Anda di halaman 1dari 17

KEAMANAN DAN PROTEKSI (ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA

AN. J DENGAN DIAGNOSA KEJANG DEMAM DI RUMAH SAKIT)

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah dokumentasi keperawatan

Dosen Pengampu : Eni Sumartini, M.Kep

Disusun oleh :

KELOMPOK 8

ANGELLYNA ANASTASYA (22034)

WHIDI NGESTI UTAMI (22015)

AKADEMI KEPERAWATAN KERIS HUSADA

JL. YOS SUDARSO KOMPLEK MARINIR CILANDAK

JAKARTA SELATAN

TAHUN AJARAN 2023/2024

1
Kata Pengantar

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga
kami mampu menyelesaikan Makalah dengan baik.

Kami menyusun Makalah ini untuk memenuhi tugas mata


kuliah Dokumentasi Keperawatan di Akademi Keperawatan Keris
Husada , dan dalam proses penyusunan Makalah ini, penulis
mendapatkan banyak sekali bantuan, bimbingan serta dukungan dari
berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini kami juga bermaksud
menyampaikan rasa terimakasih kepada :

Eni Sumartini, M.Kep selaku pembimbing dalam penyusunan


Makalah yang telah membimbing dengan sabar serta meluangkan
waktu dalam proses penyusunan Makalah ini.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari


sempurna dan perlu pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
Makalah ini. Kami berharap Makalah ini dapat bermanfaat sebagai
sumber bacaan Akademi Keperawatan Keris Husada.

Jakarta, 2023

Kelompok 8
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang
demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Kejang demam adalah kejang sering
terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun dan berhubungan dengan
demam serta tidak adanya infeksi ataupun kelainan lain yang jelas di
intracranial(Arifuddin Adhar, 2016).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) memperkirakan


terdapat lebih dari 21,65 juta penderita kejang demam dan lebih dari 216 ribu diantaranya
meninggal. Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan mencapai 4-5% dari jumlah
penduduk di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Selain itu di Kuwait
dari 400 anak berusia 1 bulan - 13 tahun dengan riwayat kejang, yang mengalami kejang
demam sekitar 77% (WHO, 2013 dalam Untari 2015). Namun di Asia angka kejadian
kejang demam lebih tinggi, seperti di Jepang dilaporkan antara 6-9% kejadian kejang
demam, 5-10% di India, dan 14% di Guam (Hernal, 2010).

Patel, dkk (2015) mengatakan anak yang mengalami kejang demam


berulang dan komplek memengaruhi kecerdasan, perkembangan bahasa dan gangguan
memori. Sedangkan Najimi, dkk (2013) menjelaskan komplikasi dari kejang demam
meliputi: perkembangan saraf yang tertunda (20%), cacat neurologi (10%) dan
ketidakmampuan belajar (5%). Sebagian besar kasus penyakit kejang demam dapat
sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi (2%-7%) dengan angka
kematian 0,64%-0,75%. Prevalensi kasus ini di Indonesia mencapai 2-5% anak berumur 6
bulan sampai dengan 3 tahun dan 30% diantaranya akan mengalami kejang demam
berulang. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6
bulan sampai dengan 22 bulan, insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada
usia 18 bulan(Ismet, 2017).

Menurut Dewanti , dkk (2012) hasil rekam medis Rumah Sakit Anak dan
Bunda Harapan kita Jakarta tahun 2009-2010, terdapat 86 pasien dengan kejang, 41
pasien (47,7%) diantaranya mengalami kejang demam berulang. Di Jawa Timur terdapat
2-3% dari 100 anak pada tahun 2012 - 2013 yang mengalami kejang demam. Tercatat
dari data Dinas Kesehatan Ponorogo 2016 jumlah anak terbanyak di Ponorogo berada di
Kecamatan Ngrayun sejumlah 3442 anak. Di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas)
Ngrayun Ponorogo prevalensi data anak demam sebesar 227 (Juanita,2016).
2. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk menjelaskan gambaran Asuhan Keperawatan pada An. J dengan
Diagnosa Kejang Demam di Rumah Sakit.
b. Tujuan Khusus
1) Menjelaskan konsep dasar tentang Kasus Keamanan dan
Proteksi pada Asuhan Keperawatan Anak pada An. J dengan
Diagnosa Kejang Demam di Rumah Sakit.
2) Mendiskripsikan pengkajian keperawatan anak pada Asuhan
Keperawatan Anak pada An. J dengan Diagnosa Kejang
Demam di Rumah Sakit.
3) Merumuskan diagnosa keperawatan pada Asuhan
Keperawatan Anak dengan Diagnosa Kejang Demam di
Rumah Sakit.
4) Merencanakan intervensi keperawatan pada Asuhan
Keperawatan Anak pada An. J dengan Diagnosa Kejang
Demam di Rumah Sakit.
5) Mengimplementasikan rencana keperawatan pada Asuhan
Keperawatan Anak pada An. J dengan Diagnosa Kejang
Demam di Rumah Sakit.
6) Melakukan evaluasi keperawatan pada Asuhan Keperawatan
Anak pada An. J dengan Diagnosa Kejang Demam di Rumah
Sakit.
3. Manfaat Penulisan
a. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah pengetahuan dan pengalaman profesi dan juga mempertajam
kemampuan profesi keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan kejang demam.
b. Bagi Profesi Keperawatan
Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien dengan kejang demam.
c. Bagi Masyarakat
Dengan diselesaikannya asuhan keperawatan pada klien diharapkan orangtua
klien mampu melakukan upaya pencegahan tentang penyakit kejang demam dan
klien dapat kembali di lingkungan keluarga dan masyarakat dalam keadaan
sehat.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Konsep Anak

1. Pengertian Anak
Menurut World Health Organization (WHO) definisi anak adalah dihitung
sejak seseorang berada didalam kandungan sampai berusia 19 tahun. Anak adalah
asset bangsa yang akan meneruskan perjuangan bangsa, sehingga harus dipertahankan
pertumbuhan dan perkembangannya (Depkes RI, 2014).

2. Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan anak


Masa anak toodler(1-3tahun), pada masa ini kecepatan pertumbuhan mulai
menurun dan terdapat perkembangan kemajuan dalam motorik halus serta fungsi
eksresi. Periode ini merupakan masa yang sangat penting karena pertumbuhan dan
perkembangan yang terjadi pada balita akan menentukan dan mempengaruhi tumbuh
kembang anak selanjutnya. Setelah lahir sampai usia 3 tahun kehidupannya,
pertumbuhan serabut-serabut syaraf dan cabang-cabangnya sehingga terbentuk
jaringan syaraf dan otak yang kompleks (Depkes RI, 2016).
Menurut Piaget anak mampu mengoperasionalkan apa yang ada dipikiran
melalui tindakan yang dipikirkannya. Masa ini anak masih bersifat egosentris.
Sedangkan menurut Freud, anak mulai menunjukan keakuannya dan sangat egoistik
dan narsisistik yaitu cinta terhadap dirinya sendiri. Pada masa ini anak mulai
mempelajari tentang anggota tubuh, dan tugas yang dapat dilakukan adalah dengan
menjaga kebersihan diri. Namun pada fase ini anak memiliki masalah yaitu sifat yang
obsesif, pandangan sempit, bersikap introvert atau ekstrovert impulsive atau dorongan
untuk membuka diri, tidak rapi, dan kurang pengendalian diri((Dewi, 2017).

3. Kebutuhan Dasar Anak untuk Tumbuh Kembang


Menurut Kemenkes RI (2020) kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang
secara umum dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Kebutuhan fisik-biologis (asuh)
Meliputi beberapa aspek yaitu :
1) Pangan/gizi.
2) Perawatan kesehatan dasar, antara lain imunisasi, pemberian
ASI, penimbangan bayi/anak secara teratur, pengobatan
apabila sakit.
3) Papan/pemukiman yang layak.
4) Hygiene perorangan atau sanitasi lingkungan.
5) Sandang.
6) Kesegaran jasmani dan rekreasi.
b. Kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih)
Hubungan yang erat antara ibu dan anak merupakan syarat mutlak untuk
menjamin tumbuh kembang yang selaras secara fisik, mental, maupun psikososial.
Kasih sayang yang kurang akan berdampak negative pada tumbuh kembang anak
secara fisik, mental, psikosoial.
c. Kebutuhan stimulasi mental (asah)
Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan
pelatihan) pada anak. Perlunya stimulasi pada anak sejak dini untuk
mengembangkan kemampuan sensorik, motorik, emosi-sosial, bicara, kognitif,
kemandirian, kreativitas, dan spiritual anak.

B. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian
Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam
merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah usia 1 bulan, yang berhubungan
dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi sistem saraf pusat, tanpa riwayat
kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan kejang simptomatik lainnya. Definisi
berdasarkan konsensus tatalaksana kejang dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI),
kejang demam adalah bangkitan kejang biasanya terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial, biasanya
terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun(Deliana, 2016).
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial
atau penyebab lain(Deliana, 2016).

2. Etiologi
Beberapa teori dikemukan mengenai penyebab terjadinya kejang demam:
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam,
25-50% anak dengan kejang demam mempunyai anggota keluarga yang pernah
mengalami kejang demam sekurang- kurangnya sekali. Faktor penting lainnya
terjadinya kejang demam pada anak adalah suhu badan(Arifuddin Adhar, 2016).
Pasien kejang demam didefinisikan sebagai pasien yang mengalami bangkitan
kejang yang terjadi saat pasien berusia 6 bulan sampai 5 tahun disertai peningkatan
suhu tubuh di atas 38⁰C, dengan metode pengukuran suhu apa pun, serta kejadian
kejang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Jenis kejang merupakan jenis
kejang yang dialami pasien saat terjadi bangkitan kejang fokal.
Durasi kejang dibagi menjadi dua yaitu 1 kali. Klasifikasi kejang demam dibagi
dua menjadi kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam
sederhana memiliki durasi kejang yang singkat, kurang dari 15 menit, dapat berhenti
sendiri secara spontan, jenis kejang merupakan kejang umum tonik dan atau klonik,
tanpa gerakan fokal, tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam kompleks
memiliki durasi kejang yang lama, lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial satu
sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial, episode kejang lebih dari satu
kali dalam 24 jam atau berulang(Susanti, Yurika Elizabeth & Wahyudi, 2020).
Menurut (Scharfman, 2007) terdapat beberapa jenis kejang secara umum,yaitu:
a. Kejang tonik-klonik
Jenis ini yang paling banyak terjadi pada kejang umum. Gejalanya dapat dibedakan
menjadi dua tahap, yaitu tahap tonik yang ditandai dengan hilang kesadaran, tubuh
menjadi kaku, serta tubuh dapat jatuh ke lantai. Tahap berikutnya adalah tahap
klonik yang ditandai dengan anggota tubuh bergerak-gerak (kelojotan), kehilangan
kendali atas buang air besar dan buang air kecil, lidah tergigit, serta sulit bernapas.
Kejang ini biasanya berhenti setelah beberapa menit. Sesudah itu, penderita dapat
merasa pusing, bingung, lelah, atau sulit mengingat apa yang sudah terjadi.
b. Kejang petit-mal
Kejang seperti ini sering terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan
memandang dengan tatapan kosong atau melakukan gerakan tubuh yang halus,
seperti mata berkedip atau mengecap bibir. Kejang ini menimbulkan kehilangan
kesadaran yang singkat.
c. Kejang tonik
Kejang ini membuat semua otot kaku seperti kejang tonik-klonik tahap pertama,
sehingga keseimbangan tubuh bisa hilang dan tubuh bisa jatuh. Kejang jenis ini
akan mempengaruhi otot punggung, lengan, dan tungkai.
d. Kejang atonik
Kejang ini membuat seluruh otot tubuh mengendur atau kehilangan kendali,
sehingga tubuh bisa jatuh. Kejang yang disertai dengan kehilangan kesadaran ini
berlangsung sangat singkat dan penderita dapat segera bangun kembali.
e. Kejang mioklonik
Yakni kontraksi tiba-tiba dari otot lengan, tungkai atau seluruh tubuh. Kejang ini
biasanya terjadi setelah bangun tidur dan berlangsung selama kurang dari satu detik,
meski beberapa penderita dapat merasakannya selama beberapa saat.
f. Kejang klonik
Kejang seperti ini muncul sebagai gerakan otot berkedut yang berulang atau
berirama (kelojotan) seperti halnya fase kedua kejang tonik-klonik. Kendati
demikian, otot tidak menjadi kaku pada awalnya. Kejang jenis ini terjadi pada otot
leher, wajah, dan lengan.

3. Patofisiologi
Pada demam, kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang
anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, apabila suhu
tubuh naik dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. dengan
bantuan ”neurotransmitter”, perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini dapat
menimbulkan kejang(Irdawati, 2009).
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi di pecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainya kecuali ion klorida. Akibatnya
konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Oleh karena itu kenaikan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik(Labir & Mamuaya, 2017).
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktivitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat
(Judha & Rahil, 2011).
Patofisiologi kejang demam masih belum jelas, tetapi faktor genetik
memainkan peran utama dalam pengambilan sampel darah dilakukan saat pasien
datang di kerentanan kejang. Kejadian kejang demam dipengaruhi oleh usia dan
maturitas otak. Postulat ini didukung oleh fakta bahwa sebagian besar (80-85%)
kejang demam terjadi antara usia 6 bulan dan 5 tahun, dengan puncak insiden
pada 18 bulan.(Nurindah et al., 2014).

4. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis kejang demam pada anak kejang terjadi apabila demam
disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan atas, roseola atau infeksi telinga.
Namun pada beberapa kasus tertentu antara lain:
1) Kejang demam terjadi sebagai gejala dari penyakit meningitis
atau masalah serius lainnya.
2) Selain demam yang tinggi, kejang-kejang juga bisa terjadi
akibat penyakit radang selaput otak, tumor, trauma atau
benjolan di kepala serta gangguan elektrolit dalam tubuh.
3) Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam dimana anak
akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku,
kelojotan dan memutar matanya.
4) Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan
terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya.
Setelah kejang, anak akan segera normal kembali.
5) Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit.
6) Kejang sendiri terjadi akibat adanya kontraksi otot yang
berlebihan dalam waktu tertentu tanpa bisa dikendalikan.

7) Timbulnya kejang yang disertai demam ini diistilahkan


sebagai kejang demam (convalsio febrillis) atau stuip/step.
(Labir & Mamuaya, 2017)

5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang kejang demam pada anak(Arief, 2015):
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam, dapat
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lainnya
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium
antara lain pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula darah.
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko meningitis bakterialis adalah
0,6–6,7%. Pada bayi, sering sulit menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi
lumbal dianjurkan pada:
1) Bayi kurang dari 12 bulan – sangat dianjurkan.
2) Bayi antara 12-18 bulan – dianjurkan.
3) Bayi >18 bulan – tidak rutin Bila klinis yakin bukan
meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan
karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan
kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan EEG masih
dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya pada
kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang
demam fokal.
d. Pencitraan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) diketahui memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang lebih tinggi namun belum tersedia secara luas di unit
gawat darurat. CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang
terjadi baik yang bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder. Foto X-
ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography, scan (CT-scan)
atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi
seperti:
1) Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2) Paresis nervus VI
3) Papiledema

6. Komplikasi
Menurut Wulandari & Erawati, 2016 komplikasi pada kejang demam adalah
sebagai berikut:
a. Kelainan anatomis di otak
Kejang yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan di otak yang
lebih banyak terjadi pada anak berumur 4 bulan-5 tahun.
b. Epilepsi
Serangan kejang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian
hari, sehingga terjadi serangan epilepsi spontan.
c. Kemungkinan mengalami kematian
d. Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena
dis ertai demam.
e. Serangan kejang berlangsung lama dapat menjadi matang di
kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi spontan.

7. Penatalaksanaan
Pada anak-anak penatalaksaan kejang demam terdiri dari(Irdawati, 2009):
1) Penatalaksana Medis
Mengatasi kejang secepat mungkin pada saat pasien datang dalam
keadaan kejang lebih dari 30 menit maka diberikan obat diazepam secara
intravena karena obat ini memiliki keampuhan sekitar 80-90% untuk
mengatasi kejang demam. Efek terapeutiknya sangat cepat yaitu kira-kira 30
detik dampai 5 menit. Jika kejang tidak berhenti makan diberikan dengan
dosis fenobarbital. Efek samping obat diazepam ini adalah mengantuk,
hipotensi, penekanan pusat pernapasan, laringospasme, dan henti jantung
(Newton, 2013).
2) Penatalaksanaan keperawatan
a) Membuka pakaian klien
b) Posisikan kepala miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
c) Menjaga kepatenan jalan nafas untuk menjamin
kebutuhan oksigen
d) Monitor suhu tubuh, Cara paling akurat adalah dengan
suhu rektal
e) Memberikan Obat untuk penurun panas, pengobatan ini
dapat mengurangi ketidaknyamanan anak dan menurunkan
suhu 1-1,5 ºC.
f) Berikan Kompres Hangat
Mengompres dilakukan dengan handuk atau washcloth (washlap atau lap
khusus badan) yang dibasahi dengan dibasahi air hangat (30ºC)
kemudian dilapkan seluruh badan. Penurunan suhu tubuh terjadi saat air
menguap dari permukaan kulit. Tambah kehangatan airnya bila
demamnya semakin tinggi. Sebenarmya mengompres kurang efektif
dibandingkan obat penurun demam. Akan lebih baik jika digabungkan
dengan pemberian obat penurun demam, kecuali anak alergi terhadap
obat tersebut.
g) Menaikkan Asupan Cairan Anak
Anak dengan demam dapat merasa tidak lapar dan sebaiknya tidak
memaksa anak untuk makan. Akan tetapi cairan seperti susu (ASI atau
atau susu formula) dan air harus tetap diberikan atau bahkan lebih sering.
Anak yang lebih tua dapat diberikan sup atau buah-buahan yang banyak
mengandung air.
h) Istirahatkan Anak Saat Demam
Demam menyebabkan anak lemah dan tidak nyaman. Orang tua
sebaiknya mendorong anaknya untuk cukup istirahat. Sebaiknya tidak
memaksa anak untuk tidur atau istirahat atau tidur bila anak sudah merasa
baikan dan anak dapat kembali ke sekolah atau aktivitas lainnya ketika
suhu sudah normal dalam 24 jam.

KASUS KEAMANAN DAN PROTEKSI


Anak J usia 4 tahun dirawat di RS karena kejang demam. Ibu mengatakan anak demam hari
ke-2, pada pagi hari suhu anak 40°C dan anak kejang selama 5 menit
Selama kejang, mata anak mendelik ke atas serta tangan dan kaki kaku, dan setelah
kejang anak menangis kencang. Selama di rumah sakit anak tidak mengalami kejang
berulang namun suhu tubuh masih tinggi 39°C, menggigil, dan kulit kemerahan.
Setelah dilakukan pemeriksaan lab darah lengkap didapatkan hasil:
Hemoglobin :14,1 g/dL
Leukosit (sel darah putih) : 18.400 ul
Trombosit (keping darah) : 265.000 u
Hematocrit : 30%

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. DATA FOKUS
PENGKAJIAN
1.identifikasi
Tanggal pengkajian : 31 maret 2023
Nama inisial klien : An.J
Umur : 4 Tahun
Alamat : Cilandak
Jenis kelamin : Pria
Agama : Islam
Pendidikan : TK A
Pekerjaan : Pelajar

2. Riwayat kesehatan sekarang


Ibu klien datang bersama pada tanggal 31 maret 2023 pukul 21:00 WIB.ibu
pasien mengatakan bahwan anak sudah demam hari ke 2 dan anak mengalami
kejang selama 5 menit pada pagi hari suhu anak 40°C dan anak kejang selama 5
menit selama kejang, mata anak mendelik ke atas serta tangan dan kaki kaku,
dan setelah kejang anak menangis kencang.
3. keluhan utama pada saat pengkajian
klien mengalami demam tinggi dan kejang

1. Analisa data
DATA Etiologi Masalah
keperawatan
DS: Kejang demam Hipertermia
1.Ibu pasien mengatakan D.0130
anak demam hari ke-2
2.Anak mengalami kejang
selama 5 menit
3.suhu tubuh anak pada
pagi hari 40°C
4.mata anak mendelik ke
atas
5.Tangan dan kaki anak
terasa kaku
6.Anak menangis kencang

DO:
1.Pasien terlihat menggigil
2.Kulit pasien tampak
kemerahan
3.Suhu tubuh pasien 39°C
4.setelah dilakukan
pemeriksaan lab darah
lengkap didapati hasil:
Hemoglobin :14,1 g/dL
Leukosit (sel darah putih) :
18.400 ul
Trombosit (keping darah) :
265.000 u
Hematocrit : 30%
2.Rencana intervensi keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Intervensi keperawatan
kriteria hasil
1. hipertermi yang Setelah dilakukan Manajemen hipotermia
berhubungan dengan tindakan I.15506
keperawatan 3x24
jam suhu tubuh Tindakan :
menurun
Observasi :
Kriteria hasil : - Identifikasi penyebab
- Menggigil hipertermia
menurun (mis.dehidrasi,terpapar
- Kulit merah lingkungan
menurun panas,penggunaan
- Kejang inkubator)
menurun - Monitor suhu tubuh
- Suhu tubuh - Monitor kadar
membaik elektrolit
- Monitor kadar
haluaran urine
- Monitor komplikasi
akibat hipertermia
Terapeutik :
- Sediakan lingkugan
yang dingin
- Longgarkan atau
lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
- Berikan airal oral
- Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hiperhidrosis
( keringat berlebih)
Edukasi :
- Anjurkan tirah baring

Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena,jika
perlu
3.Pelaksanaan dan evaluasi keperawatan

No Tanggal/jam Implementasi Evaluasi Paraf &


diagnos nama jelas
a
D.0130 31/03/2023 Mengobservasi : Jam 15.00 WIB whidi ngesti
Pukul 12.00- 1. Monitor warna dan S: (subjektif) utami &
14.00 WIB suhu kulit -klien mengeluh angellyna
2. Monitor intake dan kaku bagian
output tangan dan kaki
3. Memberikan cairan -klien menggigil
intravena
4. Menganjurkan O : (objektif)
pemberian kompres
Pasien menangis
hangat ke ibu
kencang setelah
pasien pada lipatan
kejang
paha dan aksila
5. Monitor hidrasi
seperti turgor A : (Assesment)
kulit,kelembaban Masalah belum
membran mukosa. teratasi
Berterapeutik :
P : (planning)
- Sediakan lingkugan
yang dingin Rencana
- Longgarkan atau dilajutkan
lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi Pasien dirujuk
permukaan tubuh ke RSMC
- Berikan airal oral
- Ganti linen setiap
hari atau lebih
sering jika
mengalami
hiperhidrosis
( keringat berlebih)
Mengedukasi :
-Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
-Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena,jika perlu

Anda mungkin juga menyukai