Al Islam II
Fiqih Shiyam (Puasa)
DOSEN PENGAMPU : Alfitri Abu Humaidi Lc, M.Pd
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
Ananda Salsabila (203410556)
Ridho Putra (203410451)
Rivansyah (203410093)
Syarah Al Assroha Nur Zain (203410072)
KELAS :
1A
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang "Fiqih
Shiyam (Puasa)" dengan baik. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas
mata Al Islam II. Melalui makalah ini, kami berharap agar kami dan pembaca mampu
mengenal lebih jauh mengenai Fiqih Shiyam (Puasa).
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam proses penyusunan makalah ini. Kami berharap agar makalah yang telah kami susun
ini dapat memberikan inspirasi dan bermanfaat bagi pembaca dan penulis yang lain. Kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah ini masih terdapat
kekurangannya.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut bahasa puasa berarti “menahan diri". Sedangkan menurut syara’ ialah
menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkanya dari mulai terbit fajar hingga
terbenam matahari, karena perintah Allah SWT semata-mata, serta disertai niat dan
syarat-syarat tertentu.
Sedangkan arti shaum menurut istilah syariat adalah menahan diri pada siang
hari dari hal-hal yang membatalkan puasa, disertai niat oleh pelakunya, sejak terbitnya
fajar sampai terbenamnya matahari. Artinya , puasa adalah penahanan diri dari
syahwat perut dan syahwat kemaluan, serta dari segala benda konkret yang memasuki
rongga dalam tubuh (seperti obat dan sejenisnya), dalam rentang waktu tertentu yaitu
sejak terbitnya fajar kedua (yaitu fajar shadiq) sampai terbenamnya matahari yang
dilakukan oleh orang tertentu yang dilakukan orang tertentu yngmemenuhi syarat
yaitu beragama islam, berakal, dan tidak sedang dalam haid dan nifas, disertai niat
yaitu kehendak hati untuk melakukan perbuatan secara pasti tanpa ada kebimbangan ,
agar ibadah berbeda dari kebiasaan. Demi zat yang jiwa Muhammad berada dalam
genggamannya sesungguhnya bau tidak sedap orang yang berpuasa menurut Allah
lebih wangi menurut Allah pada hari kiamat daripada minyak misik. Orang yang
berpuasa memiliki dua kegembiraan:
Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkannya
sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan.
Puasa adalah menahan diri dari sesuatu yang telah ditentukan bagi seseorang
yang telah ditentukan pula pada waktu tertentu dengan beberapa syarat.
Puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksual dan lain-
lain yang telah diperintahkan menahan diri dari padanya sepanjang hari menurut cara
yang telah disyaratkan. Disertai pula menahan diri dari perkataan siasia (membuat),
perkataan yang merangsang (porno), perkataan-perkataan lainnya baik yang haram
maupun yang makruh pada waktu yang telah disyariatkan, disertai pula memohon diri
dari perkataan-perkataan lainnya baik yang haram maupun yang makruh pada waktu
yang telah ditetapkan dan menurut syara’ yang telah ditentukan.
5) Abdur Rahman Shad dalam bukunya yang berjudul The Rights of Allah and
Human Rights mengatakan:
"Fasting is a noble act of high merits because who so ever observes it, suppresses his
carnal lust, abjures his pleasures and abstains from eating and drinking for his sake".
“Puasa adalah perbuatan mulia yang mengandung manfaat besar bagi siapa saja yang
melaksanakannya, yaitu dengan menahan hawa nafsu, meninggalkan kesenangan, dan
menahan makan dan minum yang dilakukan semata-mata karena Allah.”
Dari beberapa definisi di atas maka dapat ditarik pengertian bahwa puasa
(shiyam) adalah suatu substansi ibadah kepada Allah Swt. yang memiliki syarat dan
rukun tertentu dengan jalan menahan diri dari segala keinginan syahwat, perut, dan
dari segala sesuatu yang masuk ke dalam kerongkongan, baik berupa makanan,
minuman, obat dan semacamnya, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari yang
dilakukan oleh muslim yang berakal, tidak haid, dan tidak pula nifas yang dilakukan
dengan yakin dan disertai dengan niat.
2.2 Dasar Hukum Puasa
Dan juga karena puasa ramadhan adalah salah dari rukun Islam yang lima.
Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda yang artinya :
“Islam dibangun di atas lima rukun: syahadat laa ilaaha illallah muhammadur
rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, haji dan puasa Ramadhan” (HR.
Bukhari – Muslim).
Dari hadis tersebut dapat dipahami bahwa tiang agama Islam itu mencakup, mengucap
syahadat, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, puasa dan haji. Dari keterangan ini,
maka puasa Ramadan merupakan bagian dari rukun Islam tersebut.
Puasa wajib atau puasa fardhu terdiri dari puasa fardhu ain atau puasa wajib yang
harus dilaksanakan untuk memenuhi panggilan Allah ta’ala yang disebut puasa
ramadhan. Sedangkan puasa wajib yang terdiri dalam suatu hal sebagai hak Allah
SWT atau disebut puasa kafarat. Selanjutnya puasa wajib untuk memenuhi panggilan
pribadi atas dirinya sendiri dan disebut puasa nadzar.
Puasa sunat atau puasa tathawwu’ yang meliputi puasa enam hari bulan syawal, puasa
senin kamis, puasa hari Arafah (tanggal 9 Zulhijjah, kecuali bagi orang yang sedang
mengerjakan ibadah haji tidak disunatkan), puasa hari Syura (10 Muharram), puasa
bulan Sya’ban puasa tengah bulan (tanggal 13, 14, dan 15 bulan Qomariyah).
Puasa makruh, yaitu puasa yang dilakukan terus menerus sepanjang masa kecuali
pada bulan haram, disamping itu makruh puasa pada setiap hari sabtu saja atau tiap
jumat saja.
Puasa haram yaitu haram berpuasa pada waktu-waktu tertentu misalnya Hari raya Idul
Fitri (1 Syawal), Hari raya Idul Adha (10 Zulhijjah), Hari-hari Tasyriq (11, 12 dan 13
Zulhijjah).
Ketika kita menjalankan ibadah puasa sesuai dengan perintah Allah, maka berarti
kita mempasrahkan segalanya pada Allah. Tujuan dari puasa kita adalah untuk
mentaati segala perintah Allah demi mendekatkan diri kepadanya.
Saat kita menjalankan ibadah puasa kita tidak hanya menahan rasa haus dan lapar,
tetepi kita juga menjaga diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak baik pula.
Secara tidak langsung ketika kita menjauhi hal tersebut artinya kita akan terdorong
untuk melakukan hal-hal baik demi kesempurnaan puasa.
c. Meningkatkan Rasa Empati
d. Mencegah Maksiat
Syarat sahnya puasa adalah kita diharuskan untuk bisa menahan segala jenis hawa
nafsu, termasuk nafsu makan, nafsu membicarakan keburukan orang lain dan nafsu
fisik.
Untuk menghindari hal tersebut kita bisa melakukan hal yang bersifat positif,
terlebih pada bulan ini segala kebaikan akan dilipat gandakan pahalanya.
Hikmah puasa yang bisa ketik selain untuk kesehatan rohani juga untuk kesehatan
rohani, dibawah adalah kebaikan jasmani yang bisa kita dapatkan saat kita
menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan:
Menurunkan berat badan
Meningkatkan kesehatan jantung
Mengontrol kadar gula darah
Meningkatkan kesehatan otak
Mencegah peradangan
f. Mengontrol Emosi
Emosi atau marah adalah salah satu hal yang bisa membatalkan ibadah puasa kita,
oleh karena itu saat kita menjalankan puasa Ramadhan kita diwajibkan untuk bisa
mengontrol emosi kita. Terlebih kita diwajibkan untuk bisa mengontrol emosi kita
selama sebulan penuh, tentunya hal ini bisa kita jadikan sebagai sarana kita untuk
berlatih dalam mengontrol emosi kita.
g. Refleksi Diri
Puasa saat bulan Ramadhan bisa kita jadikan sebagai bahan perefleksian diri kita
agar kedepannya menjadi lebih baik lagi. Dengan harapan segala kebaikan yang
kita lakukan pada bulan Ramadhan dapat kita lakukan secara terus menerus di luar
bulan Ramadhan.
Karena waktu berpuasa terjadi pada saat terbit fajar dan terbenamnya matahari,
maka kita hanya diperbolehkan untuk makan dan minum diantara waktu berbuka
dan makan sahur. Hal ini tentunya akan membuat kita berhemat, karena pada
dasarnya saat kita kenyang kita tidak akan terfikir untuk membeli makanan atau
minuman.
Artinya : “Puasa dan Al Qur’an, keduanya akan memberi syafaat kelak di hari
kiamat” (HR. Ahmad, Thabrani, Al Hakim. Al Haitsami mengatakan: semua
perawinya dijadikan hujjah dalam Ash Shahih.
e. Orang yang berpuasa akan diganjar dengan ampunan dan pahala yang besar.
Allah Ta’ala berfirman:
يامggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggg الصgةgggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggجُن
فيgةggggg الجنgةgggggواب ثمانيgggggأب، اب فيهاgggggمى بgggggان يسgggggه ال الريgggggائمون إال يدخلgggggالص
Artinya : “Di surga ada delapan pintu, diantaranya ada pintu yang dinamakan Ar
Rayyan. Tidak ada yang bisa memasukinya kecuali orang-orang yang berpuasa ”
(HR. Bukhari).
Bagi umat muslim yang menjalani ibadah puasa sunah tepat di tanggal 27 Rajab,
maka amalnya akan dicatat seperti orang yang menjalankan ibadah puasa selama
60 bulan. Hal tersebut tercantum juga dalam hadis Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah.
i. Dihapus Dosa-dosanya
Bagi yang berpuasa sunah di bulan Rajab selama 10 hari, maka ia akan dihapus
dosa-dosanya oleh Allah SWT yang kemudian diganti dengan kebaikan, pun
hidupnya juga akan dipenuhi keberkahan.
Bagi yang berpuasa sunah satu hari di bulan Rajab, maka ia akan diberi air dari
sungai Rajab yang berada si Surga yang mana warna airnya lebih putih melebihi
putihnya susu dan rasanya manis melebihi manisnya madu.
Dalam menjalankan ibadah puasa, ada rukun yang harus dipenuh, yaitu :
Rukun Puasa
Niat
Niat merupakan rukun puasa yang utama. Niat hendaknya diucapkan malam hari
sebelum menjalankan puasa keesokan harinya. Bisa diucapkan sebelum sahur atau
setelah sholat tarawih. Bacaan niat puasa Ramadhan adalah sebagai berikut:
Artinya: "Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu di bulan Ramadan
tahun ini, karena Allah Ta'ala".
Hendaknya kita menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa sejak
terbit fajar (waktu subuh) hingga terbenamnya matahari (waktu magrib) dengan niat
karena Allah SWT. Adapun beberapa hal yang dapat membatalkan puasa adalah
makan-minum, hubungan suami-istri di siang hari, muntah disengaja, keluar mani
disengaja, haid, nifas, serta murtad.
Syarat Puasa
Islam
Orang yang beragam Islam, sudah jelas harus melaksanakan perintah untuk
berpuasa. Jika meninggalkan, tentu kamu akan mendapatkan dosa.
Baligh
Sudah memasuki baligh, artinya orang yang sudah dewasa dan mengerti mana
yang baik dan salah. Ada beberapa tanda bahwa orang tersebut sudah termasuk
ke dalam baligh. Bagi perempuan, ditandai dengan adanya datang bulan atau
haid. Sedangkan seorang pria, ditandai dengan mimpi basah yang dialaminya.
Jika kalian sudah berada pada tahap tersebut, maka wajib hukumnya untuk
melaksanakan puasa.
Berakal
Berakal sehat. Artinya, seorang mukmin tidak dalam keadaan hilang akal atau
gila. Jika seorang mukmin mengalami gangguan kejiwaan, maka
diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
Diperbolehkan tidak berpuasa karena sakit atau fisik kamu sedang tidak
memungkinkan untuk berpuasa.
Islam
Orang yang beragam Islam, sudah jelas harus melaksanakan perintah untuk
berpuasa. Jika meninggalkan, tentu kamu akan mendapatkan dosa.
Mumayiz
"Ahlul ilmi sepakat bahwa wanita haid dan nifas tidak halal untuk berpuasa,
bahkan keduanya harus berbuka di bulan Ramadhan dan mengqadhanya. Bila
keduanya tetap berpuasa maka puasa tersebut tidak mencukupi keduanya
(tidak sah)". (Al-Mughni, kitab Ash-Shiyam, Mas'alah wa Idza Hadhatil
Mar'ah au Nafisat).
Syarat wajib yang terakhir adalah mengetahui awal Ramadan dan hari pertama
puasa hingga sebulan penuh. Untuk menetapkan pengetahuan mengenai awal
Ramadan, dapat bersumber pada salah seorang terpercaya atau adil yang
mengetahui awal bulan Ramadan dengan melihat hilal. Orang tersebut
dipercaya karena melihat hilal secara langsung dengan mata biasa tanpa
peralatan bantu. Kemudian, kesaksian orang itu dapat dipercaya, dengan
terlebih dulu diambil sumpahnya. Setelah mengetahui kesaksian itu, umat
Islam di satu wilayah wajib menunaikan puasa Ramadan.
Melaksanakan makan sahur – Dari hadist HR. Bukhari Muslim dan Ana bin
Malik R.A yang mengatakan bahwa: “Telah bersabda Rasulullah
SAW,’Sahurlah kalian, maka sesungguhnya dalam sahur itu ada berkahnya”.
Bersegera untuk berbuka puasa jika sudah waktunya atau takjil – Dari
hadist Abu Hurairah r.a. berkata telah bersabda Rasulullah SAW: “Telah
berfirman Allah Yang Mahamulia dan Maha Agung:”Hamba-hamba Ku yang
lebih aku cintai ialah mereka yang paling segera berbukanya” (HR Tirmidzi
dari Abu Hurairah).
Makan dan minum dengan sengaja tentu dapat membatalkan puasa. Namun jika
makan dan minum dalam keadaan lupa atau tidak sengaja, puasanya tidak batal.
Dengan syarat kita harus berhenti makan dan minum dan melanjutkan puasa.
2. Bersetubuh atau berhubungan suami istri di siang hari dalam keadaan puasa
Melakukan hubungan suami istri saat puasa, maka batallah puasanya. Kalau puasanya
adalah puasa Ramadan, maka wajib untuk mengganti puasa tersebut. Tapi kalau
hubungan suami istri dilakukan pada malam hari (sudah berbuka) maka tidak akan
merusak puasa.
Muntah yang sengaja di sini maksudnya dengan sadar dan sengaja mengeluarkan
makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Sedangkan kalau tidak sengaja
muntah (sama sekali tak ada niatan untuk muntah), maka tidak membatalkan puasa.
Batal puasa jika memasukkan benda ke bagian tubuh yang berlubang secara sengaja.
Bagian tubuh yang berlubang itu seperti hidung, kedua telinga, mulut, qubul dan
dubur pria maupun wanita.
6. Haid/Nifas Haid
Perempuan yang mengalami haid saat Ramadan dapat menggantinya dengan puasa
sejumlah hari haid di luar bulan puasa. Hal yang sama berlaku untuk nifas, ketika
perempuan mengeluarkan darah akibat proses melahirkan.
Sudah jelas bahwa orang gila atau menderita epilepsi tidak diwajibkan untuk puasa
Ramadan. Jika seseorang memiliki gangguan kejiwaan secara tiba-tiba, dan sedang
berpuasa, maka puasanya batal.
Pria yang mengeluarkan air mani dengan sengaja (ejakulasi), puasanya bisa batal dan
wajib untuk mengganti (qadha) puasanya.
Seseorang yang tadinya muslim lalu murtad atau keluar dari Islam secara sadar dan
sengaja, maka puasanya batal.
Pada dasarnya, Allah Ta’ala mewajibkan berpuasa kepada semua kaum muslimin di bulan
Ramadhan dan dikerjakan secara langsung bagi mereka yang tidak ada udzur seperti sakit
dan safar ataupun dengan qadha’ bagi yang tidak sanggup menjalankannya. Bagi mereka
yang memiliki udzur dan ada kemungkinan udzurnya hilang sesudah Ramadhan, maka
puasa dikerjakan dengan cara qadha’.
Tapi, bagi kaum muslimin yang sudah tidak mampu lagi berpuasa seperti orang tua renta
dan orang sakit yang tak ada harapan sembuh, Allah memberikan keringanan kepada
mereka dengan memberi makan orang miskin sebagai ganti puasanya, yang disebut
fidyah. Ini didasarkan kepada firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
َ ٌَو َعلَى الَّ ِذينَ ي ُِطيقُونَهُ فِ ْديَة
ٍ ط َعا ُم ِم ْس ِك
ين
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Namun ada permasalahan yang dirasakan kaum muslim yang berhalangan puasa pada
bulan Ramadhan, yaitu bagaimana takaran dalam membayar fidyah. Ada yang
mengatakan boleh dibayar sesuai harga nominal makan kita untuk satu porsi dikalikan
jumlah puasa yang harus diganti, ada pula yang menyarankan dengan memberi makan
orang miskin sebanyak 1 mud (1,25 kilogram cerealia, seperti gandum, beras dan
lainnya).
Membayar fidyah ditetapkan berdasarkan jumlah hari yang ditinggalkan untuk berpuasa.
Setiap 1 hari seseorang meninggalkan puasa, maka dia wajib membayar fidyah kepada 1
orang fakir miskin.
Sedangkan teknis pelaksanaannya, apakah mau perhari atau mau sekaligus sebulan,
kembali kepada keluasan masing-masing orang. Bila seseorang nyaman memberikan
fidyah setiap hari, silahkan dilakukan. Sebaliknya, bila lebih nyaman untuk diberikan
sekaligus untuk puasa 1 bulan, silakan saja. Yang penting jumlah takarannya tidak kurang
dari yang telah ditetapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa fidyah hanya diberikan
kepada fakir miskin seperti zakat fitrah.
Besaran Fidyah dan Orang yang Wajib Melakukannya
Menurut Muhammad saw, bentuk fidyah berupa makanan, biasanya adalah makanan
pokok yang di setiap negeri berbeda satu dengan yang lainnya. Makanan pokok dapat
dalam bentuk siap santap atau hanya berupa bahan mentah, keduanya boleh, karena
memang tidak ada aturan khusus yang mengikat.
Ukuran Fidyah
Untuk ukuran fidyah, seberapa banyak jumlahnya yang harus dikeluarkan, para
ulama memiliki beberapada perbedaan pandangan. Berikut ini penjelasannya:
Satu Mud
Sebagian ulama seperti Imam As-Syafi’I, Imam Malik dan Imam An-Nawawi
menetapkan bahwa ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap 1 orang fakir
miskin adalah 1 mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi shalallahu‘alaihi
wasallam. Maksudnya mud adalah telapak tangan yang ditengadahkan ke atas untuk
menampung makanan (mirip orang berdoa). Mud adalah istilah yang menunjuk ukuran
volume, bukan ukuran berat. Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu disebutkan bila
diukur dengan ukuran zaman sekarang, 1 mud setara dengan 675 gram atau 0,688 liter.
Dua Mud atau Setengah Sha’
Sebagian ulama yang lain seperti Abu Hanifah berpendapat ½ sha’ atau 2 mud gandum
dengan ukuran mud Rasulullah shalallahu‘alaihi wasallam atau setara dengan setengah
sha‘ kurma atau tepung. Setara dengan memberi makan siang dan makan malam hingga
kenyang 1 orang miskin. Sebagian ulama yang kira-kira ½ sha’ beratnya 1,5 kg dari
makanan pokok.
Telah disebutkan dalam fatwa Lajnah Daimah: “Kapan saja dokter memutuskan bahwa
penyakit yang diderita seseorang yang karenanya tidak berpuasa tidak bisa diharapkan
kesembuhannya, maka dia boleh tidak berpuasa dan wajib memberi makan untuk setiap
harinya 1 orang miskin sejumlah setengah sha’ dari makanan pokok suatu negeri seperti
kurma atau yang lainnya, jika telah memberi makan seorang miskin sejumlah hari-hari
yang ditinggalkan maka itu telah mencukupi”.
Satu Sha’
Ini adalah pendapat dari kalangan Hanafiyah, seperti Imam Al-Kasani dalam Bada’i’i wa
As-Shana’i’. Satu sha’ itu setara dengan 4 mud, sama dengan jumlah zakat fitrah yang
dibayarkan. Bila ditimbang, 1 sha‘ itu beratnya 2.176 gram. Bila diukur volumenya, 1
sha‘ setara dengan 2,75 liter.
Dari perbedaan ulama diatas kadar fidyah paling sedikit adalah satu mud, tetapi yang
paling utama kita mengeluarkan setengah sha' atau memberi satu porsi makanan
masak kepada setiap miskin. Nah, siapa sajakah yang punya kewajiban membayar
fidyah tersebut? Simak urain berikut ini:
1. Orang yang sakit dan secara umum ditetapkan sulit untuk sembuh lagi,
2. Orang tua atau lemah yang sudah tidak kuat lagi berpuasa,
3. Wanita yang hamil dan menyusui apabila ketika puasa mengkhawatirkan anak
yang dikandung atau disusuinya. Mereka wajib membayar fidyah saja menurut sebagian
ulama, namun menurut Imam Syafi’i selain wajib membayar fidyah juga wajib mengqadha’
puasanya. Sedangkan menurut pendapat lain, tidak membayar fidyah tetapi cukup
mengqadha’.
4. Orang yang menunda kewajiban mengqadha’ puasa Ramadhan tanpa uzur
syar’i hingga Ramadhan tahun berikutnya telah menjelang. Mereka wajib mengqadha’nya
sekaligus membayar fidyah, menurut sebagian ulama.
Adapun tata cara membayar fidyah dijelaskan dalam uraian berikut ini:
Inti pembayaran fidyah adalah mengganti 1 hari puasa yang ditinggalkan dengan
memberi makan 1 orang miskin. Namun, model pembayarannya dapat diterapkan
dengan 2 cara:
Memberi orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Namun, sebaiknya juga
diberikan sesuatu untuk dijadikan lauk.
Jika Anda atau punya saudara yang berkewajiban membayar fidyah, waktu pembayaran
ditentukan seperti uraian berikut ini:
Waktu Pembayaran Fidyah
Seseorang dapat membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan
puasa. Atau diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan
oleh sahabat Anas bin Malik ketika beliau telah tua.
Yang tidak boleh dilaksanakan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum
Ramadhan. Misalnya: Ada orang yang sakit yang tidak dapat diharapkan lagi
kesembuhannya, kemudian ketika bulan Sya’ban telah datang, dia sudah lebih dahulu
membayar fidyah. Maka, yang seperti ini tidak diperbolehkan. Ia harus menunggu
sampai bulan Ramadhan benar-benar telah masuk, barulah ia boleh membayarkan
fidyah ketika hari itu juga atau bisa ditumpuk di akhir Ramadhan.
Apakah fidyah harus dalam bentuk memberi makanan dan tidak bisa diganti dengan
uang? Kajian tentang hal itu bisa anda simak dalam uraian berikut ini:
Setelah anda memahami ketentuan fidyah di atas, maka bagian akhir dari artikel ini
akan menjelaskan cara membayar fidyah:
Hal tersebut juga tertuang dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 184 yang artinya
sebagai berikut.
“Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib
lah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain."
Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhaa’i fardhi syahri Ramadhaana lillaahi ta‘aalaa
Artinya: “Aku berniat untuk mengqadha puasa bulan Ramadhan esok hari karena
Allah Ta'ala.
2. Waktu Pelaksanaan
Sidang Isbat diselenggarakan oleh Kementrian Agama dan berlangsung di Kantor
Kementrian Agama Jakarta Pusat. Para ahli ulama, ahli astronomi, perwakilan
organisasi masyarakat islam, perwakilan dari MUI serta masyarakat biasa turut hadir
dalam pelaksanaan sidang ini.
Dihadiri Para Ahli Dan Ulama Tujuan dilaksanakannya sidang Isbat kali ini adalah
untuk menentukan jatuhnya tanggal 1 Ramadan, yakni dengan melihat munculnya
hilal. Hilal adalah bulan sabit pertama setelah terjadinya konjungsi atau biasa disebut
Bulan Baru, yang tidak lain adalah 1 Ramadan.
3. Cara Penentuan
Untuk melihat hilal, bisa dilakukan dengan 2 metode, yakni metode hisab dan metode
Rukyat. Metode hisab dilakukan dengan perhitungan matematik astronomi, sedangkan
metode rukyat dilakukan dengan mata telanjang atau bantuan alat optik.
Melihat Hilal Dengan Teleskop Alat optik yang biasa dipakai adalah teleskop.
Berbagai instansi, seperti Museum Bosscha pun turut membantu untuk melihat hilal
dengan alat yang mereka punya. Tentu kita semua tahu, teleskop yang ada di museum
tersebut sangatlah besar. Tentunya hilal akan dapat terlihat dengan mudah nantinya
bukan.
4. Proses Sidang
Saat sidang berlangsung, para perwakilan yang datang akan memaparkan secara satu-
persatu mengenai penglihatan mereka terhadap hilal. Jika semua perwakilan sudah
bersaksi, kemudian perwakilan organisasi masyarakat dan para ulama akan
menentukan 1 Ramadan sesuai dengan kesepakatan bersama.
Sidang Isbat Nikah Sidang ini diselenggarakan untuk pasangan yang kehilangan buku
nikah, yang pernikahannya belum tercatat oleh negara dan yang telah menikah
sebelum tahun 1974. Prosesnya tidak terlalu sulit, pemohon hanya tinggal mengisi
form ajuan sidang, membayar sidang, dan datang ke persidangan dengan membawa
bukti dan saksi.