Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN

TERMOREGULASI DAN RASA NYAMAN

(KEJANG DEMAM)

Disusun Oleh:

Randhika Alfhan Al Fattaah (19.0601.0018)

Daulay Khairin Salmawatie (19.0601.0031)

Della Isti Amanah (19.0601.0040)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, berkat rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas Makalah Asuhan Keperawatan Gangguan Termoregulasi Dan
Rasa Nyaman (Kejang Demam) dengan lancar dan tepat waktu. Laporan ini disusun untuk
menyelesaikan tugas dari mata kuliah Keperawatan Anak pada semester 4, program studi D3
Keperawatan , Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Magelang. Dalam
penyusunan makalah ini tentunya tidak terlepas dari kesulitan-kesulitan dan masalah, namun
berkat bantuan, kerjasama, dan bimbingan dari berbagai pihak maka kesulitan tersebut dapat
teratasi.

Pada penyusunan makalah ini, sangat disadari bahwa masih terdapat kekurangan,
sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca.

Magelang, 11 Juni 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................................5
1.3. Tujuan..................................................................................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN...................................................................................................................................7
2.1. Definisi.......................................................................................................................................7
2.2. Anatomi Fisiologi......................................................................................................................7
2.3. Etiologi.....................................................................................................................................10
2.4. Manifestasi Klinis...................................................................................................................10
2.5. Patofisiologi.............................................................................................................................11
2.6. Pathway...................................................................................................................................12
2.7. Penatalaksanaan Keperawatan.............................................................................................12
2.8. Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................................14
2.9. Konsep Asuhan Keperawatan................................................................................................14
BAB III
PENUTUP..........................................................................................................................................23
3.1. Kesimpulan.............................................................................................................................23
3.2. Saran........................................................................................................................................23
BAB IV
LAMPIRAN.......................................................................................................................................24
4.1. Daftar Istilah-istilah...............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................25

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering terjadi pada anak, 1
dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini dikarenakan, anak yang
berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap berbagai penyakit disebabkan sistem
kekebalan tubuh belum terbangun secara sempurna (Harjaningrum, 2011).
Kejang demam pada anak perlu diwaspadai karena kejang yang lama (lebih dari 15
menit) dapat menyebaban kematian, kerusakan saraf otak sehingga menjadi Epilepsi,
kelumpuhan bahkan retardasi mental. Serangan kejang demam pada anak yang satu
dengan yang lain tidak sama, tergantung nilai ambang kejang masing-masing. Oleh
karena itu, setiap serangan kejang harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat,
apalagi kejang yang berlangsung lama dan berulang. Karena keterlambatan dan
kesalahan prosedur bisa mengakibatkan gejala sisa pada anak, bahkan bisa menyebabkan
kematian (Fida & Maya, 2012).
Kejang yang berlangsung lama biasanya disertai apneu (henti nafas) yang dapat
mengakibatkan terjadinya hipoksia (berkurangnya kadar oksigen jaringan) sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Apabila anak sering kejang, akan semakin banyak sel otak
rusak dan mempunyai risiko penyebab keterlambatan perkembangan, retradasi mental,
kelumpuhan dan juga 2-10% dapat berkembang menjadi Epilepsi.
Menurut WHO tahun 2012 kejang demam yang berakibat epilepsi terdapat 80% di
Negara-negara miskin dan 3,5-10,7/1000 penduduk. Negara maju, sedangkan di
Indonesia kejang demam yang berakibat epilepsi terdapat 90 ribu sampai 180 ribu
penderita dan penanganannya pun belum menjadi prioritas dalam sistem kesehatan
nasional. Estimasi jumlah kejadian kejang demam 2-5% anak antara umur 3 bulan – 5

4
tahun di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Insiden kejadian kejang demam di Asia 3,4-
9,3% anak Jepang dan 5% di India (Andretty Rezy P, 2015).
Kejadian kejang demam dapat menyebabkan perasaan ketakutan berlebihan, terutama
secara emosional dan kecemasan pada orang tua. Tingkat pengetahuan orang tua yang
berbeda dapat mempengaruhi pencegahan kejang demam pada anak saat anak mengalami
demam tinggi. Pemberian informasi untuk meningkatkan pengetahuan orang tua tentang
kejang demam sangat diperlukan karena dapat menurunkan kecemasan orang tua
(Riandita, 2012).
Hasil penelitian (Rahayu, 2015) menunjukkan hampir 80% orang tua takut terhadap
serangan kejang demam yang menimpa anaknya. Berdasarkan penelitian tersebut dapat
diketahui bahwa pengetahuan ibu tentang penanganan kejang demam sangat bervariasi.
Namun perbedaan pengetahuan ini akan mengakibatkan penanganan kejang demam pada
anak yang berbeda pula. Penanganan ibu tentang kejang demam dan penatalaksanaan di
Indonesia juga sangat bervariasi, mengingat hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor.
Berdasarkan pertimbangan rasa takut atau khawatir dan kebingungan orang tua terhadap
anaknya ketika mengalami serangan kejang demam, diperlukan upaya pencegahan
terhadap berulangnya serangan kejang demam tersebut. Upaya pencegahan dan
menghadapi kejang demam. Orang tua harus diberi informasi tentang tindakan awal
penatalaksanaan kejang demam pada anak.
Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan ibu dalam mengatasi kejang demam pada
anak sebelum terjadi kejang dan selanjutnya membawa ke rumah sakit. Mengukur suhu
tubuh dan memberi obat penurun panas, kompres air hangat (yang suhunya lebih sama
dengan suhu badan anak) dan memberikan cairan yang cukup dapat menurunkan suhu
tubuh anak. Ibu harus menyadari bahwa demam merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya kejang, dikarenakan adanya peningkatan suhu tubuh yang cepat.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa definisi kejang demam?
2. Bagaimana anatomi fisiologi kejang demam?
3. Apa etiologi kejang demam?
4. Apa manifestasi klinis kejang demam?
5. Bagaimana patofisiologi kejang demam?
6. Bagaimana pathway kejang demam?
7. Apa saja penatalaksanaan keperawatan untuk pasien kejang demam?
5
8. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk pasien kejang demam?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan untuk pasien kejang demam?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi kejang demam.
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi kejang demam.
3. Untuk mengetahui etiologi kejang demam.
4. Untuk mengetahui manifestasi kejang demam.
5. Untuk mengetahui patofisiologi kejang demam.
6. Untuk mengetahui pathway kejang demam.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan keperawatan untuk pasien kejang demam.
8. Untuk mengetahui pemerikasaan penunjang untuk pasien kejang demam.
9. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan untuk pasien kejang demam.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Kejang demam adalah kebangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu ekstrakranium
(Candra, 2019). Menurut konsensus Statement on Febrite Seizures, kejang demam
adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi
berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk.
Akhir-akhir ini, kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu
kejang demam sederhana yang biasanya berlangsung 15 menit dan kejang demam
komplikasi yang berlangsung 15 menit dan umum, fokal, atau multipel (lebih 1 kali
kejang dalam 24 jam).
2.2. Anatomi Fisiologi
1. Otak besar (Cerebrum)

Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan


binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berfikir, analisa,
logika, bahasa, perasaan, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan
visual. Kecerdasan intelektual atau IQ juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.

Otak besar/Cerebrum terbagi menjadi empat bagian yang disebut


lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut sulcus.

a. Lobus Frontal
Merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari Otak besar.
Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan

7
gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian,
kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan
bahasa secara umum.
b. Lobus Pariental
Berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c. Lobus Temporal
Berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa bicara atau komunikasi
dalam bentuk suara.
d. Lobus Occipital
Bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang
memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek
yang ditangkap oleh retina mata.

2. Otak Kecil (Cerebellum)

Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat


dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi
otomatis otak, diantaranya:
a. Mengatur sikap atau posisi tubuh.
b. Mengontrol keseimbangan.
c. Koordinasi otot dan gerakan tubuh.

Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan


otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan
saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cedera pada
otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak
otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi.

3. Batang otak (Brainstem)

Mengatur fungsi vital manusia meliputi pusat pernafasan, denyut


jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan
sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (mengahdapi atau
menghindar) saat datangnya ancaman. Batang Otak terdiri dari 2 bagian, yaitu:
a. Mesencephallon

8
Disebut Otak Tengah (Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang
otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Berfungsi dalam
hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b. Diencephallon
Merupakan bagian otak yang terletak dibagian atas dari batang otak
dan di depan mesencephalon. Terdiri dari:
1) Thalamus
Yang terletak diantara korteks otak besar dan otak tengah yang
berfungsi untuk menyampaikan impuls/sinyal motorik menuju korteks
otak besar dan medulla spinalis.
2) Hipotalamus
Adalah bagian otak yang terdiri dari sejumlah nucleus dengan
berbagai fungsi yang sangat peka terhadap steroid, glukokortikoid,
glukosa dan suhu. Hipotalamus merupakan pusat control autonom.
Salah satu fungsi yang penting adalah karena terhubung dengan sistem
syaraf dan kelenjar hipofisis yang merupakan salah satu homeostatis
sistem endokrin yaitu fungsi neuron endokrin yang berpengaruh
terhadap sistem syaraf otonom sehingga dapat menjaga homeostatis
tekanan darah, denyut jantung, suhu tubuh, perilaku konsumsi dan
emosi. Hipotalamus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem limfatik, dan merupakan konektor sinyal dari berbagai bagian
otak menuju kortek otak besar. Akson dari berbagai sistem indera
berakhir pada hipotalamus (kecuali sistem olfaction) sebelum
informasi tersebut diteruskan menuju korteks otak besar. Hipotalamus
berfungsi juga mengirim sinyal menuju kelenjar adrenal yaitu
epinerphrine dan norepinephrine yang mensekresikan Anti diuretic
Hormon (ADH), Oksitosin, dan Regulatori Hormon.
4. Medulla Oblongata
Adalah titik awal syaraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju
badan bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Berfungsi untuk
menghantarkan impuls dari medulla spinalis menuju otak. Medulla Oblongata
mempengaruhi reflek fisiologis, seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan

9
kecepatan respirasi, fungsi pencernaan. Selain itu juga mengatur gerak reflek lain
seperti bersin, batuk, dan berkedip.

5. Pons
Kata pons berasal dari bahasa latin yang berarti jembatan. Adalah bagian
otak yang berupa serabut syaraf yang menghubungkan dua belahan otak kecil
(kiri dan kanan). Pons juga menghubungkan korteks otak dan medulla.
Pons disebut juga Pons Varoli/Jembatan Varol. Sebagai bagian dari
batang otak, pons juga mempengaruhi beberapa fungsi otomatis organ vital tubuh
salah satunya mengatur intensitas dan frekuensi pernapasan.

2.3. Etiologi
Kejang dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial.

1. Intrakranial
a. Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikel.
b. Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis.
c. Congenital: disgenesis, kelainan serebri.
2. Ekstrakranial
a. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan
elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
b. Toksik: intoksikasi, anestest local, sindroma putus obat.
c. Congenital: gangguan metabolism asam basa atau ketergantungan dan kekurangan
piridoksin.

2.4. Manifestasi Klinis


Adapun tanda gejala yang ditemukan yaitu:

1. Serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral.


2. Mata terbalik ke atas.
3. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
4. Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang dari 8% berlangsung
lebih dari 15 menit.

10
5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
6. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd).
7. Suhu 38oC atau lebih.

2.5. Patofisiologi
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi
singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang
yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran
darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada
daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi matang di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan,
karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis
di otak hingga terjadi epilepsi.

11
2.6. Pathway

2.7. Penatalaksanaan Keperawatan


Pada tata laksana kejang demam (Da’iya, 2011), ada 3 hal yang perlu di
kerjakan:

1. Pengobatan fase akut

Penanganan pada fase akut kejang demam antara lain:

a. Pertahankan jalan napas.


b. Lindungi anak dari trauma/cidera.
c. Posisikan anak tidur setengah duduk.
d. Longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu.

2. Mencari dan mengobati penyebab demam

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan


kemungkinan meningitis, pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas
indikasi untuk mencari penyebab.

12
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pencegahan berulang kejang demam perlu dilakukan karena bila sering


berulang dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada dua cara
pengobatan profilaksi:

a. Profilaksi intermitten pada waktu demam.


b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari.

Diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan


berat badan < 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan > 10 kg,
setiap pasien menunjukkan suhu 38,5oC atau lebih. Diazepam dapat pula
diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
pada waktu pasien demam.

Untuk profilaksis terus menerus/jangka panjang dapat dengan


pemberian obat rumat. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam
menunjukkan ciri sebagai berikut:

a. Kejang lama > 15 menit.


b. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cereberal palsy, retardasi mental,
Hidrosefalus.
c. Kejang fokal.
d. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
1) Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
2) Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
3) Kejang demam > 4 kali per tahun.

Obat pilihan adalah asam valproate adalah 15-40 mg/kgBB/hari. Untuk


fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan selama
1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

13
2.8. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit, dan
glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang
berarti.
2. Indikasi lumbal fungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal fungsi pada pasien dengan
kejang demam meliputi:
a. Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal fungsi karena gejala meningitis
sering tidak jelas.
b. Bayi antara 12 bulan – 1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal fungsi
kecuali pasti bukan meningitis.
3. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas.
4. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan/atau MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa
kelainan neurologis karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal. CT-
scan atau MRI direkomendasikan untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi organik
di otak.
2.9. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal


lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua,
pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua. Wong (2011), mengatakan
kebanyakan serangan kejang demam terjadi setelah usia 6 bulan dan
biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada
anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38oC, pasien


mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang
demam kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran.

2) Riwayat penyakit sekarang

14
Orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa
panas, nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang
biasanya tergantung pada jenis kejang demam yang dialami
anak.

c. Riwayat perkembangan anak


Pada pasien dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan
keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak serta mengalami
kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
d. Riwayat imunisasi
Anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit
infeksi atau virus seperti virus influenza.
e. Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena
mual dan muntahnya.
f. Pengetahuan keluarga
Pemahaman penyakit dan perawatan.

g. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum biasanya anak rewel.

2) TTV

a) Suhu: >38oC

b) Respirasi:

 Pada usia 2- < 12 bulan, biasanya > 49 kali/menit.


 Pada usia 12 bulan- < 5 tahun, biasanya >40 kali/menit.

3) Nadi: >100 x/menit.

4) BB

Pada anak dengan kejang demam tidak terjadi


penurunan berat badan yang berarti.

5) Kepala

15
Tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak.

6) Mata

Biasanya simetris kiri-kanan, sklera tidak ikterik, konjungtiva


anemis.
7) Mulut dan lidah
Mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak
kotor.
8) Telinga
Bentuk simetris kiri-kanan, keluar cairan, terjadi
gangguan pendengaran yang bersifat sementara, nyeri tekan
mastoid.
9) Hidung
Penciuman baik, ada pernafasan cuping hidung, bentuk
simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.
10) Leher
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening.
11) Dada
a) Thoraks
 Inspeksi: gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot
bantu pernapasan.
 Palpasi: vremitus kiri kanan sama.
 Auskultasi: ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi.
12) Jantung
Terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
a) Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat.
b) Palpasi: Ictus cordis di SIC V teraba.
c) Perkusi: batas kiri jantung, SIC II kiri di linea parastrenalis kiri
(pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea
midclavicularis kiri. Batas bawah kanan jantung disekitar ruang
intercostalis III-IV kanan, dilinea parasternalis kanan, batas
atasnya di ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
d) Auskultasi: BJ II lebih rendah dari BJ I.
13) Abdomen

16
Lemas dan datar, kembung.
14) Anus
Tidak terjadi kelainan pada genetalia anak.
15) Ekstremitas
a) Atas: Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik,
akral dingin.
b) Bawah: Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik,
akral dingin.

h. Aktivitas kejang

Meliputi karakteristik kejang, lama kejang, dan frekuensi kejang.

i. Penilaian tingkat kesadaran

1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar


sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.

2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan


dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13-12.

3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),


memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai
GCS: 11-10.

4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon


psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9-7.

5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6-4.

6) Coma (Comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon


terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai
GCS: < 3.

17
j. Penilaian kekuatan otot

Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit < 45, tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu melawan 4
tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
sirkulasi otak.

b. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.

c. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi.

d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

3. Rencana Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
sirkulasi otak.

1) Tujuan

a) Kesadaran dari 3 (cukup terganggu) menjadi 5 (tidak


terganggu.

b) Tekanan intrakranial dari 2 (banyak terganggu) menjadi 5


(tidak terganggu).

c) Pola bernafas dari 2 (banyak terganggu) menjadi 5 (tidak


terganggu).

18
d) Aktivitas kejang dari 3 (sedang) menjadi 5 (tidak ada).

2) Intervensi

a) Pertahankan kepatenan jalan nafas.

b) Berikan oksigen tambahan sesuai yang diperintahkan.

c) Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan


pusing dan pingsan.

d) Monitor tanda-tanda vital.

e) Monitor TIK dan CPP.

f) Kurangi stimulus dalam lingkungan pasien.

g) Berikan anti kejang, sesuai kebutuhan.

b. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

1) Tujuan

a) Tingkat pernafasan dari 1 (sangat terganggu) menjadi 4


(sedikit terganggu).

b) Hipertermi dari 1 (berat) menjadi 4 (ringan).

c) Sakit kepala dari 2 (banyak menganggu) menjadi 5 (tidak


terganggu).

2) Intervensi

a) Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya.

b) Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan


cairan yang tak dirasakan.

c) Dorong konsumsi cairan.

d) Beri obat atau cairan IV (antipiretik, agen anti bakteri dan


agen anti menggigil).

e) Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan, tergantung


pada fase demam (memberikan selimut hangat untuk fase

19
dingin, menyediakan pakaian atau linen tempat tidur ringan
untuk demam dan fase bergejolak/flush).

f) Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas.

g) Pantau komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan


demam serta tanda dan gejala kondisi penyebab demam
(kejang, penurunan tingkat kesadaran, dll).

c. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi

1) Tujuan

a) Mampu menjelaskan cara mencegah injury dari 1 (berat) ke


4 (Ringan).

b) Mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang ada dari 1


(sangat terganggu) ke 4 (sedikit terganggu).

c) Mampu mengenali perubahan status kesehatan dari 1 (sangat


terganggu) ke 4 (sedikit terganggu).

d) Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury


dari 1 (berat) ke 4 (ringan).

2) Intervensi

a) Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien.

b) Singkirkan benda-benda berbahaya dari lingkungan.

c) Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan


nyaman.

d) Longgarkan pakaian.

e) Balikkan badan pasien ke satu sisi.

f) Pandu gerakan klien.

g) Monitor arah kepala dan mata selama kejang.

h) Tetap di sisi klien selama kejang.

i) Catat karakteristik kejang.

20
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

1) Tujuan

a) Faktor resiko dari 1 (tidak ada pengetahuan) menjadi 4


(pengetahuan banyak).

b) Tanda dan gejala penyakit dari 2 (pengetahuan terbatas)


menjadi 4 (pengetahuan banyak).

c) Proses perjalanan penyakit biasanya dari 1 (tidak ada


pengetahuan) menjadi 4 (pengetahuan banyak).

d) Tanda dan gejala komplikasi penyakit dari 1 (tidak ada


pengetahuan) menjadi 4 (banyak pengetahuan).

e) Manfaat manajemen penyakit dari 1 (tidak ada pengetahuan)


menjadi 4 (banyak pengetahuan).

2) Intervensi

a) Kaji tingkat pengetahuan dengan proses penyakit yang


spesifik.

b) Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hubungannya


dengan anatomi fisiologi, sesuai kebutuhan.

c) Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit sesuai


kebutuhan.

d) Jelaskan mengenai proses penyakit, sesuai kebutuhan.

e) Jelaskan komplikasi kronik yang mungkin ada, sesuai


kebutuhan.

f) Edukasi mengenai tanda gejala yang harus dilaporkan kepada


petugas kesehatan.

g) Jelaskan alasan dibalik terapi yang direkomendasikan.

21
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan merupakan penjelasan dan perwujudan dari tindakan
meliputi berbagai bagian yaitu validasi, rencana keperawatan, pemberian
asuhan keperawatan dan pengumpulan data.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan
dari masalah kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya.

22
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering terjadi pada
anak dibawah umur 5 tahun. Perlu diwaspadai karena kejang yang lama (lebih dari 15
menit) dapat menyebabkan kematian, kerusakan saraf otak sehingga menjadi epilepsi,
kelumpuhan bahkan retardasi mental. Demam, umur, genetik, riwayat prenatal dan
perinatal dapat memicu terjadinya kejang demam.

Klasifikasi kejang demam ada dua, yaitu kejang demam sederhana yang
berlangsung secara singkat kurang 15 menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Sedangkan kejang demam kompleks merupakan kejang yang berlangsung lebih dari
15 menit dan dapat berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang demam adalah
respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang cepat yang mengurangi
mekanisme menghambat aksi potensial dan meningkatkan transmisi sinaps
eksitatorik. Tanda gejala yang mungkin muncul seperti peningkatan suhu tubuh
mendadak hingga > 38oC pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu
laboratorium darah, urinalisis, fungsi lumbal, radiologi, EEG dan penatalaksanaan
medis berupa mencari dan mengobati demam terlebih dahulu dan memberikan
pengobatan profilaksis terhadap kejang yang berulang.

Selanjutnya untuk asuhan keperawatana perlu dilakukan dengan melakukan


proses keperawatan dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Pengkajian yang dilakukan merupakan pengkajian secara komprehensif. Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan peningkatan sirkulasi otak, hipertermia berhubungan dengan

23
peningkatan laju metabolisme, resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi,
dan kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

3.2. Saran
Bagi mahasiswa diharapkan dapat makin memperbanyak pengetahuan dari
berbagai referensi tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan kejang demam.

BAB IV

LAMPIRAN

4.1. Daftar Istilah-istilah


1. Subarachnoid : ruang antara otak dan jaringan yang menutupi otak.

2. Disgenesis : ketaksuburan hibrid sebagai hasil persilangan antara hibrid-

hibrid yang subur dengan salah satu tetuanya.

3. Intoksikasi : penyakit yang disebabkan karena tertelannya toksin dalam

makanan yang sebelumnya diproduksi oleh mikroba dalam

makanan.

4. Profilaksis : ilmu dan seni yang dilakukan untuk mencegah penyakit,

memperpanjang hidup, dan mempromosikan kesehatan fisik

dan mental.

5. Intermitten : yang terjadi antara sebentar/berselang-seling.

6. Antikonvulsan : obat untuk mencegah atau mengatasi kejang atau epilepsi.

7. Cerebral palsy : kelainan saraf yang terjadi akibat malformasi atau cedera pada

jaringan otak saat anak mengalami masa perkembangan.

8. Fenobarbital : antikonvulsan turunan barbiturat yang efektif dalam

mengatasi epilepsi.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Andretty Rezy P. (2015). Hubungan Riwayat Kejang Demam Dengan Angka


Kejadian epilepsi di Dr. Moewardi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Candra, T. (2019). Kejang Demam. Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
3. Da’iya. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Anak D Dengan Diagnosa Medis Kejang
Demam Di Ruang Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya. Universitas Muhammadiyah
Surabaya.
4. Rahayu, S. (2015). Model Pendidikan Kesehatan Dalam Meningkatkan Pengetahuan
Tentang Pengelolaan Kejang Demam Pada Ibu Balita Di Posyandu Balita. Politeknik
Kesehatan Surakarta.
5. Riandita, A. (2012). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Demam
Dengan Pengelolaan Demam Pada Anak. Media Medika Muda.

25

Anda mungkin juga menyukai