Anda di halaman 1dari 13

Sitti Masriwati dan La Ode Jefri : Jurnal Gizi Ilmiah Vol.3 No.

2 September - Desember 2016


Hal : 92 - 104

FAKTOR RESIKO KEJADIAN KEJANG DEMAM PADA BALITA


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WALI KECAMATAN
BINONGKO KABUPATEN WAKATOBI

Sitti Masriwati1, La Ode Jefri2


1,2STIKes Mandala Waluya Kendari

Abstrak

Data dari Puskesmas Wali bahwa pada tahun 2014 dari 230 balita didapatkan
sebanyak 21 anak balita yang menderita kejang demam. Tahun 2015 dari 225 balita
didapatkan jumlah penderita kejang demam yaitu 38 anak balita. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti dari 10 ibu yang memiliki balita dengan
riwayat kejang demam ada 4 ibu yang mengatakan anaknya sering mengalami kejang
demam yang selalu diawali dengan demam dengan suhu diatas 38 0 C dan 4 ibu
mengatakan bahwa ada anggota keluarga yang lain yang sering mengalami kejang
demam dan 2 orang mengatakan mengalami kejang demam itu karena status gizinya
yang tidak baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian
kejang demam pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wali Kecamatan Binongko
Kabupaten Wakatobi.
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observational, dengan rancangan
penelitian yang digunakan adalah penelitian case control study. Populasi adalah
semua balita yang memiliki riwayat demam yaitu 38 balita yang ada diwilayah kerja
Puskesmas wali Kecamatan Binongko, dengan jumlah sampel kasus sebanyak 35
balita dan control sebanyak 35 balita sehingga totalnya adalah 70 balita. Metode
analisis menggunakan Uji Odds Ratio.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu badan merupakan faktor risiko
kejadian kejang demam pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wali Kecamatan
Binongko Kabupaten Wakatobi (OR= 22,389; CI= 95%), riwayat keturunan
merupakan faktor risiko kejadian kejang demam pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Wali Kecamatan Binongko Kabupaten Wakatobi (OR= 4,500; CI= 95%),
riwayat neonatus merupakan faktor risiko kejadian kejang demam pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Wali Kecamatan Binongko Kabupaten Wakatobi (OR=
1,938; CI= 95%), dan Status gizi merupakan faktor risiko kejadian kejang demam
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Wali Kecamatan Binongko Kabupaten
Wakatobi (OR= 5,712; CI= 95%)
Diharapkan bagi pihak Puskesmas Wali agar memberikan informasi
kesehatan tentang penyakit kejang demam pada balita, memasang poster di
Puskesmas dan melakukan penyuluhan dalam masyarakat tentang pentingnya
pencegahan kasus kejang demam pada balita khusunya berkaitan dengan suhu badan,
riwayat keturunan, riwayat neonatus, dan status gizi.

Kata Kunci : Kejang demam, suhu badan, riwayat keturunan, riwayat


neonatus, status gizi, Puskesmas Wali

92
Sitti Masriwati dan La Ode Jefri : Jurnal Gizi Ilmiah Vol.3 No.2 September - Desember 2016
Hal : 92 - 104

PENDAHULUAN tahun). Penyebab kematian utama anak


Menurut Badan World Health balita adalah : Diare, Pneumonia,
Organization (WHO) yang mengurusi Malaria (di daerah Endemis
anak-anak, Unicef mengungkap pada Malaria),Campak (The Lancet, 2007).
tahun 2010 tercatat jumlah kematian Menurut Abdoerrachman
anak di bawah usia 5 tahun (balita) (2007) kejadian kejang demam banyak
sebanyak 7,6 juta. Angka ini jauh lebih terjadi pada bayi dan anak yang
rendah dibandingkan angka tahun berumur antara 6 bulan sampai 5 tahun,
1990, yaitu sekitar 12.000 kasus/hari dimana kejang ini disebabkan oleh
dibandingkan 10 tahun silam. demam yang semakin tinggi (suhu
Sementara jika dibandingkan dengan mencapai 38oC atau lebih), waktu
angka kelahiran, angka kematian balita terjadinya tidak lebih dari 30 menit.
berkurang dari 88 kasus menjadi 57 Kejang demam ini terbagi menjadi
kasus tiap 100.000 kelahiran hidup Kejang Demam Sederhana (KDS) dan
mencapai 12 juta kematian. Beberapa Kejang Demam Kompleks (KDK).
negara memang masih mencatat angka Kejadian kejang demam ini sendiri
kematian yang cukup tinggi, bahkan tidak terlalu banyak hanya 2 - 5%.
hampir 50 persen dari angka kematian Walaupun penderita kejang demam
balita di seluruh dunia terkonsentrasi di hanya sedikit tetapi masyarakat kerap
5 negara. Kelima negara tersebut kali mengganggap remeh hal tersebut.
adalah India, Nigeria, Kongo, Pakistan Mereka percaya anak yang tiba-tiba
dan China (WHO, 2011) kejang itu menderita epilepsi ataupun
Menurut data tahun 2008 di kerasukan bahkan beranggapan bahwa
Indonesia, angka kematian balita hal tesebut merupakan suatu hal yang
adalah sebesar 44 per 1000 kelahiran wajar yang akan sembuh dengan
hidup, atau ada lebih dari 200.000 sendirinya tanpa perlu mendapatkan
balita Indonesia yang meninggal setiap pengobatan intensif dari tenaga
tahunnya. Sedangkan di Malaysia, kesehatan (Lumbantobing, 2007 ).
dengan angka kematian balita sebesar Berdasarkan hasil survey awal
6.1 kematian per 1000 kelahiran hidup, yang dilakukan peneliti didapatkan
ada 3.694 kematian balita, jauh lebih jumlah balita di Sulawesi Tenggara
sedikit dari pada Indonesia. Sementara pada tahun 2013 sebanyak 32.528 jiwa
di Filipina, yang juga merupakan (34,30%), pada tahun 2014 sebanyak
negara kepulauan dengan penduduk 56.010 jiwa (59,05%), dan pada tahun
yang besar, ada sekitar 85.400 2015 sebanyak 6.308 jiwa (6,65%).
kematian balita, tidak sampai setengah (Dinkes Sulawesi Tenggara, 2015).
dari angka kematian di Indonesia. Prevalensi kasus kejang demam
Angka kematian bayi di bawah usia 1 pada balita tahun 2013 mencapai
tahun (Angka Kematian Bayi) di 11,7%, tahun 2014 menurun menjadi
Indonesia adalah sebesar 34 kematian 9,1% dan pada tahun 2015 meningkat
per 1000 kelahiran hidup. Dengan kata mencapai 16,9%. (Profil Puskesmas
lain, ada sekitar 157.000 kematian anak wali tahun 2015)
setiap tahunnya. Dibandingkan dengan Dari hasil wawancara yang
negara Asia Tenggara lainnya, angka dilakukan oleh peneliti dari 10 ibu yang
ini jauh lebih dari Malaysia (3.633 memiliki balita dengan riwayat kejang
kematian anak per tahun) dan dari demam ada 4 ibu yang mengatakan
Filipina (67.092 kematian anak per anaknya sering mengalami kejang

93
Sitti Masriwati dan La Ode Jefri : Jurnal Gizi Ilmiah Vol.3 No.2 September - Desember 2016
Hal : 92 - 104

demam yang selalu diawali dengan kejang demam Di Wilayah Kerja


demam dengan suhu diatas 380 C dan 4 Puskesmas Wali Kecamatan
ibu mengatakan bahwa ada anggota Binongko Kabupaten Wakatobi
keluarga yang lain yang sering d. Untuk mengetahui Faktor Risiko
mengalami kejang demam dan 2 orang status gizi terhadap kejadian kejang
mengatakan mengalami kejang demam demam Di Wilayah Kerja
itu karena status gizinya yang tidak Puskesmas Wali Kecamatan
baik. Binongko Kabupaten Wakatobi
Status Gizi adalah ekspresi dari
Manfaat Penelitian
keadaan keseimbangan dalam bentuk
Manfaat Praktis
tertentu atau perwujudan dari nutriture
a. Bagi Keluarga
dalam bentuk variable tertentu. Contoh:
Sebagai informasi bagi keluarga
Gondok merupakan keadaan tidak
bahwa pentingnya peran keluarga
seimbangnya pemasukan dan
khususnya risiko kejang demam pada
pengeluaran yodium dalam tubuh
balita.
(Supariasa. IDN, 2012) Status Gizi
b. Bagi Puskesmas
merupakan ekspresi satu aspek atau
Sebagai bahan pertimbangan dan
lebih dari nutriture seorang individu
masukan bagi pihak Puskesmas dalam
dalam suatu variabel (Hadi, 2012).
meningkatkan pelayanan terutama pada
Berdasarkan uraian di atas
Faktor Risiko Kejadian Kejang Demam
peneliti tertarik dan berkeinginan untuk
Pada Balita.
melakukan penelitian yang
berjudul “Faktor Risiko Kejadian Manfaat Teoritis
Kejang Demam Pada Balita Di a. Bagi Bidang Keperawatan
Wilayah Puskesmas wali Kecamatan Hasil penelitian ini diharap
Binongko Kabupaten Wakatobi” dapat menjadi Sebagai bahan
pengembangan ilmu keperawatan
Tujuan Penelitian khususnya keperawatan pada balita.
Tujuan Umum b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk mengetahui Faktor Risiko Hasil penelitian ini
Kejadian Kejang Demam Pada Balita diharapkan dapat menjadi bahan
Di Wilayah Kerja Puskesmas Wali pustaka atau informasi tambahan
Kecamatan Binongko Kabupaten bagi peneliti-peneliti selanjutnya
Wakatobi. untuk mengkaji masalah yang
Tujuan Khusus relavan dengan penelitian ini.
a. Untuk mengetahui Faktor Risiko c. Hasil penelitian ini diharapkan
Suhu badan terhadap kejadian dapat menjadi data sumber
kejang demam Di Wilayah Kerja penelitian keperawatan serta
Puskesmas Wali Kecamatan menjadi masukan yang berarti
Binongko Kabupaten Wakatobi untuk penelitian.
b. Untuk mengetahui Faktor Risiko
keturunan terhadap kejadian kejang
demam Di Wilayah Kerja
Puskesmas Wali Kecamatan
Binongko Kabupaten Wakatobi
c. Untuk mengetahui Faktor Risiko
riwayat neonatus terhadap kejadian

94
Sitti Masriwati dan La Ode Jefri : Jurnal Gizi Ilmiah Vol.3 No.2 September - Desember 2016
Hal : 92 - 104

METODE PENELITIAN instansi terkait sesuai dengan


Jenis dan Rancangan Penelitian kebutuhan data penelitian.
Jenis penelitian ini adalah
Pengolahan dan Analisis Data
penelitian analitik observational,
Pengolahan Data
dengan rancangan penelitian yang
digunakan adalah penelitian case a. Pengeditan Data (Editing)
control study yaitu penelitian analitik Yaitu memeriksa semua
yang menyangkut bagaimana faktor yang diperoleh dari kegiatan
risiko dipelajari dengan menggunakan mengumpulkan data dan diteliti
pendekatan retrospektif (Notoatmodjo, satu persatu untuk mengetahui
2010). apakah data tersebut sudah
lengkap, jelas, relevan dan
Waktu dan Tempat
konsisten.
Penelitian ini telah di
b. Pengkodean (Coding)
laksanakan tanggal 15 April – 30 April
Yaitu mengklarifikasi data dan
2016.
memberi kode untuk masing-
Penelitian ini telah dilaksanakan
masing jawaban dengan tujuan
di Puskesmas Wali Kecamatan
untuk mempermudah dan
Binongko Kabupaten Wakatobi.
mempercepat pada saat
Populasi dan Sampel memasukan data ke komputer.
Populasi
c. Memasukkan data (Entry)
Populasi dalam penelitian Yaitu setelah semua check list ke
adalah subjek yang memenuhi kriteria tabulasi penuh dan benar, juga
yang telah ditetapkan (Nursalam, sudah melewati pengkodean,
2008). Populasi dalam penelitian ini selanjutnya dilakukan pengentrian
adalah semua balita yang memiliki data (memasukkan data) agar dapat
riwayat demam yaitu 38 balita yang dianalisis. Entry data di lakukan
ada diwilayah kerja Puskesmas wali dengan cara memasukkan data dari
Kecamatan Binongko. check list kedalam program
Sampel komputer.
Jumlah total sampel penelitian ini d. Membersihkan data (Cleaning)
adalah sebanyak 70 orang. Yaitu merupakan kegiatan
Jenis dan Cara Pengumpulan Data pembersihan data dengan cara
Jenis data dalam penelitian ini pengecekan kembali data yang
adalah data primer dan data sekunder. sudah masuk kedalam komputer
Data primer meliputi suhu badan, dengan cara yang umum di
keturunan, neonatus dan status gizi lakukan, yaitu melihat distribusi
sedangkan data sekunder adalah jumlah frekuensi dari variabel-variabel
pasien balita dan lain-lain yang sesuai (Hastono, 2008).
dengan kebutuhan penelitian. Analisis Data
Data primer pengumpulannya
dilakukan melalui wawancara a. Univariat
dilakukan dengan menggunakan Analisis univariat digunakan
kuesioner yang telah disediakan, untuk mengetahui distribusi dan
sedangkan data sekunder dilakukan persentase dari tiap variabel bebas
dengan cara melihat dokumen pada (suhu badan, keturunan, masa
neonatus) dengan variabel terikat

95
Sitti Masriwati dan La Ode Jefri : Jurnal Gizi Ilmiah Vol.3 No.2 September - Desember 2016
Hal : 92 - 104

(Faktor Kejadian Kejang Demam Pada Umur Balita


Balita) Tabel 2. Distribusi Umur Balita
b. Bivariat Kejang Tidak
Umur Demam Kejang Total
Analisis bivariat, analisa data No Balita (Kasus) (Kontrol)
yang akan dilakukan dengan pengujian (Tahun)
n % n % n %
hipotesis Nol (H0) atau hipotesis yang
1 1 6 8,5 6 8,5 12 17,1
akan ditolak untuk membandingkan
antara kasus dengan control terhadap 2 2 5 7,1 5 7,1 10 14,3
risiko dengan menggunakan uji statistic 3 3 11 15,8 11 15,8 22 31,4
Odds Ratio (OR) 4 4 9 12,9 9 12,9 18 25,7
5 5 4 5,7 4 5,7 8 11,4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden Jumlah 35 50 35 50 70 100
Sumber : Data Primer, 2016
Jenis Kelamin Balita Tabel 2 menunjukkan bahwa
Tabel 1. Distribusi Jenis Kelamin dari 70 balita terdapat 35 balita yang
Balita mengalami kejang demam (kasus) dan
Kejang Tidak 35 balita yang tidak mengalami kejang
Jenis Demam Kejang Total
No Kelamin (Kasus) (Kontrol)
demam (kontrol). Untuk kelompok
Balita kelompok kasus, terbanyak adalah
n % n % n %
umur 3 tahun yaitu sebanyak 11 balita
1 Laki-laki 14 20,0 14 20,0 28 40,0 (15,8%) dan yang terkecil adalah umur
2 Perempuan 21 30,0 21 30.0 42 60,0 5 tahun yaitu sebanyak 4 balita (5,7%).
Jumlah 35 50 35 50 70 100 Begitu pula pada kelompok kontrol
Sumber : Data Primer, 2016 memiliki jumlah sebaran yang sama.
Tabel 1 menunjukkan bahwa Kelompok kasus dan kelompok kontrol
dari 70 balita terdapat 35 balita yang memiliki sebaran yang sama karena
mengalami kejang demam (kasus) dan umur merupakan matching yang
35 balita yang tidak mengalami kejang digunakan pada penelitian ini.
demam (kontrol). Untuk kelompok Umur Ibu
kelompok kasus, terbanyak adalah jenis Tabel 3. Distribusi Responden
kelamin perempuan yaitu sebanyak 21 Berdasarkan Umur Ibu
balita (30,0%) dan yang terkecil adalah Kejang Tidak
Umur Demam Kejang Total
jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak No Ibu (Kasus) (Kontrol)
14 balita (20,0%). Begitu pula pada (Tahun)
.n % .n. % in %
kelompok kontrol memiliki jumlah
1 21-30 13 18,6 16 22,9 29 41,4
sebaran yang sama. Kelompok kasus
2 31-40 18 25,7 17 24,3 35 50,0
dan kelompok kontrol memiliki
sebaran yang sama karena jenis 3 41-50 4 5,7 2 2,9 6 8,6
kelamin merupakan matching yang Jumlah 35 50 35 50 70 100
digunakan pada penelitian ini. Sumber : Data Primer, 2016
Tabel 3 menunjukkan bahwa
dari 70 responden terdapat 35 ibu yang
memiliki balita mengalami kejang
demam (kasus) dan 35 ibu yang
memiliki balita tidak mengalami
kejang demam (kontrol). Untuk

96
Sitti Masriwati dan La Ode Jefri : Jurnal Gizi Ilmiah Vol.3 No.2 September - Desember 2016
Hal : 92 - 104

kelompok kelompok kasus, terbanyak Tabel 5 menunjukkan bahwa dari


adalah umur 31-40 tahun yaitu 35 responden pada kelompok kasus,
sebanyak 18 responden (25,7%) dan terdapat 20 balita (28,6%) ada riwayat
yang terkecil adalah umur 41-50 tahun keturunan dan 15 balita (21,4%) tidak
yaitu sebanyak 4 responden (5,7%). ada riwayat keturunan. Kemudian pada
Sedangkan pada kelompok control, kelompok kontrol, terdapat 8 balita
terbanyak adalah umur 31-40 tahun (11,4%) ada riwayat keturunan dan 15
yaitu sebanyak 17 responden (24,3%) balita (21,4%) tidak ada riwayat
dan yang terkecil adalah umur 41-50 keturunan.
tahun yaitu sebanyak 2 responden c. Riwayat Neonatus
(2,9%).
Analisis Univariat Tabel 6. Distribusi Riwayat Neonatus
Kejang Tidak
a. Suhu Badan Riwayat Demam Kejang Total
No (Kasus) (Kontrol)
Tabel 4. Distribusi Suhu Badan Nenonatus
.n % .n. % in %
Balita
Kejang Tidak 1 Ada gangguan 7 10,0 4 5,7 11 15,7
Suhu Demam Kejang Total Tidak ada
No (Kasus) (Kontrol) 2 38 40,0 31 44,3 59 84,3
badan gangguan
.n % .n. % in %
Jumlah 35 50 35 50 70 100
1 Tidak Normal 26 37,1 4 5,7 30 42,9 Sumber : Data Primer terolah 2016
2 Normal 9 12,9 31 44,3 40 57,1
Jumlah 35 50 35 50 70 100
Tabel 6 menunjukkan bahwa
dari 35 responden pada kelompok
Sumber : Data Primer terolah 2016
Tabel 4 menunjukkan bahwa kasus, terdapat 7 balita (10,0%) ada
dari 35 responden pada kelompok gangguan dan 38 balita (40,0%) tidak
kasus, terdapat 26 balita (37,1%) ada gangguan. Kemudian pada
memiliki suhu badan tidak normal dan kelompok kontrol, terdapat 4 balita
9 balita (12,9%) memiliki suhu badan (5,7%) ada gangguan dan 31 balita
normal. Kemudian pada kelompok (44,3%) tidak ada gangguan.
kontrol, terdapat 4 balita (5,7%) d. Status Gizi Pada Kelompok
memiliki suhu badan tidak normal dan Kasus
31 balita (44,3%) memiliki suhu badan Tabel 7. Distribusi Status Gizi
normal. Kejang Tidak
Demam Kejang Total
b. Riwayat Keturunan No Status Gizi (Kasus) (Kontrol)
Tabel 5. Distribusi Riwayat Keturunan .n % .n. % in %
Kejang Tidak
Riwayat Demam Kejang Total 1 Tidak Normal 9 12,9 2 2,9 11 15,7
No (Kasus) (Kontrol)
Keturunan 2 Normal 26 37,1 33 47,1 59 84,3
.n % .n. % in %
Jumlah 35 50 35 50 70 100
1 Ada keturunan 20 28,6 8 11,4 28 40,0
Sumber : Data Primer terolah 2016
Tidak ada
2
keturunan
15 21,4 27 38,6 42 60,0 Tabel 7 menunjukkan bahwa dari
35 responden pada kelompok kasus,
Jumlah 35 50 35 50 70 100
terdapat 9 balita (12,9%) memiliki
Sumber : Data Primer terolah 2016
status gizi tidak normal dan 26 balita
(37,1%) memiliki status gizi normal.
Kemudian pada kelompok kontrol,

97
Sitti Masriwati dan La Ode Jefri : Jurnal Gizi Ilmiah Vol.3 No.2 September - Desember 2016
Hal : 92 - 104

terdapat 2 balita (2,9%) memiliki status b. Risiko Riwayat Keturunan


gizi tidak normal dan 33 balita (47,1%) Terhadap Kejadian Kejang
memiliki status gizi tidak normal. Demam Pada Balita
Analisis Bivariat
Tabel 9. Analisis Risiko Riwayat
a. Risiko Suhu Badan Terhadap Keturunan Terhadap Kejadian Kejang
Kejadian Kejang Demam Pada Demam Pada Balita
Balita Kejang Demam

Tabel 8. Analisis Risiko Suhu Badan Kontr Jumlah Uji Statistik


Riwayat Kasus
Terhadap Kejadian Kejang Demam Keturunan
ol
Pada Balita n
n % % n %
Kejang Demam OR = 4,500
Jumlah Uji Statistik
Suhu Badan Kasus Kontrol Ada Lower limit =
20 28,6 8 11,4 28 40,0
keturunan 1,599
n % n % n % OR = 22,389
Tidak ada Upper limit =
Tidak Normal 26 37,1 4 5,7 30 42,9 Lower limit = 15 21,4 27 38,6 42 60,0
6,176 Keturunan 12,664
Normal 9 12,9 31 44,3 40 57,1
Upper limit = Jumlah 35 50 35 50 70 100
Jumlah 35 50 35 50 70 100 81,169
Sumber : Data Primer terolah 2016
Sumber : Data Primer terolah
Tabel 8 menunjukkan bahwa Tabel 9 menunjukkan bahwa
diantara 35 kasus, terdapat 26 balita diantara 35 kasus, terdapat 20 balita
(37,1%) dengan suhu badan tidak (28,6%) memiliki riwayat keturunan
normal dan 9 balita (12,9%) memiliki dan 15 balita (21,4%) yang tidak
suhu badan normal. Sedangkan dari 35 memiliki riwayat keturunan.
kontrol terdapat 4 balita (5,7%) yang Sedangkan dari 35 kontrol terdapat 8
memiliki suhu badan tidak normal dan balita (11,4%) memiliki riwayat
31 balita (44,3%) memiliki suhu badan keturunan dan 27 balita (38,6%)
normal. dengan tidak ada riwayat keturunan.
Berdasarkan tabel 15 di atas, Berdasarkan tabel 16 di atas,
diperoleh pula nilai Odds Ratio sebesar diperoleh pula nilai Odds Ratio sebesar
22,389 (OR= 22,389; CI= 95%) dan 4,500 (OR= 4,500; CI= 95%) dan (X2
(X2 hitung = 25,725) yang berarti hitung = 7,202) yang berarti bahwa
bahwa balita yang memiliki suhu balita yang memiliki riwayat
badan tidak normal berisiko sebesar keturunan berisiko sebesar 4,5 kali
22, 3 kali mengalami kejang demam mengalami kejang demam dengan
dengan balita yang memiliki suhu balita yang tidak memiliki riwayat
badan normal di wilayah kerja keturunan di wilayah kerja Puskesmas
Puskesmas Wali Kecamatan Binongko Wali Kecamatan Binongko Kabupaten
Kabupaten Wakatobi. Diperoleh pula Wakatobi. Diperoleh pula nilai lower
nilai lower limit 6,176 dan upper limit limit 1,599 dan upper limit 12,664
81,169 dengan CI (Confidence dengan CI (Confidence Interval) =
Interval) = 95%, yang menunjukkan 95%, yang menunjukkan bahwa
bahwa rentang antara lower limit dan rentang antara lower limit dan upper
upper limit tidak melalui angka 1, limit tidak melalui angka 1, maka
maka risiko yang ditimbulkan risiko yang ditimbulkan dikatakan
dikatakan bermakna. bermakna.

98
Sitti Masriwati dan La Ode Jefri : Jurnal Gizi Ilmiah Vol.3 No.2 September - Desember 2016
Hal : 92 - 104

c. Risiko Riwayat Neoatus d. Risiko Status Gizi Terhadap


Terhadap Kejadian Kejang Kejadian Kejang Demam Pada
Demam Pada Balita Balita
Tabel 11. Analisis Risiko Status Gizi
Tabel 10. Analisis Risiko Riwayat Terhadap Kejadian Kejang Demam
Neonatus Terhadap Kejadian Kejang Pada Balita
Demam Pada Balita Kejang Demam
Status Kontro Jumlah Uji Statistik
Kejang Demam Gizi Kasus
Jumlah Uji Statistik l
Riwayat Kont n % n % n %
Kasus OR = 5,712
Neonatus rol Tidak
n 9 12,9 2 2,9 11 15,7 Lower limit =
n % % n % Normal
OR = 1,938 1,135
Normal 26 37,1 33 47,1 59 84,3
Ada gangguan 7 10,0 4 5,7 11 15,7 Lower limit = Upper limit =
0,512 Jumlah 35 50 35 50 70 100 28,748
Tidak ada
28 40,0 31 44,3 59 84,3 Upper limit =
gangguan Sumber : Data Primer terolah 2016
Jumlah 35 50 35 50 70 100 7,330

Sumber : Data Primer terolah 2016 Tabel 11 menunjukkan bahwa


Tabel 10 menunjukkan bahwa diantara 35 kasus, terdapat 9 balita
diantara 35 kasus, terdapat 7 balita (12,9%) memiliki status gizi tidak
(10,0%) memiliki riwayat gangguan normal dan 26 balita (37,1%) memiliki
dan 28 balita (40,0%) tidak memiliki status gizi normal. Sedangkan dari 35
riwayat gangguan. Sedangkan dari 35 kontrol terdapat 2 balita (2,9%)
kontrol terdapat 4 balita (5,7%) memiliki status gizi tidak normal dan
memiliki riwayat gangguan dan 31 33 balita (47,1%) memiliki status gizi
balita (44,3%) tidak memiliki riwayat normal.
gangguan. Berdasarkan tabel 18 di atas,
Berdasarkan tabel 17 di atas, diperoleh pula nilai Odds Ratio sebesar
diperoleh pula nilai Odds Ratio sebesar 5,712 (OR= 5,712; CI= 95%) dan (X2
1,938 (OR= 1,938; CI= 95%) yang hitung = 3,883) yang berarti bahwa
berarti bahwa balita yang memiliki balita yang memiliki status gizi tidak
riwayat neonatus berisiko sebesar 1,9 normal berisiko sebesar 5,7 kali
kali mengalami kejang demam dengan mengalami kejang demam dengan
balita yang tidak memiliki riwayat balita yang memiliki status gizi normal
neonatus di wilayah kerja Puskesmas di wilayah kerja Puskesmas Wali
Wali Kecamatan Binongko Kabupaten Kecamatan Binongko Kabupaten
Wakatobi. Diperoleh pula nilai lower Wakatobi. Diperoleh pula nilai lower
limit 0,512 dan upper limit 7,330 limit 1,135 dan upper limit 28,748
dengan CI (Confidence Interval) = dengan CI (Confidence Interval) =
95%, yang menunjukkan bahwa 95%, yang menunjukkan bahwa
rentang antara lower limit dan upper rentang antara lower limit dan upper
limit tidak melalui angka 1, maka limit tidak melalui angka 1, maka
risiko yang ditimbulkan dikatakan risiko yang ditimbulkan dikatakan
bermakna. bermakna.

99
Sitti Masriwati dan La Ode Jefri : Jurnal Gizi Ilmiah Vol.3 No.2 September - Desember 2016
Hal : 92 - 104

PEMBAHASAN memiliki suhu badan tidak normal tapi


tidak mengalami kejang demam
a. Risiko Suhu Badan Terhadap
(kontrol) sebanyak 4 balita (5,7%). Hal
Kejadian Kejang Demam Pada
ini terjadi karena balita tersebut
Balita
menderita penyakit lain tanpa ada
Hasil penelitian di wilayah indikasi terjadinya kejang demam
kerja Puskesmas Wali Kecamatan sehingga perubahan suhu badan yang
Binongko Kabupaten Wakatobi terjadi pada balita terjadi karena
menunjukkan bahwa dari 70 balita, penyakit lain seperti ISPA bukan akibat
terdapat 30 balita (42,9%) yang dari kejang demam. Pada balita yang
memiliki suhu badan tidak normal. memiliki suhu badan normal namun
Penyebab suhu badan balita tidak mengalami kejang demam sebanyak 9
normal adalah karena kebanyakan (12,9%). Hal ini terjadi karena tidak
balita tersebut system kekebalan semua balita yang mengalami kejang
tubuhnya masih lemah dan masih demam mengalami perubahan suhu
gampang terkena penyakit. Selain itu badan menjadi tidak normal. Begitu
juga orang tua kurang mengawasi pula pada penelitian ini masih ada
aktivitas balita sehari-hari dimana beberapa balita yang memiliki suhu
sering berinteraksi dengan sumber- badan normal walaupun mengalami
sumber bibit penyakit. Masuknya bibit kejang demam. Pada kasus penelitian
penyakit dalam tubuh balita ini ada balita yang mengalami
menyebabkan imunitas tubuh merespon kelelahan akibat bermain sehingga
dan melakukan perlawanan sehingga waktu pulang langsung mengalami
menyebabkan suhu balita menjadi tidak kejang demam tanpa terjadinya
normal. perubahan suhu badan menjadi tidak
Menurut Tejani (2010) demam normal.
terjadi apabila hasil pengukuran suhu Hasil uji statistik
tubuh mencapai diatas 37,8°C aksila menunjukkan bahwa nilai Odds Ratio
atau 38°C rektal. Demam dapat sebesar 22,389 (OR= 22,389; CI=
disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi 95%) dan (X2 hitung = 25,725) yang
pada anak tersering disebabkan oleh berarti bahwa balita yang memiliki
infeksi. Demam merupakan faktor suhu badan tidak normal berisiko
utama timbul bangkitan kejang demam. sebesar 22, 3 kali mengalami kejang
Perubahan kenaikan temperatur tubuh demam dengan balita yang memiliki
berpengaruh terhadap nilai ambang suhu badan normal di wilayah kerja
kejang dan ekstabilitas neural, karena Puskesmas Wali Kecamatan Binongko
kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada Kabupaten Wakatobi. Diperoleh pula
kanal ion dan metabolisme seluler serta nilai lower limit 6,176 dan upper limit
produksi ATP. Setiap kenaikan suhu 81,169 dengan CI (Confidence
tubuh satu derajat celsius akan Interval) = 95%, yang menunjukkan
meningkatkan metabolisme karbohidrat bahwa rentang antara lower limit dan
10-15% sehingga dengan adanya upper limit tidak melalui angka 1,
peningkatan suhu akan mengakibatkan maka risiko yang ditimbulkan
peningkatan kebutuhan glukosa dan dikatakan bermakna.
oksigen. Hasil penelitian ini sejalan
Hasil analisis bivariat dengan penelitian Febri Yunanda Putra
menunjukkan bahwa pada balita yang (2014) yang mengemukakan bahwa ada

100
Sitti Masriwati dan La Ode Jefri : Jurnal Gizi Ilmiah Vol.3 No.2 September - Desember 2016
Hal : 92 - 104

hubungan antara perubahan suhu badan Binongko Kabupaten Wakatobi.


dengan kejadian kejang demam pada Diperoleh pula nilai lower limit 1,599
balita di Desa Balung Lor Kecamatan dan upper limit 12,664 dengan CI
Balung Kabupaten Jember dengan nilai (Confidence Interval) = 95%, yang
p value = 0,000. menunjukkan bahwa rentang antara
lower limit dan upper limit tidak
b. Risiko Riwayat Keturunan melalui angka 1, maka risiko yang
Terhadap Kejadian Kejang ditimbulkan dikatakan bermakna.
Demam Pada Balita Hasil penelitian ini juga
Hasil penelitian di wilayah kerja didukung oleh penelitian Fuadi, dkk
Puskesmas Wali Kecamatan Binongko (2010) yang menunjukkan bahwa anak
Kabupaten Wakatobi menunjukkan dengan riwayat kejang dalam keluarga
bahwa dari 70 balita, terdapat 28 balita terdekat (first degree relative)
(40,0%) yang memiliki riwayat mempunyai risiko untuk menderita
keturunan kejang demam. Hal ini bangkitan kejang demam 4,5 kali lebih
terjadi karena anggota keluarga balita besar dibanding yang tidak (CI 1,22-
tersebut khususnya orangtua balita 16,65, p=0,02). Faktor riwayat kejang
pernah mengalami kejang demam pada pada ibu, ayah, dan saudara kandung
waktu kecil sehingga riwayat kejang hasil uji statistik tidak menunjukkan
demam yang dialami balita diturunkan hubungan yang bermakna karena
dari orang tuanya. mempunyai sel yang kosong dan
Hasil analisis bivariat p>0,05.
menunjukkan bahwa balita yang
c. Risiko Riwayat Neonatus
mempunyai riwayat keturunan kejang
Terhadap Kejadian Kejang
demam dari orang tuanya namun tidak
Demam Pada Balita
menderita penyakit kejang demam
Hasil penelitian di wilayah kerja
(kontrol) sebanyak 8 balita (11,4%).
Puskesmas Wali Kecamatan Binongko
Hal ini terjadi karena orang tua balita
Kabupaten Wakatobi menunjukkan
menjaga kesehatan balita dengan
bahwa dari 70 balita, terdapat 11 balita
sebaik-baiknya serta kebutuhan nutrisi
(15,7%) yang memiliki riwayat
dan zat gizi balita terpenuhi dengan
neonatus. Hal ini terjadi karena bayi
baik dan cukup sehingga balita
yang memiliki riwayat neonatus
memiliki daya tahan tubuh yang kuat
dilahirkan lewat dukun beranak yang
dan jarang terkena penyakit. Hal inilah
belum terlatih bukan melalui tenaga
yang menyebabkan balita tidak
bidan atau tenaga kesehatan lain.
menderita kejang demam walaupun ia
Terjadinya neonatus karena alat-alat
memiliki riwayat kejang demam dari
yang digunakan oleh dukun beranak
keluarganya.
tersebut kurang steril sehingga
Hasil uji statistic menunjukkan
menyebabkan bayi sering terkena
bahwa nilai Odds Ratio sebesar 4,500
infeksi oleh bakteri.
(OR= 4,500; CI= 95%) dan (X2 hitung
Hasil analisis bivariat
= 7,202) yang berarti bahwa balita
menunjukkan bahwa terdapat 4 balita
yang memiliki riwayat keturunan
(5,7%) yang memiliki riwayat neonates
berisiko sebesar 4,5 kali mengalami
namun tidak mengalami kejadian
kejang demam dengan balita yang tidak
kejang demam (kontrol). Hal ini terjadi
memiliki riwayat keturunan di wilayah
karena bayi mendapatkan perawatan
kerja Puskesmas Wali Kecamatan
dan pengobatan yang intensif dan

101
Sitti Masriwati dan La Ode Jefri : Jurnal Gizi Ilmiah Vol.3 No.2 September - Desember 2016
Hal : 92 - 104

maksimal ketika mengalami riwayat d. Risiko Status Gizi Terhadap


neonatus pada waktu bayi, sehingga Kejadian Kejang Demam Pada
bayi bisa bisa cepat sembuh dari Balita
penyakitnya. Hal inilah yang Hasil penelitian di wilayah kerja
menyebabkan balita tidak mengalami Puskesmas Wali Kecamatan Binongko
kejang demam walaupun memiliki Kabupaten Wakatobi menunjukkan
riwayat neonatus pada waktu bayi. bahwa dari 70 balita, terdapat 11 balita
Sedangkan pada balita yang tidak (15,7%) yang memiliki status gizi yang
memiliki riwayat neonatus namun tidak normal. Hal ini terjadi karena
mengalami kejang demam sebanyak 28 orang tua balita mempunyai
balita (40,0%). Hal ini disebakan oleh penghasilan yang rendah dan tidak
banyak faktor seperti faktor status gizi menentu yang hanya bekerja sebagai
yang kurang pada balita, balita tidak petani dan nelayan kecil saja.
diimunisasi secara lengkap sehingga Akibatnya orangtua balita tidak bisa
system kekebalan tubuhnya juga lemah memenuhi.
dan sebagainya. Hal-hal tersebutlah Hasil analisis bivariat
yang menyebabkan balita mengalami menunjukkan bahwa terdapat 2 balita
kejang demam meskipun tidak (2,9%) yang memiliki status gizi tidak
memiliki riwayat neonatus. normal namun tidak mengalami kejang
Berdasarkan hasil uji statistik demam. Hal ini terjadi karena balita
diperoleh nilai Odds Ratio sebesar 1,938 tidak mempunyai suhu badan yang
(OR= 1,938; CI= 95%) yang berarti bahwa normal dan tidak memiliki riwayat
balita yang memiliki riwayat neonatus keturunan kejang demam sehingga
berisiko sebesar 1,9 kali mengalami kejang balita tidak mengalami kejang demam
demam dengan balita yang tidak memiliki
walaupun memiliki status gizi yang
riwayat neonatus di wilayah kerja
Puskesmas Wali Kecamatan Binongko tidak normlah. Sedangkan pada
Kabupaten Wakatobi. Diperoleh pula nilai responden yang memiliki status gizi
lower limit 0,512 dan upper limit 7,330 normal namun mengalami kejang
dengan CI (Confidence Interval) = 95%, demam sebanyak 26 balita (37,1%).
yang menunjukkan bahwa rentang antara Hal ini terjadi karena balita sering
lower limit dan upper limit tidak melalui mengalami benturan khususnya pada
angka 1, maka risiko yang ditimbulkan kepala akibat terjatuh sehingga
dikatakan bermakna. mempengaruhi otaknya, akibatnya
Hasil penelitian ini di dukung oleh balita sering mengalami kejang demam
penelitian Kurnia P; dkk (2014) yang walaupun memiliki status gizi yang
menunjukkan bahwa ada hubungan yang
normal.
bermakna antara riwayat neonatal dengan
Berdasarkan hasil uji statistik
kejadian kejang demam pada balita di
diperoleh nilai Odds Ratio sebesar 5,712
RSPI Puri Indah Jakarta, dengan nilai P
(OR= 5,712; CI= 95%) dan (X2 hitung =
value = 0,032.
3,883) yang berarti bahwa balita yang
memiliki status gizi tidak normal berisiko
sebesar 5,7 kali mengalami kejang demam
dengan balita yang memiliki status gizi
normal di wilayah kerja Puskesmas Wali
Kecamatan Binongko Kabupaten
Wakatobi. Diperoleh pula nilai lower limit
1,135 dan upper limit 28,748 dengan CI
(Confidence Interval) = 95%, yang

102
Sitti Masriwati dan La Ode Jefri : Jurnal Gizi Ilmiah Vol.3 No.2 September - Desember 2016
Hal : 92 - 104

menunjukkan bahwa rentang antara lower tentang pentingnya pencegahan


limit dan upper limit tidak melalui angka 1, kasus kejang demam pada balita
maka risiko yang ditimbulkan dikatakan khusunya berkaitan dengan suhu
bermakna. badan, riwayat keturunan, riwayat
Hasil penelitian sejalan dengan neonatus, dan status gizi. Selain
penelitian Fuadi, dkk (2010) yang itu, diharapkan agar dapat
menunjukkan bahwa anak yang melakukan perawatan secara
kekurangan gizi mempunyai risiko maksimal kepada setiap penderita
untuk menderita bangkitan kejang kejang demam pada balita.
demam 3,5 kali lebih besar dibanding 2. Untuk peneliti lebih lanjut dengan
yang tidak (CI 1,16-11,42, p=0,03). menambah variabel lain yang
Hasil uji statistik tidak menunjukkan berhubungan dengan faktor risiko
hubungan yang bermakna karena kejadian kejang demam pada balita
mempunyai sel yang kosong dan serta pengalaman yang berkaitan
p>0,05. dengan proses pengangan dan
pencegahannya.
SIMPULAN DAN SARAN 3. Untuk STIKES Mandala Waluya
SIMPULAN agar dapat dijadikan sebagai
1. Suhu badan merupakan faktor tambahan kepustakaan dan sebagai
risiko kejadian kejang demam pada bahan tambahan informasi tentang
balita di wilayah kerja Puskesmas faktor resiko kejadian kejang
Wali Kecamatan Binongko demam pada balita.
Kabupaten Wakatobi 4. Untuk masyarakat khususnya yang
2. Riwayat keturunan merupakan tinggal di wilayah kerja Puskesmas
faktor risiko kejadian kejang Wali agar dapat memahami
demam pada balita di wilayah kerja pentingnya pencegahan penyakit
Puskesmas Wali Kecamatan kejang demam pada balita dengan
Binongko Kabupaten Wakatobi melakukan pencegahan secara dini
3. Riwayat neonatus merupakan berupa peningkatan derajat
faktor risiko kejadian kejang kesehatan balita yang lebih
demam pada balita di wilayah kerja optimal.
Puskesmas Wali Kecamatan Untuk Dinas Kesehatan Wakatobi agar
Binongko Kabupaten Wakatobi mengadakan perencanaan dan
4. Status gizi merupakan faktor risiko program-program tentang
kejadian kejang demam pada balita pemberantasan penyakit kejang demam
di wilayah kerja Puskesmas Wali pada balita di Kabupaten Wakatobi
Kecamatan Binongko Kabupaten khususnya di wilayah kerja Puskesmas
Wakatobi Wali sehingga kasus kejang demam
pada balita dapat berkurang
SARAN

1. Diharapkan bagi pihak Puskesmas


Wali agar dapat memberikan
informasi kesehatan tentang
penyakit kejang demam pada
balita, memasang poster di
Puskesmas dan melakukan
penyuluhan dalam masyarakat

103
Sitti Masriwati dan La Ode Jefri : Jurnal Gizi Ilmiah Vol.3 No.2 September - Desember 2016
Hal : 92 - 104

DAFTAR PUSTAKA

Febri K. Kejang Demam Pada Balita.


http://jalurilmu.blogspot.co.id/2
011/11/kejang-demam-febris-
konvulsi.html. 2011. (Diakses
10 Juni 2016)

Fuadi, dkk. Faktor Risiko Bangkitan


Kejang Demam Pada Anak.
Universitas Diponegoro. 2010.
(Diakses 10 Juni 2016)

Kurnia P; dkk. Analisis Perbedaan


Faktor-Faktor Pada Kejang
Demam Pertama di RSPI Puri
Indah Jakarta. STIK Sint
Carolus. Jakarta. 2014.

Lumbantobing, S.M. Kejang Demam


(Febrile Convulsion). Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2012

Supariasa. Penilaian Status Gizi.


Jakarta : EGC. 2002

104

Anda mungkin juga menyukai