dan tidak menoleh kepada apa yang
diriwayatkan dari ancaman bagi orang-orang penggunjing, pendusta dan pengadu domba serta
selain daripada itu yang berupa penyakit-penyakit lisan, dan hal demikian itu adalah benar-benar
penipuan. (lihat kitab al Mausuah al Fiqhiyah, juz 31, ghurur)

Berpuasa hari Asyura- dalam keadaan masih punya tanggungan dari puasa Ramadhan
Para Ahli Fiqh berbeza pendapat di dalam hukum mengerjakan puasa sunnah sebelum mengqadha-
puasa Ramadhan, Madzhab Hanafy berpendapat diperbolehkan berpuasa sunnah sebelum
mengqadha- puasa Ramadhan tanpa ada kemakruhan dikarenakan menggantinya tidak wajib
dengan segera dan madzhab Maliky dan Syafii berpendapat diperbolehkan berpuasa dengan
kemakruhan dikarenakan akan mentakhirkan suatu yang wajib. Ad Dasuqy berkata: Dimakruhkan
berpuasa sunnat atas siapa yang mempunyai tanggungan puasa wajib seperti orang yang
bernadzar, puasa qadha, puasa sebagai (kaffarah) penebus sesuatu, baik puasa sunnah yang ia
dahulukan dari puasa wajib itu tidak ditekankan atau ditekankan, seperti puasa Asyura-, puasa
tanggal 9 dari bulan Dzulhijjah menurut pendapat yang lebih utama. Dan Madzhab Hanbali
berpendapat akan keharaman puasa sunnah sebelum mengqadha- puasa Ramadhan dan tidak
sahnya berpuasa sunnah waktu itu walaupun masih panjang waktu untuk mengqadha-. Dan
diharuskan untuk memulai dengan mengerjakan yang wajib sampai ia selesai mengqadha-nya (lihat
kitab al Mausuah al Fiqhiyah juz 28:puasa sunnah)

Maka dari itu hendaklah seorang muslim bersegera mengqadha- setelah bulan Ramadhan agar
memungkinkannya untuk mengerjakan puasa Arafah Dan Asyura- tanpa ada kesulitan, dan apabila
ia berpuasa hari Arafah dan hari Asyura- dengan niat dari malam hari mengqadha- maka hal yang
demikian itu telah mencukupi di dalam pengqadha-an puasa yang wajib.
p/s: ibadat bukan hanya pada bulan-bulan tertentu tapi ia adalah perkara yang harus dilakukan
seumur hidup..sama-sama pertingkatkan iman ye sahabat ^_^

Anda mungkin juga menyukai