Anda di halaman 1dari 38

ASKEP PERIOPERATIF KASUS BEDAH JANTUNG

Disusun Oleh:

1. Seelvia ( 1614301007 )
2. Yosmalia Merty H ( 1614301017 )
3. Ihsanat Refi Suharti ( 1614301020 )
4. Fictor Yusman Agung ( 1614301032 )
5. Nadhya Ayuningtyas ( 1614301033 )
6. Linda Safitri ( 1614301043 )

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
PRODI DIV KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, kami ucapkan rasa syukur kita kehadirat ALLAH Subhannahu wa ta'ala
yang telah memberikan beragam nikmatnya, diantaranya ada nikmat terbesar yaitu nikmat Islam,
nikmat sehat, sehingga ALLAH azza wa jalla menggerakan hati kami untuk mulai mengerjakan,
menyelesaikan Tugas Instrumen Kamar Bedah.
Sholawat teriringi salam semoga tetap tertujukan kepada Nabi ALLAH, Muhammad
Sholallahu 'alaihi wassalam. Kepada Keluarga beliau sholallahu 'alaihi wassalam, Para sahabat,
tabi'in, tabiut tabi'in, dan kepada setiap orang yang kokoh berdiri menjalankan sunnahnya,
istiqomah hingga yaumul akhir. InsyaaALLAH.
Alhamdulillah pada semester tujuh ini, kami mendapat tugas pada mata kuliah Asuhan
Keperawatan Perioperatif , khususnya pada pokok bahasan Asuhan Keperawatan Perioperatif
pada kasus bedah jantung Tujuan dari penulisan ini, yaitu agar si penyusun dan si pembaca kelak
dapat memahami konsep logistik dikamar bedah , serta mampu untuk menjelaskan dan
menerapkan kepada diri sendiri atau kepada orang lain.
Demikianlah alasan penyusunan dari makalah ini, Atas kekurangan yang nampak pada
penulisan ini, baik itu tersirat ataupun tersurat kami mohon maaf, dan selebihannya semoga
mendatangkan manfaat kepada kita semua, penyusun atau pembaca.

Bandar Lampung, September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
1.4 Manfaat Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bedah Jantung

2.2 Klasifikasi Bedah Jantung

2.3 Tujuan Bedah Jantung

2.4 Alat Bantu Mekanis Dan Jantung Buatan Total

2.5 Patofisiologi Bedah Jantung

2.6 Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Kasus Bedah Jantung

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung. Prosedur yang
sering mencakup angioplasti koroner perkutan, revaskularisasi arteri koroner dan perbaikan
penggantian katup jantung yang rusak.

Di masa kini, pasien dengan penyakit jantung dan komplikasi yang menyertainya dapat
dibantu untuk mencapai kualitas hidup yang lebih besar dan yang diperkirakan sepuluh tahun
sham. Dengan prosedur diagnostik yang canggih yang memungkinkan diagnostik dimulai
lebih awal dan lebih akurat, menyebabkan penanganan dapat dilakukan jauh sebelum terjadi
kelemahan yang berarti.

Perkembangan yang paling revolusioner dalam perkembangan pembedahan


jantung adalah teknik pintasan jantung-paru.Pertama kali digunakan dengan
berhasil pada manusia di tahun 1951.Di masa kini lebih dari 250.000 prosedur yang
dilakukan dengan menggunakan pintasan jantung paru.Terbanyak (lebih dari
200.000) dilakukan di Amerika Utara. Kebanyakan prosedur adalah graft pintasan
arteri koroner (CABG = coronary artery bypass graft) dan perbaikan atau
penggantian katup.

Penanganan dengan teknologi dan farmakoterapi yang baru terus dikembangkan dengan
cepat dan dengan keamanan yang semakin meningkat. Mungkin tak ada intervensi terapi
yang begitu berarti seperti pembedahan jantung yang dapat memperbaiki kualitas hidup
pasien dengan penyakit jantung.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah pengertian bedah jantung?
1.2.2 Apakah klasifikkasi bedah jantung?
1.2.3 Apakah tujuan dari bedah jantung?
1.2.4 Apasajakah alat bantu mekanis dan jantung buatan total?
1.2.5 Apakah patofisiologi bedah jantung?
1.2.6 Bagaimanakah asuhan keperawatan perioperatif pada kasus bedah jantung

1.3 Tujuan Makalah


1.3.1 Mahasiswa mampu memahami pengertian bedah jantung
1.3.2 Mahasiswa mampu memahami macam-macam bedah jantung
1.3.3 Mahasiswa mampu memahami alat bantu mekanis dan jantung buatan total
1.3.4 Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan perioperatif pada kasus
bedah jantung

1.4 Manfaat Penulisan


Mahasiswa mengetahui Asuhan Keperawatan Perioperatif pada kasus bedah jantung,
kemudian mahasiswa mau dan mampu untuk memahami teoridan konsep tersebut dalam
penyelesain masalah-masalah kesehatan yang ditemui ketika dilapangan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bedah Jantung
Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung. Prosedur yang
sering mencakup angioplasti koroner perkutan, revaskularisasi arteri koroner dan perbaikan
penggantian katup jantung yang rusak. Di masa kini, pasien dengan penyakit jantung dan
komplikasi yang menyertainya dapat dibantu untuk mencapai kualitas hidup yang lebih
besar dan yang diperkirakan sepuluh tahun sham. Dengan prosedur diagnostik yang canggih
yang memungkinkan diagnostik dimulai lebih awal dan lebih akurat, menyebabkan
penanganan dapat dilakukan jauh sebelum terjadi kelemahan yang berarti. Penanganan
dengan teknologi dan farmakoterapi yang baru terus dikembangkan dengan cepat dan
dengan keamanan yang semakin meningkat. Mungkin tak ada intervensi terapi yang begitu
berarti seperti pembedahan jantung yang dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dengan
penyakit jantung.
Pembedahan jantung pertama yang berhasil, penutupan luka tusuk ventrikel kanan, telah
dilakukan di tahun 1895 oleh ahli bedah halls de Vechi. Di Amerika Serikat pembedahan
serupa yang sukses, jugs penutupan luka tusuk, dilakukan di tahun 1902. Diikuti oleh
pembedahan katup di tahun 1923 dan 1925, penutupan duktus paten di tahun 1937 dan 1938,
dan reseksi koarktasi aorta pada tahun 1944. Era baru tandur pintasan arteri koroner bermula
di tahun 1954. Perkembangan yang paling revolusioner dalam perkembangan pembedahan
jantung adalah teknik pintasan jantung-paru. Pertama kali digunakan dengan berhasil pada
manusia di tahun 1951. Di masa kini lebih dari 250.000 prosedur yang dilakukan dengan
menggunakan pintasan jantung paru. Terbanyak (lebih dari 200.000) dilakukan di Amerika
Utara. Kebanyakan prosedur adalah graft pintasan arteri koroner (CABG = coronary artery
bypass graft) dan perbaikan atau penggantian katup.
Kemajuan dalam diagnostik, penatalaksanaan medis, teknik bedah dan anestesia, dan
pintasan jantung paru, dan juga perawatan yang diberikan di unit perawatan kritis serta
program rehabilitasi telah banyak membantu pembedahan menjadi pilihan penanganan yang
aman untuk pasien dengan penyakit jantung.
2.2 Klasifikasi Bedah Jantung
1. Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan membuka rongga
jantung dengan memakai bantuan mesin jantung paru (mesin extra corporal).

2. Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa membuka
rongga jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal.

2.3 Tujuan Operasi Bedah Jantung

Operasi jantung dikerjakan dengan tujuan bermacam-macam antara lain :


1. Koreksi total dari kelainan anatomi yang ada, misalnya penutupan ASD,
Pateh VSD, Koreksi Tetralogi Fallot.

2. Transposition Of Great Arteri (TGA). Umumnya tindakan ini dikerjakan


terutama pada anak-anak (pediatrik) yang mempunyai kelainan bawaan.

3. Operasi paliatif, yaitu melakukan operasi sementara untuk tujuan


mempersiapkan operasi yang definitive atau total koreksi karena operasi total
belum dapat dikerjakan saat itu, misalnya shunt aortopulmonal pada TOF,
Pulmonal atresia.

4. Repair yaitu operasi yang dikerjakan pada katub jantung yang mengalami
insufisiensi.

5. Replacement katup yaitu operasi penggantian katup yang mengalami


kerusakan.

6. Bypass koroner yaitu operasi yang dikerjakan untuk mengatasi


stenosis/sumbatan arteri koroner.

7. Pemasangan inplant seperti kawat ‘pace maker’ permanen pada anak-anak


dengan blok total atrioventrikel.

8. Transplantasi jantung yaitu mengganti jantung seseorang yang tidak mungkin


diperbaiki lagi dengan jantung donor dari penderita yang meninggal karena
sebab lain
2.4 Alat Bantu Mekanis Dan Jantung Buatan Total
Penggunaan pintasan jantung-paru pada pembedahan jantung dan kemungkinan
dilakukan transplantasi jantung pada penyakit jantung stadium akhir telah
rneningkatkan kebutuhan akan alat bantu jantung. Pasien yang tak mampu dilepas
dan pintasan jantung paru atau pasien yang sedang berada dalarn syok kardiogenik
dapat memperoleh keuntungan dari periode bantuan jantung mekanis. Alat yang
paling sering digunakan adalah pompa balon ultra aorta (IABP - intra-aortic baloon
pump). IABP nsengurangi kerja jantung selama kontraksi, namun tidak menyerupai
kinerja jantung yang sebenarnya.
Alat dengan kinerja yang menyerupai sebagian atau semua fungsi pemompaan
untuk jantung juga sedang dikembangkan. Alat bantu ventrikel yang lebih canggih
ini dapat mensirkulasi darah tiap menit seperti yang dilakukan jantung. Tiap alat
bantu ventrikel digunakan untuk masing-mnasilig ventrikel. Saat ini yang paling
sering digunakan adalah pompa sentrifugal. Banyak alat dorong pneumatis yang
digunakan, dan basil klinisnya cukup menianjikan. Beberapa alat bantu ventrikel
dapat dikombinasikan dengan oxvgenalor-ex!racorporeal membrane oxygenation
(ECMO). Alat bantu kombinasi ventrikuler-oksigenator digunakan pada pasien yang
jantungnya tak dapat memompa darah secara adekuat ke paru atau tubuhnya.
Jantung buatan total dirancang untuk mengganti kedua ventrikel. Jantung pasien
harus diangkat untuk nmemasang jantung buatan total tadi. Semua alat-alat tadi
masih dalam taraf ekspenimental. Janvik-7 telah mengalami keberhasilan jangka
pendek, tetapi hasil jangka panjangnya cukup mengecewakan. Kebanyakan peneliti
jantung buatan total berharap dapat mengembangkan alat yang dapat dipasang
secara permanen dan yang akan dapat menggantikan kebutuhan transplantasi
jantung donor manusia untuk penanganan penyakit jantung stadium akhir.
Alat bantu ventrikel dari jantung buatan total sekarang sedang digunakan
sebagai penanganan temporer. sementara pasien menunggu jantungnya sendiri
sembuh atau sampai tersedia jantung donor yang sesuai untuk ditransplantasi.
Kelainan pembekuan darah, perdarahan, trombus, emboli, hemolisis, infeksi, dan
kegagalan mekanis adalah beberapa komplikasi jantung buatan total dan alat bantu
ventrikel. Asuhan keperawatan untuk pasien ini ditujukan tidak hanya pada
pengkajian dan meminimalkan komplikasi tersebut. tetapi juga melibatkan
dukungan emosi dan penyuluhan mengenai alat bantu mekanis itu sendiri.

2.6 Patofisiologi Bedah Jantung


Aterosklerosis
,Spasme aa.
Coronaria

Hipoksia
Jaringan Perubahan
iskemic metabolisme
Fungsi Ventrike
Gangguan gerakan menurun Kontraksi
jantung Miokardium
menurun
Perubahan
hemodinamik

Curah jantung
menurun

Tekanan darah
meningkat,
denyut jantung
menurun

2.7 Penatalaksanaan Keperawatan Perioperatif

1. Penatalaksanaan Pra Operatif


a. Pengkajian
Pengkajian Kesehatan. Riwayat praoperatif dan pengkajian kesehatan harus
lengkap dan didokumentasikan dengan balk karena merupakan landasan
sebagai pembanding pascaoperatif. Pengkajian sistematis mengenai semua
sistem harus dilakukan, dengan penekanan pada fungsi kardiovaskuler.Status
fungsional sistem kardiovaskuler ditentukan dengan mengamati
simptomatologi pasien. termasuk pengalaman sekarang maupun masa lampau
tentang adanya nyeri dada, hipertensi. berdebar-debar. sianosis, susah
bernapas (dispnu). nyeri tungkai yang terjadi setelah berjalan, ortopnu. dispnu
nokturnal paroksismal, edema perifer dan klaudikasio intermiten. Karena
perubahan curah jantung dapat mempengaruhi fungsi ginjal, pernapasan.
gastrointestinal, kulit, hematologi dan saraf. maka sistem-sistem tersebut harus
dikaji dengan lengkap. Riwayat penyakit utama, pembedahan sebelumnya,
terapi obat-obatan, dan penggunaan obat, alkohol dan tembakau juga harus
dieksplorasi. Dilakukan pemeriksaan fisik lengkap, dengan penekanan khusus
pada parameter berikut:
a. Keadaan umum dan tingkah laku
b. Tanda-tanda vital
c. Status nutrisi dan cairan, berat dan tinggi badan
d. Inspeksi dan palpasi jantung, menentukan titik impuls maksima! (PMI =
point of maximal impulse), pulsasi abnomsal, thrill
e. Auskukasi jantung, mencatat frekuensi nadi, mama dan kualitasnya. S, S4,
snap, klik, murmur, friction rub
f. Tekanan vena jugularis
g. Denyut nadi perifer
h. Edema perifer
Pengkajian Psikososial.
Pengkajian psikososial dan pengkajian kebutuhan belajar-mengajar pasien
dan keluarganya sama pentingnya dengan pemeriksaan tisik. Persiapan
pembedahan jantung merupakan sumber stres yang berat bagi pasien dan
keluarganya. Mereka akan menjadi cemas dan ketakutan dan kadang
mempunyai banyak pertanyaan yang tidak terjawab. Kecemasan mereka
biasanya bertambah saat pasien dirawat di rumah sakit dan segera dilakukan
operasi. Pengkajian beratnya kecemasan sangat penting. Bila ringan,
mungkin merupakan penolakan. Bila berat, perlu diajarkan pemakaian
mekanisme koping secara .efektif melalui penyuluhan praoperatif. Pertanyaan
perlu diajukan untuk memperoleh informasi berikut mengenai pasien maupun
keluarganya:
a. Arti pembedahan bagi pasien dan keluarganya
b. Mekanisme koping yang digunakan
c. Cara yang digunakan pada masa lampau untuk mengatasi stres
d. Perubahan gaya hidup yang diantisipasi
e. Sistem pendukung yang efektif
f. Ketakutan mengenai masa kini dan masa mendatang
g. Pengetahuan dan pemahaman prosedur pembedahan, perjalanan
pascaoperasi, dan rehabilitasi jangka panjang

b. Diagnosis Keperawatan

Untuk menetapkan suatu penyakit jantung sampai kepada suatu diagnosis


maka diperlukan tindakan investigasi yang cukup. Mulai dari anamnesa,
pemeriksaan fisik/jasmani, laboratorium, maka untuk jantung diperlukan
pemeriksaan tambahan sebagai berikut :
1. Elektrokardiografi (EKG) yaitu penyadapan hantaran listrik dari jantung
memakai alat elektrokardiografi.

2. Foto polos thorak PA dan kadang-kadang perlu foto oesophagogram untuk


melihat pembesaran atrium kiri (foto lateral).

3. Fonokardiografi

4. Ekhocardiografi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai gelombang


pendek dan pantulan dari bermacam-macam lapisan di tangkap kembali.
Sehingga terlihat gambaran rongga jantung dan pergerakan katup jantung.
Selain itu sekarang ada lagi Dopler Echocardiografi dengan warna, dimana
dari gambaran warna yang terlihat bisa dilihat shunt, kebocoran katup atau
kolateral.

5. Nuklir kardiologi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai isotop intra


vena kemudian dengan “scanner” ditangkap pengumpulan isotop pada
jantung.

6. Kateterisasi jantung yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai kateter


yang dimasukan ke pembuluh darah dan didorong ke rongga jantung.
Kateterisasi jantung kanan melalui vena femoralis, kateterisasi jantung kiri
melalui arteri femoralis.

Pemeriksaan kateterisasi bertujuan :


1. Pemeriksaan tekanan dan saturasi oksigen rongga jantung, sehingga
diketahui adanya peningkatan saturasi pada rongga jantung kanan
akibat suatu shunt dan adanya hypoxamia pada jantung bagian kiri.
2. Angiografi untuk melihat rongga jantung atau pembuluh darah tertentu
misalnya LV grafi, aortografi, angiografi koroner dll.
3. Pemeriksaan curah jantung pada keadaan tertentu.
4. Pemeriksaan enzym khusus, yaitu pemeriksaan enzym creati kinase
dan fraksi CKMB untuk penentuan adanya infark pada keadaan “
unstable angin pectoris”.

Diagnosa keperawatan bagi pasien yang menjalani pembedahan jantung sangat


bervariasi antara pasien satu dengan pasien lain, tergantung penyakit jantung
mereka dan simptomatologinya - Kebanyakari pasien mernpunyai diagnosa
keperawatan penurunan curah jantung. Selain itu, diagnosa kepenawatan
praoperatif bagi kebanyakan pasien mencakup yang berikut:

a. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan. hasil pembedahan


yang belum jelas, dan takut akan kehilangan keadaan sehat
b. Kurangnya pengetahuan mengenai prosedur pcmbedahan dan penjalanan
pascaoperatif
c. Masalah Kolaborasi / Komplikasi Potensial
Stres karena pembedahan yang akan dilakukan dapat mencetuskan
komplikasi yang memerlukan penatalaksanaan secara kolaboratif dcngan
doktcr. Berdasarkan data pengkajian, komplikasi potensial yang mungkin
terjadi meliputi:
a. Angina (atau yang sesuai dengan angina)
b. Kecemasan berat yang mcmerlukan obat antiolitik (pengurang-
kecemasan)
c. Henti jantung
c. Intervensi Keperawatan
a. Mengurangi Ketakutan. Pasien dan keluarganya harus diberi kesempatan
yang cukup dan untuk mengekspresikan ketakutan mereka. Bila ada
ketakutan yang tidak diketahui, pengalaman operasi lain yang pernah
dijalani pasien dapat dihandingkan dengan pembedahan yang akan
dilakukan. Terkadang sangat membantu menjelaskan kepacla pasien
perasaan yang akan timbul (Anderson dan Masur 1989). Bila pasien
pernah menjalani kateterisasi jantung, maka persamaan dan perbedaan
prosedur ini dengan pembedahan yang akan dijalankan dapat
dibandingkan. Pasien juga didorong untuk menyatakan mengenai setiap
keprihatinan yang berhubungan dengan pengalaman sebelumnya.
b. Penyuluhan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah. Pendidikan
pasien dan keluarganya didasarkan pada kebutuhan belajar yang telah
dikaji. Penyuluhan biasanya meliputi informasi mengenai perawatan di
rumah sakit, mengenai pembedahan (asuhan praoperatif dan
pascaoperatif, latnanya pembedahan, nyeri dan ketidaknyamanan yang
mungkin terjadi, jam berkunjung, dan prosedur di unit kritis), dan informasi
mengenai fase pemulihan (lamanya perawatan di rumah sakit, kapan
aktivitas normal seperti pekerjaan rumah tangga, helanja dan bekerja
dapat dimulai kembali). Setiap perubahan yang dilakukan pads terapi
obat-obatan dan persiapan praoperatif harus dijelaskan dan ditekankan.
c. Pemantauan dan Penatalaksanaan Komplikasi Potensial.
Pasien yang mengalami angina biasanya berespons dengan terapi angina
yang biasa, yang tersering adalah nitrogliserin yang diletakkan di bawah
lidah Beberapa pasien memerlukan oksigen dan drip nitrogliserin
intravena.

d. Evaluasi
a. Hasil yang Diharapkan Memperlihatkan berkurangnya kecemasan
2. Mengidentifikasi rasa takut
3. Mendiskusikan rasa takut dengan keluarga
4. Menggunakan pengalaman dahulu sebagai fokus perbandingan
5. Mengekspresikan pandangan positif mengenai hasil pembedahan
6. Mengeksprcsikan rasa percaya diri mengenai cara yang digunakan
untuk mengurangi rasa sakit
b. Menerima pcngetahuan mengenai prosedur pembedahan dan
perjalanan
pascaoperatif
1. Mengidentifikasi maksud prosedur persiapan praoperatif
2. Meninjau unit perawatan intensif bila diinginkan
3. Mengidentitikasi keterbatasan hasil setelah pembedahan
4. Mendiskusikan lingkungan pascaoperatif dengan segera, mis,
pipa. mesin. pemeriksaan perawat.
5. Memperagakan aktivitas yang seharusnya dilakukan setelah
pembedahan (mis., menarik napas dalam, batuk efektif, latihan
kaki)

2. Penatalaksanaan Intra Operatif


Kebanyakan prosedur pembedahan jantung dilakukan melalui insisi sternotomi
median. Pasien dipersiapkan untuk pemantauan bcrkcsinambungan: elektroda, kateter
indwelling, dan probe dipasang sebelum prosedur untuk rnemudahkan pengkajian status
pasien dan penubahan terapi bila diperlukan. Pipa intravena harus dipasang bila
diperlukan pemberian cairan, obat, dan komponen darah. Selain itu pasien akan diintubasi
dan dihubungkan dengan ventilasi mekanis.
Sebelum insisi dada ditutup, dipasang tabung dada untuk pengeluaran udara dan drainase
dan mediastinum dan toraks. Elektroda pacu jantung epikardial diimplantasikan pada
permukaan atrium kanan dan ventrikel kanan. Elektroda epikardial ini dapat dipakai
pascaoperatif untuk memacu jantung atau untuk memantau jantung apabila ada disritmia
melalui lead atrium.
Selain membantu prosedur pembedahan, perawat bedah juga bertanggung jawab
terhadap kenyamanan dan keamanan pasien. Ruang lingkup intervensinya meliputi
mengatur posisi, perawatan kulit, serta dukungan emosional terhadap pasien dan
keluarganya.
Komplikasi intraoperatif yang mungkin terjadi meliputi disritmia, pendarahan, infark
miokardium, cedera pembuluh darah otak, emboli, dan gagal organ akibat syok, embolus
atau reaksi obat. Pengkajian pasien imraoperatif yang cermat sangat penting dalam
mencegah komplikasi tersebut selain dapat mendeteksi gejala dan memulai tindakan
segera.
3. PENATALAKSANAAN POST OPERATIF
A. Pengkajian
Parameter yang dikaji adalah sebagai berikut;
a. Status neurologis—tingkat responsivitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya,
refleks, gerakan ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.
b. Status Jantung—frekuensi dan irama jantung, suara jantung, tekanan darah arteri,
tekanan vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji arteri paru (PAWP =
pulmonary artery wedge pressure). tekanan atrium kiri (LAP), bentuk gelombang dan
pipa tekanan darah invasif, curah jantung atau indeks. tahanan pembuluh darah
sistemik dan paru, saturasi oksigen arteri paru (SVO,) bila ada, drainase rongga dada,
dan status serta fungsi pacemaker.
c. Status respirasi—gerakan dada, suana napas, penentuan ventilator (fnekuensi, volume
tidal, konsentrasi oksigen, mode [mis, SIMV], tekanan positif akhir ekspirasi [PEEPfl,
kecepatan napas, tekanan ventilator, saturasi oksigen anteri (SaO,), CO2 akhir tidal,
pipa drainase rongga dada, gas darah arteri.
d. Status pembuluh darah perifer—denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa.
bibir dan cuping telinga, suhu kulit, edema, kondisi balutan dan pipa invasif.
e. Fungsi ginjal—haluaran urin, berat jenis urin, dan osmolaritas
f. Status cairan dan elektrolit—asupan; haluaran dan semua pipa drainase. serta parameter
curah jantung, dan indikasi ketidakseinibangan elektrolit berikut:
Hipokalemia: intoksikasi digitalis, disritmia (gelombang U, AV blok, gelombang T
yang datar atau terbalik). Hiperkalemia.- konfusi mental, tidak tenang, mual,
kelemahan, parestesia eksremitas, disrirmia (tinggi, gelombang T puncak,
meningkatnya amplitudo, pelebaran kompleks QRS; perpanjangan interval QT)
Hiponatremia: kelemahan, kelelahan, kebingungan, kejang, koma
Hipokalsemia parestesia, spasme tangan dan kaki, kram otot, tetani
Hiperkalsemia intoksikasi digitalis, asistole
g. Nyeri—sifat, jenis, lokasi, durasi, (nyeri karena irisan harus dibedakan dengan nyeri
angina): aprehensi, respons terhadap analgetika.
h. Catatan: Beberapa pasien yang telah menjalani CABG dengan arteri mamaria interns
akan mengalaini parestesis nervus ulnanis pada sisi yang sama dengan graft yang
diambil. Parestesia tersebut bisa sementara atau permanen. Pasien yang menjalani
CABG dengan arieni gasiroepiploika juga akan mengalami ileus selama beberapa
waktu pascaoperatif dan akan mengalami nyeri abdomen pada tempat insisi selain nyeri
dada. Pengkajian juga mencakup observasi segala peralatan dan pipa untuk
menentukan apakah fungsinya baik: pipa endotrakheal, ventilator, monitor CO2 akhir
tidal, monitor Sa02, kateter arteri paru, monitor SO2, pipa arteri dan vena, slat infus
intravena dan selang, monitor jantung, pacemaker, pipa dada, dan sistem drainase urin.
Begitu pasien sadar dan mengalami kemajuan selama periode pascaoperatif, perawat
harus mengembangkan pengkajian dengan memasukkan parameter yang menunjukkan
status psikologis dan emosional. Pasien dapat irternperlihatkan iingkah laku yang
mencerminkan penolakan dan depresi atau dapat pula mengalami psikosis pasca
kardiotomi. Tanda khas psikosis meliputi (1) ilusi persepsi sementara, (2) halusinasi
dengar dan penglihatan (3) disorientasi dan waham paranoid.
i. Pengkajian Komplikasi
Pasien terus-menerus dikaji mengenai adanya indikasi ancaman komplikasi. Perawat
dan dokter bekerja secara kolaboratif unruk mengetahui tanda dan gejala awal
komplikasi dan memberikan tindakan untuk mencegah perkemhangannya.
1. Penurunan Curah Jantung. Penurunan curah jantung selalu merupakan ancaman
bagi pasien yang baru saja menjalani pembedahan jantung. Hal ini dapat terjadi
karena berbagai penyebab:
a.Gangguan preload—terlalu sedikit atau terlalu banyak volume darah yang
kembali ke jantung akibat hipovolemia. perdarahan yang berlanjut.
tamponade jantung, atau cairan yang berlebihan.
b. Gangguan afterload—arteri dan kapiler yang terlalu konstriksi atau
terlalu dilatasi karena perubahan suhu tubuh atau hipertensi.
c.Gangguan frekuensi jantung—terlalu cepat, terlalu lambat. atau disritmia
d. Gangguan kontraktilitas—gagal jantung. infark miokardium.
ketidakseiinbangan elektrolit, hipoksia

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.


Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi setelah pembedahan
jantung. Pengkajian keperawatan untuk komplikasi ini meliputi pemantauan
asupan dan haluaran, berat PAWP, hasil pengukuran tekanan atrium kiri dan
CVP, tingkat hematokrit, distensi vena leher, edema, ukuran hati, suara napas
(misalnya krekels halus, wheezing) dan kadar elektrolit.
Perubahan elektrolit serum harus dilaporkan segera sehingga penanganan dapat
segera diberikan. Yang penting kadar kalium, natrium dan kalsium tinggi atau
rendah.

3. Gangguan pertukaran gas.


Gangguan pertukaran gas adalah komplikasi lain yang mungkin terjadi pasca
bedah jantung. Semua jaringan tubuh memerlukan suplai oksigen dan nutrisi yang
adekuat untuk bertahan hidup. Untuk mencapai hal tersebut pada pasca
pembedahan, maka perlu dipasang pipa endotrakeal dengan bantuan ventilator
selama 4 sampai 48 jam atau lebih. Bantuan ventilasi dilanjutkan sampai nilai gas
darah pasien normal dan pasien menunjukkan kemampuan bernapas sendiri.
Pasien yang stabil setelah pembedahan dapat diekstubasi segera setelah 4 jam
pasca pembedahan, sehingga mengurangi kecemasannya sehubungan dengan
keterbatasan kemampuan berkomunikasi.Pasien dikaji terus menerus untuk
adanya indikasi gangguan pertukaran gas; gelisah, cemas, sianosis pada selaput
lendir dan jaringan perifer, takikardia dan berusaha melepas ventilator. Suara
napas dikaji sesering mungkin untuk mendeteksi adanya cairan dalam paru dan
untuk memantau pengembangan paru Gas darah arteri selalu dipantau.

4. Gangguan Peredaran Darah Otak.


Fungsi otak sangat tergantung pada suplai oksigen darah yang berkesinambungan.
Otak tidak memiliki kapasitas untuk menyimpan oksigen dan sangat bergantung
pada perfusi berkesinambungan yang adekuat dan jantung. Jadi sangat penting
mengobservasi pasien mengenai adanya gejala hipoksia: gelisah, sakit kepala,
konfusi. dispnu, hipotensi. dan sianosis. Gas darah arteri, SaO, SO dan CO akhir
tidal harus dikaji bila ada penurunan oksigen dan peningkatan karbondioksida.
Pengkajian status neurologis pasien meliputi tingkat kesadaran. respons terhadap
perintah verbal dan stimulus nyeri, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya.
gerakan ekstremitas. kekuatan menggenggarn tangan. adanya denyut nadi poplitea
dan kaki, begitu juga suhu dan warna ekstremitas. Setiap tanda yang
menunjukkan adanya perubahan status harus dicatat dan setiap temuan yang
abnormal harus dilaporkan ke ahli bedah segera karena bisa merupakan tanda
awal komplikasi pada periode pascaoperatif. Hipoperfusi dan mikroemboli dapat
rnenyebahkan kerusakan sistem saraf pusat setelah pembedahan jantung.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian dan jenis prosedur bedah yang dilakukan. diagnosis
utama keperawatan mencakup yang berikut:
a. Menurunnya curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan
fungsi jantung yang terganggu.
b. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma akibat
pembedahan dada ekstensif
c. Risiko kekurangan volume cairan dan keseirnbangan elektrolit
berhubungan dengan berkurangan volume darah yang beredar
d. Risiko gangguan persepsi-penginderaan berhubungan dengan
penginderaan yang berlebihan (suasana ruangan asuhan kritis, pengalaman
pembedahan)
e. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan iritasi akibat selang dada
f. Risiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan stasis vena,
embolisasi. penyakit aterosklerosis yang mendasarinya. efek vasopresor,
atau rnasalah pembekuan darah.
g. Risiko perubahan perfusi ginjal berhubungan dengan penurunan curah
jantung, hemolisis, atau terapi obat vasopresor
h. Risiko hipertermia berhubungan dengan infeksi atau sindrorn pasca
perikardiotomi
i. Kurang pengetahuan mengenai aktivitas perawatan diri

Masalah Kolaboratif / Komplikasi Potensial


Berdasarkan pada data pengkajian, komplikasi potensial yang dapat terjadi
mencakup:
a. Komplikasi jantung: gagal jantung kongestif, infark miokardium, henti
jantung. disritmia.
b. Komplikasi paru: edema paru, emboli paru. efusi pleura, pneumo atau
hematotoraks, gagal napas. sindrom distres napas dewasa
c. Perdarahan
d. Komplikasi neurologis: cedera serebrovaskuler, emboli udara
e. Nyeri
f. Gagal ginjal, akut atau kronis
g. Ketidakseimbangan elektrolit
h. Gagal hati
i. Koagulopati
j. Infeksi, sepsis

C. Perencanaan dan Implementasi


Tujuan. Tujuan utama meliputi restorasi curali jantung, pertukaran gas yang adekuat,
pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit. berkurangnya gejala penginderaan
yang berlebihan. penghilangan nyeri, usaha untuk beristirahat, pemeliharaan perfusi
jaringan yang memadai, pemeliharaan perfusi ginjal yang memadai, pemeliharaan suhu
tubuh normal, mempelajari aktivitas perawatan diri. dan tidak adanya komplikasi.

D. Intervensi Keperawatan
1. Menjaga Curah Jantung.
Penatalaksanaan keperawatan mencakup observasi terus-menerus status jantung
pasien dan segera memberitahu ahli bedah setiap perubahan yang menunjukkan
penurunan curah jantung. Perawat dan ahli bedah kemudian bekerja sarna secara
kolaboratif untuk memperbaiki masalah yang terjadi.
Disritmia, yang dapat terjadi ketika perfusi jantung berkurang, juga merupakan
indikator penting mengenai fungsi jantung. Disritmia yang paling sening terjadi
selama peniode pascaoperasi adalah bradikardi, takikardi dan denyutan ektopik.
Observasi terus-menerus pantauan jantung untuk adanya berbagai disritmia
merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan dan perawatan pasien.Setiap
petunjuk adanya penurunan curah jantung harus segera dilaporkan ke dokter. Data
dan hasil pengkajian uji tersebut kemudian akan digunakan dokter untuk
menentukan penyebab masalahnya. Begitu diagnosa telah ditegakkan, dokter
bersama perawat bekerja secara kolaboratif untuk menjaga curah jantung dan
mencegah komplikasi lebih lanjut. Bila perlu, dokter dapat membenikan komponen
darah, cairan, digitalis, diuretik, vasodilator, atau vasopresor. Bila perlu dilakukan
pembedahan lagi, maka pasien dan keluanganya harus dibenitahu mengenai
prosedur tersebut.
2. Menjaga Keseimbangan Cairan dan Elektrolit.
Untuk keseimbangan cairan dan elektrolit, perawat harus mengkaji dengan cermat
setiap pemasukan dan pengeluaran. Pergunakan lembar khusus untuk mencatat
keseimbangan cairan positif atau negatif. Semua masukan cairan harus dicatat,
termasuk cairan intravena, larutan pembilas yang digunakan untuk membilas
kateter arteri dan vena dan pipa nasogastrik, dan cairan peroral. Begitu pula, semua
keluaran juga harus dicatat, meliputi urin, drainase nasogastrik, dan drainase dada.
Parameter hemodinamika (tekanan darah, tekanan baji pulmonal dan atrium kiri,
dan CVP) harus sesuai dengan asupan, haluaran dan berat badan untuk menentukan
kecukupan hidrasi dan curah jantung. Elektrolit serum harus dipantau dan pasien
harus diobservasi mengenai adanya tanda ketidakseimbangan kalium, natrium dan
kalsium (hipokalemia, hiperkalemia, hiponatremia dan hipokalsemia).

3. Pengurangan Nyeri.
Nyeri dalam kemungkinan tidak dapat dirasakan tepat di atas daerah cedera tetapi
ke tempat yang lebih luas dan merata. Pasien yang baru saja menjalani pembedahan
jantung akan mengalami nyeri akibat terpotongnya syaraf interkostal sepanjang
irisan dan iritasi pleura oleh kateter dada. (Begitu pula, pasien dengan CABG
arteria mamaria interna dapat mengalami parestesia saraf ulna pada sisi yang sama
dengan sisi grafnya.)
Observasi dan mendengarkan adanya Tanda nyeri yang diucapkan ataupun tidak
diucapkan oleh pasien perlu diperhatikan. Perawat harus mencatat secara akurat
sifat, jenis, lokasi, dan durasi nyeri. (Nyeri irisan harus dibedakan dengan nyeri
angina.) Pasien harus dianjurkan minum obat sesuai resep untuk mengurangi nyeri.
Kemudian pasien harus dapat berpartisipasi dalam benlatih menarik napas dalam
dan batuk. dan secara progresif memngkatkan perawatan diri. Nyeri menyebabkan
ketegangan. yang akan menstimulasi sistem saraf pusat untuk mengeluarkan
adrenalin, yang mengakibatkan konstriksi arteri. Hal ini akan mengakibatkan
peningkatan afrerload dan penurunan curah jantung. Morfin sulfat dapat
mcngurangi nyeri dan kecemasan serta merangsang tidur, yang pada gilirannya
menurunkan kecepatan metabolik dan keburuhan oksigen. Setelah pemberian
opioid (narkotika), setiap tanda-tanda adanya penurunan aprehensi dan nyeri harus
dicatat dalam status pasien. Pasien juga harus dipantau akan adanya tanda efek
depresi pernapasan akibat analgetika. Bila terjadi depresi pernapasan. harus
diberikan antagonis opioid (mis., naloxone [Narcan]) untuk melawan efek rersebut.

4. Meningkatkan Istirahat.
Upaya dasar untuk memberikan rasa nyaman pada pasien bersama dengan
pembehan analgetika akan memperkuat efek analgesia dan meningkatkan istirahat.
Pasien harus dibantu merubah posisi setiap 1 sampai 2 jam dan diposisikan
sedemikian rupa sehingga dapat menghindari ketegangan pada daerah luka operasi
dan selang dada. Penekanan pada daerah irisan selama batuk dan nenarik napas
clalam dapat mengurangi nyeri. Aktivita keperawatan dijadwalkan sebanyak
mungkin uniuk mengurangi gangguan saat istirahat. Bila kondisi sudah mulai stabil
dan prosedur terapi serta pemantauan sudah mulai berkurang, maka pasien dapat
beristirahat lebih lama lagi.
5. Menjaga Perfusi Jaringan yang Adekuat.
Denyut nadi perifer (pedis, poplitea. tibialis, femoralis, radialis, brakhialis)
dipalpasi secara rutin untuk mengkaji adanya obstruksi arteri. Bila tidak teraba
denyutan pada satu ekstremitas, penyebabnya mungkin akibat kateterisasi
sebelurnnya pada ekstremitas tersebut. Bila ada denyut yang baru saja menghilang
harus segera dilaporkan kepada dokter. Setelah pembedahan harus diupayakan
mencegah stasis vena yang dapat mengakibatkan pembentukan trombus dan
selanjutnya emboli: (1) memakai stoking elastik atau halutan elastik, (2
menghindari menyilang kaki. (3) menghindari pengunaan peninggi lutut pada
tempat tidur, (4) mengambil semua bantal pada rongga popliteal. dan (5)
memberikan latihan pasif diikuti dengan latihan aktif umuk meningkaikan sirkulasi
dan mencegah hilangnya tonus otot. Gejala embolisasi, yang berbeda menurut
tempatnya, bisa ditandai dengan (1) nyeri abdomen atau punggung tengah (2) nyeri,
hilangnya denyutan, pucat, rasa baal, atau dingin pada ekstremitas (3) nyeri dada
atau distres pernapasan pada emboli paru dan infark miokardium: dan (4)
kelemahan satu sisi dan perubahan pupil, seperti yang terjadi pada cedera pembuluh
darah otak. Semua gejala yang timbul harus segera dilaporkan.

6. Menjaga Kecukupan Perfusi Ginjal.


Perfusi ginjal yang tidak mencukupi dapat tenjadi sebagai akibat pembedahan
janrung terbuka. Salah satu penyebab yang mungkin adalah rendahnva curah
jantung. Selain itu trauma terhadap sel darah selama pintasan jantung paru
menyebabkan hernolisis sel darah merah. Kejadian ini mengakibatkan terbentuknya
senyawa racun karena glomerulus tersumbat oleh debris sel darah merah yang rusak
tadi. Penggunaan bahan vasopresor untuk meningkatkan tekanan darah juga dapat
menyebabkan penurunan alinan darah ke ginjal.

7. Penatalaksanaan keperawatan meliputi pengukuran haluaran urin yang akurat.


Haluaran urin kurang dari 20 ml jam menunjukkan adanya hipovolemia. Berat jenis
juga harus diukur untuk mengetahui kemampuan ginjal mengkonsentrasilcan urin
dalam tubulus renalis. Diuretik kerja cepat atau obat inotropika (digitalis,
isopnoterenol) dapat diberikan untuk meningkatkan cunah jantung dan aliran darah
ginjal. Perawat harus memperhatikan nitrogen urea darah (BUN) dan kadar
kreatinin serum serta kadar elektrolit serum. Bila ditemukan ketidaknormalan
segera laporkan kepada dokter karena mungkin diperlukan pembatasan cairan dan
pembatasan pemakaian ohat-obat yang biasanya diekskresi melalui ginjal.

E. Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
a. Tercapainya curah jantung yang adekuat
b. Terpeliharanya pertukaran gas yang adekuat
c. Terpeliharanva keseimbangan cairan dan elekirolit
d. Hilangnya gejala penginderaan yang berlebihan, kembali terorientasi terhadap
orang. tempat dan waktu
e. Hilangnya nyeri
f. Terpeliharanya perfusi jaringan yang adekuat
g. Tercapainya istirahat yang adekuat
h. Terpeliharanya perfusi ginjal yang adekuat
i. Terpeliharanya suhu tubuh normal
j. Mampu melakukan aktivitas perawatan diri
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Post Operasi


1. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : Apatis
b. Keadaan umun: biasanya dalam keadaan lemas
c. TTV
Nadi : 55-80 x/menit
TD : 90/65-120/85 mmHg
RR : 22-27 x/menit
Suhu : 37,5-38.5 C
d. Kepala dan Leher
Rambut : Keriting, ada lesi, distribusi merata.
Wajah : Normal, konjungtiva agak merah muda
Hidung : Tidak ada polip
Mulut : Bersih
Leher: Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
e. Thorax
1) Jantung
Inspeksi : terdapat bekas jahitan luka operasi
Palpasi : adanya nyeri tekan
Perkusi : -
Auskultasi : terdengar BJ 1 dan 2
2) Paru
Inspeksi : pengembangan paru kanan-kiri simetris
Palpasi : tidak ada otot bantu pernafasan
Perkusi : -
Auskultasi : whezing
f. Abdomen
Inspeksi : Bulat datar
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : -
Auskultasi : Bising usus (+)
g. Ekstremitas
Eks. Atas : Ada clubbing fingers, terdapat oedema
Eks. Bawah :Ada clubbing fingers, terdapat oedema
h. Sistem Integumen : turgor kulit kembali > 1 detik
i. Genetalia : bersih, normal, tidak ada penyakit kelamin, tidak ada
hemoroid, dan terpasang kateter.
B. Analisa Data

No Analisa data Etiologi Problem


1. Ds: keluarga klien mengatakan Kehilangan darah dan Penurunan curah jantung
bahwa pasien mengalami , gangguan miokardium
nafas pendek, bingung
Do:
- TTV (TD : 140/90 mmHg,
N : 113 takikardi , RR :
takipnea 24 x/m, S : 38,5ºC )
- Bunyi Jantung S3 dan S4
- Keluaran urin anadekuat
- Peralatan pemantau
hemodinamik memperlihatkan
hasil tidak normal
- Terdapat edema
2. Ds: keluarga klien mengatakan Trauma pembedahan dada Gangguan pertukaran gas
bahwa pasien sesak, nafas ekstensif
pendek,
Do:
- - TTV (TD : 140/90 mmHg,
N : 113 takikardi , RR :
takipnea 24 x/m, S : 38,5ºC )
- AGD tidak normal (PO2 : 60
mmHg, PCO2 : diatas 46
mmHg, HCOO-3 : 20 mmHg,
PH : 7,25, SO2 : 80 mmHg)
- Suara nafas krekel
- Jalan nafas terganggu
- Dasar kuku dan membrane
mukosa pucat
3 Ds: keluarga klien mengatakan Trauma operasi Nyeri
bahwa pasien merasakan nyeri
pada daerah dada
Do:
- Dahi pasien mengkerut,
merintih dan melindungi
tempat rasa nyeri
- skala nyeri 5
- pasien memegang dada
bagian atas
- menggosok lengan kiri
- TTV (TD : 140/90 mmHg,
N : 113 takikardi , RR :
takipnea 24 x/m, S : 38,5ºC )
- P : nyeri bertambah jika
digunakan bergerak dan
berkurang bila digunakan
istirahat
- Q : seperti tertusuk
- R : didaerah dada,
- S : 5,
- T : waktu bergerak
4. Ds: keluarga klien mengatakan Infeksi atau sindroma Hipertermi
bahwa pasien demam pasca perikardiotomo
Do:
- Suhu : 38,5 ºC
- Adanya kemerahan
-Adanya bengkak
-Peningkatan rasa nyeri

C. Diagnosa Keperawatan
1. Menurunnya curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan fungsi jantung
yang terganggu.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma akibat pembedahan dada
ekstensi.
3. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi
4. Terjadinya hipertermi berhubungan dengan terjadinya infeksi atau sindrom pasca
perikardiotomi
D. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Rasional


1 Menurunnya curah Setelah dilakukan proses 1. Observasi TTV 1. Mengetahui keadaan umum pasien
jantung keperawatan selama 2x24 jam
berhubungan dengan diharapkan curah jantung 2. Raba nadi (radial, 2. Perbedaan frekuensi, kesamaan dan
kehilangan darah pasien normaluntuk menjaga carotid, femoral, keteraturan nadi menunjukkan efek
dan fungsi jantung gaya hidup yang diinginkan dorsalis pedis) catat gangguan curah jantung pada sirkulasi
yang terganggu. dengan KH : frekuensi, keteraturan, sistemik/perifer.
amplitude
K : pasien dan keluarga pasien (penuh/kuat) dan 3. Disritmia khusus lebih jelas terdeteksi
mengetahui apa yang simetris. Catat adanya dengan pendengaran dari pada dengan
menyebabkan dari pulsus alternan, nadi palpasi. Pendenganaran terhadap bunyi
menurunnya curah jantung. bigeminal, atau deficit jantung ekstra atau penurunan nadi
nadi. membantu mengidentifikasi disritmia pada
A : pasien dan keluarga pasien pasien tak terpantau
bisa menunjukan bagaimana 3. Auskultasi bunyi 4. Untuk mengetahui fungsi ginjal
cara untuk menjaga curah jantung, catat
jantung tetap stabil. frekuensi, irama. 5. Uuntuk mengevaluasi efektifitas
Catat adaya denyut pengobatan, banyak parameter digunakan
P : pasien dan keluarga pasien jantung ekstra, untuk mengevaluasi fungsi kardiovaskuler
bisa mempertahankan curah penurunan nadi.
jantung tetap stabil 6. Meringankan beban jantung
4. Pantau keluaran urin
P : - TTV normal : (TD
: 110/70-120/80 mmHg, 5. Pantau status
Suhu: 36,5-37,50 C, RR: 16- kardivaskuler setiap
24 x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt jam sampai stabil
- Tidak ada bunyi jantung melalui parameter
tambahan S3 (gallop) dan S4 hemodinamik
(murmur)
- keluaran urin adekuat 6. Kolaborasi obat anti
- tidak ada edema aritmia
- Peralatan pemantau
hemodinamik memperlihatkan
hasil normal ( tekanan vena
central (CVP) normal antara 2-
8 mmHg atau 3-11 cm air,
curah jantung normal antara 3-
5L/menit, tekanan kapiler
pulmonal (PCWP) normal
yaitu 6-12 mmHg, indeks
jantung normal 2,5-3,5
L/mnt/mm2, tekanan vaskuler
sistemik normal antara 600-
1400 dynes/sec, rerata tekanan
arteri normal 70-100mmHg)
2 Gangguan Setelah dilakukan proses 1. Observasi TTV 1. Mengetahui keadaan umum pasien
pertukaran gas keperawatan selama 1x24 jam
berhubungan dengan pertukaran gas adekuat dengan 2. Pantau gas darah 2. AGD dan volume tidal menunjukan
trauma akibat KH : volume tidal, tekanan efektifitas ventilator dan perubahan yang
pembedahan dada inspirasi puncak, dan harus dilakukan untuk memperbaiki
ekstensi. K : pasien dan keluarga pasien parameter ektubasi pertukaran gas
mengetahui penyebab dari
gangguan pertukaran gas 3. Observasi warna 3. Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi
kulit, membran respon tubuh terhadap demam/menggigil
A : pasien dan keluarga pasien mukosa dan kuku. namun sianosis pada daun telinga,
mampu menunjukan Catat adanya sianosis membran mukosa dan kulit sekitar mulut
bagaimana cara mengatasi perifer (kuku) atau menunjukkan hipoksemia sistemik.
gangguan pertukaran gas sianosis sentral.
4. Krekel menunjukan kongesti paru,
P : pasien dan keluarga pasien penurunan atau hilangnya suara nafas
mampu mengatasi gangguan menunjukan pneumothoraks
pertukaran gas
P : - TTV normal : (TD 4. Auskultasi dada 5. Membantu mencegah retensi sekresi dan
: 110/70-120/80 mmHg, terhadap suara nafas athelektasis
Suhu: 36,5-37,50 C, RR: 16-
24 x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt 5. Berikan fisioterapi 6. Membantu menjaga jalan nafas tetap paten,
-AGD normal : (PO2 : 80-95 dada sesuai resep mencegah atelectasis dan memungkinkan
mmHg, PCO2 : 35-45 mmHg, pengembangan paru.
HCOO-3 : 21-26 mmHg, PH : 6. Anjurkan untuk
7,35- 7,45, SO2 : 90- menarik nafas dalam,
100 mmHg) batuk efektif,
- suara nafas vesikuler berpindah posisi,
- jalan nafas tidak terganggu memakai spirometer
- mukosa dan dasar kuku dan mematuhi terapi
berwarna merah muda nafas.
3 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan proses 1. Observasi TTV. 1. Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
dengan trauma keperawatan selama 1x24 jam
operasi. diharapkan nyeri pasien dapat 2. Tentukan riwayat 2. Untuk mengetahui skala nyeri.
berkurang dengan KH: nyeri misalnya lokasi,
frekuensi, durasi 3. Meringankan nyeri dan memberikan rasa
K : pasien dan keluraga pasien nyaman.
mengetahui penyebab dari 3. Berikan tindakan
nyerinya kenyamanan dasar 4. Memberikan rasa nyaman pada saat nyeri.
(reposisi, gosok
A : pasien dan keluarga pasien punggung) dan 5. Untuk mempercepat hilangnya nyeri dan
mampu menunjukan aktivitas hiburan untuk penghilang rasa nyeri.
bagaimana cara menangani
nyerinya 4. penggunaan
ketrampilan
P : pasien dan keluarga pasien manajemen nyeri
mampu mengatasi nyerinya (teknik relaksasi,
visualisasi, bimbingan
P : - TTV normal : (TD imajinasi) musik,
: 110/70-120/80 mmHg, sentuhan terapeutik
Suhu: 36,5-37,50 C, RR: 16-
24 x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt 5. kontrol Kolaborasi :
‐ Skala nyeri normal (1- berikan analgesik
3) sesuai indikasi
‐ Wajah tidak meringai misalnya Morfin
kesakitan metadon atau
campuran narkotik
4 Terjadinya Setelah dilakukan proses 1. Observasi TTV 1. Untuk mengetahui keadaan umum pasien
hipertermi keperawatan selama x24 jam khususnya suhu 2. Menurunkan kemungkinan terjadinya
berhubungan dengan pasien dapat melakukan infeksi
terjadinya infeksi aktifitas seperti biasa dengan 2. Gunakan teknik steril 3. Terjadi pada 10% sampai 40% pasien
atau sindrom KH : saat mengganti setelah bedah jantung
pascaperikardiotomi. balutan 4. Untuk mengurangi demam
K : pasien dan keluarga pasien 3. Observasi adanya 5. Untuk menghilangkan gejala peradangan
mengetahui penyebab gejala sindrom pasca (mis : demam, bengkak, rasa penuh, kaku
hipertermi atau demam perikardiotomi : atau gatal, dan kelelahan)
demam, malese, efusi
A : pasien dan keluarga pasien pericardium, nyeri
mampu menunjukan cara sendi
mengurangi demam 4. Ajarkan teknik
kompres air hangat
P : pasien dan keluarga pasien untuk mengurangi
mampu melakukan demam
pengurangan demam 5. Kolaborasi pemberian
antiradang sesuai
P : - TTV normal : (TD resep
: 110/70-120/80 mmHg,
Suhu: 36,5-37,50 C, RR: 16-
24 x/mnt, Nadi: 60-100 x/mnt
- tidak ada bengkak
- tidak ada kemerahan
- tidak ada rasa nyeri

E. Implementasi

NO. TGL/JAM IMPLEMENTASI RESPON TTD


DX
23-Juli-2016
1,2,3,4 08.00 1. Mengobservasi TTV 1. DS : keluarga pasien mengatakan
pasien agak mendingan
1 09.00 wib 2.Meraba nadi (radial, carotid, DO : TTV normal : (TD : 110/70-,
femoral, dorsalis pedis) catat Suhu: 37,40 C, RR: 20x/mnt, Nadi:
frekuensi, keteraturan, 100 x/mnt
amplitude (penuh/kuat) dan 2. DS : pasien bisa diajak kerja sama
simetris. Mencatat adanya DO : frekuensi nadi seimbang,
pulsus alternan, nadi bigeminal, teratur, tidak ada defisit nadi
atau deficit nadi.

1,2 10.00 wib 3.Mengauskultasi bunyi jantung, 3. DS : pasien bisa diajak kerja sama
dan suara nafas DO : tidak ada bunyi jantung
tambahan S3 (gallop) dan S4
1,3,4 11.00 wib 4.Kolaborasi : memberikan obat (murmur)
anti aritmia, anti radang dan - suara nafas vesikuler tidak ada
analgesik. krekel
1 12.00 wib 5.memantau status kardivaskuler 4. DS : pasien mengatakan akan segera
melalui parameter minum obat
hemodinamik DO : pasien kooperatif
2 13.00 wib 6. Memantau gas darah, volume 5. DS : pasien sudah enakan
tidal, tekanan inspirasi puncak, DO : Peralatan pemantau
dan parameter ektubasi hemodinamik memperlihatkan hasil
normal ( tekanan vena central (CVP)
4 7. Mengganti balutan dengan normal 3 mmHg, curah jantung
teknik steril normal antara 4L/menit, tekanan
kapiler pulmonal (PCWP) normal
yaitu 7 mmHg, indeks jantung
2,3,4 8. mengajarkan teknik relaksasi, normal 3,5 L/mnt/mm2, tekanan
kompres air hangat dan vaskuler sistemik normal antara 1000
fisioterapi dada dynes/sec, rerata tekanan arteri
normal 80 mmHg)
6. DS : pasien sudah merasa enak
DO : AGD normal : (PO2 : 85 mmHg,
PCO2 : 40 mmHg, HCOO-3 : 22
mmHg, PH : 7,37, SO2 : 90 mmHg)
7. DS : pasien bisa diajak kerjasama
DO : tidak ada tanda-tanda infeksi
8. DS : pasien bisa menerima apa yang
diajarkan
DO : skala nyeri berkurang, demam
menurun, tidak ada sesak dan krekel.

F. Evaluasi
NO. TGL/JAM EVALUASI TTD
DX
1 23-07-2016 S:-
O : TTV normal : (TD : 110/70-, Suhu: 37,40 C, RR: 20x/mnt, Nadi: 100 x/mnt
Peralatan pemantau hemodinamik memperlihatkan hasil normal ( tekanan
vena central (CVP) normal 3 mmHg, curah jantung normal antara 4L/menit,
tekanan kapiler pulmonal (PCWP) normal yaitu 7 mmHg, indeks jantung
normal 3,5 L/mnt/mm2, tekanan vaskuler sistemik normal antara 1000
dynes/sec, rerata tekanan arteri normal 80 mmHg)
tidak ada bunyi jantung tambahan baik S3 maupun S4
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
2 25-11-2012 S : pasien mengatakan tidak sesak nafas
O : TTV normal : (TD : 110/70-, Suhu: 37,40 C, RR: 20x/mnt, Nadi: 100 x/mnt,
AGD normal : (PO2 : 85 mmHg, PCO2 : 40 mmHg, HCOO-3 : 22 mmHg, PH :
7,37, SO2 : 90 mmHg)
- suara nafas vesikuler
- jalan nafas tidak terganggu
- mukosa dan dasar kuku berwarna merah muda
tidak ada sianosis, tidak ada oedema, ekstremitas hangat
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
3 25-11-2012 S : pasien mengatakan nyeri berkurang
O : : (TD : 110/70-, Suhu: 37,40 C, RR: 20x/mnt, Nadi: 100 x/mnt, skala nyeri 2
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
4 25-11-2012 S : pasien mengatakan demamnya berkurang
O : : (TD : 110/70-, Suhu: 37,40 C, RR: 20x/mnt, Nadi: 100 x/mnt, tidak ada
bengkak, tidak ada kemerahan, tidak ada rasa nyeri
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung. Prosedur


yang sering mencakup angioplasti koroner perkutan, revaskularisasi arteri koroner
dan perbaikan penggantian katup jantung yang rusak. Di masa kini, pasien dengan
penyakit jantung dan komplikasi yang menyertainya dapat dibantu untuk mencapai
kualitas hidup yang lebih besar dan yang diperkirakan sepuluh tahun silam.

3.2 Saran

Makalah mengenai Asuhan Keperawatan Perioperatif pada kasus bedah Jantung,


ini telah kami susun dengan kesadaran penuh. Namun meskipun demikian
mungkin di mata pembaca masih terdapat kekeliruan atau kekurangan yang
tampak, oleh karenanya kami senantiasa menerima segala bentuk kritik atau saran
yang membangun yang InsyaaALLAH nantinya akan menjadikan kami lebih baik
lagi. Sebagaimana perkataan para Salafus Sholih “ Semoga ALLAH merahmati
orang yang menunjukan Aibku/kesalahanku padaku”.
DAFTAR PUSTAKA

Sylvia A. Price et. Al (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Smeltzer S.C dan Bare Brenda G (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth(Ed. 8 Vol 2), EGC, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (1999). Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan
(Ed. 2), Jakarta : Penerbit buku kedokteran. EGC.
Barbara C Long, (1996). Perawatan Medikal Bedah, Edisi II, Yayasan ikatan alumni
pendidikan keperawatan padjajaran Bandung: Bandung.
Engram (1999). Rencanan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, Terjemahan dari
Medical Surgical Nursing Planning, (1993), Alih bahasa Suharyati, EGC: Jakarta.
Doenges E Marlynn (1999) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Edisi 3) Penerbit buku kedokteran. EGC

Anda mungkin juga menyukai