(KEJANG DEMAM)
Disusun Oleh:
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, berkat rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Gangguan Termoregulasi Dan
Rasa Nyaman (Kejang Demam) dengan lancar dan tepat waktu. Laporan ini disusun untuk
menyelesaikan tugas dari mata kuliah Keperawatan Anak pada semester 4, program studi D3
Keperawatan , Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Magelang. Dalam
penyusunan makalah ini tentunya tidak terlepas dari kesulitan-kesulitan dan masalah, namun
berkat bantuan, kerjasama, dan bimbingan dari berbagai pihak maka kesulitan tersebut dapat
teratasi.
Pada penyusunan makalah ini, sangat disadari bahwa masih terdapat kekurangan,
sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................................5
1.3. Tujuan..................................................................................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN...................................................................................................................................7
2.1. Definisi.......................................................................................................................................7
2.2. Anatomi Fisiologi......................................................................................................................7
2.3. Etiologi.....................................................................................................................................10
2.4. Manifestasi Klinis...................................................................................................................10
2.5. Patofisiologi.............................................................................................................................11
2.6. Pathway...................................................................................................................................12
2.7. Penatalaksanaan Keperawatan.............................................................................................12
2.8. Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................................14
2.9. Konsep Asuhan Keperawatan................................................................................................14
BAB III
PENUTUP..........................................................................................................................................23
3.1. Kesimpulan.............................................................................................................................23
3.2. Saran........................................................................................................................................23
BAB IV
LAMPIRAN.......................................................................................................................................24
4.1. Daftar Istilah-istilah...............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................25
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
tahun di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Insiden kejadian kejang demam di Asia 3,4-
9,3% anak Jepang dan 5% di India (Andretty Rezy P, 2015).
Kejadian kejang demam dapat menyebabkan perasaan ketakutan berlebihan, terutama
secara emosional dan kecemasan pada orang tua. Tingkat pengetahuan orang tua yang
berbeda dapat mempengaruhi pencegahan kejang demam pada anak saat anak mengalami
demam tinggi. Pemberian informasi untuk meningkatkan pengetahuan orang tua tentang
kejang demam sangat diperlukan karena dapat menurunkan kecemasan orang tua
(Riandita, 2012).
Hasil penelitian (Rahayu, 2015) menunjukkan hampir 80% orang tua takut terhadap
serangan kejang demam yang menimpa anaknya. Berdasarkan penelitian tersebut dapat
diketahui bahwa pengetahuan ibu tentang penanganan kejang demam sangat bervariasi.
Namun perbedaan pengetahuan ini akan mengakibatkan penanganan kejang demam pada
anak yang berbeda pula. Penanganan ibu tentang kejang demam dan penatalaksanaan di
Indonesia juga sangat bervariasi, mengingat hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor.
Berdasarkan pertimbangan rasa takut atau khawatir dan kebingungan orang tua terhadap
anaknya ketika mengalami serangan kejang demam, diperlukan upaya pencegahan
terhadap berulangnya serangan kejang demam tersebut. Upaya pencegahan dan
menghadapi kejang demam. Orang tua harus diberi informasi tentang tindakan awal
penatalaksanaan kejang demam pada anak.
Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan ibu dalam mengatasi kejang demam pada
anak sebelum terjadi kejang dan selanjutnya membawa ke rumah sakit. Mengukur suhu
tubuh dan memberi obat penurun panas, kompres air hangat (yang suhunya lebih sama
dengan suhu badan anak) dan memberikan cairan yang cukup dapat menurunkan suhu
tubuh anak. Ibu harus menyadari bahwa demam merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya kejang, dikarenakan adanya peningkatan suhu tubuh yang cepat.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi kejang demam.
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi kejang demam.
3. Untuk mengetahui etiologi kejang demam.
4. Untuk mengetahui manifestasi kejang demam.
5. Untuk mengetahui patofisiologi kejang demam.
6. Untuk mengetahui pathway kejang demam.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan keperawatan untuk pasien kejang demam.
8. Untuk mengetahui pemerikasaan penunjang untuk pasien kejang demam.
9. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan untuk pasien kejang demam.
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Kejang demam adalah kebangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu ekstrakranium
(Candra, 2019). Menurut konsensus Statement on Febrite Seizures, kejang demam
adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi
berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk.
Akhir-akhir ini, kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu
kejang demam sederhana yang biasanya berlangsung 15 menit dan kejang demam
komplikasi yang berlangsung 15 menit dan umum, fokal, atau multipel (lebih 1 kali
kejang dalam 24 jam).
2.2. Anatomi Fisiologi
1. Otak besar (Cerebrum)
a. Lobus Frontal
Merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari Otak besar.
Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan
7
gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian,
kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan
bahasa secara umum.
b. Lobus Pariental
Berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c. Lobus Temporal
Berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa bicara atau komunikasi
dalam bentuk suara.
d. Lobus Occipital
Bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang
memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek
yang ditangkap oleh retina mata.
8
Disebut Otak Tengah (Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang
otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Berfungsi dalam
hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b. Diencephallon
Merupakan bagian otak yang terletak dibagian atas dari batang otak
dan di depan mesencephalon. Terdiri dari:
1) Thalamus
Yang terletak diantara korteks otak besar dan otak tengah yang
berfungsi untuk menyampaikan impuls/sinyal motorik menuju korteks
otak besar dan medulla spinalis.
2) Hipotalamus
Adalah bagian otak yang terdiri dari sejumlah nucleus dengan
berbagai fungsi yang sangat peka terhadap steroid, glukokortikoid,
glukosa dan suhu. Hipotalamus merupakan pusat control autonom.
Salah satu fungsi yang penting adalah karena terhubung dengan sistem
syaraf dan kelenjar hipofisis yang merupakan salah satu homeostatis
sistem endokrin yaitu fungsi neuron endokrin yang berpengaruh
terhadap sistem syaraf otonom sehingga dapat menjaga homeostatis
tekanan darah, denyut jantung, suhu tubuh, perilaku konsumsi dan
emosi. Hipotalamus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem limfatik, dan merupakan konektor sinyal dari berbagai bagian
otak menuju kortek otak besar. Akson dari berbagai sistem indera
berakhir pada hipotalamus (kecuali sistem olfaction) sebelum
informasi tersebut diteruskan menuju korteks otak besar. Hipotalamus
berfungsi juga mengirim sinyal menuju kelenjar adrenal yaitu
epinerphrine dan norepinephrine yang mensekresikan Anti diuretic
Hormon (ADH), Oksitosin, dan Regulatori Hormon.
4. Medulla Oblongata
Adalah titik awal syaraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju
badan bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Berfungsi untuk
menghantarkan impuls dari medulla spinalis menuju otak. Medulla Oblongata
mempengaruhi reflek fisiologis, seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan
9
kecepatan respirasi, fungsi pencernaan. Selain itu juga mengatur gerak reflek lain
seperti bersin, batuk, dan berkedip.
5. Pons
Kata pons berasal dari bahasa latin yang berarti jembatan. Adalah bagian
otak yang berupa serabut syaraf yang menghubungkan dua belahan otak kecil
(kiri dan kanan). Pons juga menghubungkan korteks otak dan medulla.
Pons disebut juga Pons Varoli/Jembatan Varol. Sebagai bagian dari
batang otak, pons juga mempengaruhi beberapa fungsi otomatis organ vital tubuh
salah satunya mengatur intensitas dan frekuensi pernapasan.
2.3. Etiologi
Kejang dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial.
1. Intrakranial
a. Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikel.
b. Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis.
c. Congenital: disgenesis, kelainan serebri.
2. Ekstrakranial
a. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan
elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
b. Toksik: intoksikasi, anestest local, sindroma putus obat.
c. Congenital: gangguan metabolism asam basa atau ketergantungan dan kekurangan
piridoksin.
10
5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
6. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd).
7. Suhu 38oC atau lebih.
2.5. Patofisiologi
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi
singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang
yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran
darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada
daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi matang di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan,
karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis
di otak hingga terjadi epilepsi.
11
2.6. Pathway
12
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
13
2.8. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit, dan
glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang
berarti.
2. Indikasi lumbal fungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal fungsi pada pasien dengan
kejang demam meliputi:
a. Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal fungsi karena gejala meningitis
sering tidak jelas.
b. Bayi antara 12 bulan – 1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal fungsi
kecuali pasti bukan meningitis.
3. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas.
4. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan/atau MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa
kelainan neurologis karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal. CT-
scan atau MRI direkomendasikan untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi organik
di otak.
2.9. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
14
Orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa
panas, nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang
biasanya tergantung pada jenis kejang demam yang dialami
anak.
g. Pemeriksaan fisik
2) TTV
a) Suhu: >38oC
b) Respirasi:
4) BB
5) Kepala
15
Tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak.
6) Mata
16
Lemas dan datar, kembung.
14) Anus
Tidak terjadi kelainan pada genetalia anak.
15) Ekstremitas
a) Atas: Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik,
akral dingin.
b) Bawah: Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik,
akral dingin.
h. Aktivitas kejang
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6-4.
17
j. Penilaian kekuatan otot
Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit < 45, tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu melawan 4
tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
sirkulasi otak.
3. Rencana Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
sirkulasi otak.
1) Tujuan
18
d) Aktivitas kejang dari 3 (sedang) menjadi 5 (tidak ada).
2) Intervensi
1) Tujuan
2) Intervensi
19
dingin, menyediakan pakaian atau linen tempat tidur ringan
untuk demam dan fase bergejolak/flush).
1) Tujuan
2) Intervensi
d) Longgarkan pakaian.
20
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
1) Tujuan
2) Intervensi
21
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan merupakan penjelasan dan perwujudan dari tindakan
meliputi berbagai bagian yaitu validasi, rencana keperawatan, pemberian
asuhan keperawatan dan pengumpulan data.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan
dari masalah kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya.
22
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering terjadi pada
anak dibawah umur 5 tahun. Perlu diwaspadai karena kejang yang lama (lebih dari 15
menit) dapat menyebabkan kematian, kerusakan saraf otak sehingga menjadi epilepsi,
kelumpuhan bahkan retardasi mental. Demam, umur, genetik, riwayat prenatal dan
perinatal dapat memicu terjadinya kejang demam.
Klasifikasi kejang demam ada dua, yaitu kejang demam sederhana yang
berlangsung secara singkat kurang 15 menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Sedangkan kejang demam kompleks merupakan kejang yang berlangsung lebih dari
15 menit dan dapat berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang demam adalah
respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang cepat yang mengurangi
mekanisme menghambat aksi potensial dan meningkatkan transmisi sinaps
eksitatorik. Tanda gejala yang mungkin muncul seperti peningkatan suhu tubuh
mendadak hingga > 38oC pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu
laboratorium darah, urinalisis, fungsi lumbal, radiologi, EEG dan penatalaksanaan
medis berupa mencari dan mengobati demam terlebih dahulu dan memberikan
pengobatan profilaksis terhadap kejang yang berulang.
23
peningkatan laju metabolisme, resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi,
dan kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
3.2. Saran
Bagi mahasiswa diharapkan dapat makin memperbanyak pengetahuan dari
berbagai referensi tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan kejang demam.
BAB IV
LAMPIRAN
makanan.
dan mental.
7. Cerebral palsy : kelainan saraf yang terjadi akibat malformasi atau cedera pada
mengatasi epilepsi.
24
DAFTAR PUSTAKA
25