Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN KEJANG DEMAM

DISUSUN OLEH :

Yeni Haryanti (RPL 1914401162)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2019 / 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia yang Allah berikan sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Makalah ini disusun dalam rangka
pembelajaran mata kuliah Keperawatan Anak. Submateri makalah Keperawatan Anak ini
adalah Asuhan Keperawatan Anak dengan Kejang Demam.
Dalam penyusunan makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk
mengumpulkan kajian pustaka yang diperlukan dalam penyusunan makalah ini. Penyusun
juga menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan serta kelemahan dalam
menyusun makalah ini karena ilmu pengetahuan yang kami miliki belum maksimal.
Semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman
kita semua tentang Asuhan Kerperawatan Anak dengan Kejang Demam. Kami sebagai
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang dapat membantu kami.

Bandar Lampung , Februari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... ii


Daftar Isi ............................................................................................... ............................ iii

Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ......................................................................... ............................. 1
B. Tujuan Penulisan ................................................................................................... 2

Bab II Tinjauan Pustaka


A. Definisi penyakit kejang demam. ...................................................................................... 3
B. Etiologi .................................................................................................................... 3

C. Klasifikasi. ............................................................................................................... 4

D. Patofisiologi ............................................................................................................. 4

E. Manifestasi Klinis ................................................................................................... 6

F. Penatalaksanaan ...................................................................................................... 7

G. Komplikasi ............................................................................................................ 11

H. Pemeriksaan diagnostik ........................................................................................ 11

I. Asuhan keperawatan pada anak kejang demam. .................................................. 16

Bab III Penutup


3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 23
3.2 Saran ..................................................................................................................... 23

Daftar Pustaka ...................................................................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang demam (febrile convulsion,feris seizure) ialah perubahan aktivitas
motorik dan / behavior yang bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas akibat
dari adanya aktivitas listrik abnormal di otak yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh.
Kejang pada anak umunya diprovokasi oleh kelaianan somatic berasal dari otak yaitu
demam tinggi, infeksi, sinkop, trauma kpala, hipokia, keracunan atau aritmia jantung.
Setiap anak dengan kejang demam perlu diperiksa dengan seksama untuk mencari
bila terdapat sepsis, meningitis bakteri , atau penyakit serius lainnya. (Widagdo,2012)
Pengobatan kejang demam ditunjukan pertama untuk segera mengatasi kejang
yang terjadi pemberian diazepam 1 mg/kg 24 jam dalam 3 dosis ,biasanya selama 2-3
hari, dan antipireik untuk segera menurunkan peningkatan suhu tubuh.pemberian
antikonvulsan untuk upaya pencegahan di anggap kontroveri karena kurang efektif
dan pengaruh efek samping yang tak dikehendaki .jika deam (38,5 0c atau lebih )
untuk mencegah terjadinya kejang dapat diberi antipiretik. Prognosis untuk fungsi
neurologic adalah sangat baik. (Widagdo,2012)
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan
segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk
menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering.
Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi
keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan
penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara
terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang
utuh secara bio-psiko-sosial- spiritual, ( Medula, 2013)
Bentuk dari terapi fisik yang dapat diterapkan oleh ibu adalah Pemberian
cairan yang lebih banyak dari kebutuhan anak yang disesuaikan dengan jumlah
kebutuhan cairan menurut umur anak, untuk mencegah dehidrasi saat evaporasi
terjadi, mengusahakan anak tidur atau beristirahat yang cukup supaya
metabolismenya menurun, tidak memberikan anak pakaian panas yang berlebihan
pada saat menggigil. Lepaskan pakaian dan 4 selimut yang terlalu berlebihan.
Memakai satu lapis pakaian yang menyerap keringat dan satu lapis selimut sudah

1
dapat memberikan rasa nyaman kepada anak, memberi aliran udara yang baik atau
pertahankan sirkulasi ruangan yang baik dan memberikan kompres hangat
(tepidsponging) pada anak. Penggunaan kompres air hangat di lipat ketiak dan lipat
selangkangan (inguinal) selama 10-15 menit dengan temperatur air 30-320C, akan
membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui
proses penguapan. (IDAI, 2014).

B. Tujuan

2. Tujuan umum:

Untuk mengetahui tentang penyakit kejang demam pada anak.

3. Tujuan khusus:

Untuk mengetahui;

A. Definisi penyakit kejang demam pada anak.

B. Etiologi penyakit kejang demam pada anak

C. Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .

D. Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.

E. Komplikasi penyakit kejang demam pada anak.

F. Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .

G. Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.

H. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38oC.
Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5
tahun. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial
maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6
bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai
pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam
terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran
pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki dari
pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi
serebral yang lebih cepat dibandingkan laki- laki (Judha & Rahil, 2011).

B. Etiologi

Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak spesifik dan
timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya yang terjadi
(Lumbantobing, 2007). Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar
susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis media akut, bronkitis (Judha & Rahil,
2011). Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial sperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi,
Sujono & Sukarmin, 2009).

Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan penyebab
organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh.
Tanggung jawab dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab demam
dan mengesampingkan meningitis. Infeksi saluran pernapasan atas, dan otitis media
akut adalah penyebab kejang demam yang paling sering (Jessica 2011).

3
C. Klasifikasi
Berdasarakan study epidemiologi kejang dibagi menjadi 3 jenis yaitu kejang
demam sederhana (70-75%), kejang demam kompleks (20-25%), dan kejang
sistomik (5%). kejang demam sederhana (simple febris convulsion) biasanya
terdapat pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun disertai kenaikan suhu tubuh yang
cepat mencapai ≥390C kejang bersifat umum dan tonik klinik, umumnya
berlangsung beberapa menit atau detk yang jarang sampai 15 menit, pada akhir
demam kemudian diakhiri dengan keadaan singkat seperti mengantuk (drowsiness)
dan bangkitan kejangan terjadi hanya sekali dalam 24 jam anak tidak mempunyai
kelainan neurologic pada pemeriksaan fisis dan riwayat normal dan demam ukan
disebabkan oleh menigititis ,ensefalitis atau penyakit lain dari otak. (Widagdo,2012)
Kejang demam kompleks (complexor complited febrile convulsion) dengan sifat
berupa lama kejang lebih dari 15 menit atau kejang berulang lagi daam 24 jam atau
terdapat kejang fokal atau temuan fokal dan masa pasca bangkitan (pos-tistal period)
umur pasien, status neurogik dan sifat demam adalah sama degan pada kejang
demam sederhana Kejang demam sistomatik atau symptomatic febrile seizure
dengan sifat yaitu umur dan sifat demam adalah sama pada kejang demam sederhana
dan sebelumnya anak telah mengalami kelainan neurologi atau penyakit akut.
(Widagdo,2012)

D. Patofisiologi

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh
ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainya kecuali ion
klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
natrium rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran di perlukan energi dan bantuan enzim
NA-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi


ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan patofisiologi dari membran
sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C

4
akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 sampai 15% dan kebutuhan
oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas
otot dan mengakibatkan metabolisme ot ak meningkat (Judha & Rahil, 2011).

Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media
akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang
dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen
maupun limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh
hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh
mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan
merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga
terjadi peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan
tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan
prostaglandin. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion
natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah
yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul
kejang. Serangan cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan
kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga
anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan
spasma bronkus (Price, 2007).

5
E. Manifestasi klinik

Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang muncul
pada penderita kejang demam :

a. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.

b. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun
tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persarafan.

c. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran)
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone juga
dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang demam.
Ada 7 kriteria antara lain:
1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.

2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang
saja).
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada kelainan.
6. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu atau lebih
setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan
7. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.

Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung


singkat dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
kinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar
tanpa ada kelainan saraf.(Judha & Rahil, 2011)

6
F. Penatalaksanaan
1. Primary Survey :
a. Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut
seperti lendir dan dengarkan bunyi nafas.
b. Breathing : kaji kemampuan bernafas klien
c. Circulation : nilai denyut nadi
d. Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainan
status mental lainnya
Apakah anak koma ? Periksa tingkat kesadaran dengan skala AVPU:
A : sadar (alert)
V : memberikan reaksi pada suara (voice)
P : memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)
U : tidak sadar (unconscious)

Tindakan primer dalam kegawatdaruratan dengan kejang demam adalah :

a) Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien
saat kejang
b) Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau
muntahan.

c) Bebaskan jalan nafas dengan segera :

 Buka seluruh pakaian klien

 Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)

 Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan
cara finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift (jangan
menahan bila sedang dalam keadaan kejang)
d) Oksigenasi segera secukupnya

e) Observasi ketat tanda-tanda vital

f) Kolaborasikan segera pemberian therapy untuk segera menghentikan kejang

g) Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10
menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.

7
Menurut, Judha & Rahil (2011), menyatakan bahwa dalam penanggulangan kejang
demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu : Pemberantasan kejang secepat
mungkin, apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :

a. Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang

b. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat


dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung,
usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen,
pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
c. Pengobatan rumat

Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis per hari


pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.

d. Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis
media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit
tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif
seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila
perlu rontgen foto tengkorak, ensefalografi.

Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), menyatakan bahwa penatalaksanaan


yang dilakukan saat pasien dirumah sakit antara lain:

1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan
dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg dosisnya 0,5-
0,75 mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata- rata yang diberikan
adalah 0,3 mg/kg BB/ kali pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg
pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal 10 mg pada anak yang berumur
lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50 mg persuntikan. Setelah
pemberian pertama diberikan masih timbul kejang 15 menit kemudian dapat
diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila
masih kejang maka ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi diazepam
ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler.

8
2. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring,
pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik dapat
dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
3. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.

4. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam


pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake
dan output cairan selama 24 jam perlu dilakukan, karena pada penderita yang
beresiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat
memperberat penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan
peningkatan intraklanial juga pemberian cairan yang mengandung natrium perlu
dihindari.

5. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode konduksi
yaitu perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke benda yang
mempunyai derajat yang lebih rendah (kain kompres). Kompres diletakkan pada
jaringan penghantar panas yang banyak seperti kelenjar limfe di ketiak, leher,
lipatan paha, serta area pembuluh darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini
dapat dikombinasikan dengan pemberian antipiretik seperti prometazon 4- 6
mg/kg BB/hari (terbagi dalam 3 kali pemberian).
6. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan obat-
obatan untuk mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1 ampul setiap 6
jam sampai keadaan membaik.Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari
anggota tubuh yang lain dengan craa menaikan tempat tidur bagian kepala lebih
tinggi kurang kebih 15° (posisi tubuh pada garis lurus)
7. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca pemberian
diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis awal 30 mg pada
neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan- 1tahun,

75 mg pada anak usia 1 tahun keatas dengan tehnik pemberian intramuskuler.


Setelah itu diberikan obat rumatan fenobarbital dengan dosis pertama 8-10 mg/kg
BB /hari (terbagi dalam 2 kali pemberian) hari berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari
yang terbagi dalam 2 kali pemberian.

9
8. Pengobatan penyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah
kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran pernapasan, tonsil
maka pemeriksaan seperti angka leukosit, foto rongent, pemeriksaan penunjang
lain untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi
sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotik
yang cocok diberikan pada pasien anak dengan kejang demam.
9. Terapi obat-obatan
Setiap kasus anak dengan kejang memerlukan perawatan secara intensif untuk
penatalaksanaan yang adekut. Tindakan yang utama untuk kasus anak dengan
kejang ialah secara simultan mengatasi kejang (simtomatik) sekaligus juga
menghilangkan penyebab penyakit primer (kausatif). Bila penyakit primer sudah
dapat diatasi maka diharapkan gejala kejang akan hilang dan tidak mengalami
eksaserbasi. Tetapi yang lain adalah bersifat suportif/resusiatif sesuai dengan
indikasi. (Widagdo, 2012)
Tindakan perawatan yang perlu dilakukan pada anak yang sedang dalam
keadaan kejang saat sebelum dan sudah di tempat layanan kesehatan, ialah.
1) Memposisikan anak secara lateral decubitus
2) Upayakan agar leher dalam posisi lurus untuk menjaga agar saluran nafas
tetap terbuka.
3) Jangan memasukkan benda apapun kedalam mulut anak yang sedang
mengalami kejang.
4) Menjaga agar lidah tidak tergigit
5) Secepatnya membawa anak ke Unit Gawat darurat (UGD) terdekat untuk
penanganan lebih lanjut. (Widagdo, 2012)

Menurut (Widagdo, 2012) Obat-obat anti konvulsi yang dapat diberikan atas
indikasi sesuai dengan temuan pada anamnesis, pemeriksaan fisis termasuk
penunjang. Obat dimaksud antara lain ialah:

a. Benzodiazepine: diazepam intravena digunakan sebagai terapi awal untuk


status epileptikus.

b. Clonazepam

c. Nitrazepam

d. Clobazam
10
e. Carbamazepine

f. Ethosuximide

g. Phenytoin (dilantin) digunakan untuk kejang umum tonik-klonik primer atau


sekunder, kejang parsial, dan status epileptikus.

h. Tiagabine digunakan untuk pengobatan kejang parsial kompleks sebagai


obat tambahan.

i. Topiramate, digunakan untuk sebagai obat tambahan pada terapi kejang


kompleks refrakter dengan atau tanpa generalisasi.

j. Valproic acid (depakene, Depakote), adalah sebagai antikolvulsan dengan


spectrum luas, termasuk kejang umum tonik-klonik, kejang absans, dan
kejang mioklonik.

k. Vigabatrin, adalah efektif untuk spasme infantile dan sclerosis tuberosa, dan
sebagai obat tambahan untuk pengobatan kasus kejang yang kurang respons
terhadap pemberian antikolvunsan lain.

l. Oxcarbazepine (trileptal) mempunyai beberapa persamaan dengan


carbamazepine, diberikan sebagai tambahan kepada terapi kejang parsial,
tidak untuk absans.

m. Zonisamide (zonegran), mekanisme kerja obat belum diketahui, diberikan


untuk tambahan pengobatan pada kejang parsial dan kejang mioklonik.

n. ACTH, paling sesuai untuk pengobatan spasme infantile, dan sama


efektifnya dengan prednisone untuk pengobatan kejang kriptogenetik dan
simtomatik
Terapi diet ketogenik dengan tinggi lemak, relative rendah karbohidrat, dan
pengaturan ketat terhadap kalori cairan, dan protein.
Tindakan bedah, ditunjukkan kepada kasus yang tidak respons terhadap
pengobatan, pada kasus dengan kejang yang persisten atau dengan kejang yang
frekuen dan tidak berhasil diatasi dengan sedikitnya 3 macam obat
antikolvunsan, adalah merupakan kasus yang perlu dipertimbangan mendapat
terapi pembedahan. (Widagdo,2012)

11
Stimulasi saraf vagus (VNS) dibagian kiri dari leher secara intermiten dapat
menurangi kejang setelah 12 bulan terapi. Rangsangan listrik secara intermiten
dapat dilakukan dengan menanam pacemaker sebagai stimulator dibawah kulit
pada bagian atas dada kiri yang diikat pada kabel yang ditempatkan dileher.
(Widagdo,2012)

Terapi simtomatik lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa pada kasus
kejang yang disertai dengan demam maka diperlukan tindakan untuk mengatasi
gejala demam yang tinggi atau menyebabkan anak rewel dan tidak tenang.
(Widagdo,2012)

a. Acetaminophen

b. Ibuprofen

Terapi kausal yang utama ialah antimokrobial untuk mengatasi infeksi


sebagai penyebab terbanyak (>80%) dari kejang yang dipergunakan adalah
sesuai indikasi/hasil uji restitensi, diantara lain yaitu:
1. Ampicillin

2. Oxacillin

3. Cefotaxim

4. Ceftriaxone

Terapi kasual yang lain ilag surih hormone yang dilakukan pada kasus
kejang dengan penyakit defisiensi hormone yang dilakukan pada kasus kejang
dengan penyakit defisiensi hormone sebagai penyakit primernya seperti pada
defisiensi ACTH atau defisiensi hormone adrenal. (Widagdo,2012)
Terapi lain adalah bersifat suportif, dengan tujuan memperbaiki dan
mempertahankan keadaan umum pasien seoptimal mungkin termasuk
memberikan kecukupan akan kebutuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit, inhalasi
oksigen, dan lain-lain yang dilaksanakan dalam perawatan secara regular
maupun intensif. (Widagdo,2012)

12
G. KOMPLIKASI

Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira (2005)

a. Epilepsi : Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh
terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang
terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat.

b. Kerusakan jaringan otak : Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf


yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl D
Asparate (MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
merusak sel neuoran secara irreversible.

c. Retardasi mental : Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.

d. Aspirasi : Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.

e. Asfiksia : Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan atau
teratur.

H. Pemeriksaan penunjang

Untuk menentukan factor penyebab dan komplikasi pada ana, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium ,fungsi lumbal,
elektroensefalografi dan pencitraan neurologis . pemilihan jenis pemerksaan penunjan
ini ditentukan sesuai dengan kebutuhan, (Antonius, 2015)

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan kejang berguna untk mencari


etiologi dan komplikasi akibat kejang lama. Jenis pemeriksaan yang dilakukan
bergantung pada kondisi klinis pasien . pemeriksaan yang dilanjurkan pada pasien
dengan kejang lama adalah kadar glukoa darah, elektrolit ,darah perifer lengkap
dan masa prottombin, pemeriksaan laboratoruim tersebu bukan pemeriksaan rutin
pada kejang demam. Jika dicurigai adanya meningitis bakteriaritis perlu dilakukan
pemeriksaan kultur darah kultur cairan selebrospinal . pemeriksaan polymerase
chain reaction ( PCR ) terhadap virus herpes simpleks dilakukan pada kasus
dengan kecurigaan ensefalitis, (Antonius, 2015)

13
b. Fungsi lumbal

Fungsi lumbal dapat dipertimbangka pada pasien kejang disertai penurunan


kesadaran atau ganguan statu mental,perdarahan kulit ,kaku kuduk,kejang
lama,gjala infeksi,paresis,peningkatan sel darah putih ,atau pada kaus yang tidak
didapatkan factor pencetus yang jelas fungsi lumbal ulang dapat dilakukan
dalam 48 atau 72 jam setelah fungsi lumbal yang pertama yang memastikan
adanya infeksi susunan saraf pusat. Bila didapatkan kelainan neurlogis fokal dan
peningkatan tekanan intracranial ,dilanjutkan melakuka pemeriksaan ct-scan
kepala berlebih dahulu untuk risiko terjadinya herniasi, (Antonius, 2015)

The American Academy of pediatrics merekmendasikan bahwa


pemeriksaan fungsi lumbal sangat dianjurkan pada serangan kejang pertama
disertaia demam pada anak usis dibawah 12 bulan karena manifestasi klinis
meningitis tidak jelas atau bahkan tidak ada. pada anak usia 12-18 bulan
dianjurkan melakukan fungsi lumbal , sedangkan pada usia lebih dari 18 bulan
fungsi lumbal dilakukan bila terdapat kecurigaan adanya infeksi intracranial(
meningitis ), (Antonius, 2015)

c. Elektroensefalografi

Pemerikasaan EEG digunakan untuk mengetahui adanya gelombang


epileptiform. Pemeriksaan EEG mempunyai keterbatasan, khusunya intetiktral
EEG. Beberapa anak tanpa kejang secara klinis ternyata memperlihatkan
gambaran EEG epileptiform, sedangkan anak lain degan epilepsy berat
mempunyai gambaran intrkiktal EEG yang normal. Sensitivitas EGG interiktal
bervariasi. Hanya sindrom epilepsy saja yang menunjukkan kelainan EGG yang
khas, abnormalitas EGG berhubungan dengan manifestasi klinis kejang, daapat
berupa gelombang paku tajam dengan /gelombang lambat. Kelainan dapat
bersifat umum,multifocal,atau fokal pada daerah temporal maupun frontal.
(Antonius, 2015)

Pemeriksaan EEG segera atau dalam 24-48 jam setelah kejang atau slep
deprivation dapat memperlihatkan berbagai macam kelainan. Beratnya kelainaan
EGG tidak selalu berhubungan dengan beratnya klinis . gambaran EEG yang
normal atau memperhatikan kelainan minimal menunjukan kemunginan pasien
bebas dari kejang setelah obat ant epilepsy dihentikan. (Antonius, 2015)

14
d. Pencitraan neurologis

Foto polos kepala memilki nilai diagnostic kecil meskipun dapat


menunjukan adanya fraktur ulang tengkorak. Kelainan jaringan otak pada trauma
tulang kepal dideteksi dengan ct-scan kepala. Kelainan ct-scan kepala dapat
ditemkan pada pasien kejang dengan riwayat trauma kepala ,pemeriksaan
neurologis yang abnormal perubahan pola kejang-kejang berulang riwayat
mendrita penyakit susunan safaf pusat kejang pokal dan riwayat keganasan.
(Antonius, 2015)

Magnestic resonance imaging (MRI ) lebih superior dibandingkan ct-scan


dalam mengevaluasi lesi epileptogenik atau tumor kecil didaerah temoral atau
daerah yang tertutup struktur tulang misalnya daerah selebrum atau batan otak .
MRI dipertimangkan pada anak dengan kejang yang sulit diatasi ,epilepsy lobus
temporalis,perkembangan terlamabat tanpa adanya kelainan pada c-scan dan
adanya lesi ekuivika pada ct-scan.
(Antonius, 2015)

Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya


meliputi:

a. Darah

a) Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang


(N<200mq/dl)
b) BUN:peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c) Elektrolit:Kalium, natrium.Ketidakseimbngan elektrolit merupakan
predisposisi kejang
d) Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)

e) Natrium (N 135-144 meq/dl)

b. Cairan cerebo spinal:mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda


infeksi,pendarahan penyebab kejang
c. X Ray:untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

d. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbaik (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk

15
transiluminasi kepala
e. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang
utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil biasanya normal.
f. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma,cerebral
oedema,trauma,abses,tumor dengan atau tanpa kontras.

I. Asuhan Keperwatan Pada Anak Dengan Kejang demam


1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Paula Krisanty
(2008 : 223) :
1. Riwayat Kesehatan :
1) Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering menangis, muntah atau
diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit makan, tidak tidur
nyenyak. Tanyakan intake atau output cairan, suhu tubuh meningkat, obat
yang dikonsumsi
2) Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
3) Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia,
gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.
4) Adanya riwayat trauma kepala
2. Pengkajian fisik
Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :
A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls- inpuls
radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh
Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam Demam yang terlalu
tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan , sehingga
jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada
anggota gerak tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak
tak terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung beberapa
detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat membahayakan keselamatan
anak balita. Akibat langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam adalah
gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau
berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan.

16
Tindakan yang dilakukan :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Evaluasi :

- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi

- Jalan nafas bersih dari sumbatan

- RR dalam batas normal

- Suara nafas vesikuler

B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya
lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi
meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan
menimbulkan terjadinya asidosis.
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis
yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti.
Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 %
secara intravena.
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
Evaluasi :

- RR dalam batas normal

- Tidak terjadi asfiksia

- Tidak terjadi hipoxia

17
C : Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia
sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat
menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan,
karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.
Tindakan yang dilakukan :

- Mengatasi kejang secepat mungkin

- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan


kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis
yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti.
Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 %
secara intravena.
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :

- Semua pakaian ketat dibuka

- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung


- Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen
Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
Evaluasi :

- Tidak terjadi gangguan peredaran darah

- Tidak terjadi hipoxia

- Tidak terjadi kejang

- RR dalam batas normal

Selain ABC, yang biasa dikaji antara lain :

- Tanda-tanda vital

- Status hidrasi

- Aktivitas yang masih dapat dilakukan


18
- Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat

- Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan

- Adanya kelemahan dan keletihan

- Adanya kejang

- Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan


kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning

3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan


1. Tingkat perkembangan anak terganggu
2. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas
3. Akibat hospitalisasi
4. Penerimaan klien dan keluarga terhadap penyakit
5. Hubungan dengan teman sebaya

4. Pengetahuan keluarga

1. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang

2. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam

3. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh

4. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya

5. Pemeriksaan Penunjang (yang dilakukan) :

1. Fungsi lumbal

2. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, kultur urin dan kultur darah

3. Bila perlu : CT-scan dan EEG

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Krisanty P., dkk (2008 : 224) diagnosa yang mungkin muncul pada pasien
dengan kejang demam :
a. Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
b. Defisit volume cairan bd kondisi demam
c. Hipertermia bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus

19
d. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak
e. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan
kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasi

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

a. DX 1 : Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses keperawatan


diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan kriteria hasil :
NOC : Pengendalian Resiko

1) Pengetahuan tentang resiko

2) Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko

3) Monitor kemasan personal

4) Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko

5) Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko

NIC : mencegah jatuh

1. Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadiakn
potensial jatuh dalam setiap keadaan
2. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan potensial
jatuh
3. monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi
4. instruksikan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau bergerak

b. DX 2 : defisit volume cairan bd kondisi demam


Tujuan : devisit volume cairan teratasi, dengan kriteria hasil :

1) Turgor kulit membaik

2) Membran mukosa lembab

3) Fontanel rata

4) Nadi normal sesuai usia

5) Intake dan output seimbang

20
c. DX 3 : Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang normal

NOC : Themoregulation

1) Suhu tubuh dalam rentang normal

2) Nadi dan RR dalam rentang normal

3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing
NIC : Temperatur regulation

a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam

b. Rencanakan monitor suhu secara kontinyu

c. Monitor tanda –tanda hipertensi

d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

e. Monitor nadi dan pernafasan

d. DX 4 : Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan reduksi aliran


darah ke otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal, dengan kriteria hasil :
NOC :
Status sirkulasi NIC :
1) monitor TTV:
- monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate
- catat adanya fluktuasi TD
- monitor jumlah dan irama jantung
- monitor bunyi jantung
- monitor TD pada saat klien berbarning, duduk, berdiri.
NIC II : status neurologia
a) monitor tingkat kesadran
b) monitor tingkat orientasi

c) monitor status TTV

21
d) monitor GCS
e. DX 5 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan
dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang kondisi
pasien
NOC : knowledge ; diease proses
1) Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis dan
program pengobatan
2) Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3) Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim
kesehatan lainya
NIC : Teaching : diease process

1. Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien tentang proses


penyakit yang spesifik

2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan


dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat

3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat
4. EVALUASI

Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam meliputi pola
pernafasan kembali efektif, suhu tubuh kembali normal, anak menunjukkan rasa
nymannya secara verbal maupun non verbal, kebutuhan cairan terpenuhi seimbang, tidak
terjadi injury selama dan sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah.

Komponen tahapan evaluasi :

a) Pencapaian kriteria hasil

b) Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk pengukuran. Bila


kriteria hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan datanya ditulis di rencana
asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil belum tercapai, perawat mengkaji kembali
klien dan merevisi rencana asuhan keperawatan.

BAB III

22
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul
infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada
golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir3% dari anak yang berumur
di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering
didapatkan pada laki-laki dari pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena
pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki- laki
(Judha & Rahil, 2011).

B. Saran
Bagi para pembaca, kami harapkan kritik dan saran demi kebaikan makalah di masa
mendatang.

23
DAFTAR PUSTAKA

Widagdo. 2012. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Kejang. Jakarta

:Sagung Seto.

Antonius. Dkk. 2015. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat, Ikatan


Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
Krisanty P. Dkk (2008). Asuhan Keperawatan Gawat darurat.
Jakarta :Trans info Media
Arif Mansjoer. dkk (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2.
Jakarta:Media Aesculapius
Sodikin. 2012. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta:
Pustaka belajar.
Hotimah. 2010. Angka Kejadian Kejang Demam di RSUD dr. Saiful
Anwar Malang, periode Januari-Desember 2008. Diakses 15
Desember 2015
Behrman. RE & RM. Kliegman 2010. Nelson Esensi Pediatri edisi 4.
Jakarta: EGC
Riandita. A 2012. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang Demamdengan Pengelolaan Demam Pada Anak.
Jurnal Medika Muda. http://eprints.undip.ac.id/37333/.
diakeses pada tanggal 7 februari 2020

24

Anda mungkin juga menyukai