Anda di halaman 1dari 21

SOP

PENATALAKSANAAN KEJANG DEMAM PADA ANAK

Dosen Pengampu :
JAWIAH, S.Pd, S.Kep,M.Kes
Disusun Oleh :
Kelompok 6
1.Anggraini Putri Kinanti PO7120122052
2. Magfiroh Rahma Aulia (PO7120122090)
3. Niatha Aulia Putri (PO7120122064)
4. Wahyuni Ananda (PO7120122101)
5. Anisa Herlia Zahra (PO7120122097)
6. Rizki Sefta Wardana (PO7120122095)

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


D-III KEPERAWATAN PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan “Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan gangguan kebutuhan
aman dan nyaman patologis dari sistem termoregulasi dari imun” dalam pembelajaran di kampus ini
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari Askep ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Keperawatan Anak.
Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu JAWIAH , S.Pd., S.Kp., M.Kes selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Anak yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kami. Kami menyadari makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempuraan pembuatan
makalah untuk kedepannya.

Palembang 20 Oktober 2023

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai
pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum
mereka mencapai usia 5 tahun. Kejang demam adalah kejang sering terjadi pada anak berusia
6 bulan sampai dengan 5 tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak adanya infeksi
ataupun kelainan lain yang jelas di intracranial(Arifuddin Adhar, 2016).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat lebih dari
21.65 juta penderita kejang demam dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal. Insiden
terjadinya kejang demam diperkirakan mencapai 4-5% dari jumlah penduduk di Amerika Serikat,
Amerika Selatan, dan Eropa Barat, Selain itu di Kuwait dari 400 anak berusia 1 bulan 13 tahun
dengan riwayat kejang, yang mengalami kejang demam sekitar 77% (WHO, 2013 dalam Untari
2015). Namun di Asia angka kejadian kejang demam lebih tinggi, seperti di Jepang dilaporkan
antara 6-9% kejadian kejang demam, 5-10% di India, dan 14% di Guam (Hernal, 2010).
Patel, dkk (2015) mengatakan anak yang mengalami kejang demam berulang dan
komplek memengaruhi kecerdasan, perkembangan bahasa dan gangguan memori. Sedangkan
Najimi, dkk (2013) menjelaskan komplikasi dari kejang demam meliputi: perkembangan saraf
yang tertunda (20%), cacat neurologi (10%) dan ketidakmampuan belajar (5%). Sebagian besar
kasus penyakit kejang demam dapat sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi
(2% -7%) dengan angka kematian 0,64% -0,75%. Prevalensi kasus ini di Indonesia mencapai 2-
5% anak berumur 6 bulan sampai dengan 3 tahun dan 30% diantaranya akan mengalami kejang
demam berulang. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6
bulan sampai dengan 22 bulan, insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18
bulan.

B. Tujuan penulisan
a) Tujuan Umum
Untuk menhelaskan gambaran asuhan keperawatan pada An.A dengan diagnosa kejang demam.
iv
b) Tujuan Khusus
1.) Menjelaskan Konsep Dasar tentang penyakit kejang demam pada asuhan keperawatan anak
pada An. A dengan diagnose hipertemia.
2.) Mendeskripsikan pengkajian keperawatan anak pada asuhan keperawatan anak pada An. A
dengan diagnose kejang demam.
3.) Merumuskan diagnose anak pada An. A dengan diagnose kejang demam.
4.) Merencenakan intervensi keperawatan pada asuhan keperawatan anak pada An. A dengan
diagnosa kejang demam.
5.) Mengimplementasikan rencana keperawatan pada asuhan keperawatan anak pada An. A dengan
diagnosa kejang demam.
6.) Melakukan evaluasi keperawatan keperawatan pada asuhan keperawatan anak pada An. A
dengan diagnosa kejang demam.
C. Manfaat Penulisan
a.Bagi Institusi Pendidikan
Menambah pengetahuan dan pengalaman profesi dan juga mempertajam kemampuan profesi
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kejang demam.
Bagi Profesi Keperawatan.
b. Bagi Profesi Keperawatan
Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan kejang demam.
c.Bagi Masyarakat
Dengan diselesaikannya asuhan keperawatan pada klien diharapkan orangtua klien mampu
melakukan upaya pencegahan tentang penyakit kejang demam dan klien dapat kembali di
lingkungan keluarga dan masyarakat dalam keadaan sehaT.

BAB II
KONSEP DASAR

A. Konsep Dasar Anak


1. Pengertian Anak
Menurut World Health Organization (WHO) definisi anak adalah dihitung sejak
seseorang berada didalam kandungan sampai berusia 19 tahun. Anak adalah asset bangsa yang
v
akan meneruskan perjuangan bangsa, sehingga harus dipertahankan pertumbuhan dan
perkembangannya (Depkes RI, 2014). ISLAM

2. Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan anak


Masa anak toodler(1-3tahun), pada masa ini kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan
terdapat perkembangan kemajuan dalam motorik halus serta fungsi eksresi. Periode ini merupakan
masa yang sangat penting karena pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada balita akan
menentukan dan mempengaruhi tumbuh kembang anak selanjutnya. Setelah lahir sampai usia 3
tahun kehidupannya, pertumbuhan serabut-serabut syaraf dan cabang-cabangnya sehingga
terbentuk jaringan syaraf dan otak yang kompleks (Depkes RI, 2016).
Menurut Piaget anak mampu mengoperasionalkan apa yang ada dipikiran melalui
tindakan yang dipikirkannya. Masa ini anak masih bersifat egosentris. Sedangkan menurut Freud,
anak mulai menunjukan keakuannya dan sangat egoistik dan narsisistik yaitu cinta terhadap
dirinya sendiri. Pada masa ini anak mulai mempelajari tentang anggota tubuh, dan tugas yang
dapat dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan diri. Namun pada fase ini anak memiliki
masalah yaitu sifat yang obsesif, pandangan sempit, bersikap introvert atau ekstrovert
impulsive atau dorongan untuk membuka diri, tidak rapi, dan kurang pengendalian diri((Dewi,
2017).

3. Kebutuhan Dasar Anak Untuk Tumbuh Kembang


Menurut Kemenkes RI (2020) kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang
secara umum dibagi menjadi 3 yaitu: a. Kebutuhan fisik-biologis (asuh).
Meliputi beberapa aspek yaitu :
1) Pangan/gizi.
2) Perawatan kesehatan dasar, antara lain imunisasi, pemberian ASI, penimbangan bayi/anak
secara teratur, pengobatan apabila sakit.
3) Papan/pemukiman yang layak.
4) Hygiene perorangan atau sanitasi lingkungan.
5) Sandang
6) Kesegaran jasmani dan rekreasi.
b. Kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih)
Hubungan yang erat antara ibu dan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin
tumbuh kembang yang selaras secara fisik, mental, maupun psikososial. Kasih sayang yang kurang
akan berdampak negative pada tumbuh kembang anak secara fisik, mental, psikosoial.
vi
c. Kebutuhan stimulasi mental (asah)
Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan pelatihan)
pada anak. Perlunya stimulasi pada anak sejak dini untuk mengembangkan kemampuan sensorik,
motorik, emosi-sosial, bicara, kognitif, kemandirian, kreativitas, dan spiritual anak.

B. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam merupakan
kejang selama masa kanak-kanak setelah usia 1 bulan, yang berhubungan dengan penyakit demam
tanpa disebabkan infeksi sistem saraf pusat, tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak berhubungan
dengan kejang simptomatik lainnya. Definisi berdasarkan konsensus tatalaksana kejang dari Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI), kejang demam adalah bangkitan kejang biasanya terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial,
biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tabun(Deliana, 2016).
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah bangkitan
kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan
demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain(Deliana, 2016).

2. Etiologi
Beberapa teori dikemukan mengenai penyebab terjadinya kejang demam :
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam, 25-50%
anak dengan kejang demam mempunyai anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam
sekurang- kurangnya sekali. Faktor penting lainnya terjadinya kejang demam pada anak adalah
suhu badan(Arifuddin Adhar, 2016).
Pasien kejang demam didefinisikan sebagai pasien yang mengalami bangkitan kejang
yang terjadi saat pasien berusia 6 bulan sampai 5 tahun disertai peningkatan suhu tubuh di atas
38°C, dengan metode pengukuran suhu apa pun, serta kejadian kejang tidak disebabkan oleh
proses intrakranial. Jenis kejang merupakan jenis kejang yang dialami pasien saat terjadi bangkitan
kejang. Jenis kejang dibagi menjadi kejang umum dan kejang fokal. Durasi kejang dibagi menjadi
dua yaitu 1 kali. Klasifikasi kejang demam dibagi dua menjadi kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana memiliki durasi kejang yang singkat, kurang
dari 15 menit, dapat berhenti sendiri secara spontan, jenis kejang merupakan kejang umum tonik
dan atau klonik, tanpa gerakan fokal, tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam kompleks
memiliki durasi kejang yang lama, lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau
vii
kejang umum yang didahului kejang parsial, episode kejang lebih dari satu kali dalam 24 jam atau
berulang(Susanti, Yurika M SU Elizabeth & Wahyudi, 2020)
Menurut (Scharfman, 2007) terdapat beberapa jenis kejang secara umum, yaitu:
a. Kejang tonik-klonik
Jenis ini yang paling banyak terjadi pada kejang umum. Gejalanya dapat dibedakan
menjadi dua tahap, yaitu tahap tonik yang ditandai dengan hilang kesadaran, tubuh menjadi kaku,
serta tubuh dapat jatuh ke lantai. Tahap berikutnya adalah tahap klonik yang ditandai dengan
anggota tubuh bergerak-gerak (kelojotan), kehilangan kendali atas buang air besar dan buang air
kecil, lidah tergigit, serta sulit bernapas. Kejang ini biasanya berhenti setelah beberapa menit.
Sesudah itu, penderita dapat merasa pusing, bingung, lelah, atau sulit mengingat apa yang sudah
terjadi.
b. Kejang petit-mal
Kejang seperti ini sering terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan memandang
dengan tatapan kosong atau melakukan gerakan tubuh yang halus, seperti mata berkedip atau
mengecap bibir. Kejang ini menimbulkan kehilangan kesadaran yang singkat.
c. Kejang tonik
Kejang ini membuat semua otot kaku seperti kejang tonik-klonik tahap pertama,
sehingga keseimbangan tubuh bisa hilang dan tubuh bisa jatuh. Kejang jenis ini akan
mempengaruhi otot punggung, lengan, dan tungkai.
d. Kejang atonik
Kejang ini membuat seluruh otot tubuh mengendur atau kehilangan kendali, sehingga
tubuh bisa jatuh. Kejang yang disertai dengan kehilangan kesadaran ini berlangsung sangat singkat
dan penderita dapat segera bangun kembali.
e. Kejang mioklonik
Yakni kontraksi tiba-tiba dari otot lengan, tungkai atau seluruh tubuh. Kejang ini
biasanya terjadi setelah bangun tidur dan berlangsung selama kurang dari satu detik, meski
beberapa penderita dapat merasakannya selama beberapa saat.
f. Kejang klonik
Kejang seperti ini muncul sebagai gerakan otot berkedut yang berulang atau berirama
(kelojotan) seperti halnya fase kedua kejang tonik-klonik. Kendati demikian, otot tidak menjadi
kaku pada awalnya. Kejang jenis ini terjadi pada otot leher, wajah, dan lengan.

3. Patofisologi

viii
Pada demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 -
15 % dan kebutuhan 02 meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena
itu, apabila suhu tubuh naik dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. dengan bantuan
"neurotransmitter", perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini dapat menimbulkan
kejang(Irdawati, 2009).
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi di pecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainya kecuali ion
klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion
di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial
membran dari neuron. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik (Labir & Mamuaya, 2017). Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan "neurotransmitter"
dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hiposemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik. hipotensi, artenal disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktivitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Judha & Rahil,
2011).
Patofisiologi kejang demam masih belum jelas, tetapi faktor genetik memainkan peran
utama dalam pengambilan sampel darah dilakukan saat pasien datang di kerentanan kejang.
Kejadian kejang demam dipengaruhi oleh usia dan maturitas otak. Postulat ini didukung oleh fakta
bahwa sebagian besar (80-85%) kejang demam terjadi antara usia 6 bulan dan 5 tahun, dengan
puncak insiden pada 18 bulan. (Nurindah et al., 2014)

4. Menifestasi Klinik

ix
Manifestasi klinis kejang demam pada anak kejang terjadi apabila demam disebabkan oleh infeksi
virus saluran pernapasan atas, roseola atau infeksi telinga. Namun pada beberapa kasus tertentu
antara lain:
1) Kejang demam terjadi sebagai gejala dari penyakit meningitis atau masalah serius lainnya.
2) Selain demam yang tinggi, kejang-kejang juga bisa terjadi akibat penyakit radang selaput otak,
tumor, trauma atau benjolan di kepala serta gangguan elektrolit dalam tubuh.
3) Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam dimana anak akan terlihat aneh untuk
beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matany SULT
4) Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu. dan kulit akan tampak lebih
gelap dari biasanya. Setelah kejang. anak akan segera normal kembali.
5) Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit,
6) Kejang sendiri terjadi akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam waktu tertentu tanpa
bisa dikendalikan.
7) Timbulnya kejang yang disertai demam ini diistilahkan sebagai kejang demam (convalsio
febrillis) atau stuip/step. (Labir & Mamuaya, 2017)

5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Kejang Demam pada anak (arief 2015)
a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam, dapat mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lainnya misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula darah.
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Risiko meningitis bakterialis adalah 0,6-6,7%. Pada bayi, sering sulit menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu,
pungsi lumbal dianjurkan pada:
1) Bayi kurang dari 12 bulan - sangat dianjurkan.
2) Bayi antara 12-18 bulan - dianjurkan. 3) Bayi >18 bulan tidak rutin Bila klinis yakin bukan
meningitis,tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan karena tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang
x
demam. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas,
misalnya pada kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam
fokal.
d. Pencitraan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang lebih tinggi namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat. CT scan dan MRI dapat
mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang bersifat sementara maupun kejang fokal
sekunder. Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography, scan (CT-scan) atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1) Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2) Paresis nervus VI
3) Papiledema

6. Komplikasi
Menurut Wulandari & Erawati, 2016 komplikasi pada kejang demam adalah sebagai berikut:
a) Kelainan anatomis di otak
Kejang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan di otak yang lebih banyak terjadi
pada anak berumur 4 bulan-5 tahun.
b) Epilepsi
Serangan kejang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi
serangan epilepsi spontan.
c) Kemungkinan mengalami kematian
d) Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam.
e) Serangan kejang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi
serangan epilepsi spontan.

7. Penatalaksanaan
Pada anak-anak penatalaksaan kejang demam terdiri dari(Irdawati.2009):
1) Penatalaksana Medis
Mengatasi kejang secepat mungkin pada saat pasien datang dalam keadaan kejang lebih
dari 30 menit maka diberikan obat diazepam secara intravena karena obat ini memiliki keampuhan
sekitar 80-90% untuk mengatasi kejang demam. Efek terapeutiknya sangat cepat yaitu kira-kira 30
detik dampai 5 menit. Jika kejang tidak berhenti makan diberikan dengan dosis fenobarbital. Efek

xi
samping obat diazepam ini adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernapasan,
laringospasme, dan henti jantung (Newton, 2013).
2) Penatalaksanaan keperawatan
a) Membuka pakaian klien
b) Posisikan kepala miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
c) Menjaga kepatenan jalan nafas untuk menjamin kebutuhan oksigen
d) Monitor suhu tubuh, Cara paling akurat adalah dengan suhu rektal
e) Memberikan Obat untuk penurun panas, pengobatan ini dapat mengurangi ketidaknyamanan anak
dan menurunkan suhu 1-1,5 °C.
f) Berikan Kompres Hangat
Mengompres dilakukan dengan handuk atau washcloth (washlap atau lap khusus badan) yang
dibasahi dengan dibasahi air hangat (30°C) kemudian dilapkan seluruh badan. Penurunan suhu
tubuh terjadi saat air menguap dari permukaan kulit. Tambah kehangatan airnya bila demamnya
semakin tinggi. Sebenarnya mengompres kurang efektif dibandingkan obat penurun demam. Akan
lebih baik jika digabungkan dengan pemberian obat penurun demam, kecuali anak alergi terhadap
obat tersebut.
g) Menaikkan Asupan Cairan Anak
Anak dengan demam dapat merasa tidak lapar dan sebaiknya tidak memaksa anak untuk
makan. Akan tetapi cairan seperti susu (ASI atau atau susu formula) dan air harus tetap diberikan
atau bahkan lebih sering. Anak yang lebih tua dapat diberikan sup atau buah-buahan yang banyak
mengandung air.
h) Istirahatkan Anak Saat Demam
Demam menyebabkan anak lemah dan tidak nyaman. Orang tua sebaiknya mendorong
anaknya untuk cukup istirahat. Sebaiknya tidak memaksa anak untuk tidur atau istirahat atau tidur
bila anak sudah merasa baikan dan anak dapat kembali ke sekolah atau aktivitas lainnya ketika
suhu sudah normal dalam 24 jam.

xii
STANDART OPERATING PROSEDUR (SOP)
PENANGANAN KEJANG DI RUMAH

Pengertian Pada anak bisa disebabkan infeksi bakteri atau virus. Suhu tubuh
meningkat sebagai bentuk pertahanan melawan virus tersebut.
Namun, ada demam yang kerap membuat orang tua semakin
panik, yaitu saat demam disertai kejang-kejang. Menurut dr
Herwina Bramantya SpA, demam kejang tersebut tidak diketahui
secara pasti, sebab tak semua anak mengalaminya.

"Setiap anak juga memiliki suhu ambang kejang yang berbeda.


Ada yang kejang pada suhu 38 derajat celsius, ada pula yang
baru mengalami kejang pada suhu 40 derajat celsius,” ujar
dokter di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Herawaty
Samarinda beberapa waktu lalu.
Kejang demam, menurutnya, terbagi dua jenis, yakni kejang
demam sederhana dan demam kompleks. Kejang demam
sederhana memiliki durasi kurang dari 15 menit dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang dapat berupa kejang umum dengan
maksimal satu bangkitan kejang dalam 24 jam.
Sedangkan kejang demam kompleks terjadi dengan durasi lebih
15 menit atau berulang lebih dari dua kali. Lalu, ada fase tidak
sadar di antara dua bangkitan kejang, dapat berupa kejang fokal
atau parsial, atau kejang umum yang didahului kejang parsial
yakni bangkitan kejang lebih dari satu kali dalam 24 jam.
Tujuan 1. Untuk mengatasi serangan kejang
2. Untuk mencegah atau meminimumkan cedera akibat
kejang
Indikasi Anak yang mengalami kejang
Petugas Orang Tua
Persiapan Alat Bantal atau Lipatan Selimut
xiii
Prosedur 1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala
miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau
hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang.
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang
telah berhenti.
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung

xiv
5 menit atau lebih.
No STANDART OPERATING PROSEDUR (SOP)
PENANGANAN KEJANG
1. Persiapan Alat :
1. Penlight
2. Tensimeter
3. Stetoskop
4. Tongue Spatel
5. Termometer
6. Bengkok
Bahan :
1. Nacl 0.9%
2. Infuset
3. Diazepam Sub/Diazepam Injeksi
4. Kassa Steril
5. Handscoon

2. Prosedur 1. Perawat membaringkan pasien dan melindungi lidahnya dengan


tongue spatel
2. Perawat membebaskan jalan nafas, dan memiringkan pasien jika
muntah
3. Perawat memberikan o2 2-4 lpm.
4. Perawat mengompres pasien dengan air biasa (suhu ruangan)

Prosedur I

Petugas memberikan diazepam rektal, 5 mg untuk BB < 10 mg untuk BB, 10


kg

Prosedur II

a. Petugas memberikan diazepam kedalam semprit, dosis disesuaikan


dengan berat badan anak (lihat tabel dibawah) bila menginginkan
Umur / berat badan Diazepam diberikan secara rektal
(larutan 10 mg / 2 mg)

Dosis 0,1 ml/kg BB ( 0,4 –


0,6mg/kg BB)
2 minggu s/d 2 bulan (<4 kg) 0,3 ml (1,5 mg)
2 - < 4 bulan ( 4-<6 kg) 0,5 ml (2,5 mg)
4 – 12 bulan (6-<10 kg) 1 ml (5mg)
1- <3tahun (10-<14 kg) 1,25 ml (6,25 mg)
2- <5tahun (14-19kg) 1,5 ml (7,5 mg)

b. Petugas melepas jarum suntik


c. Petugas memasukkan semprit ke dalam rektum 4-5 cm
d. Petugas menginjeksikan larutan diazepam kedalam rektum
e. Petugas merapatkan kedua pantat anak selama beberapa menit
f. Petugas menilai kembali kondisi pasien setelah 10 menit
g. Jika kejang bisa teratasi, pasien di observasi dan diberikan terapi
rumatan
h. Jika pasien masih kejang, petugas memberikan ulang diazepam rektal
dengan dosis yang sama
i. Petugas menilai kembali kondisi pasien setelah 10 menit
j. Jika kejang teratasi, pasien diobservasi dan diberi terapi rumatan

17
10 SOAL PERTANYAAN
Nekrosis koagulatif yang terinfeksi dan berubah menjadi nekrosis liquefaktif
disebut ?
a. Nekrosis gangrenosa
b. Nekrosis lemak
c. Nekrosis kaseosa
d. Nekrosis koagulatif

Jawaban:
a. Nekrosis gangrenosa

2. Beberapa hal yang menyebabkan perubahan pada beberapa fungsi sel, kecuali ?
a. Permeabilitas selaput
b. Keutuhan enzim
c. Kofaktor
d. Reabsorbsi

Jawaban:
d. Reabsorbsi

3. Tifus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut, biasanya terdapat pada
saluran pencernaan dengan gejala dikenal dengan triasnya yaitu …….
a. dengan lebih dari satu minggu kejang
b. dengan lebih dari satu minggu gangguan saluran pencernaan GE
c. dengan lebih dari satu minggu gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran
d. a dan b benar

Jawaban:
c. dengan lebih dari satu minggu gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran

4. Untuk menegakkan diaknosa tipus abdominalis dengan pemeriksaan yaitu ……..


a. Biakan emperu vidal tes
b. Darah rutin dan urin rutin
c. Darah dan paces
d. a dan c benar

Jawaban:
a. Biakan emperu vidal tes

18
5. Pada kasus DHF ditandai dengan 4 manifestasi klinis yaitu 3 diantaranya ……..
a. Demam tinggi, pendaharan, hepotamegali
b. Demam tinggi, pendarahan, gangguan kesadaran
c. Demam tinggi, pendarahan, gangguan saluran pencernaan
d. a dan c benar

Jawaban:
a. Demam tinggi, pendaharan, hepotamegali

6. Hidrosefapus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran (CSS) cairan serobro spinal
pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam system ventrikel dan
tempat absobsi dalam ruang……..
a. Araknoid
b. Subaraknoid
c. Duramater
d. a dan b benar

Jawaban:
b. Subaraknoid

7. Pada penyakit sindrom neprotik biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna
gelap, atau urin kental hal ini terjadi akibat……..
a. Proteinuria
b. Edema
c. Hipoalbuminemia
d. a , b dan c benar

Jawaban:
a. Proteinuria

8. Terjadinya proteinuria pada sindrom neprotik ini terjadi sebagai akibat peningkatan
permeabiliasi dari……..
a. Membran glumeurulus
b. Membran nopro ginjal
c. Membran proliperatif
d. a dan c benar

Jawaban:
a. Membran glumeurulus

19
9. Perjalanan klinis gagal ginjal akut biasanya dibagi menjadi 3 sistem stadium……..
a. Oliguria, diureksis dan penyembuhan
b. Oliguria, obstruksi, dan penyembuhan
c. Oliguria, hipovolemia, dan penyembuhan
d. Oliguria, nekrosis dan penyembuhan

Jawaban:
a. Oliguria, diureksis dan penyembuhan

10. USG Ginjal sangat penting umntuk mengetahui ukuran ginjal dan penyebab gagal
ginjal nisalnya ada kista atau obstruksi pelvis ginjal, selain itu juga diketahui Rongen
poto …..
a. Foto polos abdomen
b. Foto polos pelvis
c. Foto polos tarak
d. a, b dan c benar

Jawaban:
a. Foto polos abdomen

20
DAFTAR PUSTAKA
Amalia M, dan Bulan A 2013 Faktor Resiko Kejadian Kejang Demam Pada Anak
Balita Diruang Perawatan Anak RSUD Daya Kota Makasar Volume 1.3 2013

Fuadi, Tjipta B dan Wijayadi N. 2010 Sari Pediatri: Faktor Resiko Bangkitan Kejang
Demam Pada Anak vol 12.3:3 12 2010: 149-9

Hidayat A.A. 2009 Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika

Judha M & Rahil H.N. 2011 Sistem Persarafan Dalam Asuhan


Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Ngastiyah. 2010. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Nurarif, H.A & Kusuma, A. 2013a Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA. Jogjakarta: Mediaction Jogja

21

Anda mungkin juga menyukai