Berikut Penjelasannya
Pada hadis riwayat muslim dijelaskan seperti berikut ini : “Puasa Arofah (9
Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang.
Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR.
Muslim no. 1162)
Berdasarkan hadist Ibnu Abbas ra, bahwasanya ia berkata : Ketika Rasulullah saw.
berpuasa pada hari ‘Asyura’ dan memerintahkan kaum muslimin berpuasa, para
shahabat berkata :
” Wahai Rasulullah ini adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nasrani”. Maka
Rasulullah pun bersabda :”Jika tahun depan kita bertemu dengan bulan Muharram,
kita akan berpuasa pada hari kesembilan. “ (H.R. Bukhari dan Muslim).
Begitu juga hadist Ibnu Abbas ra, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda :
“Puasalah pada hari Asyura’, dan berbuatlah sesuatu yang berbeda dengan Yahudi
dalam masalah ini, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.“ ( HR
Ahmad dan Ibnu Khuzaimah ) Dalam riwayat Ibnu Abbas lainnya disebutkan :
“Berpuasalah sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya.“
Hari peringatan maulid nabi ini pertama kali dilakukan oleh Sultan Salahuddin Al-
Ayyubi. Dalam peringatannya beliau menceritakan tentang sejarah kelahiran nabi
sampai dengan perjuangan Nabi untuk Umatnya yang patut dijadikan contoh atau
sebagai suri tauladan yang baik untuk umatnya. Hukum memperingati maulid nabi
adalah bid’ah hasanah yang bertujuan untuk meneladani akhlak terpuji dan
membesarkan junjungan nabi Agung kita Muhammad SAW.
Dari Abi Qatadah Radhiyallahu ‘Anhu berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda,”Puasa hari Arafah menghapuskan dosa dua tahun, yaitu tahun
sebelumnya dan tahun sesudahnya. Puasa Asyura’ menghapuskan dosa tahun
sebelumnya. (HR. Jamaah, kecuali Bukhari dan Tirmizy)
“Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan
setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa
setahun yang lalu.”
(HR. Muslim no. 1162)
Bagi sejumlah pemuda di Cirebon momen ini digunakan untuk saling bantu membantu agar perayaan kedua
hari raya tersebut berjalan dengan lancar.
Sugianto, seorang anggota dari organisasi masyarakat bernama Pelita (Pemuda Lintas Agama) mengatakan
dirinya dan beberapa pemuda anggota lainnya membantu perayaan Maulid Nabi di sebuah universitas di
Cirebon, meski bukan penganut agama Islam.
"Dalam membantu itu kita menyiapkan segala sesuatunya, baik angkut-angkut kursi, soundsystem (sistem
suara), perlengkapan lain seperti dekorasi, lalu dalam hal ini juga kita berbagi tugas soal parkiran," kata
Sugianto.
Di lain pihak, pemuda yang beragama Islam juga membantu umat Kristen mempersiapkan acara untuk Natal.
"Udah dua hari ini bantu-bantu, nyiapin persiapan Natal. Itu bentuk dari kegiatan sosial karena Pelita kan
orientasinya menjaga kerukunan umat beragama, di bidang sosialnya, bukan teologinya," ucap Haryono yang
juga tergabung dalam Pelita.
Gereja tersebut berada dekat dengan sebuah masjid, yakni Masjid Agung Jami yang juga mengadakan
pengajian Maulid Nabi pada Kamis (24/12) malam, bertepatan dengan misa malam Natal.
"Kemarin kami kordinasi, sifatnya sama-sama kita mengatur keamanan, sama-sama kita mengatur parkir.
Parkir kita kan bersama yah," kata Emmawati Baule, pendeta dan ketua di GPIB Immanuel Malang.
Menurut KH Zainuddin A Muhith, ketua umum takmir Masjid Agung Jami Malang, masjidnya dan Gereja
Immanuel selama ini memang selalu saling toleransi dan bekerja sama.
"Misalnya, pihak-pihak gereja mengajak pada suatu saat di ulang tahunnya untuk kerja bakti tentang keindahan
kota, ngecat jalan, kami menyediakan tenaga, antara lain. Itu kan menunjukkan kebersamaan kita," kata
Zainuddin.
'Sudah seharusnya'
Sebenarnya sikap dan tindakan saling menghormati antar umat beragama di Indonesia masih banyak lagi,
namun hal tersebut jarang terdengar.
Hal ini menurut Anick Hamim Tohari, seorang aktivis pluralisme yang pernah bekerja di Jaringan Islam
Liberal, disebabkan oleh banyak hal.
Anick pun mengimbau agar semua pemeluk agama saling mendukung dan mencegah adanya kasus-kasus
intoleransi.