PENDAHULUAN
Pembedahan pada otak, sumsum tulang belakang, dan saraf secara umum dapat
digambarkan sebagai bedah saraf. Bedah saraf, seperti yang juga dikenal, bekerja
pada gangguan dari sistem saraf. Kondisi yang mungkin memerlukan bedah saraf
termasuk trauma kepala, yang mungkin timbul sebagai akibat dari patah tulang
tengkorak. Tumor otak dan tumor tulang belakang, saraf tulang belakang dan saraf
perifer juga mungkin memerlukan penghapusan oleh seorang ahli bedah saraf
yang terlatih. Bedah Saraf adalah, secara umum, bidang yang sangat kompetitif
dan sulit karena sifat halus operasi bedah yang terlibat.
Bedah saraf mungkin merupakan salah satu keahlian bedah yang memiliki banyak
intrik dan membutuhkan perhatian. Dalam operasi, ahli bedah saraf harus mencari
dan mengoperasi disekitar bagian penting yang kritis bagi kehidupan yang
membutuhkan pengetahuan struktur tubuh manusia
1
1.3 Tujuan
a. Mampu mengetahui pengertian kraniotomi.
b. Mampu menjelaskan indikasi penggunaan kraniotomi.
c. Mampu mengetahui proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk
perawatan pasien pre, intra dan pasca kraniotomi.
d. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien operasi kraniotomi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definisi
1) Kraniotomi adalah operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat
tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan
perdarahan. (Hinchliff, Sue. 1999).
2) Kraniotomi mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk
meningkatkan akses pada struktur intrakranial. (Brunner & Suddarth. 2002)
3) Jadi post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang
tengkorak Cranioplasty adalah memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan
menggunakan bahan plastic atau metal plate.
4) untuk, untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan
darah atau menghentikan perdarahan.
5) Craniektomy adalah insisi pada tulang tengkorak dan membersihkan tulang
dengan memperluas satu atau lebih lubang. Pembedahan craniektomy
dilakukan untuk mengangkat tumor, hematom, luka, atau mencegah infeksi
pada daerah tualang tengkorak.
2.2 Indikasi
3
8) Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
9) Peradangan dalam otak
10) Trauma pada tengkorak.
c. Electroencephalogram (EEG)
e. Sinar-X
4
h. Fungsi lumbal CSS
Saraf I : Pada pasien tumor intracranial yang tidak mengompresi nervus ini
tidak kelainan pada fungsi penciuman.
Saraf II : Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari
lintasan visual. Papiledema disebabkan oleh statis vena yang menimbulkan
pembengkakan papilla saraf optikus. Bila terlihat pada pemeriksaan
funduskopi, tanda ini mengisyaratkan peningkatan intracranial. Seringkali sulit
untuk menggunakan tanda ini sebagai diagnosis tumor otak, karena pada
beberapa individu, fundus tidak memperlihatkan edema meskipun tekanan
intracranial amat tinggi.
Saraf III, IV, dan VI : Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari
nervus VI merupakan manifestasi dari adanya gliobastoma multifrome.
Saraf V : Pada keadaan tumor intracranial yang tidak mengompresi nervus
trigeminus, maka tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neurolema
yang mengompresi saraf ini akan didapatkan adanya paralisis wajah unilateral.
5
· Sistem Motorik
· Gerakan Involunter
Pada keadaan tertentu, pasien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada lobus
oksipital. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka
(Perkin,2000)
· Sistem Sensori
Nyeri kepala merupakan gejala umum yang paling sering dijumpai pada pasien tumor
otak. Nyeri dapat digambarkan bersifat dalam, terus menerus, tumpul, dan kadang-
kadang hebat sekali. Nyeri ini paling hebat pada waktu pagi hari dan menjadi lebih
hebat oleh aktivitas yang biasanya meningkatkan tekanan intracranial, seperti
membungkuk, batuk atau mengejan pada waktu buang air besar. Nyeri kepala sedikit
berkurang jika diberi aspirin dan kompres dingin pada tempat yang sakit. Nyeri
kepala yang dihubungkan dengan tumor otak disebabkan oleh traksi dan pergeseran
struktur peka nyeri dalam rongga intracranial (Smeltzer,2002)
Lokasi nyeri kepala cukup bernilai karena sepertiga dari nyeri kepala ini terjadi pada
tumor, sedangkan dua pertiga lainnya terjadi didekat atau diatas tumor. Nyeri kepala
oksipital merupak gejala pertama pada tumor fosa posterior. Kira-kira sepertiga lesi
supratenteriol meyebabkan nyeri kepala frontal. Jika keluhan nyeri kepala yang terjadi
dapat menyeluruh, maka nilai lokasinya kecil dan pada umumnya menunjukkan
pergeseran ekstensif kandungan intracranial yang meningkatkan tekanan intracranial.
Tumor lobus parietalis korteks sensorik parietalis mengakibatkan hilangnya fungsi
sensorik kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, diskriminasi dua titik, grafestesia,
kesan posisi dan streognosis (Smeltzer,2002)
6
Pemeriksaan Refleks Patologis
a. Praoperatif
b. Post operatif
7
Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang
biasanya diberikan selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering
kali pasien akan mengalami sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya
sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan diiritasi selama
pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup
untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi antikonvulsan (fenitoin,
deazepam) diresepkan untuk pasien yang telah menjalani kraniotomi
supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi setelah prosedur bedah
neuro supratentorial. Kadar serum dipantau untuk mempertahankan
medikasi dalam rentang terapeutik.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pascabedah intrakranial atau
kraniotomi adalah sebagai berikut :
8
a. Peningkatan tekanan intrakranial
d. Infeksi
e. Kejang
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PREOPERASI
Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola
makan setelah sakit? Apakah ada perubahan pola makan klien? Kaji apa
makanan kesukaan klien?kaji riwayat alergi makanan maupun obat-obatan
tertentu. Biasanya sebelum pembedahan, pasien dipuasakan selama 6-8
jam. Segala bentuk defisiensi nutrisi dan cairan harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan
jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami
berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi
lebih lama dirawat di rumah sakit. Balance cairan perlu diperhatikan dalam
9
kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit
serum harus berada dalam rentang normal.
Pola eliminasi
Kaji perubahan pola tidur klien sebelum menghadapi oprasi, berapa lama
klien tidur dalam sehari? Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur,
seperti nyeri dan lain lain.
Keadaan pasien yang cemas akan mempengaruhi kebutuhan tidur dan istirahat (Ruth
F. Craven, Costance J Himle, 2000). Pada pasien preoperasi yang terencana
mengalami kecemasan yang mengakibatkan terjadinya gangguan pola tidur antara 3 –
5 jam, sedangkan kebutuhan tidur dan istirahat normal adalah antara 7 – 8 jam.
(Gunawan L, 2001).
10
merasa rendah diri akibat pembedahan yang akan dijalani. Klien akan
takut akan terjadi hal yang tidak diinginkan setelah operasi.
Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama
dirawat di Rumah Sakit? Dan bagaimana hubungan social klien dengan
masyarakat sekitarnya?. Pola peran hubungan klien dengan orang lain
tergantung dengan kepribadiannya. Klien dengan kepribadian tipe
ekstrovert pada orang biasanya memiliki ciri-ciri mudah bergaul, terbuka,
hubungan dengan orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar. Hal ini akan menyebabkan seseorang lebih terbuka,
lebih tenang serta dapat mengurangi rasa cemas dalam menghadapi pra
operasi.
Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien
menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres? Pada pasien pre
operasi dapat mengalami berbagai ketakutan . Takut terhadap anestesi,
takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang ketidaktahuaan atau takut
tentang derformitas atau ancaman lain terhadap citra tubuh dapat
menyebabkan ketidaktenangan atau ansietas
11
b. Diagnosa Keperawatan Preoperasi
Adapun beberapa diagnosa yang dapat ditegakkan pada pra operatif bedah
kraniotomi
Batasan karakteristik:
· Insomnia
· Kawatir
· Menggigil
· Gelisah
· Sulit konsentrasi
c. Intervensi Keperawatan
12
d. Evaluasi Preoperatif
2. INTRAOPERATIF
a. Pengkajian
Kesiapan klien
Salah satu kesiapan klien adalah bagaimana posisi klien saat dimeja operasi,
ini bergantung pada prosedur operasi yang akan dilakukan juga pada kondisi
fisik pasien
b. Diagnosa Keperawatan
13
4. Kecemasan berhubungan dengan tindakan pembedahan.
c. Intervensi
3. POSTOPERATIF
a. Pengkajian
14
Bagaimana pandangan klien tentang penyakitnya setelah pembedahan?
Apakah klien merasa lebih baik setelah pembedahan?
2) Pola nutrisi metabolic
Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola
makan setelah sakit? Apakah ada perubahan pola makan klien? Kaji apa
makanan kesukaan klien?kaji riwayat alergi klien.
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan
makanan sesudah pembedahan. Insersi NG tube intra operatif mencegah
komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung.
Makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah makanan tinggi
protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses
penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan
membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
· Flatus positif
3) Pola eliminasi
15
4) Pola aktivas latihan
Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama
klien tidur dalam sehari? Apakah klien mengalami gangguan dalam
tidur pasca operasi seperti nyeri dan lain lain. Biasanya pasien
mengalami gangguan tidur karena nyeri pasca operasi.
16
7). Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang
dideritanya? Apakah klien merasa rendah diri? Biasanya klien
mengalami gangguan citra tubuh karena efek pembedahan.
Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama
dirawat di Rumah Sakit? Dan bagaimana hubungan social klien dengan
masyarakat sekitarnya?
Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien
menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?
17
4. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan edema periorbital,
balutan kepala, selang endotrakea dan efek TIK
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan atau
ketidakmampuan fisik
6. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
8. Resiko tinggi infeksi berhubungan berhubungan dengan tindakan
invasif, penurunan tingkat kesadaran, lamanya, type dari tindakan
pembedahan.
9. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post
operasi.
10. Pola nafas inefektif berhubungan dengan gangguan integritas jaringan
otak, hypoxemia dampak dari anestesi, serebral edema, area
pembedahan sekitar medulla obongata atau pons.
11. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan
secret.
12. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.
13. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
muntah
c. Implementasi Keperawatan
Tujuan utama pasien dapat mencakup fungsi pernafasan yang optimal, reda
dari nyeri dan ketidak nyamanan pasca operatif, pemeliharaan suhu tubuh
normal, bebas dari cedera, pemeliharan keseimbangan nutrisi, kembalinya
fungsi perkemihan yang normal, pemulihan mobilitas, dan rencana
rehabilitasi.
d. Intervensi Keperawatan
- Pantau TTV
- Berikan lingkungan yang aman dan nyaman
18
- Selain memberikan lingkungan aman nyaman, kontrol juga suhu
lingkungan dan pasien
- Alih baring tiap 2 jam
- Pantau GDA
- Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya Pendidikan kesehatan
pasien dan keluarga perawatan di rumah
- Motivasi pasien kontrol nyeri dengan nafas falam dan ditraksi
- Perawatan luka
19
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
20
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta. EGC.
http://bangeud.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-kraniotomy.html
21