Anda di halaman 1dari 9

Edisi 51 Tahun 17

“Bulan Suro
Bulan Mulia”
Q.S. At Taubah : 36
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan
dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di an-
taranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka
janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu.”

• Bulan Suro bukanlah bulan kesialan, melainkan salah satu bulan yang di-
sucikan.
• Pada bulan ini, sangat ditekankan untuk menjauhi perbuatan maksiat,
terlebih pembunuhan dan peperangan
• Peluang amal shalih di bulan Muharram:
1. Memperbanyak puasa sunnah
         ”Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah,
yakni bulan Muharram...” (H.R. Muslim).
2. Puasa ‘Asyura (10 Muharram)
         “Puasa Asyura menjadi penebus dosa setahun yang telah lalu.” (H.R.
Muslim).
3. Menyelisihi Yahudi dengan puasa Tasu’a (9 Muharram)
4. Perbanyak amal shalih dan jauhi maksiat.

• Muharram bukan sekadar selebrasi, tapi bulan introspeksi


S egala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan
salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Mu-
hammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabat-
nya, serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Saudaraku yang semoga senantiasa dirahmati Allah Ta’ala,
kita telah memasuki bulan Muharram. Masyarakat Jawa lebih
mengenal bulan ini dengan nama bulan Suro. Bulan Suro bukan-
lah bulan kesialan, bukan pula bulan dimana kita harus meng-
hindari aktivitas dan mengurungkan hajat besar kita karena ta-
kut kesialan.
Akan tetapi, bulan Muharram sejatinya adalah bulan yang
telah Allah muliakan sebagai salah satu dari empat bulan haram
(yang disucikan). Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita memu-
liakan bulan ini dengan ibadah dan amalan soleh.

Mulianya Bulan Muharram


Pembaca yang budiman, Allah Ta’ala telah memuliakan bu-
lan Muharram sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Sesung-
guhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan da-
lam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi,
di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang
lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan
yang empat itu.” (Q.S. At Taubah : 36).
Empat bulan suci tersebut adalah bulan Dzulqa’dah, Dzul-
hijjah, Muharram, dan Rajab. Sebagaimana yang telah disabda-
kan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Satu tahun itu

2
ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram, yai-
tu tiga bulan berturut-turut Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram
serta Rajab yang ada diantara bulan Jumada dan Sya’ban.” (H.R.
Bukhari).
Mengapa keempat bulan tersebut dinamakan bulan haram?
Al Qadhi Abu Ya’la rahimahullah menjelaskan,“ Dinamakan
bulan haram karena dua makna :
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pem-
bunuhan sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang jahiliyah
dahulu.
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan per-
buatan maksiat secara umum lebih ditekankan daripada bu-
lan-bulan lainnya disebabkan mulianya bulan tersebut.” (Zaa-
dul Masir, III/432).

Peluang amal shalih di bulan Mu-


harram
1. Memperbanyak puasa sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Sebaik-baik
puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yakni
bulan Muharram. Dan salat yang paling utama setelah salat wa-
jib adalah salat malam.” (H.R. Muslim).
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Hadits di atas
merupakan penegasan bahwa sebaik-baik bulan untuk berpuasa

3
(setelah bulan Ramadhan –pen.) adalah pada bulan Muharram”
(Syarh Shahih Muslim, VIII/55).
Di antara sahabat yang gemar melakukan puasa pada bu-
lan-bulan haram (termasuk bulan haram adalah Muharram) ya-
itu ‘Umar, Aisyah, dan Abu Tholhah. Bahkan Ibnu ‘Umar dan Al
Hasan Al Bashri gemar melakukan puasa pada setiap bulan ha-
ram (Latho-if Al Ma’arif, hal. 71).

2. Puasa ‘Asyura (10 Muharram)


Pembaca yang dicintai Allah, hari ‘Asyura (10 Muharram) ada-
lah hari yang dimuliakan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam per-
nah bertutur tentang keutamaan hari ‘Asyura dalam sebuah hadi-
ts yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau
berkata, ”Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam begitu menjaga keutamaan satu hari di atas hari-hari
lainnya, melebihi hari ini (hari ‘Asyura) dan bulan ini (bulan Ra-
madhan).” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Di antara bentuk memuliakan hari ‘Asyura adalah dengan
berpuasa pada hari tersebut. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma
mengatakan,” Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di
Madinah, orang-orang Yahudi sedang berpuasa ‘Asyura, mereka
mengatakan, ‘Ini adalah hari di mana Musa berhasil mengalah-
kan Fir’aun.’ Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ber-
sabda kepada para sahabat, ”Kalian lebih berhak terhadap Musa
daripada mereka (orang Yahudi), karena itu berpuasalah!” (H.R.
Bukhari).

4
Tak hanya itu, Nabi pun telah mengabarkan tentang besarnya
ganjaran bagi orang yang berpuasa di hari ‘Asyura. Sebagaima-
na yang diriwayatkan dari Abu Qa-tadah Al Anshari radhiyallahu
‘anhu, beliau mengatakan, “Nabi ditanya tentang puasa ‘Asyura,
kemudian beliau menjawab, ‘Puasa Asyura menjadi penebus dosa
setahun yang telah lalu’.” (H.R. Muslim).

3. Menyelisihi Yahudi dengan puasa Tasu’a (9 Muharram)


Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,” Ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa ‘Asyura dan memerintah-
kan para sahabat untuk berpuasa, mereka (para sahabat) ber-
kata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini adalah hari yang dia-
gungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani’. Maka beliau bersabda,
“Kalau begitu tahun depan insya Allah kita akan berpuasa juga
pada 9 Muharram (Puasa Tasu’a)”. Ibnu ‘Abbas berkata, “Belum
sampai tahun berikutnya, Rasulullah telah wafat.” (H.R. Bukhari).
Berdasarkan hadits ini, sebagian ulama ada yang berpenda-
pat tidak disukainya berpuasa tanggal 10 Muharram saja karena
menyerupai perbuatan orang-orang Yahudi. Tetapi, ulama lain
membolehkan meskipun pahalanya tidak sebanding dengan pa-
hala puasa tanggal 10 yang digandengkan dengan puasa 1 hari
sebelumnya yakni puasa Tasu’a (9 Muharram) (Syarhul Mumti’).

4. Perbanyak amal shalih dan jauhi maksiat


Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Janganlah kalian meng-
aniaya diri kalian di bulan-bulan tersebut.” (Q.S. At Taubah : 36).

5
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menafsirkan, ”Allah telah
mengkhususkan empat bulan tersebut dari dua belas bulan yang
ada. Allah pun menjadikannya sebagai bulan-bulan yang haram
(disucikan) dan mengagungkan kemuliaannya. Allah jadikan dosa
yang dilakukan di bulan tersebut lebih besar (perhitungannya) di-
bandingkan bulan-bulan lainnya, serta memberikan pahala yang
lebih besar untuk amalan-amalan shalih.” (Tafsir Al Quran Al ‘Az-
him, II/444).
Qatadah juga mengatakan, ”Sesungguhnya kezhaliman di
dalam bulan-bulan haram lebih besar bahaya dan dosanya di-
bandingkan kezhaliman di bulan-bulan lainnya. Padahal, perka-
ra kezhaliman merupakan dosa yang besar dalam setiap kondisi,
tetapi Allah menjadikan sebagian perkara menjadi agung sesuai
dengan kehendak-Nya.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, II/444).
Oleh karenanya saudaraku, marilah kita perbanyak amal
ketaatan di bulan ini dengan membaca Al Qur’an, banyak ber-
puasa, sedekah, salat malam, berdzikir, dan lainnya mengingat
besarnya pahala yang Allah janjikan. Pun tak lupa, jauhi mak-
siat kepada Allah yang sejatinya adalah perbuatan menzhalimi
diri kita, karena dosa di bulan haram lebih besar dibandingkan
dosa-dosa selain bulan haram.

Muharram bukan sekadar selebrasi,


tapi bulan introspeksi
Saudaraku yang semoga senantiasa dicintai Allah, tak tera-
sa kita telah berada di awal bulan hijriah. Begitu cepatnya tahun

6
berganti sampai-sampai kita tidak sadar usia kita di dunia pun
semakin berkurang. Perlahan tapi pasti, kita semakin dekat de-
ngan kehidupan akhirat.
Suatu ketika, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bertutur,
“Sesungguhnya dunia telah berlalu jauh ke belakang, sedangkan
akhirat datang menjelang. Masing-masing memiliki anak (yakni
hamba dunia dan hamba akhirat). Jadilah kalian anak-anak akhi-
rat dan janganlah menjadi anak-anak dunia. Sebab, hari ini yang
ada hanyalah amal dan belum ada hisab (perhitungan amal), se-
mentara esok (hari akhir) yang ada hanyalah hisab dan bukan saat
beramal.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2/378, Fathul Bari, 11/239).
Pergantian tahun hijriah bukanlah termasuk hari raya dalam
Islam yang harus disambut dengan selebrasi. Esensi yang lebih
penting, pergantian tahun mengajak kita untuk mengintrospek-
si diri, menyadari ternyata umur kita semakin bertambah. Lalu
muncul pertanyaan di benak kita, “Semakin bertambah usia kita,
apakah kita semakin dekat menuju surga atau malah semakin
dekat ke neraka?”.
Karenanya saudaraku, sudahkah kita mempersiapkan be-
kal untuk menuju perjalanan panjang di akhirat kelak dengan
amalan-amalan shalih? Sudahkah kita siap untuk mempertang-
gungjawabkan semua perbuatan yang telah kita kerjakan di ha-
dapan Allah kelak?
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan setiap diri hendaklah

7
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhi-
rat)” (Q.S. Al Hasyr : 18).
Menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ”Yai-
tu, hendaklah kalian menghisab (menghitung-hitung) amalan (diri)
kalian sebelum kalian dihisab (pada hari kiamat), dan perhatikan-
lah amal kebaikan apa yang telah kalian persiapkan sebagai be-
kal kembali menghadap kepada Rabb kalian.” (Tafsir Al Quran
Al ‘Azhim, IV/417).
Semoga Allah karuniakan hidayah taufik-Nya kepada kita
agar senantiasa mengintrospeksi diri dan sibuk menyiapkan be-
kal menuju kampung akhirat. Semoga Allah juga mudahkan kita
beramal salih di bulan yang mulia ini dan menjauhkan kita dari
perbuatan maksiat, sehingga kita semua kelak sampai di tuju-
an utama kita. Ya, sampai di surga Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Aamiin.

Penulis: 
Bagas Prasetya Fazri ,S. Farm., Apt.
(Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)
Murajaah: Ustaz Abu Salman, B.I.S.

SUSUNAN REDAKSI
Penanggung jawab Ari Wahyudi, S.Si. | Penasihat Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A.| Editor Ahli Ustadz Ammi Nur Baits, S.T., B.A.,
Ustadz Abu Salman, B.I.S., Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A. | Pemimpin redaksi Wildan S., S.Farm., Apt. | Redaktur pelaksana &
Editor Arif Muhammad N, S.Pd | Layouter Ramane musa .

ALAMAT REDAKSI
Kantor Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari, Jalan Selokan Mataram No. 412 Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I. Yogyakarta, Indonesia

WEBSITE | buletin.muslim.or.id @buletintauhid INFORMASI | 0852 9080 8972

Anda mungkin juga menyukai