Disusun Oleh:
1. Seelvia ( 1614301007 )
2. Yosmalia Merty H ( 1614301017 )
3. Ihsanat Refi Suharti ( 1614301020 )
4. Fictor Yusman Agung ( 1614301032 )
5. Nadhya Ayuningtyas ( 1614301033 )
6. Linda Safitri ( 1614301043 )
Alhamdulillah, kami ucapkan rasa syukur kita kehadirat ALLAH Subhannahu wa ta'ala
yang telah memberikan beragam nikmatnya, diantaranya ada nikmat terbesar yaitu nikmat Islam,
nikmat sehat, sehingga ALLAH azza wa jalla menggerakan hati kami untuk mulai mengerjakan,
menyelesaikan Tugas Instrumen Kamar Bedah.
Sholawat teriringi salam semoga tetap tertujukan kepada Nabi ALLAH, Muhammad
Sholallahu 'alaihi wassalam. Kepada Keluarga beliau sholallahu 'alaihi wassalam, Para sahabat,
tabi'in, tabiut tabi'in, dan kepada setiap orang yang kokoh berdiri menjalankan sunnahnya,
istiqomah hingga yaumul akhir. InsyaaALLAH.
Alhamdulillah pada semester tujuh ini, kami mendapat tugas pada mata kuliah Asuhan
Keperawatan Perioperatif , khususnya pada pokok bahasan Asuhan Keperawatan Perioperatif
pada kasus bedah jantung Tujuan dari penulisan ini, yaitu agar si penyusun dan si pembaca kelak
dapat memahami konsep logistik dikamar bedah , serta mampu untuk menjelaskan dan
menerapkan kepada diri sendiri atau kepada orang lain.
Demikianlah alasan penyusunan dari makalah ini, Atas kekurangan yang nampak pada
penulisan ini, baik itu tersirat ataupun tersurat kami mohon maaf, dan selebihannya semoga
mendatangkan manfaat kepada kita semua, penyusun atau pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung. Prosedur yang
sering mencakup angioplasti koroner perkutan, revaskularisasi arteri koroner dan perbaikan
penggantian katup jantung yang rusak.
Di masa kini, pasien dengan penyakit jantung dan komplikasi yang menyertainya dapat
dibantu untuk mencapai kualitas hidup yang lebih besar dan yang diperkirakan sepuluh tahun
sham. Dengan prosedur diagnostik yang canggih yang memungkinkan diagnostik dimulai
lebih awal dan lebih akurat, menyebabkan penanganan dapat dilakukan jauh sebelum terjadi
kelemahan yang berarti.
Penanganan dengan teknologi dan farmakoterapi yang baru terus dikembangkan dengan
cepat dan dengan keamanan yang semakin meningkat. Mungkin tak ada intervensi terapi
yang begitu berarti seperti pembedahan jantung yang dapat memperbaiki kualitas hidup
pasien dengan penyakit jantung.
2. Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa membuka
rongga jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal.
4. Repair yaitu operasi yang dikerjakan pada katub jantung yang mengalami
insufisiensi.
Hipoksia
Jaringan Perubahan
iskemic metabolisme
Fungsi Ventrike
Gangguan gerakan menurun Kontraksi
jantung Miokardium
menurun
Perubahan
hemodinamik
Curah jantung
menurun
Tekanan darah
meningkat,
denyut jantung
menurun
b. Diagnosis Keperawatan
3. Fonokardiografi
d. Evaluasi
a. Hasil yang Diharapkan Memperlihatkan berkurangnya kecemasan
2. Mengidentifikasi rasa takut
3. Mendiskusikan rasa takut dengan keluarga
4. Menggunakan pengalaman dahulu sebagai fokus perbandingan
5. Mengekspresikan pandangan positif mengenai hasil pembedahan
6. Mengeksprcsikan rasa percaya diri mengenai cara yang digunakan
untuk mengurangi rasa sakit
b. Menerima pcngetahuan mengenai prosedur pembedahan dan
perjalanan
pascaoperatif
1. Mengidentifikasi maksud prosedur persiapan praoperatif
2. Meninjau unit perawatan intensif bila diinginkan
3. Mengidentitikasi keterbatasan hasil setelah pembedahan
4. Mendiskusikan lingkungan pascaoperatif dengan segera, mis,
pipa. mesin. pemeriksaan perawat.
5. Memperagakan aktivitas yang seharusnya dilakukan setelah
pembedahan (mis., menarik napas dalam, batuk efektif, latihan
kaki)
D. Intervensi Keperawatan
1. Menjaga Curah Jantung.
Penatalaksanaan keperawatan mencakup observasi terus-menerus status jantung
pasien dan segera memberitahu ahli bedah setiap perubahan yang menunjukkan
penurunan curah jantung. Perawat dan ahli bedah kemudian bekerja sarna secara
kolaboratif untuk memperbaiki masalah yang terjadi.
Disritmia, yang dapat terjadi ketika perfusi jantung berkurang, juga merupakan
indikator penting mengenai fungsi jantung. Disritmia yang paling sening terjadi
selama peniode pascaoperasi adalah bradikardi, takikardi dan denyutan ektopik.
Observasi terus-menerus pantauan jantung untuk adanya berbagai disritmia
merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan dan perawatan pasien.Setiap
petunjuk adanya penurunan curah jantung harus segera dilaporkan ke dokter. Data
dan hasil pengkajian uji tersebut kemudian akan digunakan dokter untuk
menentukan penyebab masalahnya. Begitu diagnosa telah ditegakkan, dokter
bersama perawat bekerja secara kolaboratif untuk menjaga curah jantung dan
mencegah komplikasi lebih lanjut. Bila perlu, dokter dapat membenikan komponen
darah, cairan, digitalis, diuretik, vasodilator, atau vasopresor. Bila perlu dilakukan
pembedahan lagi, maka pasien dan keluanganya harus dibenitahu mengenai
prosedur tersebut.
2. Menjaga Keseimbangan Cairan dan Elektrolit.
Untuk keseimbangan cairan dan elektrolit, perawat harus mengkaji dengan cermat
setiap pemasukan dan pengeluaran. Pergunakan lembar khusus untuk mencatat
keseimbangan cairan positif atau negatif. Semua masukan cairan harus dicatat,
termasuk cairan intravena, larutan pembilas yang digunakan untuk membilas
kateter arteri dan vena dan pipa nasogastrik, dan cairan peroral. Begitu pula, semua
keluaran juga harus dicatat, meliputi urin, drainase nasogastrik, dan drainase dada.
Parameter hemodinamika (tekanan darah, tekanan baji pulmonal dan atrium kiri,
dan CVP) harus sesuai dengan asupan, haluaran dan berat badan untuk menentukan
kecukupan hidrasi dan curah jantung. Elektrolit serum harus dipantau dan pasien
harus diobservasi mengenai adanya tanda ketidakseimbangan kalium, natrium dan
kalsium (hipokalemia, hiperkalemia, hiponatremia dan hipokalsemia).
3. Pengurangan Nyeri.
Nyeri dalam kemungkinan tidak dapat dirasakan tepat di atas daerah cedera tetapi
ke tempat yang lebih luas dan merata. Pasien yang baru saja menjalani pembedahan
jantung akan mengalami nyeri akibat terpotongnya syaraf interkostal sepanjang
irisan dan iritasi pleura oleh kateter dada. (Begitu pula, pasien dengan CABG
arteria mamaria interna dapat mengalami parestesia saraf ulna pada sisi yang sama
dengan sisi grafnya.)
Observasi dan mendengarkan adanya Tanda nyeri yang diucapkan ataupun tidak
diucapkan oleh pasien perlu diperhatikan. Perawat harus mencatat secara akurat
sifat, jenis, lokasi, dan durasi nyeri. (Nyeri irisan harus dibedakan dengan nyeri
angina.) Pasien harus dianjurkan minum obat sesuai resep untuk mengurangi nyeri.
Kemudian pasien harus dapat berpartisipasi dalam benlatih menarik napas dalam
dan batuk. dan secara progresif memngkatkan perawatan diri. Nyeri menyebabkan
ketegangan. yang akan menstimulasi sistem saraf pusat untuk mengeluarkan
adrenalin, yang mengakibatkan konstriksi arteri. Hal ini akan mengakibatkan
peningkatan afrerload dan penurunan curah jantung. Morfin sulfat dapat
mcngurangi nyeri dan kecemasan serta merangsang tidur, yang pada gilirannya
menurunkan kecepatan metabolik dan keburuhan oksigen. Setelah pemberian
opioid (narkotika), setiap tanda-tanda adanya penurunan aprehensi dan nyeri harus
dicatat dalam status pasien. Pasien juga harus dipantau akan adanya tanda efek
depresi pernapasan akibat analgetika. Bila terjadi depresi pernapasan. harus
diberikan antagonis opioid (mis., naloxone [Narcan]) untuk melawan efek rersebut.
4. Meningkatkan Istirahat.
Upaya dasar untuk memberikan rasa nyaman pada pasien bersama dengan
pembehan analgetika akan memperkuat efek analgesia dan meningkatkan istirahat.
Pasien harus dibantu merubah posisi setiap 1 sampai 2 jam dan diposisikan
sedemikian rupa sehingga dapat menghindari ketegangan pada daerah luka operasi
dan selang dada. Penekanan pada daerah irisan selama batuk dan nenarik napas
clalam dapat mengurangi nyeri. Aktivita keperawatan dijadwalkan sebanyak
mungkin uniuk mengurangi gangguan saat istirahat. Bila kondisi sudah mulai stabil
dan prosedur terapi serta pemantauan sudah mulai berkurang, maka pasien dapat
beristirahat lebih lama lagi.
5. Menjaga Perfusi Jaringan yang Adekuat.
Denyut nadi perifer (pedis, poplitea. tibialis, femoralis, radialis, brakhialis)
dipalpasi secara rutin untuk mengkaji adanya obstruksi arteri. Bila tidak teraba
denyutan pada satu ekstremitas, penyebabnya mungkin akibat kateterisasi
sebelurnnya pada ekstremitas tersebut. Bila ada denyut yang baru saja menghilang
harus segera dilaporkan kepada dokter. Setelah pembedahan harus diupayakan
mencegah stasis vena yang dapat mengakibatkan pembentukan trombus dan
selanjutnya emboli: (1) memakai stoking elastik atau halutan elastik, (2
menghindari menyilang kaki. (3) menghindari pengunaan peninggi lutut pada
tempat tidur, (4) mengambil semua bantal pada rongga popliteal. dan (5)
memberikan latihan pasif diikuti dengan latihan aktif umuk meningkaikan sirkulasi
dan mencegah hilangnya tonus otot. Gejala embolisasi, yang berbeda menurut
tempatnya, bisa ditandai dengan (1) nyeri abdomen atau punggung tengah (2) nyeri,
hilangnya denyutan, pucat, rasa baal, atau dingin pada ekstremitas (3) nyeri dada
atau distres pernapasan pada emboli paru dan infark miokardium: dan (4)
kelemahan satu sisi dan perubahan pupil, seperti yang terjadi pada cedera pembuluh
darah otak. Semua gejala yang timbul harus segera dilaporkan.
E. Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
a. Tercapainya curah jantung yang adekuat
b. Terpeliharanya pertukaran gas yang adekuat
c. Terpeliharanva keseimbangan cairan dan elekirolit
d. Hilangnya gejala penginderaan yang berlebihan, kembali terorientasi terhadap
orang. tempat dan waktu
e. Hilangnya nyeri
f. Terpeliharanya perfusi jaringan yang adekuat
g. Tercapainya istirahat yang adekuat
h. Terpeliharanya perfusi ginjal yang adekuat
i. Terpeliharanya suhu tubuh normal
j. Mampu melakukan aktivitas perawatan diri
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
C. Diagnosa Keperawatan
1. Menurunnya curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan fungsi jantung
yang terganggu.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma akibat pembedahan dada
ekstensi.
3. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi
4. Terjadinya hipertermi berhubungan dengan terjadinya infeksi atau sindrom pasca
perikardiotomi
D. Intervensi Keperawatan
E. Implementasi
1,2 10.00 wib 3.Mengauskultasi bunyi jantung, 3. DS : pasien bisa diajak kerja sama
dan suara nafas DO : tidak ada bunyi jantung
tambahan S3 (gallop) dan S4
1,3,4 11.00 wib 4.Kolaborasi : memberikan obat (murmur)
anti aritmia, anti radang dan - suara nafas vesikuler tidak ada
analgesik. krekel
1 12.00 wib 5.memantau status kardivaskuler 4. DS : pasien mengatakan akan segera
melalui parameter minum obat
hemodinamik DO : pasien kooperatif
2 13.00 wib 6. Memantau gas darah, volume 5. DS : pasien sudah enakan
tidal, tekanan inspirasi puncak, DO : Peralatan pemantau
dan parameter ektubasi hemodinamik memperlihatkan hasil
normal ( tekanan vena central (CVP)
4 7. Mengganti balutan dengan normal 3 mmHg, curah jantung
teknik steril normal antara 4L/menit, tekanan
kapiler pulmonal (PCWP) normal
yaitu 7 mmHg, indeks jantung
2,3,4 8. mengajarkan teknik relaksasi, normal 3,5 L/mnt/mm2, tekanan
kompres air hangat dan vaskuler sistemik normal antara 1000
fisioterapi dada dynes/sec, rerata tekanan arteri
normal 80 mmHg)
6. DS : pasien sudah merasa enak
DO : AGD normal : (PO2 : 85 mmHg,
PCO2 : 40 mmHg, HCOO-3 : 22
mmHg, PH : 7,37, SO2 : 90 mmHg)
7. DS : pasien bisa diajak kerjasama
DO : tidak ada tanda-tanda infeksi
8. DS : pasien bisa menerima apa yang
diajarkan
DO : skala nyeri berkurang, demam
menurun, tidak ada sesak dan krekel.
F. Evaluasi
NO. TGL/JAM EVALUASI TTD
DX
1 23-07-2016 S:-
O : TTV normal : (TD : 110/70-, Suhu: 37,40 C, RR: 20x/mnt, Nadi: 100 x/mnt
Peralatan pemantau hemodinamik memperlihatkan hasil normal ( tekanan
vena central (CVP) normal 3 mmHg, curah jantung normal antara 4L/menit,
tekanan kapiler pulmonal (PCWP) normal yaitu 7 mmHg, indeks jantung
normal 3,5 L/mnt/mm2, tekanan vaskuler sistemik normal antara 1000
dynes/sec, rerata tekanan arteri normal 80 mmHg)
tidak ada bunyi jantung tambahan baik S3 maupun S4
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
2 25-11-2012 S : pasien mengatakan tidak sesak nafas
O : TTV normal : (TD : 110/70-, Suhu: 37,40 C, RR: 20x/mnt, Nadi: 100 x/mnt,
AGD normal : (PO2 : 85 mmHg, PCO2 : 40 mmHg, HCOO-3 : 22 mmHg, PH :
7,37, SO2 : 90 mmHg)
- suara nafas vesikuler
- jalan nafas tidak terganggu
- mukosa dan dasar kuku berwarna merah muda
tidak ada sianosis, tidak ada oedema, ekstremitas hangat
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
3 25-11-2012 S : pasien mengatakan nyeri berkurang
O : : (TD : 110/70-, Suhu: 37,40 C, RR: 20x/mnt, Nadi: 100 x/mnt, skala nyeri 2
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
4 25-11-2012 S : pasien mengatakan demamnya berkurang
O : : (TD : 110/70-, Suhu: 37,40 C, RR: 20x/mnt, Nadi: 100 x/mnt, tidak ada
bengkak, tidak ada kemerahan, tidak ada rasa nyeri
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Sylvia A. Price et. Al (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Smeltzer S.C dan Bare Brenda G (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth(Ed. 8 Vol 2), EGC, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (1999). Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan
(Ed. 2), Jakarta : Penerbit buku kedokteran. EGC.
Barbara C Long, (1996). Perawatan Medikal Bedah, Edisi II, Yayasan ikatan alumni
pendidikan keperawatan padjajaran Bandung: Bandung.
Engram (1999). Rencanan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, Terjemahan dari
Medical Surgical Nursing Planning, (1993), Alih bahasa Suharyati, EGC: Jakarta.
Doenges E Marlynn (1999) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Edisi 3) Penerbit buku kedokteran. EGC