Anda di halaman 1dari 13

Sejarah dan Makna 1 Muharram Tahun Baru Islam ( Hijriyah )

Rasiyam Hidayat Jumat, 30 September 2016 Aqidah

َّ ‫ِِالر ْح َٰم ِن‬


ِ‫ِِالر ِح ِيم‬ َّ ِ‫َِِللا‬
َّ ‫س ِم‬
ْ ِ‫ب‬
Assalamu'alaikum wr.wb. Kajian Islam (katagori Aqidah)
Pembaca budiman, Rahmat serta karuniaNya semoga selalu mengiringi kita dalam segala
aktivitas di dunia ini. Aamiin...

Rasiyambumen/Pelangi Khazanah Islam, menulis materi : Sejarah dan Makna 1 Muharram


Tahun Baru Islam (Tahun Hijriyah).

Makna 1 Muharram Tahun Baru Islam (Hijriyah), adalah bulan pertama dalam kalender Islam.
Bulam Muharram adalah salah satu dari empat bulan suci dalam tahun Hjriyah.
Kata "Muharram" berarti "terlarang" dan berasal adari kata haram, yang berarti "berdosa". Hal
ini dianggap bulan paling suci kedua setetlah bulan Ramadhan. Beberapa warga muslim
berpuasa di bebehari bulan ini. Hari kesepuluh bulan Muharram adalah hari "Asyura". Sebagian
besar muslim beerpuasa pada hari ini 10 Muharram, karena tercatat dalam hadits Rasulullah saw.
bahwa Nabi Musa dan kaumnya memperoleh kemenangan atas Fir'aun di Mesir, pada 10
Muharram, Nabi Muhammad saw. meminta kepada umatnya untuk berdoa pada hari ini yaitu
Asyura dan hari sebelum yang 9 (Tasu'a).

Kelompok muslim sunni selama Muharram pada hari sepuluh pertama mereka melaksanakan
puasa dan biasanya pada hari kesepuluh saja mereka berpuasa Muharram. Dan ada pula yang
melakukannya pada hari ke-sembilan dan ke-sepuluh di bulan Muharram.

‫ش ْه ًرا فى ك ٰتب اللَّـه َي ْو َم َخ َلقَ السَّمٰ ٰوت‬ َ ‫ش ُهور عندَ اللَّـه اثْنَا َعش ََر‬ ُّ ‫إ َّن عدَّة َ ال‬
َ ‫س ُك ْم ۚ َو ٰقتلُوا َو ْاْل َ ْر‬
‫ض‬ ُ ‫م ْن َهآ أ َ ْر َب َعة ُح ُرم ۚ ٰذل َك الد‬
ْ َ ‫ِّين ْالقَيِّ ُم ۚ فَ َل ت‬
َ ُ‫ظل ُموا فيه َّن أَنف‬
ً‫َك َما يُ ٰقتلُونَ ُك ْم َكآفَّةً ۚ َوا ْعلَ ُم ٓوا أ َ َّن اللَّـهَ َم َع ْال ُمتَّقينَ ْال ُم ْشركينَ َكآفَّة‬
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisis Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram (640). Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri (641 kamu dalam bulan
yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun
memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang
bertaqwa". (QS at-Taubah : 36)

Di dalam surat At-Taubah ayat 36 Allah telah menetapkan bahwa dari 12 bulan dalam kalender
Qamariyah ada 4 bulam yang ditetapkan oleh Allah swt, sebagai bulan terhormat.
Hal itu dipertegas oleh Rasullah dalam Haditsnya yang diriwayatkan oleh Muslim, dan Ahmad
salah satu di antara ke-empat bulan tersebut adalah bulan Muharram.

Kehormatan ke-4 bulan ini diakui bahkan di jaga oleh orang Arab pada masa Jahilliyah, hingga
mereka tidak mau membalas, bahkan membunuh orang yang telah membunuh orang tua mereka
sekalipun, ketika bertemu pada bulan-bulan itu.
Penghormatan ke-4 bulan ini menunjukkan adanya sesuatu yang istimewa. Salah satu di antara
keistimewaan bulan Muharram sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayat al-Bukhari dan
Muslim pada bulan Muharram tepatnya hari ke-10 Muharram,. Allah swt. menyelamatkan Musa
dan Bani Israil dari kejaran raja Fir'aun dan tentaranya.
Peristiwa ini diperingati oleh kaum Yahudi dengan melaksanakan puasa pada tiap tanggal 10
muharram yang disebut puasa asyura, bahkan mereka menjadikannya hari asyura sebagai hari
raya. Hal ini diterangkan oleh sahabat Abu Musa al-Asy'ai :
"Hari Asyura itu adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan mereka menjadikannya hari
raya. Puasa inipun biasa dilaksanakan oleh kaum Nasrani dan Musyrikin Qurayis pada masa
jahilliyah dengan alasan masing-masing.

Dengan keterangan-keterangan tersebut diatas jelaslah bahwa bulan Muharram dianggap


istimewa oleh kaum Jahilliyah Qurays dan kaum Yahudi karena adanya sesuatu yang dianggap
penting oleh mereke sehingga mereka memperingatinya dengan puasa tiap tanggal 10 Muharram
yang disebut "puasa asyura".

Kebiasaan Yahudi dan Nasrani dalam memperingati peristiwa-peristiwa penting, khususnya


bulan muharram berdasar atau memiliki peangaruh yang sangat kuat terhadap sebagian muslim,
diantaranya :
1. Orang Syi'ah menganggap bahwa bulan muharram dianggap sebagai hari
bersejarah yakni terbunuhnya Husen di padang Karbala pada tanggal 10 Muharram,
sehingga diperingati oleh mereka dengan cara yang berlebihan bahkan melanggar syariat
Islam, yaitu memakai pakaian hitam-hitam, berkabung, bahkan memukul-mukul tubuh
sendiri hingga berdarah. Demikian pula 25 Muharram sebagai peringatan terbunuhnya
Ali Zainal Abidin.
2. Sebagian orang ada yang menganggap bahwa bulan Muharram itu adalah bulan
keramat sehingga melakukan ritual-ritual yang bertentangan dengan syariat, seperti
membuat bubur asyura (sebutan mereka).
3. Sebagian yang lain menganggap bulan Muharram sebagai bulan hijriyahnya
Rasulullah ke Madinah sehingga diperingati dengan berbagai acara dan upacara yang
beragam.
Kapan Rasulullah Hijrah ke Madinah ?
Beragam informasi dijumpai pada kitak-kitab tarikh tentang peristiwa itu. Imam at-Thabrani dan
Ibnu Ishaq menyatakan, "Sebelum samapai di Madinah (waktu itu bernama Yatsrib), Rasulullah
saw. singgah di Quba pada hari Senin, 12 Rabi'ul Awal, tahun ke 13 kenabian (24 September 622
M) waktu Dhuha (sekitar jam 8.00 atau 9.00). Di tempat inilah beliau tinggal di keluarga Amr
bin Auf selama empat hari (hingga hari kamis 15 Rabi'ul Awal / 27 Sepember 1622 M dan
membangun masjid pertama (yang disebut Masjid Quba). Pada hari Jum'at 16 Rabi'ul Awal / 28
September 622 M, beliau berangkat menuju Madinah. Di tengah perjalanan, ketika beliau berada
di Bathni wadin (lembah di sekitar Madinah) milik keluarga Banu Salim bin Auf, datang
kewajiban Jum'at (dengan turunnya ayat 9 surat Al-Jum'ah). Maka Nabi shalat Jum'at bersama
mereka dan khutbah di tempat itu. Inilah shalat Jum'at yang pertama di dalam sejarah Islam.
Setelah melaksanakan shalat Jum'at Nabi melanjutkan perjalanan menuju Madinah. (Lihat tarikh
at-Thabari. 1571, Sirah Ibnu Hisyam juz III hal. 22 Tafsir al-Qurthubi juz XVIII hal 88.

Keterangan ini bahwa Nabi Tiba di Madinah pada hari Jum'at 16 Rai'ul Awal / 28 September 622
M. Sedangkan ahli tarikh lainnya berpendapat hari Senin, 12 Rabi'ul Awal /5 Oktober 621 M.
namun ada pula yang mengatakan hari jum'at 12 Rabiul Awal / 24 Maret 622 M.

Terlepas dari perbedaan tanggal dan tahun baik hjriyah ataupun Masehi namun para ahli
semuanya bersepakat bahwa hijrah Nabi terjadi pada bulan Raiu'l Awwal, bukan bulan
Muharram. Antara permulaan hijrah Nabi dan bulan Muharram ketika itu jatuh pada tanggal 15
Juli 622 M.
Karena itu penetapan bulan Muharram oleh Umar bin Khattab sebagai permulaan tahun Hijrah
tidak didasarkan atas pengagungan dan peringatan peristiwa hijrah Nabi. Sebagai bukti beliau
tidak menetapkan bulan Rabi'ul awal (bulan hijrahnya Rasulullah ke Madinah) sebagai
permulaan bulan pada kalender Hijrah. Lebih jauh dari itu, beliau pun tidak pernah mengadakan
peringatan tahun baru hijrah, baik tiap bulan Muharram maupun Rabi'ul Awwal, selama
kekhalifaannya. Demikian pula khalifah sesudahnya.

Yang jelas asal muasal peringatan tahun baru Hijrah tiap 1 Muharram baru dimulai sejak tahun
1970-an yang berasal dari ide pertemuan cendikiawan muslim di Amerika Serikat . Waktu itu
terjadi fenomena maraknya dakwah , masjid-masjid dipenuhi jama'ah dan munculnya jilbab
hingga kemudian dikatakan sebagai kebangkitan Islam. Islamic Revival. (Lihat Pikiran Rakyat
Online)

Bagi kaum muslimin bulan Muharram dianggap istimewa bukan karena adanya satu peristiwa
yang terjadi pada bulan itu, tetapi dikarenakan ada syariat yang ditetapkan oleh Allah, yakni
pelaksanaan puasa sunnah.

Makna 1 Muharram dan Hikmah dari Peristiwa Hijrah Nabi.


Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari Hijrahnya Nabi dan para shabat dari Mekkah ke
Madinah saat itu adalah :
Pertama : peristiwa hijrah Rasulullah saw, dan para sahabatnya dari Mekkah ke Madinah
merupakan tonggak sejarah monumental dan memiliki makna yang sangat berarti bagi setiap
Muslim, karena hijrah merupakan tonngak kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan
situasi yang tidak kondusif di Mekkah, menuju suasanan yang prospektif di Madinah.

Kedua : Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa optimisme yang
tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal yang buruk kepada yang baik, dan hijrah dari hal-hal
baik ke yang lebih baik lagi. Rasulullah saw. dan para sahabat telah melawan rasa sedih dan
takut dengan berhijrah, meski harus meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan harta
benda mereka.

Ketiga : Hijrah mengandung semangat persaudaraan seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah
saw, pada saat beliau mempersaudarakan antara kaum Muhajrin dengan kaum Anshar, bahkan
beliau membina hubungan baik dengan beberapa kelompok Yahudi yang hidup di Madinah dan
sekitarnya pada waktu itu.

Dalam konteks sekarang ini, pemaknaan hijrah tentu bukan selalu harus identik dengan
meninggalkan kampung halaman seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw, dan
kaum muslimin, tetapi pemaknaan hijrah lebih kepada nilai-nilai dan semangat berhijrah itu
sendiri. karena hijrah dalam arti seperti ini tidak akan pernah berhenti.

Dalam sebuah riwayat ada seseorang yang mendatangi Rasulullah saw. dan berkata : "Wahai
Rasulullah saya baru saja mengunjungi kaum yang berpendapat bahwa hijrah telah berakhir."
Rasulullah bersabda : Sesungguhnya hijrah itu tidak ada hentinya, sehingga terhentinya taubat
dan taubat itu tidak ada hentinya sehingga matahari terbit dari barat.

Instropeksi Diri Atau Bermuhasabah.


Dengan memasuki tahun baru hijrah, kita akan memasuki 1 Muharram yang berarti kita akan
meninggalkan tahun lalu, dan memasuki tahun baru, yakni tahun baru 1438 Hijriyah.
Penyambutan tahun baru ini tidak selayaknya seperti yang dilakukan orang-orang non Muslim
saat merayakan tahun baru Masehi., tetapi merayakannya sesuai dengan yang dicontohkan
Rasulullah saw.
Sekarang kita masih hidup, tetapi siapa tahu besok atau lusa minggu depan atau bulan depan atau
tahun depan kita akan mati. Sekarang kita masih dapat menikmati tahun baru Hjriyah tetapi siapa
tahu tahun depan kita sudah tiada. Berbahagialah bagi mereka yang diberi umur panjang dan
mengisinya dengan amalan-amalan yang baik dan manfaat, perbuatan-perbuatan yang
bijak. Rasulullah saw, bersabda : "Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik
amalannya" (HR. Ahmad)
Dalam menyambut tahun baru hijriyah sangat penting bagi kita untuk berkaca diri, menilai dan
menimbang amalan-amalan yang kita telah lakukan, adakah kemaksiatan, dosa, yang telah kita
kerjakan. Agar tahun mendatang kita lebih banyak memperbaiki segala amalan-amalan yang
pada tahun sebelumnya masih banyak kekurangannya. Semoga dengan datangnya tahun baru
1438 Hijrah ini kita berdoa semoga Allah SWT akan selalu membimbing dan merahmati kita.

Demikian Sejarah dan Makna 1 Muharam Tahun Baru Islam (Hijriyah). Semoga bermanfaat dan
menambah wawasan kita dalam mengamalkan agama ini. Aamiin....
KEUTAMAAN DAN KEISTIMEWAAN BULAN MUHARRAM

200 Votes

1. Penamaan Bulan Ini


Kata Muharram secara bahasa, berarti diharamkan. Abu ‘Amr ibn Al ‘Alaa berkata,
“Dinamakan bulan Muharram karena peperangan(jihad) diharamkan pada bulan
tersebut”(1); jika saja jihad yang disyariatkan lalu hukumnya menjadi terlarang pada
bulan tersebut maka hal ini bermakna perbuatan-perbuatan yang secara asal telah
dilarang oleh Allah Ta’ala memiliki penekanan pengharaman untuk lebih dihindari
secara khusus pada bulan ini. Pada bulan ini Allah melarang umatnya untuk tidak
melakukan perbuatan yang dilarang-Nya. Seperti misalnya berperang, seperti yang
telah dilakukan oleh orang-orang kuraisy sebelum datangnya agama Islam.
2. Beberapa Keutamaan Bulan Muharram
a. Bulan Muharram Merupakan Salah Satu Diantara Bulan-Bulan Haram
Allah Ta’ala berfirman:

َّ‫ِينَّا ْلقيِ َُّمَّفلََّّت ْظ ِل ُموا‬


َُّ ‫تَّو ْاْل ْرضََّّ ِم ْنهاَّأ ْربعةََّّ ُح ُرمََّّذ ِلكََّّالد‬ َِّ ‫ّللاَِّي ْومََّّخلقََّّالسموا‬َّ َّ‫ب‬ َِّ ‫ّللاَِّاثْناَّعشرََّّشه ًْراَّفِيَّ ِكتا‬
َّ ََّّ‫ورَّ ِع ْند‬
َِّ ‫ش ُه‬ ُّ ‫إِنََّّ ِعدةََّّال‬
ً ً
َّ‫يهنََّّأ ْنفُس ُك َّْمَّوقا ِتلُواَّا ْل ُمش ِْر ِكينََّّكاف َّةَّكماَّيُقاتِلُون ُك َّْمَّكاف َّةَّواعْل ُمواَّأنََّّّللاََّّمعََّّا ْل ُمت ِقين‬ِ ِ‫ف‬
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan
Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.
Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu
dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya
sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya
Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. at Taubah :36).
Pada ayat ini menerangkan kepada kita bahwa setelah penciptaan langit dan bumi Allah
menciptakan bulan yang berjumlah 12 bulan yang mana bulan tersebut merupakan
bulan tahun Hijriah. Dalam bulan-bulan tersebut terdapat 4 bulan yang paling istimewa
diantara bulan yang lainnya, salah satunya adalah bulan Muharram. Pada bulan
Muharram Allah mengharamkan umat islam melakukan perbuatan yang dilarang,
(membunuh, berperang). Tetapi disana juga menjelaskan bahwa orang muslim harus
memerangi orang kafir yang selalu mengajak kepada kehancuran. Yang dilakukan orang
kafir, adalah bukan karena ingin merampas harta seperti yang dilakukan sebelum
datangnya islam, merebut kekuasaan, balas dendam seperti yang telah dialami ketika
umat islam mengusir orang kafir untuk meninggalkan Makkah dan Madinah, tetapi
mereka menginginkan agama Islam hancur.

Salah seorang ahli tafsir dari kalangan tabi’in yang bernama Qatadah bin Di’amah
Sadusi rahimahulloh menyatakan, “Amal sholeh lebih besar pahalanya jika dikerjakan
di bulan-bulan haram sebagaimana kezholiman di bulan-bulan haram lebih besar
dosanya dibandingkan dengan kezholiman yang dikerjakan di bulan-bulan lain
meskipun secara umum kezholiman adalah dosa yang besar”(2).
Disinilah yang menjadi pokok pada bulan Muharram, bahwa diharamkan umat-Nya
melakukankan berperang atau membunuh pada bulan-bulan istimewa tersebut, karena
apabila melanggarnya, maka dosanya akan dilipat gandakan dari bulan-bulan yang lain.
Dengan adanya larang tersebut berarti Allah juga akan memberikan pahala bagi umat-
Nya yang mengerjakan alaman seperti yang disunahkan.

Dalam hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu Bakrah radhiyallohu anhu, Rasulullah
shallallohu ‘alaihi wasallam menjelaskan keempat bulan haram yang dimaksud :

َّ‫تََّّو ْاْل ْرضََّّالسن َّةَُّاثْناَّعشرََّّشه ًْراَّ ِم ْنهاَّأ ْربعةََّّ ُح ُرمََّّثلثََّّ ُمتوا ِليَّاتََّّذُوَّا ْلق ْعد َِّة‬
َِّ ‫ّللاَُّالسموا‬ ْ ‫إِنََّّالزمانََّّق َّْدَّا‬
َّ ََّّ‫ستدارََّّكهيْئتِ َِّهَّي ْومََّّخلق‬
َّ‫بَّ ُمضرََّّالذِيَّبيْنََّّ ُجمادىََّّوش ْعبان‬ َُّ ‫وذُوَّا ْل ِحج َِّةَّوا ْل ُمحر َُّمَّورج‬
“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah
menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat
empat bulan yang dihormati : 3 bulan berturut-turut; Dzulqa’dah,
Dzulhijjah dan Muharram serta satu bulan yang terpisah yaitu Rajab Mudhar, yang
terdapat diantara bulan Jumada Akhiroh dan Sya’ban.” [ HR. Bukhari (3197) dan
Muslim(1679) ]
Para ulama bersepakat bahwa keempat bulan haram tersebut memiliki keutamaan
dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain selain Ramadhan, namun demikian
mereka berbeda pendapat, bulan apakah yang paling afdhal diantara keempat bulan
haram yang ada ? Imam Hasan Al Bashri rahimahulloh dan beberapa ulama lainnya
berkata, “Sesungguhnya Allah telah memulai waktu yang setahun dengan bulan
haram (Muharram) lalu menutupnya juga dengan bulan haram (Dzulhijjah) dan
tidak ada bulan dalam setahun setelah bulan Ramadhan yang lebih agung di sisi Allah
melebihi bulan Muharram” (3).
b. Bulan Muharram disifatkan sebagai Bulan Allah
Kedua belas bulan yang ada adalah makhluk ciptaan Allah, akan tetapi bulan Muharram
meraih keistimewaan khusus karena hanya bulan inilah yang disebut sebagai
“syahrullah” (Bulan Allah). Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda :

َّ‫ّللاَِّا ْل ُمحر َُّمَّوأ ْفض َُّلَّالصل َِّةََّّب ْعدََّّا ْلف ِريض َِّةَّصل َّةَُّالل ْي ِل‬
َّ َّ‫ْر‬
َُّ ‫امَّب ْعدََّّرمضانََّّشه‬ ِ َّ‫أ ْفض َُّل‬
َِّ ‫الصي‬
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu)
Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat
malam”.[ H.R. Muslim (11630) dari sahabat Abu Hurairah radhiyallohu
anhu]
Hadits ini mengindikasikan adanya keutamaan khusus yang dimiliki bulan Muharram
karena disandarkan kepada lafzhul Jalalah (lafazh Allah). Para Ulama telah
menerangkan bahwa ketika suatu makhluk disandarkan pada lafzhul Jalalah maka itu
mengindikasikasikan tasyrif (pemuliaan) terhadap makhluk tersebut, sebagaimana
istilah baitullah (rumah Allah) bagi mesjid atau lebih khusus Ka’bah
dan naqatullah (unta Allah) istilah bagi unta nabi Sholeh ‘alaihis salam dan lain
sebagainya.
Al Hafizh Abul Fadhl Al ‘Iraqy rahimahulloh menjelaskan, “Apa hikmah dari penamaan
Muharram sebagai syahrulloh (bulan Allah) sementara seluruh bulan milik Allah ?
Mungkin dijawab bahwa hal itu dikarenakan bulan Muharram termasuk diantara bulan-
bulan haram yang Allah diharamkan padanya berperang, disamping itu bulan
Muharram adalah bulan perdana dalam setahun maka disandarkan padanya lafzhul
Jalalah (lafazh Allah) sebagai bentuk pengkhususan baginya dan tidak ada bulan lain
yang Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam sandarkan kepadanya lafzhul Jalalah
melainkan bulan Muharram” (4)
As Suyuthi mengatakan: Dinamakan syahrullah – sementara bulan yang lain tak
mendapat gelar ini – karena nama bulan ini “Al Muharram” nama nama islami. Berbeda
dgn bulan-bulan lainnya. Nama-nama bulan lainnya sudah ada di zaman jahiliyah.
Sementara dulu, orang jahiliyah menyebut bulan Muharram ini dgn nama : Shafar
Awwal. Kemudian ketika islam datanng, Allah ganti nama bulan ini dgn Al Muharram,
sehingga nama bulan ini Allah sandarkan kepada dirinya (Syahrullah). (5)
Bulan ini juga sering dinamakan: Syahrullah Al Asham (Bulan Allah yang Sunyi).
Dinamakan demikian, karena sangat terhormatnya bulan ini (6). karena itu, tak boleh ada
sedikitpun riak & konflik di bulan ini.
3. Amalan Yang Dianjurkan di Bulan Muharram
Sebagaimana telah disebutkan di atas dari perkataan Qatadah rahimahulloh bahwa
amalan sholeh dilipatgandakan pahalanya di bulan-bulan haram, dengan demikian
secara umum segala jenis kebaikan dianjurkan untuk diperbanyak dan ditingkatkan
kualitasnya di bulan Muharram. Adapun ibadah yang dianjurkan secara khusus pada
bulan ini adalah memperbanyak puasa sunnah sebagaimana yang telah disebutkan
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu, beliau berkata
Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda,

َّ‫ّللاَِّا ْل ُمحر َُّمَّوأ ْفض َُّلَّالصل َِّةََّّب ْعدََّّا ْلف ِريض َِّةَّصل َّةَُّالل ْي ِل‬
َّ َّ‫ْر‬
َُّ ‫امَّب ْعدََّّرمضانََّّشه‬ ِ َّ‫أ ْفض َُّل‬
َِّ ‫الصي‬
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu)
Muharram dan shalat yang paling utama setelah puasa wajib adalah sholat
lail” [ HR. Muslim(11630) ]
Mulla Al Qari’ menyebutkan bahwa hadits di atas sebagai dalil anjuran berpuasa di
seluruh hari bulan Muharram. Namun ada satu masalah yang kadang ditanyakan
berkaitan dengan hadits ini yaitu, ‘Bagaimana memadukan antara hadits ini dengan
hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallohu alaihi wasallam memperbanyak puasa
di bulan Sya’ban yang menjadi bulannya Allah, bukan di bulan Muharram? Imam
Nawawi rahimahullah telah menjawab pertanyaan ini, beliau mengatakan boleh jadi
Rasulullah shallallohu alaihi wasallam belum mengetahui keutamaan puasa Muharram
kecuali di akhir hayat beliau atau mungkin ada saja beberapa udzur yang menghalangi
beliau untuk memperbanyak berpuasa di bulan Muharram seperti beliau mengadakan
safar atau sakit (7).
Kemudian anjuran berpuasa di bulan Muharram ini lebih dikhususkan dan ditekankan
hukumnya pada hari yang dikenal dengan istilah Yaumul ‘Asyuro, yaitu pada tanggal
sepuluh bulan Muharram (‘asyuro). ‘Asyuro berasal dari kata ‘Asyarah yang berarti
sepuluh. Pada hari ‘Asyuro ini, Rasulullah shallahu alaihi wasallam mengajarkan
kepada umatnya untuk melaksanakan satu bentuk ibadah dan ketundukan kepada Allah
Ta’ala yaitu ibadah puasa, yang kita kenal dengan puasa Asyuro.
4. Hadits-Hadits Disyariatkannya Puasa ‘Asyuro
Adapun hadis-hadis yang menjadi dasar ibadah puasa tersebut banyak, kami akan
sebutkan diantaranya dengan pengklasifikasian sebagai berikut:
Kaum Yahudi juga berpuasa di hari Asyuro bahkan menjadikannya sebagai Ied (hari
raya)

َّ‫صو َُّم َّي ْومَّ َّعاشُوراءَّ َّفقالَّ َّما َّهذا‬ ُ ‫ّللاُ َّعل ْي َِّه َّوسلمَّ َّا ْلمدِينةَّ َّفرأى َّا ْلي ُهودَّ َّت‬
َّ َّ ‫ي َّصلى‬ َُّّ ِ‫ّللاُ َّع ْن ُهما َّقالَّ َّقدِمَّ َّالنب‬
َّ َّ َّ‫ْن َّعباسَّ َّر ِضي‬ َّْ ‫ع‬
َِّ ‫ن َّاب‬
ََّّ‫ق َّ ِب ُموسى َّ ِم ْن ُك َّْم َّفصام َّهُ َّوأمر‬
َُّّ ‫ن َّعد ُِو ِه َّْم َّفصام َّهُ َّ ُموسى َّقالَّ َّفأنا َّأح‬ َّْ ‫سرائِيلَّ َّ ِم‬ َّ َّ ‫قالُوا َّهذا َّي ْومَّ َّصا ِلحََّّ َّهذا َّي ْومَّ َّنجى‬
ْ ِ‫ّللاُ َّبنِي َّإ‬
‫ام َِّه‬
ِ ‫ِب ِصي‬
Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma berkata : Ketika Rasulullah shallallohu alaihi
wasallam. tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘
Asyura, maka Beliau bertanya : “Hari apa ini?. Mereka menjawab, “Ini adalah hari
istimewa, karena pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, Karena
itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini. Rasulullah shallallohu alaihi wasallam pun
bersabda, “Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian“. Maka beliau berpuasa
dan memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa di tahun yang akan datang. [H.R.
Bukhari (1865) dan Muslim(1910) ]
Hadis lain menjelaskan:

ََّّ‫ّللاُ َّعل ْي َِّه َّوسلم‬


َّ َّ ‫ّللاِ َّصلى‬ ُ ‫ّللاُ َّع ْن َّهُ َّقالَّ َّكانَّ َّي َّْو َُّم َّعاشُوراءَّ َّي ْو ًما َّت ُع ِظ ُم َّهُ َّا ْلي ُهو َُّد َّوتت ِخذُهَُّ َّ ِعيدًا َّفقالَّ َّر‬
َّ َّ ‫سو َُّل‬ َّ َّ َّ‫ن َّأ ِبي َّ ُموسى َّر ِضي‬ َّْ ‫ع‬
ُ‫صو ُموهََُّّأ ْنت َّْم‬ ُ
Dari Abu Musa radhiyallohu anhu berkata, “Hari ‘Asyuro adalah hari yang diagungkan
oleh orang Yahudi dan mereka menjadikannya sebagai hari raya, maka Rasulullah
shallallohu alaihi wasallam bersabda (kepada ummatnya), “Berpuasalah kalian (pada
hari itu)” [HR. Bukhari (1866) dan Muslim(1912), lafal hadits ini menurut
periwayatan imam Muslim)
Kaum Quraiys di zaman Jahiliyah juga berpuasa Asyuro dan puasa ini diwajibkan atas
kaum muslimin sebelum kewajiban puasa Ramadhan

َُّ‫صو ُم َّه‬ ُ ‫ّللاَُّعلَّ ْي َِّهَّوسلمََّّي‬


َّ َّ‫ّللاَّصلى‬ َِّ َّ‫سو َُّل‬ُ ‫صو ُم َّهَُّقُريْشََّّ ِفيَّا ْلجا ِه ِلي َِّةَّوكانََّّر‬ ُ ‫تَّكانََّّي ْو َُّمَّعاشُوراءََّّت‬ َّْ ‫ّللاَُّع ْنهاَّقال‬ َّ ََّّ‫نَّعا ِئشةََّّر ِضي‬ َّْ ‫ع‬
.‫َّمتفقَّعليه‬.َُّ‫نَّشاءََّّترك َّه‬ َّْ ‫نَّشاءََّّصام َّهَُّوم‬ َّْ ‫انَّتركََّّي ْومََّّعاشُوراءََّّفم‬ ُ
َُّ ‫ام َِّهََّّفلماَّف ِرضََّّرمض‬ ْ
ِ ‫فلماَّقدِمََّّالمدِينةََّّصام َّهَُّوأمرََّّبِ ِصي‬
Dari Aisyah radhiyallohu anha berkata, Kaum Qurays pada masa Jahiliyyah juga
berpuasa di hari ‘Asyuro dan Rasulullah shallallohu alaihi wasallam juga berpuasa pada
hari itu, ketika beliau telah tiba di Medinah maka beliau tetap mengerjakannya dan
memerintahkan ummatnya untuk berpuasa. Setelah puasa Ramadhan telah diwajibkan
beliau pun meninggalkan (kewajiban) puasa ‘Asyuro, seraya bersabda, “Barangsiapa
yang ingin berpuasa maka silakan tetap berpuasa dan barangsiapa yang tidak ingin
berpuasa maka tidak mengapa” [ HR. Bukhari (1863) dan Muslim(1897) ]
ََّّ‫ّللاَُّعل ْي َِّه َّوسلم‬َّ َّ ‫ّللاَِّصلى‬
َّ َّ َّ‫سول‬ ُ ‫صو ُمونَّ َّي ْومَّ َّعاشُوراءََّّ َّوأنَّ َّر‬ ُ ‫ّللاُ َّع ْن ُهما َّأنَّ َّأ ْهلَّ َّا ْلجا ِه ِلي َِّةَّ َّكانُوا َّي‬
َّ َّ َّ‫ّللاِ ََّّْبن َّعُمرَّ َّر ِضي‬َّ َّ ‫عن َّعبْد‬
َّْ‫ن‬َّ ‫ّللاُ َّعل ْي َِّه َّوسلمَّ َّإِنَّ َّعاشُوراءَّ َّي ْومَّ َّ ِم‬
َّ َّ ‫ّللاِ َّصلى‬
َّ َّ ‫سو َُّل‬ ُ
ُ ‫انَّ َّقالَّ َّر‬ ْ
َّ ‫ان َّفلما َّافت ُِرضَّ َّرمض‬ ُ
َّ ‫ن َّيُفترضَّ َّرمض‬ ْ ْ ْ ‫صام َّهُ َّوا ْل ُم‬
َّ ‫س ِل ُمونَّ َّقبْلَّ َّأ‬
)‫نَّشاءََّّترك َّهَُّ(رواهَّمسلم‬ َّْ ‫نَّشاءََّّصام َّهَُّوم‬ َّْ ‫ّللاَِّفم‬
َّ َّ‫ام‬ َِّ ‫أي‬
Dari Abdullah bin Umar radhiyallohu anhuma bahwa kaum Jahiliyah dulu berpuasa
Asyuro dan Rasulullah shallallohu alaihi wasallam serta kaum muslimin juga berpuasa
sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya hari ‘Asyuro termasuk hari-hari Allah, barangsiapa ingin maka
berpuasalah dan siapa yang ingin meninggalkan maka boleh” [ HR. Muslim(1901)
]
Perhatian Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam dan para sahabat ridwanullohi
alaihim ajmain yang begitu besar terhadap puasa ‘Asyuro
ََّّ‫ّللاَُّعل ْي َِّهَّوسلمََّّيتحرىَّ ِصيامََّّي ْومََّّفضل َّهَُّعلىَّغي ِْر َِّهَّ ِإّلََّّهذاَّا ْلي ْومََّّي ْوم‬ َّ َّ ‫ْت َّالن ِبيَّ َّصلَّى‬ َُّ ‫ّللاَُّع ْن ُهما َّقالَّ َّماَّرأي‬َّ َّ َّ‫ْن َّعباسََّّر ِضي‬ َِّ ‫ن َّاب‬ َّْ ‫ع‬
َّ‫عاشُوراءََّّوهذاَّالشهْرََّّي ْعنِيَّشهْرََّّرمضان‬
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallohu alaihi wasallam, berupaya keras
untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari
‘Asyura dan bulan ini yaitu Ramadhan.” [ H.R. Bukhari (1867) dan
Muslim(1914) ]
ََّّ‫ار َّالتِي َّح ْول‬ َِّ ‫ّللاُ َّعلَّ ْي َِّه َّوسلمَّ َّغداةَّ َّعاشُوراءَّ َّإِلى َّقُرى َّ ْاْل ْنص‬ َّ َّ ‫سو َُّل َّّللاَِّ َّصلى‬ ُ ‫ت َّأ ْرسلَّ َّر‬ َّْ ‫ْن َّع ْفراءَّ َّقال‬ َِّ ‫الربيِ َِّع َّبِ ْن‬
َِّ ‫ت َّ ُمع ِو َِّذ َّب‬ ُّ َّ ‫ن‬ َّْ ‫ع‬
َّ‫صو ُم َّهُ َّونُص ِو َُّم َّ ِصبْيانَّنا‬ ُ ‫ن َّكانَّ َّأصْبحَّ َّ ُم ْف ِط ًرا َّف ْليُتِمَّ َّب ِقيةَّ َّي ْو ِم َِّه َّفكُنا َّب ْعدَّ َّذ ِلكَّ َّن‬ َّْ ‫ن َّكانَّ َّأصْبحَّ َّصائِ ًما َّف ْليُتِمَّ َّص ْوم َّهُ َّوم‬ َّْ ‫ا ْلمدِين َِّة َّم‬
ََّّ‫ام َّأعْطيْناها َّإِياهَُّ َّ ِع ْند‬ َِّ ‫ْن َّف ِإذا َّبكى َّأح ُد ُه َّْم َّعلى َّالطع‬ َِّ ‫ن َّا ْل ِعه‬
َّْ ‫س ِج َِّد َّفنجْ ع َُّل َّل ُه َّْم َّاللُّ ْعبةَّ َّ ِم‬ َُّ ‫ّللاُ َّون ْذه‬
ْ ‫ب َّإِلى َّا ْلم‬ َّ َّ َّ‫ن َّشاء‬ َّْ ِ‫الصغارَّ َّ ِم ْن ُه َّْم َّإ‬ ِ
َِّ ‫اْل ْفط‬
‫ار‬ ِْ
Dari Rubai’ bintu Mu’awwidz bin ‘Afra’ radhiyallohu ‘anha berkata, Nabi Muhammad
shallallohu alaihi wasallam di pagi hari Asyuro mengutus ke perkampungan kaum
Anshar yang berada di sekitar Medinah (pesan), “Barangsiapa yang tidak berpuasa
hari itu hendaknya menyempurnakan sisa waktu di hari itu dengan berpuasa dan
barangsiapa yang berpuasa maka hendaknya melanjutkan puasanya”. Rubai’
berkata, “Maka sejak itu kami berpuasa pada hari ‘Asyuro dan menyuruh anak-anak
kami berpuasa dan kami buatkan untuk mereka permainan yang terbuat dari kapas lalu
jika salah seorang dari mereka menangis karena ingin makan maka kami berikan
kepadanya permainan tersebut hingga masuk waktu berbuka puasa” [ HR. Bukhari
(1960) dan Muslim (1136), redaksi hadits ini menurut periwayatan Imam
Muslim ]
5. Keutamaan Puasa Asyuro
َّ‫نَّيُك ِفرََّّالسنةََّّالتِي‬ َّْ ‫بَّعلىَّّللاََِّّأ‬ َُّ ‫س‬ ِ ‫ّللاَُّعل ْي َِّهَّوسلمَََّّّقالََّّ ِصيا َُّمَّي ْو َِّمَّعاشُوراءََّّإِنِيَّأحْ ت‬ َّ َّ‫نَّأبِيَّقتادةََّّرضيَّهللاَّعنهَّأنََّّالنبِيََّّصلى‬ َّْ ‫ع‬
َُّ‫قبْله‬
Dari Abu Qatadah radhiyallohu anhu bahwa Nabi Muhammad shallallohu alaihi
wasallam bersabda, “Puasa hari ‘Asyuro aku berharap kepada Allah akan
menghapuskan dosa tahun lalu” [ HR. Tirmidzi (753), Ibnu Majah (1738) dan
Ahmad(22024). Hadits semakna dengan ini juga diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam kitab Shohih beliau (1162) ]
a. Bagi yang ingin berpuasa ‘Asyuro hendaknya berpuasa juga sehari sebelumnya
Ibnu Abbas radhiyallohu ‘anhuma berkata : Ketika Rasulullah shallallohu alaihi
wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan kaum muslimin berpuasa,
mereka (para shahabat) menyampaikan, “Ya Rasulullah ini adalah hari yang
diagungkan Yahudi dan Nasrani”. Maka Rasulullah shallallohu alaihi wasallam pun
bersabda:

‫ّللاَُّعل ْي َِّهَّوسل َّم‬


َّ َّ‫ّللاَّصلى‬
َِّ َّ‫سو َُّل‬ َِّ ْ ‫سعََّّقالََّّفل َّْمَّيأ‬
ُ ‫تَّاَّْلعا َُّمَّا ْل ُم ْق ِب َُّلَّحتىَّت ُُو ِفيََّّر‬ ِ ‫ص ْمناَّا ْلي ْومََّّالتا‬ُ َُّ‫ّللا‬ َّْ ‫ف ِإذاَّكانََّّا ْلعا َُّمَّا ْل ُم ْق ِب َُّلَّ ِإ‬
َّ ََّّ‫نَّشاء‬
“Jika tahun depan insya Allah (kita bertemu kembali dengan bulan Muharram), kita
akan berpuasa juga pada hari kesembilan (tanggal sembilan).“
Akan tetapi belum tiba Muharram tahun depan hingga Rasulullah shallallohu alaihi
wasallam wafat di tahun tersebut [ HR. Muslim (1134) ]
َّ‫شرََّّوخا ِلفُواَّا ْلي ُهود‬ ِ ‫سعََّّوا ْلعا‬ ِ ‫صو ُمواَّالتا‬ ُ ََّّ‫ْنَّعباسََّّأن َّهَُّقال‬ َّْ ‫ع‬
َِّ ‫نَّاب‬
Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma beliau berkata, “Berpuasalah pada tanggal sembilan
dan sepuluh Muharram, berbedalah dengan orang Yahudi” [Diriwayatkan dengan
sanad yang shohih oleh Baihaqi di As Sunan Al Kubro (8665) dan Ath
Thobari di Tahdzib Al Aatsaar(1110)]
b. Hukum Berpuasa Sehari Sesudah ‘Asyuro (tanggal 11 Muharram)
Imam Ibnu Qoyyim dalam kitab Zaadul Ma’aad setelah merinci dan menjelaskan
riwayat-riwayat seputar puasa ‘Asyuro, beliau menyimpulkan : Ada tiga tingkatan
berpuasa ‘Asyuro: Urutan pertama; dan ini yang paling sempurna adalah puasa tiga
hari, yaitu puasa tanggal sepuluh ditambah sehari sebelum dan sesudahnya
(9,10,11). Urutan kedua;puasa tanggal 9 dan 10. Inilah yang disebutkan dalam banyak
hadits . Urutan ketiga, puasa tanggal 10 saja (8). Kesimpulan Ibnul Qayyim di atas
didasari dengan sebuah hadits dari Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma, Rasulullah
shallallohu alaihi wasallam. bersabda :
ُ ََّّ‫صو ُمواَّي ْومََّّعاشُوراءََّّوخا ِلفُواَّ ِفي َِّهَّا ْلي ُهود‬
‫صو ُمواَّقبْل َّهَُّي ْو ًماَّأ َّْوَّب ْعدهََُّّي ْو ًما‬ ُ
“Puasalah pada hari Asyuro, dan berbedalah dengan Yahudi dalam masalah ini,
berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.“ [HR. Imam
Ahmad(2047), Ibnu Khuzaimah(2095) dan Baihaqi (8667)]
Namun hadits ini sanadnya lemah, Asy Syaikh Al Albani rahimahulloh menyatakan,
“Hadits ini sanadnya lemah karena salah seorang perowinya yang bernama Muhammad
bin Abdurrahman bin Abi Laila jelek hafalannya, selain itu riwayatnya menyelisihi
riwayat ‘Atho bin Abi Rabah dan selainnya yang juga meriwayatkan dengan sanad yang
shohih bahwa ini adalah perkataan Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma sebagaimana
yang disebutkan oleh Thahawi dan Baihaqi (9).
Dalam pandangan yang lain, hadist yang lemah boleh dilaksanakan, hal ini dikarenakan
untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan umat-Nya. Bereda dengan hadist yang
menjelaskan tentang syari’at. Maka hadist yang lemah tidak diperbolehkan untuk
dijadikan sebagai landasan atau dasar.

Namun demikian puasa sebanyak tiga hari (9,10,dan 11 Muharram) dikuatkan oleh para
ulama dengan dua alasan:

1) Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan penetapan awal bulannya tidak tepat,


maka puasa tanggal sebelasnya akan dapat memastikan bahwa seseorang mendapatkan
puasa Tasu’a (tanggal 9) dan Asyuro (tanggal 10).

2) Dimasukkan dalam puasa tiga hari pertengahan bulan (Ayyamul bidh).

Adapun puasa tanggal 9 dan 10, pensyariatannya dinyatakan dalam hadis yang shahih,
dimana Rasulullah shallallohu alaihi wasallam pada akhir hidup beliau sudah
merencanakan untuk puasa pada tanggal 9, hanya saja beliau wafat sebelum
melaksanakannya. Beliau juga telah memerintahkan para shahabat untuk berpuasa
pada tanggal 9 dan tanggal 10 agar berbeda dengan ibadah orang-orang Yahudi.

Sedangkan puasa pada tanggal sepuluh saja; sebagian ulama memakruhkannya,


meskipun sebagian ulama yang lain memandang tidak mengapa jika hanya berpuasa
‘Asyuro (tanggal 10) saja, wallohu a’lam. Secara umum, hadits-hadis yang terkait
dengan puasa Muharram menunjukkan anjuran Rasulullah shallallohu alaihi wasallam
untuk melakukan puasa, sekalipun hukumnya tidak wajib tetapi sunnah muakkadah
(sangat dianjurkan), dan tentunya kita sepatutnya berusaha untuk menghidupkan
sunnah yang telah banyak dilalaikan oleh kaum muslimin.
Keterangan:
1. Tarikh Ad Dimasyq 1/51
2. Tafsir Al Baghawi dan Tafsir Ibn Katsir
3. Lathoif Al Ma’arif hal 36
4. Hasyiah As Suyuthi ‘ala Sunan An Nasaai
5. Syarh Suyuthi ‘Ala shahih Muslim, 3/252
6. Lathaif al-Ma’arif, hal. 34
7. Al Minhaj Syarah Shohih Muslim bin Hajjaj
8. Zaadul Ma’aad 2/63
9. Ta’liq Shohih Ibn Khuzaimah (3/290)

Anda mungkin juga menyukai