Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN STUDI KASUS

MINGGU 5 : SIKLUS KETERAMPILAN DASAR PRAKTIK KEBIDANAN


PENERAPAN KETERAMPILAN PEMASANGAN OKSIGEN
DI RUANG INSTALANSI GAWAT DARURAT
RSUD PADANG PARIAMAN

OLEH

AFIFAH SUHAILA

1840322013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019
HALAMAN PENGESAHAN

PENERAPAN PEMASANGAN OKSIGEN


DI RUANG INSTALANSI GAWAT DARURAT RSUD PADANG PARAIAMAN

Oleh :
Kelompok 1

Padang Pariaman, 22 Maret 2018


Menyetujui

Preseptor Lapangan

Sofiagustin,Amd.Keb
NIP. 197528152002122002
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-
Nya sehingga dengan izin-Nya peneliti dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul
“Penerapan Pemasangan Oksigen” di ruang Instalansi Gawat Darurat RSUD Padang
Pariaman tahun 2019. Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW, semoga kita selalu
dapat meneladani segala sisi kehidupan beliau. Laporan Kasus ini disusun sebagai salah satu
tugas dalam menyelesaikan siklus KDPK (Keterampilan Dasar Praktik kebidanan) pada
Program Studi Profesi Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Proses penyusunan Laporan Kasus ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak, karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas bapak Dr. dr. Wirsma Arif Harahap,
Sp. B (K)-Onk yang telah memfasilitasi kami dalam menjalani pendidikan di Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
2. Ibu Bd. Yulizawati, SST, M. Keb, Ketua Program Studi profesi Bidan Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas yang telah memfasilitasi dan membantu kami dalam
menyelesaikan penulisan Laporan Kasus ini.
3. Ibu Sofiagustin,Amd.Keb sebagai Pembimbing Lapangan yang telah membimbing

dan memfasilitasi kami dalam menyelesaikan Laporan Kasus ini.


4. Seluruh Staf RSUD Padang Pariaman yang telah membantu dan memfasilitasi kami
dalam menyelesaikan Laporan Kasus ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari Laporan Kasus ini, baik dari
materi maupun teknik penyajian, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman kami.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhirnya
kami berharap semoga hasil Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan di masa yang akan datang. Semoga semua bantuan, bimbingan, semangat dan
amal kebaikan yang telah diberikan dijadikan amal shaleh dan diridhai Allah SWT. Aamiin.

Padang Pariaman, 14 Maret 2019

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terapi oksigen merupakan suatu intervensi medis berupa upaya pengobatan dengan
pemberian oksigen untuk mencegah atau memerbaiki hipoksia jaringan dan mempertahankan
oksigenasi jaringan agar tetap adekuat dengan cara meningkatkan masukan oksigen ke dalam
sistem respirasi, meningkatkan daya angkut oksigen ke dalam sirkulasi dan meningkatkan
pelepasan atau ekstraksi oksigen ke jaringan (Mangku, 2017).
Dalam pemberian terapi oksigen harus dipertimbangkan apakah pasien benar-benar
membutuhkan oksigen, apakah dibutuhkan terapi oksigen jangka pendek (short-term oxygen
therapy) atau panjang (long-term oxygen therapy). Oksigen yang diberikan harus diatur
dalam jumlah yang tepat dan harus dievaluasi agar mendapat manfaat terapi dan menghindari
toksisitas. Terapi Oksigen jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada pesien-
pasien dengan keadaan hipoksemia akut, di antaranya pneumonia, penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK) dengan eksaserbasi akut, asma bronkial, gangguan kardiovaskuler dan emboli
paru sedangkan terapi oksigen jangka panjang merupakan terapi yang dibutuhkan pada
pesien-pasien dengan keadaan hipoksemia kronis, di antaranya penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK), kor pulmonal dan polisitemia (Sudoyo, 2009).
Ada beberapa keuntungan dari terapi oksigen, di antaranya pada pasien dengan penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK), dengan pemberian konsentrasi oksigen yang tepat dapat
mengurangi sesak napas saat aktivitas, dapat meningkatkan kemampuan beraktivitas dan
dapat memerbaiki kualitas hidup. Keuntungan lainnya dari pemberian oksigen di antaranya
dapat memperbaiki kor pulmonal, meningkatkan fungsi jantung, memerbaiki fungsi
neuropsikiatrik dan pencapaian latihan, mengurangi hipertensi pulmonal dan memerbaiki
metabolisme otot (Sudoyo, 2009).

1.2 Tujuan Penelitian


1) Tujuan umum
Untuk mengetahui tentang pemasangan oksigen.
2) Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi pemasangan oksigen
b. Untuk mengetahui indikasi pemasangan oksigen
c. Untuk mengetahui kontraindikasi pemasangan oksigen
d. Untuk mengetahui metode pemberian oksigen
e. Untuk mengetahui pemantauan pada pemasangan oksigen
f. Untuk mengetahui lama pemberian oksigen
g. Untuk mengetahui definisi penyakit paru obstruktif kronis
h. Untuk mengetahui penyebab penyakit paru obstruktif kronis
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit paru obstruktif kronis
1.3 Manfaat
Bagi masyarakat dan tenaga kesehatan dapat mengetahui pemberian oksigenasi yang tepat
pada pasien dengan PPOK

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemasangan Oksigen
2.1.1 Definisi
Pemberian oksigen (O2) merupakan suatu intervensi medis berupa upaya pengobatan
dengan pemberian oksigen (O2) untuk mencegah atau memerbaiki hipoksia jaringan dan
mempertahankan oksigenasi jaringan agar tetap adekuat dengan cara meningkatkan masukan
oksigen (O2) ke dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut oksigen (O2) ke dalam
sirkulasi dan meningkatkan pelepasan atau ekstraksi oksigen (O2) ke jaringan.
Dalam penggunaannya sebagai modalitas terapi, oksigen (O2) dikemas dalam tabung
bertekanan tinggi dalam bentuk gas, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan tidak
mudah terbakar. Oksigen (O2) sebagai modalitas terapi dilengkapi dengan beberapa aksesoris
sehingga pemberian terapi oksigen (O2) dapat dilakukan dengan efektif, di antaranya
pengatur tekanan (regulator), sistem perpipaan oksigen (O2) sentral, meter aliran, alat
humidifikasi, alat terapi aerosol dan pipa, kanul, kateter atau alat pemberian lainnya.
(Widiyanto dan Yasmin, 2014)
2.1.2 Indikasi
Terapi oksigen (O2) dianjurkan pada pasien dewasa, anak-anak dan bayi (usia di atas satu
bulan) ketika nilai tekanan parsial oksigen (O2) kurang dari 60 mmHg atau nilai saturasi
oksigen (O2) kurang dari 90% saat pasien beristirahat dan bernapas dengan udara ruangan.
Pada neonatus, terapi oksigen (O2) dianjurkan jika nilai tekanan parsial oksigen (O2)
kurangdari 50 mmHg atau nilai saturasi oksigen (O2) kurang dari 88%. Terapi oksigen (O2)
dianjurkan pada pasien dengan kecurigaan klinik hipoksia berdasarkan pada riwayat medis
dan Pemeriksaan fisik. Pasien-pasien dengan infark miokard, edema paru, cidera paru akut,
sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), fibrosis paru, keracunan sianida atau inhalasi
gas karbon monoksida (CO) semuanyaMemerlukan terapi oksigen (O2) (Butterworth et all,
2013)
2.1.3 Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi absolut:
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma
maksilofasial, dan obstruksi nasal.
c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada neonatus dengan PaCO2 tinggi,
akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi (Rasmin,2006)
2.1.4 Metode Pemberian Oksigen
1) Nasal Prongs
Nasal prongs adalah pipa pendek yang dimasukkan ke dalam cuping hidung. Letakkan
nasal prongs tepat ke dalam cuping hidung dan rekatkan dengan plester di kedua pipi
dekat hidung (lihat gambar). Jaga agar cuping hidung anak bersih dari kotoran
hidung/lendir, yang dapat menutup aliran oksigen.
 Pasang aliran oksigen sebanyak 1–2 liter/menit (0.5 liter/menit pada bayi

muda) untuk memberikan kadar-oksigen-inspirasi 30–35%. Tidak perlu


pelembapan.
Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian oksigen
dengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan pada pasien dengan
pernafasan mulut.
FiO2 estimation :
Flow O2 (L/min) FiO2 (%)
1 24
2 28
3 32
4 36
5 40
6 44

Keuntungan dan Kerugian


Keuntungan
PemberianNO2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
mudah memasukkan kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak,
berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2
berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalaman
kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir
Langkah-langkah pemasangan

a. Perlengkapan
 Set perlengkapan oksigen
 Kanul hidung dan selang O2
 Kassa dan plester bila perlu
b. Prosedur
 Jelaskan tujuan dan prosedur
 Cuci tangan
 Hubungkan/pasang kanul pada set oksigen, sesuaikan flowmeter
 Cek apakah O2 keluar melalui saluran nasal, timbul gelembung pada

humidifier, selang O2 tidak terlipat


 Letakkan cabang kanul/outlet pada lubang hidung. Atur selangnya

dengan cara :
- Melingkari kepala
- Diselipkan pada daun telinga
- Gunakan kassa untuk melapisi bagian telinga : antara selang

dan telinga.
- Anjurkan klien untuk bernafas melalui hidung dengan mulut
tertutup
- Cuci tangan
- Catat respon klien
- Angkat dan bersihkan selang dan lubang hidungsetiap 8 jam
observasi (Maryunani,2011)
2) Kateter Nasofaring.
Kateter dengan ukuran 6 atau 8 FG dimasukkan ke dalam faring tepat di bawah
uvula. Letakkan kateter pada jarak dari sisi cuping hidung hingga ke arah telinga
(lihat gambar B). Jika alat ini diletakkan terlalu ke bawah, anak dapat tersedak,
muntah dan kadang-kadang dapat timbul distensi lambung.
 Beri aliran sebanyak 1–2 liter/menit, yang memberikan kadar-oksigen inspirasi

45-60%. Perlu diperhatikan kecepatan aliran tidak berlebih karena dapat


menimbulkan risiko distensi lambung. Perlu dilakukan pelembapan.

Keutungan dan Kerugian


Keuntungan :
Pemberian O2stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara,murah
dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap
Kerugian :
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2yang lebih dari 45%,tehnik
memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal,dapat terjadi
distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lender nasofaring, aliran
dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan
mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat

Langkah langkah pemasangan:


a. Perlengkapan
 Nasal chateter
 Suplai oksigen dan flowmeter
 Humidifier dan air suling
 Jelly dan kassa
 Plester dan kassa
 Lampu senter kecil dan plester
 Air steril/matang untuk tes O2

b. Prosedur
 Jelaskan prosedur pada klien dan keluarga
 Cuci tangan
 Atur posisi : semi flower
 Tes aliran udara/oksigen dengan cara naikkan flowmeter sampai dengan

3L/meter sambungkan kateter dengan selang O2 . kemudian masukkan


ujung kateter kedalam air (keluar gelembung gelembung udara)
 Ukur panjang kateter yang akan dimasukkan dengan cara tempatkan ujung
kateter mulai dari ujung hidung sampai daun telinga
 Beri pelumas pada ujung kateter dengan jelly (yang larut dalam air)
 Keluarkan aliran oksigen kurang lebih 3/menit
 Masukkan katetr secara perlahan malalui salah satu lubang hidung sampai
ujung kateter berada di orofaring. Cek kateter dengan menggunakan lampu
dan spatel. Bila tepat ,ujung kateter berada dibawah uvula.
 Kemudian tarik lagi sedikit sampai dengan ujung kateter tidak terlihat
 Plester kateter pada wajah klien kearah atas atau kesamping (pipi), fikasi
selang pada bantal atau kasur.
 Atur aliran udara sesuai dengan instruksi dokter
 Observasi respon klien
 Catat respom klien, aliran O2, dan metode pemberian (Maryunani,2011)
3) Sungkup Muka
a. Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontiniu atau selang seling 5-8 L/menit dengan
konsentrasi O2 40-60%
Keuntungan : konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau
kanula nasal. Sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan
sungkup berlubang besar, dapat digunakan dalam terapi pemberian aerosol
Kerugian : tidak dapat memberikan O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah
b. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Suatu teknik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaaitu 60-80% dengan
aliran 8-12L/menit.
Keuntungan : konsentrasi O2 lebih tinggi dari pada sungkup muka sederhana
dan tidak mengeringkan selaput lender
Kerugian : tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih
rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2 , kantong O2 bisa terlipat
c. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Merupakan teknik untuk pemberian O2 dengan konsentrasi O2 mencapai 99%
dengan aliran 8-12L/menit dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara
ekspirasi
Keuntungan : konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapai 100%, tidak
mengeringkan selaput lender
Kerugian: kantong O2 bisa terlipat
Langkah-langkah
a. Persiapan
 Suplai O2 dan flowmeter
 Humidifier dan air sulinh
 Masker/sungkup yang akan digunakan
 Kassa
b. Prosedur
 Jelaskan tujuan tindakan dan prosedurnya
 Cuci tangan
 Sambungkan masker dengan selang oksigen
 Letakkan sungkup diatas hidung dan mulut. Gunakan tali elastis agar
sungkup tidak lepas
 Gunakan kassa untuk menurangi iritasi pada telinga dan belakang
kepala
 Cuci tangan
 Kaji respon pasien (maryunani,2011)
2.1.5 Pemantauan
Periksa secara teratur bahwa semua alat berfungsi dengan semestinya dan lepaskan
serta bersihkan prongs atau kateter sedikitnya dua kali sehari.
Pantau anak sedikitnya setiap 3 jam untuk mengidentifikasi dan memperbaiki masalah
yang terjadi, meliputi:
 Nilai SaO2 menggunakan pulse oxymetry
 Kateter nasal atau prongs yang bergeser

 Kebocoran sistem aliran oksigen

 Kecepatan aliran oksigen tidak tepat

 Jalan napas anak tersumbat oleh lendir/kotoran hidung (bersihkan hidung


dengan ujung kain yang lembap atau sedot perlahan).

 Distensi lambung (periksa posisi kateter dan perbaiki, jika diperlukan).

2.1.6 Lama Pemberian Oksigen


Lanjutkan pemberian oksigen hingga pasien mampu menjaga nilai SaO2 >90% pada suhu
ruangan. Bila pasien sudah stabil dan membaik, lepaskan oksigen selama beberapa menit.
Jika nilai SaO2 tetap berada di atas 90%, hentikan pemberian oksigen, namun periksa
kembali setengah jam kemudian dan setiap 3 jam berikutnya pada hari pertama penghentian
pemberian oksigen, untuk memastikan bayi benar-benar stabil. Bila pulse oxymetry tidak
tersedia, lama waktu pemberian oksigen dapat dipandu melalui tanda klinis yang timbul pada
anak .

2.2 PPOK
PPOK (penyakit paru obstruktif kronis) adalah sekelompok penyakit paru yang ditandai
dengan peningkatan resistensi saluran napas bawah, pada saat resistensi saluran napas
meningkat maka harus diciptkan gradien tekanan yang lebih besar untuk mempertahankan
kecepatan aliran udara yang normal.
Faktor utama yang berperan dalam peningkatan penyakit PPOK adalah merokok,
kebiasaan merokok yang masih tinggi yaitu pada laki-laki di atas 15 tahun sebanyak 60-70%.
Perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas maish belum terjadi penurunan dari tahun 2007
sampai tahun 2013, cenderung meningkat dari 34,2% pada tahun 2007 menjadi 36,3% pada
tahun 2013 yang terdiri dari 64,9% laki-laki dan 2,1% perempuan masih menghisap rokok
tahun 2013. Sedangkan rerata jumlah batang rokok yabg dihisap adalah sekitar 12,3 batang.
PPOK terdiri dari bronchitis kronik dan emfisema atau gabungan dari keduanya.
Bronkitis kronis adalah suatu kondisi peradangan jangka panjang saluran napas bawah
umumnya dipicu oleh pajanan berulang asap rokok, polutan udara atau allergen. Sebagai
respon terhadap iritasi pada bronchitis kronis terjadi pembentukan mokus berlebih yang
menyebabkan saluran napas menyempit. Sedangkan pada emfisema, terjadi kolapsnya
saluran napas halus dan kerusakan pada dinding elveolus yang menyebabkan paru – paru
kehilangan keelastisitasannya. Luas permukaan paru juga berkurang sehingga area
permukaan yang kontak dengan kapiler paru secara kontinu berkurang. Hal ini menyebabkan
terjaidinya penurunan difusi oksigen sehingga akan terjadi penurunan pada saturasi oksigen.
Penanganan pasien dengan PPOK yang datang ke rumah sakit yaitu mendapatkan terapi
untuk mengurangi obstruksi jalan napas dengan memberikan hidari yang memadai untuk
mengencerkan secret bronkus dengan memebrukan ekspektoran dan bronkodilator untuk
merdakan spasme otot polos. Namun bronkodilator masih belum optimal dalam peningkatan
saturasi pada pasien PPOK. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Wardana (2000) dalam
Gustiawan menyatakan obat – obat ini hanya menngurangi bronkospasme otot-otot polos
sedangkan hipoksemia akibat ketidakseimbangan rasio ventilasi yang terjadi pada psein
PPOK belum tertangani.

BAB 3
LAPORAN KASUS

DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN PASIEN Tn.B USIA 19 TAHUN


DENGAN VULNUS LASERATUM REGIO FASIALIS DI RUANG IGD

Hari / Tanggal : Senin / 18 Maret 2019


Waktu : 15.00 WIB
No MR : 067452

1. DATA SUBJEKTIF
Nama : Tn. Tasman
Umur : 52 tahun
Suku Bangsa : Minang
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru SD
Alamat : Perumahan Jambak

Penanggung jawab
Nama : Mulyani
Umur : 52 tahun
Suku Bangsa : Minang
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru TK
Hubungan dengan pasien : Istri
Alamat : Perumahan Jambak

Keluhan :
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 2 hari yang lalu dan bertambah sesak dari 6 jam yang lalu
Riwayat Penyakit dahulu :
- Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit keturunan, menular dan kejiwaan
- Pasien mengatakan pernah dirawat karena malaria lebih dari 5 tahun yang lalu
- Pasien mengatakan alergi tehadap debu
Makan dan minum terakhir :
Pasien mengatakan makan dan minum terakhir pada pukul 13.00 WIB (Tanggal 18 Maret
2019).
2. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda - Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 86 x / menit
Pernapasan : 33 x / menit
Suhu : 36, 50C

Wajah :
Wajah tidak terlihat oedema, konujungtiva merah muda, dan sklera tidak kuning
Leher :
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid
Dada :
Pernafasan cepat dan dalam serta pasien mengatakan sesak nafas dan terdengar bunyi
wheezing
Abdomen :
Tidak ada nyeri tekan dan tidak terdapat luka operasi
Ekstremitas :
Tidak terdapat oedema pada ekstremitas pasien

Pemeriksaan Penunjang : Dilakukan pemeriksaan labor, rontgen torak dan EKG


Hasil pemeriksaan laboratorium:
- Hb : 13,8
- Leukosit : 22000
- Eritrosit : 4,4
- Trombosit : 272000
- Hematokrit : 38

3. ASSESSMENT
Diagnosa :
Tn. T 52 tahun dengan pneumonia dan penyakit paru obstruktif kronis
Masalah :
Tidak ada
Kebutuhan :
Tidak ada
Diagnosa Potensial : Tidak ada
Masalah Potensial : Tidak ada
Tindakan segera : Pemasangan oksigen
1. PLANING
Perencanaan :
a. Lakukan pemeriksaan fisik umum oleh dokter
b. Berikan segera terapi oksigen 2 l / menit
c. Lakukan nebulizer dengan teraphy combiven
d. Lakukan pemeriksaan penunjang beruoa cek labor, rontgen dada dan EKG
e. Berikan infus RL 18 tts/ menit
f. Berikan injeksi bolus iv ranitidine, ceftriaxone + skin test, metal prenidolon, dan
injeksi furosemide
g. Lakukan pemantauan lanjut dan tunggu hasil lab, jika hasil lab dan rontgen dada
memburuk, tunggu instruksi dokter untuk dirawat

BAB 4
ANALISIS JURNAL
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan tinjauan kasus yang dilakaukan terhadap pasien, pasien
didiagnosis dengan penumoni dan penyakit paru obstruktif kronis. Hasil anamnesis yang
dilakukakan, pasien mempunyai riwayat alergi terhadap debu, sehingga dari paparan debu
dapat menyebabkan timbul atau kambuhnya sesak nafas pada pasien.

Dilakukan penanganan segera pada pasien dengan memberikan bantuan oksigenasi dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Terapi oksigen yang diberikan 2 l / menit, Setelah
diberikan bantuan oksigen, terlihat sesak nafas pada pasien telah berkurang namun masih
terdengar wheezing dari pernafasan pasien.

Pada penelitian yang dilakukan di salah satu universitas medis di Utrecht, dilakukan terapi
oksigen dengan metode HFNC ( High flow Nasal Canul)..HFNC adalah metode pemberian
oksigen yang memungkinkan untuk menghasilkan gas yang dihangatkan dan dilembabkan
( udara dan oksigen) dengan laju aliran yang sangat tinggi melalui kanula hidung. Hal ini
dapat meningkatkan oksigenasi, mengurangi kerja pernafasan dan meningkatkan
kesejahteraan pasien dan merupakan pilihan yang berguna untuk pasien dengan hipoksia akut
dan gagal nafas. Selain itu, telah terbukti secara signifikan dapat menurunkan angka kematian
dan intubasi dibandingkan dengan terapi oksigen standar. HFNC dapat digunakan pada gagal
nafas akut saat metode standar dukungan pernafasan tidak cukup dan NIV atau intubasi
belum ditunjukkan (Plate, 2018).

Penelitian yang dilakukan oleh Mertha pada tahun 2018 di RSUD Sanjiwani Gianyar, pasien
dengan PPOK ( penyakit paru obstruktif kronis) dilakukan pemberian deep breathing exercise
dan dilakukan pemeriksaan terhadap saturasi oksigen.. Didapatkan hasil penelitian terdapat
pengaruh terhadap pasien dengan pemberian deep breathing exercise dibandingkan dengan
yang tidak dilakukan “deep breathing exercise” ( Martha, 2018)

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pemberian oksigen (O2) merupakan suatu intervensi medis berupa upaya pengobatan
dengan pemberian oksigen (O2) untuk mencegah atau memerbaiki hipoksia jaringan dan
mempertahankan oksigenasi jaringan agar tetap adekuat dengan cara meningkatkan masukan
oksigen (O2) ke dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut oksigen (O2) ke dalam
sirkulasi dan meningkatkan pelepasan atau ekstraksi oksigen (O2) ke jaringan.
Pemberian emberian oksigen merupakan penanganan awal yang utama bagi pasien
dengan PPOK. PPOK dapat dicegah dan dapar diobati dengan penanganan yang tepat. PPOK
merupakan beberapa ku pulan penyakit obstruktif paru yang membtuhkan penanganan awal
untuk pemberian oksigen. Dengan bantuan oksigen tambahan dapat meningkatkan saturasi
oksigen yang berkurang pada pasien dengan PPOk.

5.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan kita harus mampu mengenali tanda da gejala dari
bronkopneumonia serta dapat melakukan penatalaksanaan terutama pemberian oksigenasi

Daftar Pustaka

Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology.
Edisi V. New York. McGraw-Hill Companies.2013.
Hegar, Badriul. Pedoman pelayanan medis. Jakarta: IDAI; 2010.
Mangku G, Senapathi TGE. 2017. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Edisi II. Jakarta.
Indeks
Maryunani.2011. keterampilan dasar praktik kebidana (KDPK).CV trans info medika.Jakarta
Meizikri, R. Yani, F. F. Yusrawati. 2016. Hubungan Kejadian Pneumonia Neonatus dengan
Beberapa Faktro Risiko di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 2010-2012. Jurnal
Kesehatan Andalas.
Paramanindi SD. 2014. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan Pada Pasien Bronkopneumonia Di Ruang Rawat Inap Anak Lantai IiiSelatan
Rasmin M. Terapi Oksigen: Mengenal terapi oksigen. 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia. Hal.1-9.
Rahajoe NN, Supriyatno B, dan Setyanto DB. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke- 1.
Jakarta: IDAI; 2010.
Rizkianti, A. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia dengan
Balita. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
RSUP FatmawatiJakarta. Karya Ilmiah AkhirNers Universitas Indonesia. Depok
Samuel, A. 2014. Bronkopneumonia on Pediatric Patient. Faculty of Medicine, Univeritas
Lampung. Volume 1 Nomor 2
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi V. Jakarta. InternaPublishing.
WidiyAnto B, Yasmin LS. Terapi Oksigen terhadap Perubahan Saturasi Oksigen melalui
Pemeriksaan Oksimetri pada Pasie Infark Miokard Akut (IM-A). Prosiding
Konferensi Nasional II PPNI Jawa Tengah. 2014; 1(1): 138-43.

Anda mungkin juga menyukai