Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan
Anak dengan judul “ Asuhan Keperawatan Kejang Pada Anak“
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Gorontalo, Februari 2020

Penyusun

i
Daftar isi
Kata Pengantar.................................................................................................. i
Daftar isi .......................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan......................................................................................................... 2
Bab II Pembahasan .......................................................................................... 3
2.1 Konsep Medis............................................................................................. 3
2.2 Konsep Keperawatan.................................................................................. 10
Bab III Penutup................................................................................................. 20
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 20
3.2 Saran........................................................................................................... 20
Daftar Pustaka......................................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering
ditemukan pada anak, hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun.
Para peneliti telah membuat berbagai kesimpulan, bahwa bangkitan kejang
demam berhubungan dengan usia, tingkatan suhu serta kecepatan peningkatan
suhu, termasuk faktor hereditas juga memiliki peran terhadap bangkitan kejang
demam dimana pada anggota keluarga penderita memiliki peluang untuk
mengalami kejang lebih banyak dibandingkan dengan anak normal. Kejadian
kejang demam terjadi pada 2%-4% anak-anak, dengan insiden puncak pada usia 2
tahun, 30% kasus kejang demam akan terjadi kembali pada penyakit demam
berikutnya, prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka
kematian mencapai 0,64%-0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam
sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsy sebanyak 2-7%.
Kejang demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan
intelegensi dan pencapaian tingkat akademik, 4% penderita kejang demam secara
bermakna mengalami tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi. 2 Kejang
demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan–5 tahun. Kejadian kejang
demam di amerika serikat, amerika selatan, dan eropa barat diperkirakan 2-4%.
Dalam 25 tahun terakhir terjadinya kejang demam lebih sering terjadi pada saat
anak berusia ± 2 tahun (17-23 bulan). Di Indonesia dilaporkan angka kejadian
kejang demam 3-4% dari anak yang berusia 6 bulan–5 pada tahun 2012-2013. Di
provinsi Jawa Tengah mencapai 2-3% dari anak yang berusia 6 bulan–5 tahun
pada tahun 2012- 2013.
Berdasarkan data yang ada diruang mawar RSUD Banyudono, pada 2014 di
bulan november dan desember terdapat 7 kasus kejang demam dan ditahun 2015
selama 5 bulan terakhir terdapat 18 kasus kejang demam. Dari kejadian itu dapat
dilihat adanya peningkatan kejang demam dalam 1 tahun terakhir. (Rasyad, 2016)

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep medis penyakit kejang pada anak?
1.2.2 Bagaimana dampak kejang terhadap pemenuhan kebutuhan dasar
manusia dalam konteks keluarga?
1.2.3 Bagaimana konsep keperawatan penyakit kejang pada anak?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mahasiswa dapat mengetahui konsep medis penyakit kejang pada anak
1.3.2 Mahasiswa dapat mengetahui dampak terhadap pemenuhan kebutuhan
dasar manusia dalam konteks keluarga
1.3.3 Mahasiswa dapat mengetahui konsep keperawatan penyakit kejang pada
anak

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Medis
2.1.1 Definisi
Kejang demam merupakan gangguan neurologis akut yang paling umum
terjadi pada bayi dan anak-anak disebabkan tanpa adanya infeksi sistem saraf
pusat. Kejang demam terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun dan jarang sekali
terjadi untuk pertama kalinya pada usia 3 tahun. Kejang demam dapat terjadi bila
suhu tubuh diatas 38oC dan suhu yang tinggi dapat menimbulkan serangan
kejang ( (Sudarto, 2018).
Kejang demam adalah perubahan aktifitas motorik dan behaviour yang
bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik
abnormal diotak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (Widagdo, 2011).

2.1.2 Etiologi
Penyebab kejang demam hingga saat ini belum diketahui dengan pasti.
Kejang demam tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, dikarenakan pada suhu
yang tidak terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kejang. Kondisi yang dapat
menyebabkan kejang demam diantaranya adalah infeksi yang mengenai jaringan
ekstrakranial seperti otitis media akut, bronkitis dan tonsilitis Sedangkan Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan bahwa penyebab terjadinya kejang
demam antara lain obat-obatan, ketidak seimbangan kimiawi seperti
hiperkalemia, hipoglikemia, asidosis, demam, patologis otak dan eklamsia (ibu
yang mengalami hipertensi prenatal, toksimea gravidarum). Selain penyebab
kejang demam menurut data profil kesehatan Indonesia yaitu didapatkan 10
penyakit yang sering rawat inap di Rumah Sakit diantaranya 11 adalah diare dan
penyakit gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu, demam berdarah dengue,
demam tifoid dan paratifoid, penyulit kehamilan, dispepsia, hipertensi esensial,

3
cidera intrakranial, indeksi saluran pernafasan atas dan pneumonia. Kejang pada
neonatus dan anak bukanlah suatu penyakit, namun merupakan suatu gejala
penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang atau adanya kelainan
susunan saraf pusat. Penyebab utama kejang adalah kelainan bawaan di otak
sedangkan penyebab sekundernya adalah gangguan metabolik atau penyakit lain
seperti penyakit infeksi. Negara berkembang, kejang pada neonatus dan anak
sering disebabkan oleh tetanus neonatus, sepsis, meningitis, ensefalitis,
perdarahan otak dan cacat bawaan. Penyebab kejang pada neontaus, baik primer
maupun sekunder umumnya berkaitan erat dengan kondisi bayi didalam
kandungan dan saat proses persalinan serta masamasa bayi baru lahir. Menurut
penelitian yang dilakukan diIran, penyebab kejang demam dikarena infeksi virus
dan bakteri (Dewi, 2014)
2.1.3 Manifestasi Klinis
Kejang Demam Ngastiyah (2014), menyebutkan bahwa kejang pada anak
dapat terjadi bangkitan kejang dengan suhu tubuh mengalami peningkatan yang
cepat dan disebabkan karena infeksi di luar susunan saraf pusat seperti otitis
media akut, bronkitis, tonsilitis dan furunkulosis. Kejang demam biasanya juga
terjadi dalam waktu 24 jam pertama pada saat demam dan berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, tonik dan fokal atau
akinetik. Pada umumnya kejang demam dapat berhenti sendiri dan pada saat
berhenti, anak tidak dapat memberikan reaksi apapun untuk sejenak tetapi 12
setelah beberapa detik atau bahkan menit kemudian anak akan sadar kembali
tanpa adanya kelainan saraf. (Ngastiyah, 2014).
2.1.4 Faktor Resiko
a) Resiko kekambuhan kejang demam merupakan kejang demam yang terjadi
kedua kalinya sebanyak setengah dari pasien tersebut. Usia pada saat
kejang demam pertama merupakan faktor resiko yang paling penting dalam
kekambuhan ini, karena semakin muda usia pada saat kejang demam
pertama, semakin tinggi resiko keambuhan terjadi dan sebagai

4
perbandingan, sebanyak 20% yang memiliki kekambuhan kejang demam
pertama adalah usia tua lebih dari 3 tahun (Gupta, 2016)
b) Status demam epileptikus adalah kejang demam yaang memiliki durasi
lebih dari 30 menit dan merupakan bentuk paling parah dan berpotensi
mengancam nyawa dengan konsekuensi jangka panjang dan bersifat gawat
darurat. Anak dengan kejang demam pertama memiliki potensi status
demam epileptikus dimana dikaitkan dengan usia yang lebih muda dan
suhu tubuh lebih rendah serta durasi yang lebih lama (Gupta, 2016)
c) Faktor genetik atau keturunan misalnya pada orang tua dengan riwayat
kejang demam (pada masa kanak-kanak), saudara kandung dengan riwayat
kejang demam dan orang tua dengan riwayat epilepsi tanpa demam
(Handy, 2016)
2.1.5 Patofisiologis
Infeksi yang terjadi di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang di
hasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon
oleh hipotalamus dengan menaikan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai
tanda tubuh mengalami bahaya secara sistematik. Naiknya pengaturan suhu
dihipotalamus akan merangsang kenaikan suhu tubuh di bagian yang lain.seperti
otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu di
hipotalamus, otot ,kulit dan jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran
mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia
ini dapat merangsang peningktan potensial aksi pada neuron. Peningkatan
potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan
cepat dari luar sel menuju kedalam sel. Peristiwa inilah yang di duga dapat
menaikan fase deplasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang (Arifin,
2017)

5
Pathway

infeksi toksik dari mikroorganisme toksik menyebar ke seluruh tubuh


melalui hematogen dan limfogen

Penyebaran toksik direspon oleh


Perubahan suplay darah
hipotalamus
ke otok
Kesadaran menurun Peningkatan suhu tubuh oleh
Risiko kerusakan sel
pengatur hipotalamus
neuron ke otak

Dx. Resiko cedera Hipertermi


Dx. Resiko perfusi
serebral tidak
Pelepasan mediator kimia seperti
prostaglandin dan epinefrin

Merangsang perpindahan ion natrium


dan ion kalium dari luar kedalam sel
dengan cepat

kejang

6
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi kejang demam yaitu:
a) Pneumonia
b) Asfiksia
c) Retardasi mental
d) Cedera fisik, khususnya laterasi dan dagu (Sudarto, 2018)
2.1.7 Penatalaksanaan
(Ngastiyah, 2014) menjelaskan bahwa terdapat 4 faktor untuk menangani
kejang demam diantaranya adalah pemberantasan kejang secepat mungkin,
pengobatan penunjang, memberikan pengobatan rumat serta mencari dan
mengobati penyebab.
1) Memberantas kejang secepat mungkin Pada saat pasien datang dalam
keadaan kejang lebih dari 30 menit maka diberikan obat diazepam secara
intravena karena obat ini memiliki keampuhan sekitar 80-90% untuk
mengatasi kejang demam. Efek terapeutinya sangat cepat yaitu kira-kira 30
detik dampai 5 menit. Jika kejang tidak berhenti makan diberikan dengan
dosis fenobarbital. Efek samping obat diazepam ini adalah mengantuk,
hipotensi, penekanan pusat pernapasan, laringospasme dan henti jantung.
2) Pengobatan penunjang yaitu dengan melepas pakaian ketat yang digunakan
pasien, kepala pasien sebaiknya dimiringkan untuk mencegah aspirasi isi
lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen dan bila perlu dilakukan inkubasi atau trakeostomi serta
penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi
jantung diawasi secara ketat. Berikut tindakan pada saat kejang : (1)
baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan
sudip lidih yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik; (2)
singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien dan lepaskan pakaian
yang mengganggu pernapasan seperti ikat pinggang dan gurita. (3) bila suhu
tinggi berikan kompres secara intensif. (setelah pasien bangun dan sadar

7
berikan minum hangat ) isap lendir sampai bersih, berikan oksigen boleh
sampai 4L/menit dan jika pasien upnea lakukan tindakan pertolongan.
3) Pengobatan rumat, pada saat kejang demam telah diobati kemudian
diberikan pengobatan rumat. Mekanisme kerja diazepam sangat singkat,
yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah di suntik. Oleh karena itu harus
diberikan obat antiepileptik dengan daya kerja lebih lama misalnya
fenobarbital atau defenilhidantoin. Fenobarbital diberikan langsung setalh
kejang berhenti dengan diazepam. Lanjutan pengobatan rumat tergantung
dari pada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi menjadi dua bagiam yaitu
profilaksis intermiten dan profilaksis jangka panjang.
4) Mencari dan mengobati penyebab. Etiologi dari kejang demam sederhana
maupun epilepsi biasanya disebabkan oleh infeksi pernapasan bagian atas
serta otitis media akut. Cara untuk penanganan penyakit ini adalah dengan
20 pemberian obat antibiotik dan pada pasien kejang demam yang baru
datang untuk pertama kalinya dilakukan pengambilan pungsi lumbal yang
bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan terdapat infeksi didalam otak
seperti penyakit meningitis.
2.1.8 Dampak kejang terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia
dalam konteks keluarga
Pada klien dengan kejang mengalami beberapa gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar, antara lain
1) Kebutuhan Oksigen
Dengan adanya peradangan pada bronchus, maka pertukaran
oksigen antara udara bebas dan udara paru-paru kurang efektif yang
disebabkan oleh adanya akumulasi sekret.
2) Pemenuhan Nutrisi
Kejang demam dapat mengakibatkan keadaan malnutrisi yang
berlangsung lama jika peningkatan kebutuhan kalori tidak dipenuhi
karena terjadi gangguan pada proses ingesti.

8
3) Hipertermi
Meningkatkan aktivitas seluler merangsang sel-sel seperti monosit,
netrolit dan makrofage melepaskan zat pirogen dan endogen.Impuls
disampaikan ke hipothalamus bagian thermoregulator, sehingga
menimbulkan suhu tubuh meningkat.
4) Cairan dan Elektrolit
Dengan adanya peradangan, maka metabolisme tubuh akan
meningkat. Dengan meningkatnya metabolisme tubuh, bagi anak
merupakan salah satu faktor untuk mendukung terjadinya kekurangan
cairan dan elektrolit tubuh.Hal ini dapat diperberat oleh adanya demam
sehingga dapat menimbulkan dehidrasi.
5) Aktivitas
Tidak terbentuknya Aglutinase Protein (ATP) didalam mitokondria
akibat penurunan perfusi oksigen ke sel akan menimbulkan kelemahan
(weakness) dan kelelahan (fatique). Hal ini karena ATP merupakan
bahan dasar untuk melakukan aktivitas.
6) Psikologis
Apabila keluarga tidak mengetahui tentang penyakit dan prognosis
penyakit, maka akan meningkatkan kecemasan pada keluarga.

9
2.2 Konsep Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama ,
pendidikan, pekerjaan alamat.
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini) : Kejang
2) Riwayat kesehatan sekarang : Klien tampak pucat, klien terlihat
lemah setelah kejang, terlihat sesak nafas
b. Satus Kesehatan Masa Lalu
1) Penyakit yang pernah dialami : sebelum di bawah ke rumah
sakit klien kejang 2 kali selama kurang dari 5 menit setiap kejang
2) Pernah dirawat : klien belum pernah di rawat di
rumah sakit
c. Riwayat Penyakit Keluarga : keluarga tidak ada yang
menderita penyakit seperti klien
d. Diagnosa Medis dan therapy : Kejang
3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Pola Nutrisi-Metabolik
1) Sebelum sakit : Makan 3 kali dalam sehari
2) Saat sakit : sudah tidak ada nafsu makan
b. Pola Eliminasi
1) BAB
- Sebelum sakit : 1 sampai 3 kali sehari
- Saat sakit : Lebih dari 3 kali dalam sehari
2) BAK
- Sebelum sakit : 5 samapai 10 kali dalam sehari
- Saat sakit : Lebih dari 10 kali dalam sehari
c. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas :

10
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan 
minum
Mandi 

Toileting 

Berpakaian 

Berpindah 

0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total
2) Latihan
- Sebelum sakit : Aktif Beraktivitas
- Saat sakit : Lebih pasif dan lebih sering ingin di gendong
d. Pola kognitif dan Persepsi :
- Sebelum sakit : ibu anak kurang mengetahui tentang penyebab
penyakit yang di deritanya
- Saat sakit : ibu menanyakan penyebab penyakit anaknya
kepada perawat
e. Pola Persepsi-Konsep diri : Tidak terkaji
f. Pola Tidur dan Istirahat
- Sebelum sakit : 11 jam dalam sehari
- Saat sakit : 8 jam sehari
g. Pola Peran-Hubungan : klien mempunyai hubungan yang baik
dengan keluarganya
h. Pola Seksual-Reproduksi

11
1. Sebelum sakit : klien seorang anak laki-laki venis dan srotum
normal dan belum menikah
2. Sebelum sakit : klien seorang anak laki-laki venis dan srotum
normal dan belum menikah
i. Pola Toleransi Stress-Koping : keluarga klien selalu memeriksakan
keadaan klien ke dokter
j. Pola Nilai-Kepercayaan : keluarga klien mempunyai keyakinan
bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya dan allah akan memberikan
kesembuhan
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital :
TB/BB : 78 CM / 19 KG
HR : 100 X/Menit
RR : 31 X/Menit
Suhu : 36℃
N : 110 X/Menit
TD : 90-100 mmHg
b. Keadaan fisik
1) Kepala
Inspeksi : kepala simetris, tidak ada lesi, warna rambut hitam,
kepala mescolhepal, sutura belum menutup sempurna
Palpasi : tidak adanya pembengkakan / penonjolan, dan tektu
tektur rambut lebat
2) Mata :
Inspeksi : warna konjungtiva pink dan scelara berwarna putih,
konjungtiva anemis (-). Isokhor, pupil 3 mm, slera anikterik
3) Telinga :
Inspeksi : tidak menggunakan alat bantu penengaran, posisi
simestris, jumlah 2, bersih tidak ada serumen
Palpasi : tidak ada nyeri tekan

12
4) Hidung :
Inspeksi : hidung semestris, hidung eksternal warna sama dengan
warna kulit lain, tidak aada polip, tidak ada pendarahan, dan tidak
ada secret
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
5) Mulut :
Inspeksi palpasi struktur luar : warna mukosa dan bibir kebiruan,
tidak ada lesi dan stomatis, adanya sianosis
Inspeksi palpasi struktur dalam : gigi belum lengkap, tidak ada
pendarahan/radang gusi, lida simestris, warna pink, tidak ada
infeksi
6) Leher :
Inspeksi : warna sama dengan kulit lain, bentuk simestris, tidak
ada pembesaran kelenjar gondok
Inspeksi dan palpasi kelenjar tiroid : tidak ada nyeri, tidak ada
pembesaran, kelenjar tiroid dan kelenjar linfe
Auskultasi : bising pembuluh darah
7) Thorak
Paru-paru
a) Inspeksi : Simestris, tidak terlihat tarikan dinding dalam
kedalam
b) Palpasi : Vokal fremitus kanan-kiri sama
c) Perkusi : Sonor
d) Auskultasi : Bunyi paru normal (vesikuler)
Jantung
a) Inspeksi : Ictus cordis tidak tamapak

13
b) Palpasi : teraba ictus cordis di SIC V-VI
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : Terdengar bunyi S1 dan S2
Abdomen
a) Inspeksi : Simestris, warna kulit sama dengan yang lain,
tidak ada lesi, tidak ada distensi
b) Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua
kuadran (bagian difragma dari stetoskop) terdengar setiap
13x/menit
c) Perkusi semua kuadran : tidak ada nyeri tekan
d) Palpasi suara kuadran : cubitan perut kembali cepat 2 detik
8) Genetalia
Tidak terpasang kateter, bersih tidak sianosis
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Diagnostik
Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Eritrosit
Diffferent count
MCV
MCH
MCHC

14
2.2.2 Diagnosa
1. Resiko Cedera (D.0136)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
2. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efekti (D.0017)
Kategori : Fisiologi
Subkategori : Sirkulasi

15
2.2.3 Intervensi
SDKI SLKI SIKI Rasional
1. Resiko Cedera (D.0136) Tingkat Cedera Pencegahan Cedera Tindakan
Kategori : Lingkungan.
(L.14136) (I.14537) Observasi
Subkategori : Keamanan dan
Proteksi Definisi Definisi 1. Untuk mengetahui area
Definisi
Keparahan dari cedera Mengidentifikasi dan lingkungan sekitar yang
Beresiko mengalami
bahaya atau kerusakan fisik yang diamati atau menurunkan risiko bisa menyebabkan
yang menyebabkan seseorang
dilaporkan . mengalami bahaya atau terjadinya cedera
tidak lagi sepenuhnya sehat
atau dalam kondisi baik. Setelah kerusakan fisik. 2. Untuk mengetahui obat
Faktor Resiko
dilakukan tindakan Tindakan yang bisa menyebabkan
Eksternal
keperawatan Observasi cedera
1. Terpapar pathogen
selama 3x24 jam 1. Identifikasi area
2. Terpapar zat kimia toksis Terapeutik
3. Terpapar agen nosokomial masalah resiko lingkungan yang
4. Ketidakamanan 1. Untuk mencegah
cedera diharapkan berpotensi menyebabkan
transportasi terjadinya cedera
menurun dengan kriteria cedera
Internal terutama pada anak
hasil : 2. Identifikasi obat yang
1. Ketidaknormalan profil 2. Pada pasien anak tentu di
darah 1. Kejadian cedera berpotensi menyebabkan
dampingan keluarga,
2. Perubahan orientasi Menurun cedera
afektif maka dari itu perawat
dapat mendiskusikan

16
3. Perubahan sensasi 2. Luka/lecet Terapeutik kondis kesehatan anak
4. Disfungsi autoimun
Ketegangan otot menurun 1. Pertahankan posisi kepada keluarga
5. Disfungsi biokimia
6. Hipoksia jaringan tempat tidur di posisi 3. Untuk memantau adanya
7. Kegagalan mekanisme
terendah saat digunakan perubahan mengenai
pertahanan tubuh
8. Malnutrisi 2. Diskusikan bersama kondisi dari pasien
9. Perubahan fungsi
anggota keluarga yang tersebut
psikomotor
10. Perubahan fungsi dapat mendampingi
kongnitif Edukasi
pasien
Untuk mencegah terjadinya
3. Tingkatkan frekuensi resiko jatuh
observasi dan
pengawasanpasien,
sesuai kebutuhan

Edukasi
Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien
dan keluarga
2. Resiko Perfusi Serebral Perfusi serebral Manajemen peningkatan Manajemen peningkatan
Tidak Efekti (D.0017) teikanan intrakranial teikanan intrakranial
(L.02014)
Kategori : Fisiologi (I.06194) Observasi
Subkategori : Sirkulasi Setelah Definisi Tekanan intrakarnial adalah
Definisi dilakukan tindakan Mengidentifikasi dan tekanan yang dihasilkan dari
Beresiko mengalami Keperawatan mengelola peningkatan kombinasi volume 3

17
penurunan sirkulasi darah ke selama 3 x 24 jam tekanan dalam rongga komponen. Yaitu volume
otak Masalah Risiko kranial. jaringan otak, volume darah
Faktor Resiko Infeksi teratasi Observasi intrakranial, dan cairan
1. Keabnormalan masa dengan Kriteria 1. Identifikasi penyebab serebrospinal.
protrombin dan/masa Hasil : peningkatan TIK (mis, lesi,
tromboplastin parsial 1. Tingkat kesadaran gangguan metabolisme, Terapeutik
2. Penurunan kinerja cukup meningkat edema serebral) Lingkungan dapat
ventrikel kiri dari skala 1 2. Monitor tanda gejala menstimulus adanya nyeri,
3. Aterosklerosis aorta (Menurun) menjadi peningkatan TIK (mis, stres dan kecemasan pada
4. Diseksi arteri skala 4 (cukup tekanan darah meningkat, pasien yang dapat
5. Fibrilasi atrium meningkat) tekanan nadi melebar, meningkatkan
6. Tumor otak 2. Tekanan brakirkadia, pola nafas metabolismeserebral dan
7. Stenosis karotis intrakarnila cukup ireguler, kesadaran menurun) aliran darahyang dapat
8. Miksoma atrium menurun dari skala Terapeutik meningkatkan TIK
9. Aneurisma serebri 1 (meningkat) 1. Minimalkan stimulus
10. Koagulopati (mis anemia menjadi skala 4 dengan menyediakan Kolaborasi
sel sabit) (cukup menurun) lingkungan yang tenang Nyeri, kecemasan, dan agitasi
11. Dilatasi kardiomiopati 3. Sakit kepala cukup Kolaborasi dapat meningkatkan
12. Koagulasi intra vaskuler menurun dari skala 1. Kolaborasi pemberian kebutuhan metabolisme otak,
13. Embolisme 1 (meningkat) sedasi dan anti konvulsan, aliran darah otak dan tekanan
14. Cedera kepala menjadi skala 4 jika perlu intrakranial. Oleh karena itu
15. Hiperkolesteronemia (cukup menurun) sedasi yang tepat diperlukan
16. Hipertensi Gelisah menurun dari supaya tidak memperberat
17. Endokarditis inefektif skala 2 (cukup meningkat) TIK.
18. Katup prostetik mekanis menjadi skala 5 (menurun)
19. Stenosis mitral
20. Neoplasma otak
21. Infark miokard akut
22. Sindrom sick sinus

18
23. Penyalahgunaan zat
24. Terapi tombolitik Efek
samping tindakan (mis.
Tindakan operasi bypass)

19
BAB III
Penutup
3.1.1 Simpulan
Kejang demam merupakan gangguan neurologis akut yang paling umum
terjadi pada bayi dan anak-anak disebabkan tanpa adanya infeksi sistem saraf
pusat. Kejang demam terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun dan jarang sekali
terjadi untuk pertama kalinya pada usia 3 tahun. Kejang demam dapat terjadi bila
suhu tubuh diatas 38oC dan suhu yang tinggi dapat menimbulkan serangan kejang

3.1.2 Saran

Untuk meningkatkan kulaitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan


saran-saran sebagai berikut;
1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti
melihat kondisi klien serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik
dalam berkomunikasi dengan klien.
2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesionl dalam
menetapkan diagnosa keperawtan
3. Diharapkan kerja sama yang baik dari berbagai pihak dari tim kesehatan
lainnya khususnya dari pihak keluarga agar selalu mengunjungi klien dalam
menunjang keberhasilan perawatan dan pengobatan.

20
Daftar Pustaka

Arifin, S. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KEJANG. UMP: Fakultas


Ilmu Kesehatan.

Dewi. (2014). PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP IBU


DALAM MENANGANI KEJANG DEMAM PADA ANAK. University of
Muhammadiyah Malang.: Bachelors Degree (S1) thesis.

Gupta. (2016). PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP IBU


DALAM MENANGANI KEJANG DEMAM PADA ANAK. University of
Muhammadiyah Malang.: Bachelors Degree (S1).

Handy. (2016). PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP IBU


DALAM MENANGANI KEJANG DEMAM PADA ANAK . University of
Muhammadiyah Malang.: Bachelors Degree (S1) thesis.

Ngastiyah. (2014). PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP


IBU DALAM MENANGANI KEJANG DEMAM PADA ANAK. University of
Muhammadiyah Malang: Bachelors Degree (S1) thesis.

Rasyad, A. (2016). Kejang Demam. Jateng: Depkes.

Sudarto, R. A. (2018). PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP


SIKAP IBU DALAM MENANGANI KEJANG DEMAM PADA ANAK.
University of Muhammadiyah Malang.: Bachelors Degree (S1) thesis.

Widagdo. (2011). MASALAH DAN TATALAKSANA PENYAKIT INFEKSI PADA


ANAK. Jakarta: CV Sagung Seto.

21

Anda mungkin juga menyukai