Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA An N.USIA 2 TAHUN DENGAN


KEJANG DEMAM SIMPLEK DI RAWATAN ANAK
RS UNIVERSITAS ANDALASTANGGAL
31 OKTOBER TAHUN 2019

Oleh

Afifah Suhaila 1840322013


Preseptor lapangan : Rilly Yane Putri, S.SiT, M.Biomed

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2019
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA An N. USIA 2 TAHUN DENGAN


KEJANG DEMAM SIMPLEK DI RAWATAN ANAK
RS UNIVERSITAS ANDALAS TANGGAL
31 OKTOBER TAHUN 2019

Oleh :

Afifah Suhaila

Padang , 2 November 2019

Menyetujui

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

Rilly Yane Putri, S.SiT, M.Biomed Fitrayeni, Amd.Keb., SKM., M.Biomed


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya peneliti dapat menyelesaikan Laporan
Kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Anak N Usia 2 Tahun Dengan
Kejang Demam Simplek Tanggal 31 Oktober 2019 Di Rawatan Anak RS
Pendidikan Universitas Andalas”. Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad
SAW, semoga kita selalu dapat meneladani segala sisi kehidupan beliau. Laporan
kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam menyelesaikan siklus Bayi,
Balita, Anak Pra Sekolah dan Prakonsepsi pada Program Studi Profesi Bidan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Proses penyusunan Laporan Kasus ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak, karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih kepada yang terhormat:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas bapak Dr. dr. Wirsma Arif
Harahap, Sp. B (K)-Onk yang telah memfasilitasi kami dalam menjalani p
endidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
2. Ibu Bd. Yulizawati, SST, M. Keb, Ketua Program Studi profesi Bidan Fak
ultas Kedokteran Universitas Andalas yang telah memfasilitasi dan memba
ntu kami dalam menyelesaikan penulisan Laporan Kasus ini.
3. Ibu Fitrayeni, Amd.Keb., SKM., M.Biomed sebagai dosen pembimbing
dari akademik sebagai yang telah membimbing dan memfasilitasi kami dal
am menyelesaikan Laporan Kasus ini.
4. Rilly Yane Putri, S.SiT, M.Biomed sebagai Pembimbing Lapangan yang te
lah membimbing dan memfasilitasi kami dalam menyelesaikan Laporan K
asus ini.
5. Seluruh Staf RS Pendidikan Universitas Andalas yang telah membantu dan
memfasilitasi kami dalam menyelesaikan Laporan Kasus ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari Laporan Kasus ini,
baik dari materi maupun teknik penyajian, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman kami. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun. Akhirnya kami berharap semoga hasil Laporan Kasus ini
dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan
datang. Semoga semua bantuan, bimbingan, semangat dan amal kebaikan yang
telah diberikan dijadikan amal shaleh dan diridhai Allah SWT. Aamiin.

Padang, 2 November 2019

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal lebih dari 380C) akibat suatu proses ekstra cranial. Kejang
merupakan gangguan syaraf yang sering dijumpai pada anak. Insiden kejang
demam 2,2-5% pada anak di bawah usia 5 tahun. Kejang demam didefinisikan
sebagai kejang pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun disertai demam, tanpa bukti
infeksi system saraf pusat yang mendasari (Deliana, 2013)
Puncak kejang demam terjadi pada usia 18 bulan. Kejang demam adalah
bentuk paling umum dari kejang masa kanak-kanak, terjadi pada 2-5% anak di
Amerika Serikat. Di Eropa dan Amerika Serikat 2-5% anak (lebih sering terjadi
pada anak laki-laki) mengalami setidaknya satu kali kejang demam sebelum usia 5
tahun. Meski studi pendahuluan di India menyebutkan hingga 10% anak
mengalami kejang demam, data terakhir menunjukkan bahwa angka kejadian di
India mrirp dengan di Barat.Kejang demam terjadi pada 2-4 % anak di Indonesia
(Pusponegoro, 2010).
Kejadian kejang demam di Indonesia disebutkan terjadi pada 2-5% anak
berumur 6 bulan sampai dengan 3 tahun dan 30% diantaranya akan mengalami
kejang demam berulang. Di Indonesia khususnya didaerah Tegal, Jawa Tengah
tercatat 6 balita meninggal akibat serangan kejang demam.Selain itu di Medan
penyakit kejang demam menjadi penyakit peringkat pertama yang ditangani
dokter di Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi selama Agustus-Desember 2011
(Arifuddin, 2016).
Penelitian yang dilakukan di Poliklinik Anak RS DR.M.Djamil Padang dari
bulan Desember 2013 hingga Mei 2014 didapatkan hasil 42,5% terjadi kejang
demam pada usia 1-10 bulan, 47,5% terjadi pada anak usia 11-20 bulan, 7,5%
pada anak usia 21-30 bulan dan 2,5% pada anak yang berusia 51-60 bulan
(Yunita, 2016).
Diagnosis kejang demam pada dasarnya berdasarkan temuan klinis dan
deskripsi yang diberikan oleh keluarga. Kejang demam sederhana adalah kejang
general (Tanpa gerakan fokal) yang berlangsung kurang dari 15 menit dan hanya
terjadi sekali selama periode 24 jam dari demam pada anak yang secara
neurologis normal (Karande, 2007).
Sebagian besar kejang demam adalah kejang demam sederhana, namun
kejang demam dengan onset fokal, durasi berkepanjangan, atau yang terjadi lebih
dari sekali pada penyakit demam yang sama dianggap sebagai kejang demam
kompleks. Setelah kejang demam awal (sederhana/simplek atau komplek), tiga
smapai dua belas persen anak berkembang menjadi epilepsy saat remaja. Sebagian
besar peneliti melaporkan angka kejadian epilepsy kemudian hari sekitar 2-5%
(Fuadi,2012).
Berdasarkan penjelasan data diatas tentang kejang demam, maka penulis
tertarik untuk menjelaskan asuhan kebidanan yang bisa dilakukan pada anak
dengan kejang demam simplek dan untuk tidak lebih memperburuk prognosis
kejadian penyakit kejang demam simplek tersebut

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah
“Bagaimana manajemen kebidanan pada pasien An.N usia 13 bulan dengan
Kejang Demam Simplek di Ruang Rawatan Anak Rumah Sakit Universitas
Andalas

1.3 TUJUAN PENULISAN


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui manajemen asuhan kebidanan An.N usia 13 bulan
dengan Kejang Demam Simplek di Ruang Rawatan Anak Rumah Sakit
Universitas Andalas.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi Kejang Demam pada anak
2. Untuk mengetahui klasifikasi Kejang Demam pada anak
3. Untuk mengetahui etiologi Kejang Demam Simplek pada anak
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis Kejang Demam pada anak
5. Untuk mengetahui patofisiologi Kejang Demam pada anak
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Kejang Demam Pada
anak
7. Untuk mengetahui komplikasi Kejang Demam pada anak
8. Untuk mengetahui pencegahan Kejang Demam pada anak

1.4 MANFAAT PENULISAN


1. Untuk mahasiswa
Menambah pengetahuan mengenai Asuhan kebidanan pada Kejang
Demam Simplek pada anakdi Rumah Sakit Universitas Andalas
2. Untuk Rumah Sakit Unand/Instansi
Sebagai bahan tambahan informasi dan referensi untuk acuan dalam
tinjauan kasus mengenai Kejang Demam Simplek pada anak di
Rumah Sakit Universitas Andalas
3. Untuk Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk meningkatkan kuali
tas pelayanan pada kasus Kejang Demam Simplek pada anak di
Rumah Sakit Universitas Andalas.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kejang demam


Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0C) yang disebabkan oleh
proses ekstakramium (IDAI, 2006). Kejang demam terjadi pada 2-4% anak
berumur 6 bulan – 5 tahun.Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam (IDAI,
2006).Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam (IDAI, 2006). Berdasarkan Kesepakatan Saraf
Anak 2005, bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya
infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak
sadar.Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.Kejang fokal adalah kejang
parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial.Kejang
berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan
kejang anak sadar.Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang
mengalami kejang demam (IDAI, 2006).
2.2.Klasifikasi Kejang Demam
Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu :
2.2.1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Adapun ciri-ciri kejang demam sederhana antara lain :
a. Berlangsung singkat (< 15 menit)
b. Umumnya berhenti sendiri
c. Menunjukkan tanda-tanda kejang tonik dan atau klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tonik yaitu serangan berupa kejang/kaku
seluruh tubuh. Kejang klonik yaitu gerakan menyentak tiba-tiba
pada sebagian anggota tubuh.
d. Kejang hanya terjadi sekali / tidak berulang dalam 24 jam.
e. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang
demam.
2.2.2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Adapun ciri-ciri kejang demam kompleks antara lain :
a. Berlangsung lama (> 15 menit).
b. Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal yaitu kejang yang hanya
melibatkan salah satu sisi bagian tubuh.
c. Kejang berulang/multipel atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
(Schwartz, 2005).
2.3. Etiologi Kejang Demam
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam diantaranya adalah
infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti otitis media akut, bronkitis
dan tonsilitis (Riyadi, 2013).Sedangkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
(2013), menjelaskan bahwa penyebab terjadinya kejang demam antara lain obat-
obatan, ketidak seimbangan kimiawi seperti hiperkalemia, hipoglikemia,
asidosis, demam, patologis otak dan eklamsia (ibu yang mengalami hipertensi
prenatal, toksimea gravidarum). Selain penyebab kejang demam menurut data
Profil Kesehatan Indonesia (2012) yaitu didapatkan 10 penyakit yang sering
rawat inap di Rumah Sakit diantaranyaadalah diare dan penyakit gastroenteritis
oleh penyebab infeksi tertentu, demam berdarah dengue, demam tifoid dan
paratifoid, penyulit kehamilan, dispepsia, hipertensi esensial, cidera intrakranial,
infeksi saluran pernafasan atas dan pneumonia (Kemenkes, 2012).
Kejang pada neonatus dan anak bukanlah suatu penyakit, namun
merupakan suatu gejala penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab
kejang atau adanya kelainan susunan saraf pusat. Penyebab utama kejang adalah
kelainan bawaan di otak sedangkan penyebab sekundernya adalah gangguan
metabolik atau penyakit lain seperti penyakit infeksi. Negara berkembang,
kejang pada neonatus dan anak sering disebabkan oleh tetanus neonatus, sepsis,
meningitis, ensefalitis, perdarahan otak dan cacat bawaan. Penyebab kejang pada
neontaus, baik primer maupun sekunder umumnya berkaitan erat dengan kondisi
bayi didalam kandungan dan saat proses persalinan serta masamasa bayi baru
lahir (Kemenkes, 2012).
2.4. Manifestasi Kejang Demam
Djamaludin (2010), menjelaskan bahwa tanda pada anak yang mengalami
kejang adalah sebagai berikut :
a. Suhu badan mencapai39ºC
b. Saat kejang anak kehilangan kesadaran, kadang-kadang napas dapat
terhenti beberapa saat
c. Tubuh termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai ke belakang
disusul munculnya gejala kejut yang kuat
d. Warna kulit berubah pucat bahkan kebiruan dan bola mata naik ke atas
e. Gigi terkatup dan terkadang disertai muntah
f. Napas dapat berhenti selama beberapa saat
g. Anak tidak dapat mengontrol untuk buang air besar atau kecil.
2.5. Patofisiologi Kejang Demam
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau otak diperlukan energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa dan melalui suatu proses oksidasi. Dalam proses
oksidasi tersebut diperlukan oksigen yang disediakan melalui perantaraan paru-
paru. Oksigen dari paru-paru ini diteruskan ke otak melalui sistem
kardiovaskular.Suatu sel, khususnya sel otak atau neuron dalam hal ini,
dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari membran permukaan dalam dan
membran permukaan luar.Membran permukaan dalam bersifat lipoid, sedangkan
membran permukaan luar bersifat ionic (Meadow dan Newell, 2007).
Dalam keadaan normal membran sel neoron dapat dilalui dengan mudah
oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainnya
kecuali ion klorida.Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi natrium rendah, sedangkan di luar sel terdapat keadaan sebaliknya.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 derajat Celcius akan mengakibatkan
kenaikanmetabolisme basar 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.Oleh karena
itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik.Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmitter dan terjadi kejang.
Faktor genetik merupakan peran utama dalam ketentanan kejang dan
dipengaruhi oleh usia dan metoritas otak. Kejang demam yang berlangsung lebih
dari 15 menit biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
akhirnya terjadi hipoksemia., hiperkapnia, asidodosis laktat disebabkan oleh
matabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat. Hal ini
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada neuron dan terdapat gangguan
perederan darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggalkan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak.Kerusakan pada daerah medial
lobus temporalis setelah mendapatkan serangan kejang sedang berlangsung lama
di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu
kejang demam yang berlansung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di
otak hingga terjadi epilepsi (Nurindah , 2014).
2.6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada kejadian kejang demam
menurut IDAI 2006, sebagai berikut :
a. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,
atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula
darah (level II-2 dan level III, rekomendasi D).
b. Pungsi Lumbal.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6%-6,7%.Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau meny-
ingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh
karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada : (1) Bayi kurang dari 12 bulan sangat
dianjurkan dilakukan; (2) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan; (3) Bayi > 18
bulan tidak rutin.Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam.Oleh karenanya tidak direkomendasikan (level II-2, rekomendasi E).
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang
tidak khas. Misalnya: kejang demam komplekspada anak usia lebih dari 6 tahun,
atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan (X-ray)
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan
hanya atas indikasi seperti: (1) Kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis); (2) Paresis nervus VI; (3) Papiledema.

2.7. Komplikasi Kejang Demam


Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak
antara lain :
1. Kejang Demam Berulang.
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada
lebih dari satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko
berulangnya kejang demam yaitu :
a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama
b. Riwayat kejang demam dalam keluarga
c. Riwayat kejang demam dalam keluarga
Anak dengan riwayat kejang pada keluarga cenderung mengalami kej
ang demam pertama pada usia yang lebih dini. Riwayat kejang pada keluarg
a tidak meningkatkan risiko timbulnya kejang demam kompleks sebagai tipe
kejang demam pertama. Pengaruh genetik terhadap kejang demam sangat lua
s, terus berkembang, dan rumit mengingat kompleksitas dari penyakit kejang
demam (Vebriassa et al., 2013).
Hubungan antara riwayat kejang pada keluarga dengan tipe kejang dema
m pertama masih menjadi perdebatan. Penelitian oleh Wadhwa et al. menunj
ukkan bahwa anak yang mempunyai riwayat kejang pada keluarga lebih ban
yak yang mengalami kejang demam kompleks sebagai tipe kejang demam pe
rtama dibandingkan anak yang tanpa riwayat kejang pada keluarga. Namun,
hasil berbeda didapatkan oleh Stuijvenberg dkk yang melaporkan bahwa riw
ayat kejang pada keluarga tidak meningkatkan risiko terjadinya kejang dema
m kompleks sebagai tipe kejang demam pertama.
d. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam
e. Riwayat demam yang sering
f. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks (Bahter
a, 2009)
2. Kerusakan Neuron Otak.
Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial, denyut jantung yang tak
teratur, serta suhu tubuh yang makin meningkat sejalan dengan
meningkatnya aktivitas otot sehingga meningkatkan metabolisme otak.
Proses di atas merupakan faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsung kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan neuron otak (Bahtera, 2009).
3. Retardasi Mental
Retardasi mental terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat (Bahtera, 2009).
4. Epilepsi
Epilepsi terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis
setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor
risiko yang menyebabkan kejang demam menjadi epilepsi dikemudian hari,
yaitu :
a. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
b. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang d
emam pertama.
c. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks (WHO,
2002).
5. Hemiparesis
Hemiparesis yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan,
tungkai serta wajah pada salah satu sisi tubuh.Biasanya terjadi pada
penderita yang mengalami kejang lama (kejang demam kompleks).Mula-
mula kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2 minggu timbul spasitas
(WHO, 2002).
2.8. Pencegahan Kejang Demam
1. Pencegahan Primordial
Yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap kasus
kejang demam pada seorang anak dimana belum tampak adanya faktor yang
menjadi risiko kejang demam. Upaya primordial dapat berupa:
a. Penyuluhan kepada ibu yang memiliki bayi atau anak tentang upaya untu
k meningkatkan status gizi anak, dengan cara memenuhi kebutuhan nutris
inya. Jika status gizi anak baik maka akan meningkatkan daya tahan tubu
hnya sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi yang memic
u terjadinya demam.
b. Menjaga sanitasi dan kebersihan lingkungan. Jika lingkungan bersih dan s
ehat akan sulit bagi agent penyakit untuk berkembang biak sehingga anak
dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi(Drucker, 2009).
2. Pencegahan Primer
Pencegahan Primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang anak
mengalami kejang demam.Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok yang
mempunyai faktor risiko.Dengan adanya pencegahan ini diharapkan
keluarga/orang terdekat dengan anak dapat mencegah terjadinya serangan
kejang demam.Upaya pencegahan ini dilakukan ketika anak mengalami
demam.Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam. Jika
anak mengalami demam segera kompres anak dengan air hangat dan berikan
antipiretik untuk menurunkan demamnya meskipun tidak ditemukan bukti
bahwa pemberian antipiretik dapat mengurangi risiko terjadinya kejang
demam (Drucker, 2009)
3. Pencegahan Sekunder
Yaitu upaya pencegahan yang dilakukan ketika anak sudah mengalami
kejang demam. Adapun tata laksana dalam penanganan kejang demam pada
anak meliputi :
a. Pengobatan Fase Akut
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjag
a agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringk
an untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, te
tapi dapat juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemb
erian oksigen harus dilakukan teratur, bila perlu dilakukan intubasi. Keadaan
dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh da
pat diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Pembe
rantasan kejang dilakukan dengan cara memberikan obat antikejang kepada
penderita. Obat yang diberikan adalah diazepam. Dapat diberikan melalui int
ravena maupun rektal.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Pada anak, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan
akut, otitis media, bronkitis, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Untuk men
gobati penyakit infeksi tersebut diberikan antibiotik yang adekuat. Kejang de
ngan suhu badan yang tinggi juga dapat terjadi karena faktor lain, seperti me
ningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal (lu
mbal pungsi) diindikasikan pada anak penderita kejang demam berusia kura
ng dari 2 tahun. Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk
mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan ele
ktrolit. Pemeriksaan EEG (Elektrenchepalogram) dilakukan pada kejang de
mam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk mengalami epilepsi.
c. Pengobatan profilaksis terhadap kejang demam berulang
Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan karena menakutkan kel
uarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang m
enetap.
Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu:
a. Profilaksis intermitten pada waktu demam Pengobatan pro
filaksis intermittent dengan antikonvulsan segera diberikan pada saa
t penderita demam (suhu rektal lebih dari 38ºC). Pilihan obat harus
dapat cepat masuk dan bekerja ke otak. Obat yang dapat diberikan b
erupa diazepam, klonazepam atau kloralhidrat supositoria.
b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari I
ndikasi pemberian profilaksis terus menerus adalah:
i. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan
atau gangguan perkembangan neurologis.
ii. Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat geneti
k pada orang tua atau saudara kandung.
iii. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti
kelainan neurologis sementara atau menetap. Kejang dema
m terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terj
adi kejang multipel dalam satu episode demam.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun sete
lah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulan
gnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di
kemudian hari. Obat yang dapat diberikan berupa fenobarbital dan asam valp
roat(Drucker, 2009).
4. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya kecac
atan, kematian, serta usaha rehabilitasi. Penderita kejang demam mempunyai
risiko untuk mengalami kematian meskipun kemungkinannya sangat kecil. S
elain itu, jika penderita kejang demam kompleks tidak segera mendapat pena
nganan yang tepat dan cepat akan berakibat pada kerusakan sel saraf (neuro
n). Oleh karena itu, anak yang menderita kejang demam perlu mendapat pen
anganan yang adekuat dari petugas kesehatan guna mencegah timbulnya kec
acatan bahkan kematian (Drucker, 2009).
BAB 3

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA An. N USIA 2 TAHUN DENGAN KEJANG


DEMAM SIMPLEKS DI RUANG MERANTI
RS UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
TANGGAL 31 OKTOBER 2019

Tanggal masuk : 31 Oktober 2019 RS/PKM/RB : RS Universitas Andalas


Jam datang : 09.00 WIB NO MR : 0-02-86-23
Ruangan : Meranti 1

DATA SUBJEKTIF

1. Identitas/Biodata
Anak
Nama : An. N
Umur : 2 Tahun
Tanggal Lahir : Padang, 08 Juli 2017
Jenis Kelamin : Perempuan

2. Orang Tua

IBU AYAH
Nama : Ny. R Nama suami : Tn. A
Umur : 34 tahun Umur : 33 th
Suku/bangsa : Minang/Indonesia Suku/bangsa : Minang/Indonesia
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Perkerjaan : IRT Perkerjaan : Swasta
Alamat : Batu Busuk Alamat : Batu Busuk

3. Keluhan :
Ibu mengatakan anak demam, batuk, pilek sejak 3 hari yang lalu, ditambah
kejang 2 kali, riwayat kejang demam
4. Riwayat penyakit sistemik yang pernah diderita:
Jantung : tidak ada TBC : tidak ada
DM : tidak ada Hepatitis : tidak ada
Asma : tidak ada Hipertensi : tidak ada
5. Riwayat kesehatan dan penyakit keluarga:

Jantung : tidak ada TBC : tidak ada


DM : tidak ada Hepatitis : tidak ada
Asma : tidak ada Hipertensi : tidak ada

6. Riwayat alergi
Alergi makanan : tidak ada
Alergi minuman : tidak ada
Alergi obat-obatan : tidak ada
7. Pola kebiasaan sehari-hari (sebelum sakit dan selama sakit)
a. Nutrisi
Sebelumsakit Selama sakit

Makan: 3x/ hari Makan : 2 x/ hari


Porsi : 1 porsi kecil, habis Porsi : 1 porsi kecil, tidak habis
Jenis : Nasi, Sayur, Lauk Jenis : nasi, sayur, lauk
Gangguan : tidak ada Gangguan : tidak nafsu makan, mual
Minum : Sufor Minum : Air Putih
Jenis : susu, air putih Gangguan : tidak ada
Gangguan : tidak ada

b. Istirahat/tidur
Sebelum sakit Selama sakit

Tidur siang : + 1 jam tidur siang : + 2 jam


Tidur malam : +8 jam Tidur malam : +5 jam
Gangguan : tidak ada Gangguan : sulit tidur

c. Pola eliminasi
Sebelum sakit Selama sakit
BAB : 1 kali/ hari BAB : 1 x/ hari
Konsitensi : lunak Konsitensi : lunak
Warna : kuning kecoklatan Warna : kuning kecoklaatan
Gangguan : tidak ada Gangguan : tidak ada
BAK : 5 x/ hari BAK : 3-4 x/ hari
Warna : kuning jernih Warna : kuning jernih
Gangguan : tidak ada Gangguan : tidak ada

d. Personal Hygiene

Sebelum sakit
Mandi : 2x/hari
Gosok gigi : 2x/hari
Keramas : 3x/minggu
Ganti pakaian dalam : 2x/hari

DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum:
KU pasien : Sedang
Kesadaran : Composmentis
Nadi : 97 kali per menit
Suhu : 37,70C
Pernafasan : 22 x/menit
BB : 12 kg
2. Pemeriksaan Fisik
 Kepala : Normal, tidak ada oedema, ubun-ubun tidak cekung
 Muka : Muka tampak pucat
 Mata :Simetris kanan kiri, conjungtiva merah muda, sklera tidak
ikterik, mata sedikit cekung
 Telinga : Bersih, simetris kanan kiri, tidakada serumen
 Hidung : Bersih, tidak ada secret, tidak ada benjolan
 Mulut : Bibir kering, lidah dan mulut tampak pucat.
 Leher : Normal, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, limfe dan
vena jugularis
 Dada : Simetris, tidak ada penarikan dinding dada saat bernafas
 Punggung : Normal,simetris
 Ekstermitas :Tidak oedema,simetris kanan kiri
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Labor
Urine Lengkap :
- Keton Urin : 15 (1+) Nilai rujukan: Negatif
ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. N USIA 2 TAHUN DENGAN KEJANG DEMAM SIMPLEKS
DI RUANG MERANTI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS ANDALAS

Hari/ S O A P
Tanggal

Kamis/ Nama : An. N KU pasien : Sedang An. N usia 2 tahun Pukul 09.00 WIB
31 Umur : 2 Tahun Kesadaran : dengan kejang demam - Memberitahukan ibu dan keluarganya tentang kondisi
Oktober Keluhan : Composmentis simpleks anaknya saat ini :
2019 Ibu mengatakan :
Nadi : 97 kali/ menit
- anak demam, DX Potensial : KU pasien : Sedang
Suhu : 37,70C
batuk, pilek Kejang berulang / Kesadaran : Composmentis
Pernafasan :22 x/menit
sejak tiga hari Kejang demam Nadi : 97 kali/ menit
BB : 12 kg
yang lalu. kompleks Suhu : 37,70C
- anak mengalami Pernafasan : 22 x/menit
kejang 2 kali Pemeriksaan Penunjang Masalah : Tidak ada
- Keton Urin : E : Ibu mengerti tentang kondisi anaknya
- anak mengalami
riwayat kejang 15(1+) Masalah Potensial : - Memberitahu ibu untuk mengkompres hangat anak jika
- Nilai rujukan : Tidak ada
sebelumya demam kembali
Negatif E : Ibu mengerti dan mengatakan akan mengompres
hangat jika anaknya demam
- Memberitahu ibu untuk meningkatkan asupan cairan
untuk anaknya
E : Ibu mengatakan akan meningkatkan asupan cairan
anaknya

- Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian


terapi
1. KAEN 1 B
2. Paracetamol syrup 4 x 1 cth
3. Amoxicillin ( 3 x 200mg )
4. Diazepam ( 3 x 2 mg )

- Melanjutkan pantauan TTV per 2 jam


E:
Pukul 11.00 WIB
KU pasien : Sedang
Kesadaran : Composmentis
Nadi : 97 kali/ menit
Suhu : 37.2 0C
Pernafasan : 21 x/menit

Pukul 13.00
KU pasien : Sedang
Kesadaran : Composmentis
Nadi : 94 kali/ menit
Suhu : 36.8 0C
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh proses
ekstakramium (IDAI, 2006). Kejang demam simplek adalah kejang demam yang
sederhana ditandai dengan kejang yang terjadi hanya 1 kali, dalam waktu yang
sebentar dan dapat berhenti sendiri dan tidak akan berulang selama kurang lebih
dalam 24 jam. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kem
bali tidak termasuk dalam kejang demam simplek (IDAI, 2006).
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) (2013), menjelaskan bahwa penyeba
b terjadinya kejang demam antara lain obat-obatan, ketidak seimbangan kimiawi s
eperti hiperkalemia, hipoglikemia, asidosis, demam, patologis otak dan eklamsia
(ibu yang mengalami hipertensi prenatal, toksimea gravidarum). Kejang demam
pada anak dapat dicegah, yaitu dengan cara meningkatkan gizi anak, menghindari
faktor pencetus demam pada anak dan segera membawa anak ketenaga kesehatan
apabila sudah mulai demam.
4.2 Saran
1. Bagi penulis
Agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang kejang demam simpleks pada
anak dan pencegahannya
2. Bagi tenaga kesehatan
Agar lebih meningkatkan asuhan asuhan kebidanan pada anak dengan kejang
demam simpleks dan dapat menurunkan angka kejadian demam simpleks
pada anak
3. Bagi institusi kesehatan
Agar lebih meningkatkan pelayanan kesehatan pada kejadian anak dengan
kejang demam simpleks

DAFTAR PUSTAKA
Arifuddin, Adhar. 2016. Analisis Faktor Risiko Kejadian Kejang Demam Di
Ruang Perawatan Anak RSU ANUTAPURA PALU. Jurnal
Kesehatan Tadulako. Vol.2 No.2
Bahtera, T., dkk., 2009. Faktor Genetik Sebagai Risiko Kejang Demam Berulang.
Semarang. Sari Pediatri. April 2009. Vol. 10, No. 6, Hal.378-384.
Deliana, Melda. 2013. Tatalaksana Kejang Demam Pada Anak. Sari Pediatri,Vol
4 No 2,Medan
Djamaludin. 2010. Panduan Pintar Merawat Bayi dan Balita (cetakan 1).
Jakarta : Wahyu Media
Drucker, R., 2009. Do Antipyretics Prevent Febrile Seizures.Journal Watch
Pediatrics and Adolescent Medicine.0kt 2009.
Fuadi, Bahter T, Wijayahadi N. 2012.Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam
pada Anak. Seri Pediatri.
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2006.Konsesnsus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Jakarta : Badan Penerbit IDAI
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2013.Kejang Demam: Tidak Seseram yang
Dibayangkan. Diunduh dari:
http://idai.or.id/publicarticles/klinik/keluhan-anak/kejang-demam-
tidak-seseram-yang- dibayangkan.html
Karande S. 2007. Febrile Seizures: A Review for Family Physicians. Indian Jurnal
Of Medical Science.
Kemenkes RI. 2012.Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Meadow, R., dan Simon Newell., 2007.Lecture Notes Pediatrika. Edisi Ketujuh.
Erlangga, Jakarta.
Nurindah D, Muid M, Retoprawiro S. 2014.Hubungan antara kadar tumor necro
sis factor-alpha (TNF-α) plasma dengan kejang demam sederha
na pada anak. Jurnal kedokteran Brawijaya.
Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S.2010. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Jakarta : Badan Penerbit IDAI
Riyadi, 2013.Asuhan Keperawatan Pada Anak.Yogyakarta : Graha Ilmu
Schwartz, M, W., 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Vebriassa et al., 2013. Hubungan antara Riwayat Kejang pada Keluarga dengan
Tipe Kejang Demam dan Usia Saat Kejang Pertama Bagian Ilm
u Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Ma
da - RSUP. Dr. Sardjito, Yogyakarta
WHO., 2002. EPILEPSY: A manual for Medical and Clinical Officers in Africa.
Yunita, Vivit Erdina, Afdal, Iskandar Syarif. 2012. Gambaran Faktor yang
Berhubungan dengan Timbulnya Kejang Demam Berulang pada
Pasien yang Berobat di Poliklinik Anak RS.DR.M.Djamil Padang
Periode 2010-Desember 2012. Jurnal Kesehatan Andalas 2016.

Anda mungkin juga menyukai