Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

POSISI PEMBEDAHAN DIMEJA OPERASI

DI SUSUN OLEH :

1. NADILA OKTI FARIZA (1614301024)


2. INDANA ZULFA (1614301025)
3. NESIA DWI AGUSTINA (1614301026)
4. ADHAINI WIDIYAWATI (1614301027)
5. NINGSIH (1614301028)
6. ADDINATUL MUQTADIROH (1614301029)
7. DANDY PUTRA SURYA (1614301030)
8. FEBY DWI JAYANTI (1614301031)
9. FICTOR YUSMAN AGUNG (1614301032)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIV KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya dengan judul “Posisi diMeja Operasi”.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi.Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat
penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.

Bandar Lampung ,September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 1
1.3 Tujuan ......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pengaturan posisi pembedahan .................................... 3


2.2 Tujuan management posisi bedah ............................................. 3
2.3 Persiapan pengaturan posisi bedah ............................................ 3
2.4 Prinsip pemberian posisi pasien di meja operasi ....................... 7
2.5 Posisi yang ada di meja operasi ................................................. 7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................. 17


3.2 Saran ........................................................................................... 17

Daftar Pustaka ........................................................................................ 18

iii
3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat intra oprasi positioning baik pasien maupun petugas
medis sangatlah penting untuk mendukung ketepatan dan keefektifan
pembedahan. Dengan posisi yang tepat dapat memudahkan bagi petugas
medis untuk melakukan pembedahan. Bukan Cuma itu dengan posisi yang
benar prinsip asepsis dan keamanan bagi pasien dapat dijaga.
Pemberian posisi yang tepat bagi pasien saat pembedahan
mengurangi risiko bagi pasien maupun petugas medis pada saat bekerja.
Hal ini merupakan alasan kenapa pemberian posisi menjadi sangat pentig
pada saat pembedahan. Ini dikarenakan kesalahan posisi dapat berakibat
fatal bukan cuma waktu pembedahan menjadi lama karena posisi yang
susah tetapi juka meningkattkan risiko cidera lebih besar bagi pasien.
Inilah pentingnya belajar posisi pasien saat pembedahan yang
membuat penulis tertarik untuk mempelajari beberapa posisi dasar dalam
pembedahan. Sehingga bisa berguna bagi teaga kesehatan yang lain dan
sebagai referensi penulisan selanjutnya.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Apakah Definisi Pengaturan posisi pembedahan?
1.2.2 Apa saja tujuan management posisi bedah?
1.2.3 Apa Saja persiapan pengaturan posisi bedah?
1.2.4 Apa saja prinsip pemberian posisi pasien di meja operasi?
1.2.5 Apa saja posisi yang ada di meja operasi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mahasiswa mengertahui dari Definisi Pengaturan posisi pembedahan
1.3.2 Mahasiswa mengetahui tujuan management posisi bedah.
1.3.3 Mahasiswa mengetahui persiapan pengaturan posisi bedah.

1
1.3.4 Mahasiswa mengetahui prinsip pemberian posisi pasien di meja
operasi.
1.3.5 Mahasiswa mengetahui posisi yang ada di meja operasi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pengaturan Posisi Pasien


Suatu posisi pasien yang aman dan nyaman tanpa menimbulkan resiko
pasca bedah Menurut Association of Operating Room Nurse (AORN) →
pengaturan posisi sehingga klien bebas dari cedera adalah bagian dari hasil
akhir pembedahan yang diharapkan (Gruendemann, 2006) Pemberian posisi
merupakan suatu kebutuhan yang dapat mendukung keamanan klien selama
pembedahan.

2.2 Tujuan Manajemen Posisi Bedah


Menghasilkan area pembedahan yang optimal, meningkatkan
keamanan, menurunkan resiko cidera, serta memudahkan akses dalam
pemberian cairan intravena, obat dan bahan anestesi.
Kriteria keberhasilan dari manajemen pemberian posisi bedah :
Kepatenan jalan napas secara optimal Status sirkulasi dan akses vaskular
adekuat. Tidak ada penekanan berlebihan pada area superfisial dan tonjolan
tulang. Kepala mendapat sokongan yang adekuat, mata terlindung dari
abrasi,tekanan dan cairan iritatif Ekstremitas terlindung, mendapat sokongan
dan terhindar dari keadaan fleksi, ekstensi, atau rotasi bagian tubuh yang
berlebihan

2.3 Persiapan Dalam Pengaturan Posisi

a. Persiapan Mengatur Posisi Petugas

Lihat kembali posisi yang dianjurkan Yakinkan pada ahli anestesi,


mengenai posisi berhubungan dengan sirkulasi dan pernapasan
Konsultasikan segera kepada ahli bedah bila merasa tidak yakin Susun
alat yang diperlukan Harus yakin terhadap cara kerja meja operasi

3
b. Persiapan Mengatur Posisi Peralatan
Banyak peralatan untuk membantu memposisikan pasien dengan
pembedahan. Perawat perioperatif harus mempunyai pengetahuan dari
peralatan-peralatan ini untuk memberikan posisi terbaik buat pasien ,
keamanan, dan kenyamanan.
Idealnya, banyak material yang digunakan untuk memposisikan,
terutama bantalan, yang harus memenuhi 4 syarat :

1. Mengabsorbsi kekuatan tekanan


2. Mendistribusi ulang tekanan
3. Mencegah peregangan berlebihan
4. Memberikan dukungan stabilitas operatif optimal
Semua material ini harus dibersihkan dengan adekuat dan
didesinfeksikan.

Table Attachments:
Beberapa bagian dari table attachment yang biasa digunakan
selama memposisikan:
1. Safety Table Straps
Merupakan alat yang penting untuk memposisikan, digunakan sejak
pasien ditempatkan di meja operasi dan sebagai alat restrains.
Ini harus diaplikasikan dengan prinsip-prinsip khusus :
 Tali harus ditempatkan di atas lutut selama posisi supine dan
dibawah lutut selama posisi prone.
 Harus dilindungi, sebelum dibatasi dan harus diposisikan diantara
selimut pasien dan pasien untuk menghindari iritasi pada kulit
 Tali harus dikencangkan dengan cukup hanya 3 jari dibawah tali
untuk menghindari tekanan

4
2. Armboard Dan Wrist Restraints
Digunakan untuk menyokong lengan pasien dan tangan pasien.
Wrist restrains terbuat dari bahan-bahan yang bervariasi dan tertutup.
Harus lembut dan tidak membatasi namun aman untuk lengan ketika
ditempatkan disekitar armboard.
3. Stirrup Dan Penyokong Popliteal Knee
Strirrup ditempatkan disebelah dalam pegangan meja untuk
menopang lengan kaki dan kaki ketika posisi litotomi. Selama
pembedahan pada posisi litotomi, penyokong popliteal knee dapat
digunakan di popliteal yang ditopang dengan bantalan-bantalan. Hati-
hati dalam memposisikan dan menjaga ruang kosong di belakang
lutut, dapat mencegah tekanan di pembuluh darah dan saraf pada
popliteal.
4. Head Rest Dan Attachments
Umumnya digunakan untuk prosedur neurosurgical. Dapat
digunakan dengan posisi supine, prone, sitting, atau posisi lateral.
Posisi ahli bedah dikepala ketika perawat perioperatif
menstabilisasikan kepala selama memposisikan dan head rest
attachments.
5. Kidney Elevator Dan Kidney Rest
Elevator ginjal adalah bagian dari meja operasi dan dapat
dielevasikan menggunakan kontrol panel pada kepala di meja. Ini
digunakan untuk mengelevasi area mid-torso dari tubuh ketika pasien
berbaring dengan posisi lateral.
Kidney rest adalah bantalan konkaf yang dijangkar di kerangka
meja untuk menstabilisasikan pasien ketika pasien dalam posisi
lateral. Ditempatkan di antara anterior dan posterior dari pasien, dan
harus diberi bantalan untuk menghindari penekanan pada tubuh.
6. Shoulder Brace, Penyokong Dan Overhead Arm Rest
Peralatan untuk kepala di meja dan digunakan untuk mencegah
pasien dari tergelincirnya kepala di meja ketika pasien posisi

5
Trendelenburg. shoulder brace tidak boleh digunakan ketika lengan
diluruskan di armboard, untuk menghindari penekanan nervus
axillary.
7. Footboard
Dapat digunakan dengan 2 tujuan :
 Left flat, sebagai permukaan horizontal di meja selama
pembedahan perineal/vagina, dan ditunjukkan dengan posisi
litotomi
 Menaikkan garis tegak lurus di meja dan bantalan untuk menopang
kaki. Ini digunakan utama di posisi Trendelenburg.

c. Persiapan Mengatur Posisi Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan


1. Saat memindahkan pasien, meja operasi harus dalam keadaan
terkunci
2. Papan tangan dijaga jangan sampai hiperekstensi
3. Usia pasien
4. Tungkai tidak saling bersilang
5. Jenis posisi
6. Tidak menekan selang-selang yang terpasang
7. Tidak boleh merubah posisi tanpa ijin ahli anstesi
8. Meja mayo dan meja instrumen tidak boleh menekan tubuh pasien

d. Persiapan Mengatur Posisi Kriteria Yang Harus Dipenuhi


Keamanan dan kenyamanan Tidak terjadi gangguan respirasi Tidak terjadi
gangguan sirkulasi Tidak terjadi penekanan syaraf Pemenuhan kebutuhan
individu Pandangan daerah operasi

6
2.4 Prinsip Dalam Mengatur Posisi Pasien Di Meja Operasi
Prinsip Umum: Memposisikan pasien bedah saraf adalah suatu bagian yang
penting dari prosedur operasi. Posisi pasien yang sesuai tidak hanya penting
untuk keselamatan pasien tapi juga memegang peranan penting dalam
mengoptimalkan exposure pembedahan, menjamin anestesi yang adekuat
dan aman, dan membuat ahli bedah nyaman untuk melakukan operasi yang
lama.

2.5 Macam Macam Posisi Pasien Di Meja Operasi


A. Supine (dorsal recumbent)
Posisi paling umum dan natural adalah posisi supine (dorsal recumbent)
Prosedur: bedah perut, ekstremitas, pembuluh darah, dada, leher, wajah,
telinga, payudara
Teknik Memposisikan:
 Pasien terlentang dengan lengan disamping tubuh
 Bantalan kecil diletakkan di bawah kepala dan leher serta bawah
lutut
 Titik yang rentan terhadap tekanan diberikan bantalan, seperti tumit,
siku dan sakrum
 Jika prosedur akan dilakukan lebih dari 1 jam atau pasien khusus
yang rentan terhadap tekanan , harus digunakan egg crate atau
flotation mattres
 Pengaman tali pengikat harus diberikan 2 inchi di atas lutut
 Jika kepala diubah ke satu sisi, harus digunakan doughnut atau head
rest special untuk menjaga syaraf wajah superficial dan pembuluh
darah
 Mata harus dijaga dengan menggunakan eye patch, dan salep untuk
mencegah kekeringan.

7
Efek fisiologi:
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Penurunan MAP (mean arterial pressure), heart rate
b. Peningkatan cardiac output dan stroke volume
c. Penurunan tekanan diastole
d. Potensial penurunan bendungan vena pada ekstremitas bawah
2. Sistem Respiratori
a. Berkompromi dengan fungsi pernafasan
b. Penurunan kapasitas vital
c. Penurunan ekskursi diafragma
d. biasanya distribusi ventilasi dari apeks ke dasar paru-paru

B. Prone
Prosedur : Pembedahan pada permukaan posterior tubuh, seperti tulang
belakang, leher, pantat, ekstremitas bawah.
Teknik memposisikan:
 Induksi anestesi yang ditunjukkan di posisi supine pada tempat
tidur pasien atau meja operasi. Ketika tidak sadar, pasien di “log
rolled”
 Chest rolls atau guling diletakkan di meja operasi sebelum
memposisikan, menurut panjangnya pada kedua sisi
 Foam head rest atau doughnut; kepala dibalik ke salah satu sisi
atau muka ditundukkan
 Lengan pasien dirotasikan ke bantalan armboard, menyebabkan
lengan bergerak pada rental normalnya, siku-siku ditekuk

8
 Bantalan di lutut dan bantal pada ekstremitas bawah untuk
mencegah jari kaki menyentuh matras
 Pengaman tali pengikat diberikan 2 inchi diatas lutut.

Efek fisiologi:
1. Sistem kardiovaskuler
a. Sedikit masalah kardiovaskuler jika posisi benar
b. Tekanan di vena cava inferior dan vena femoral, dapat
mengurangi aliran balik vena akibat penurunan tekanan darah
jika posisi tidak tepat
c. Jika kepala diubah ke satu sisi, tekanan sinus karotis dapat
menyebabkan hipotensi dan aritmia.
2. Sistem respiratori
a. Paling rentan untuk masalah pernafasan
b. Berat badan melawan dinding abdomen membatasi pergerakan
diafragma, menyebakan peningkatan tekanan jalan nafas dengan
kesulitan ventilasi, keterbatasan volume tidal

C. Trendelenburg
Prosedur: Abdomen bawah, organ pelvis
Teknik memposisikan:
 Pasien supine dengan kepala lebih rendah daripada kaki
 Shoulder braces tidak boleh digunakan karena dapat menyebabkan
kerusakan brachial pleksus. Jika dibutuhkan, harus diberi bantalan
yang baik dan diletakkan over acrominal pada scapula

9
 Modifikasi posisi ini dapat digunakan untuk syok hipovolemik
 Posisi ekstremitas dan pengaman tali pengikat sama dengan posisi
supine.

Efek fisiologi:
1. Sistem kardiovaskuler
a. Bendungan darah di atas torso (batang tubuh) meningkatkan
tekanan darah
b. Dapat menyebabkan penurunan tekanan darah ketika kembali ke
posisi supine
c. vena leher membesar (baik untuk CVP/insersi Swan line)
d. Sianosis, peningkatan muatan pembuluh darah ke jantung dari
ekstremitas bawah.
2. Sistem Respiratori
a. Penurunan volume paru akibat gangguan respiratori
b. Gangguan pada pertukaran respiratori
c. Kemungkinan menyebabkan kongesti paru dan edema
d. Penurunan ekspansi diafragma

10
D. Reverse Trnedelenburg
Prosedur: Abdominal atas, kepala dan leher, bedah wajah
Teknik memposisikan:
 Posien supine dengan kepala lebih tinggi dari kaki
 Bantal kecil dibawah leher dan lutut
 Bantalan yang baik footboard harus digunakan untuk mencegah licin
kaki di meja
 Antiembolik harus digunakan jika posisi digunakan untuk periode
waktu yang lama
 Pasien harus di kembalikan ke posisi supine secara perlahan

Efek fisiologi:
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Pengurangan cardiac return akibat penurunan cardiac output
b. Penurunan perfusi brainstem karena gravity
c. Bendungan darah di ekstremitas bawah
d. Kemungkinan overload sirkulasi jika mengembalikan ke posisi
supine dengan cepat
2. Sistem Respiratori
a. Tidak terganggunya pergerakan pernafasan degan retriksi minimal
dari ekspansi sentral dinding dada anterior
b. Potensial penurunan kapasitas difusi oksigen untuk perfusi dari
region atas paru-paru
c. Potensial untuk insufisiensi pernafasan dan asidosis respiratori

E. Lithotomy
Prosedur: Bedah perineal, vaginal, rectal, kombinasi prosedur
abdominal-vaginal.
Teknik memposisikan:
 Variasi dari posisi supinasi, dapat berbahaya dan tidak nyaman untuk
pasien

11
 Pasien ditempatkan pada posisi supine dengan pantat dekat dengan
meja bawah (area sacrum harus diberikan bantalan yang baik)
 Kaki di letakkan di stirrup atau knee rest di meja operasi pada kedua
sisi.
 Tinggi stirrup tidak boleh terlalu tinngi atau rendah, tetapi sama pada
kedua sisi
 Bantalan stirrup (knee brace) tidak harus menekan struktur
pembuluh darah atau syaraf di ruang popliteal
 Tekanan dari logam strirrup melawan bagian atas dalam paha / betis
harus dicegah
 Kaki harus dinaikkan dan diturunkan secara perlahan dan simultan
(kemungkinan dibutuhkan 2 orang)

Efek fisiologi:
1. Sistem kardiovaskuler
a. Bendungan darah di daerah lumbal
b. Penurunan kaki secara cepat dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah secara mendadak (500-800 mL)
c. Penurunan sistem sirkulasi karena kompresi pada abdominal
vena cava inferior dan aorta abdominal.
2. Sistem respiratori
a. Penurunan efisiensi respiratori karena tekanan dari abdomen dan
tekanan dari diafragma pada viscera abdomen, retriksi respiratori
b. Jaringan paru menjadi membesar dengan darah; penurunan
kapasitas vital dan volume tidal

12
F. Modified Fowler ( Duduk)
Prosedur: Otorhinology (telinga dan hidung), neurosurgery (posterior
atau oksipital)
Teknik memposisikan:
 variasi dari posisi reverse tredelenburg
 pasien supine, dengan meja atas dapat fleksikan (footboard optional)
 backrest dielevasikan, lutut difleksikan
 arm rest pada bantal yang diletakkan di pangkuan, pengaman tali
pengikat diberikan 2 inchi diatas lutut
 Tekanan pada area scapula, olecranon, scrum, ischial tuberositis, dan
calcaneus
 Bergerak lambat dalam perubahan posisi harus digunakan untuk
mencegah perubahan drastis pada pergerakan volume darah.
 Antiembolic harus digunakan untuk menbantu aliran balik vena
 Ketika penggunaan neurologi headrest khusus, mata harus dijaga

Efek fisiologi:
1. Sistem kardiovaskuler
a. Bendungan darah di ektremitas bawah
b. Potensial adanya emboli udara karena tekanan negative pada kepala
dan leher
c. Hipotensi berhubungan dengan posisi dan efek anestesi
2. Sistem Respiratori
a. Sama dengan reverse tredelenburg

13
G. Kraske (Jackknife)
Prosedur: Prosedur rectal, sigmoidoscopy, colonoscopy
Teknik memposisikan:
 Variasi dari posisi prone
 Meja di fleksikan (90 derajat)
 Semua perlindungan dengan posisi prone di ubah dengan posisi
Kraske
 Meja (pengaman) tali pengikat diberikan di atas paha

Efek fisiologi:
Karena posisi ini berlawanan dengan sistem kardiovaskuler dan
respiratori, Kraske perlu pertimbangan karena posisi paling berbahaya
pada semua posisi pembedahan. Respon fisiologi sama dengan posisi
prone, hanya berlebihan

H. Lateral recumbent
Prosedur: Bedah thorak dan ginjal
Teknik memposisikan:
 Bantalan khusus “bean bag atau Vac-Pac” diletakkan di meja
operasi
 Awalnya, pasien diposisikan supine untuk induksi
 Pasien kemudian diangkat dan diubah kedalam sisi nonoperatif
(biasanya dibutuhkan 4 orang untuk memindahkan)

14
 Kepala disokong dan diluruskan dengan spinal column

Bedah thoraks
 Lengan atas difleksikan di siku-siku dan dinaikan diatas kepala;
kemungkinan digunakan bantalan diatas kepala armboard atau
bantalan Mayo berdiri
 Lengan bawah dibawa ke depan, difleksikan, dan diletakkan di
bantalan armboard
 Kaki bawah difleksikan dengan bantal diletakkan diantara kaki,
kaki diletakkan di bantal untuk menjaga ketepatan kesejajaran
 Pengaman tali pengikat diberikan di panggul

Bedah Ginjal
 Pasien diposisikan diatas kidney elevator pada meja operasi
(dibawah tulang iliaca)
 Posisi ini mengelevasi area operasi antara rusuk ke 12 dan puncak
iliaca
 Ekstremitas atas kemungkinan tegal lurus dengan bahu, ; fleksi dan
disokong dengan bantalan armboard atau lengan atas di atas kepala
armboard
 kaki bawah difleksikan, dan bantal diletakkan diantara kaki, dengak
kaki disokong dengan bantal
 pengaman tali pengikat menyilang paha
ketika posisi tepat, bean bag (Vac-Pac) menggembung; untuk
bedah ginajl; kidney elevator dinaikkan dan meja difleksikan.

Efek fisiologi:
1. sistem Kardiovaskuler
 perubahan cardiac output
 sirkulasi dapat terganggu

15
 jika kidney rest dielevasikan, tekanan pembuluh darah
abdominal
 pada posisi lateral kiri, MAP menrun 24 mmHg, dan posisi
lateral kanan turu 33 mmHg.
2. Sistem Respiratory
 Efisiensi respiratory dipengaruhi tekanan dari berat badan
pada bawah dada
 Retriksi pergerakan dari dada akibat posisi compromise
pertukaran gas
 Ketikan pasien dianestesi pernafasan spontan, tergantung
paru-paru mempunyai ventilasi yang lebih baik
 Posisi simple lateral mengurang kapasitas vital 10 % dan
volume tidal 8 %; posisi ginjalmengurangi kapasitas vital
14,5 % karena gangguan ekspansi thoraks .

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Suatu posisi pasien yang aman dan nyaman tanpa menimbulkan resiko
pasca bedah Menurut Association of Operating Room Nurse (AORN) →
pengaturan posisi sehingga klien bebas dari cedera adalah bagian dari hasil
akhir pembedahan yang diharapkan (Gruendemann, 2006) Pemberian posisi
merupakan suatu kebutuhan yang dapat mendukung keamanan klien selama
pembedahan.
Tujuan pemberian posisi pada pasien pembedahan untuk
menghasilkan area pembedahan yang optimal, meningkatkan keamanan,
menurunkan resiko cidera, serta memudahkan akses dalam pemberian cairan
intravena, obat dan bahan anestesi.

Terdapat macam-macam posisi pada pasien pembedahan, antara lain :


a. Posisi Supinasi (Telentang)
b. Posisi Lateral (Side-Lying)
c. Posisi Dorsal Recumbent
d. Posisi Trendelenberg
e. Posisi Sims
f. Posisi Lithotomi
g. Posisi Pronasi (Telungkup)
h. Posisi Genu Pektoral (Knee-Chest)
i. Posisi Fowler
j. Posisi Ortopne

17
DAFTAR PUSTAKA

Darliana, Devi, dkk. 2014. Kebutuhan Aktivitas dan Mobilisasi. Fakultas


Keperawatan Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK


Padjajaran Bandung, September 1996, Hal. 443 – 450

Schwartz. 2000. Prinsip-prinnsif ilmu bedah..Jakarta: EGC

Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit
Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.

http://ilmubedah.info/kategori/umum

http://baktiindonesia.net63.net/index.php?pilih=hal&id=10

18

Anda mungkin juga menyukai