Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH KEJANG

DEMAM
DOSEN PENGAMPUH : Ns.Rosani Naim, S.Kep.,M.Kep

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK


OLEH:

KELOMPOK 1
NOVIANTI AINUN RAMADHANI (202431042)
NUR SYAFIKA (202431043)
TRI IKA PUTRI SUDIRMAN (202431053)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai yang berjudul
”Asuhan Keperawatan Kejang Demam”. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH....................................................................................1
1.3 TUJUAN..............................................................................................................1
1.4 MANFAAT.........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 KONSEP PENYAKIT.......................................................................................3
2.1.1 PENGERTIAN KEJANG DEMAM.............................................................3
2.1.2 ETIOLOGI KEJANG DEMAM....................................................................4
2.1.3 KLASIFIKASI KEJANG DEMAM..............................................................4
2.1.4 PATOFISIOLOGI KEJANG DEMAM.......................................................5
2.1.5 MANIFESTASI KLINIS................................................................................5
2.1.6 PENATALAKSANAAN................................................................................6

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN .........................................................6


2.2.1 PENGKAJIAN................................................................................................6
2.2.2 DIAGNOSA.....................................................................................................9
2.2.3 INTERVENSI..................................................................................................9
2.2.4 IMPLEMENTASI...........................................................................................11
2.2.5 EVALUASI......................................................................................................12
2.2.6 TERAPI............................................................................................................12
BAB III PENUTUP..................................................................................................13
3.1 KESIMPULAN ..................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kejang demam adalah kejang yang disertai demam/terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal >38OC) yang disebabkan suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada anak. Kejang demam umumnya
terjadi pada anak yang berusia 6 bulan sampai 5 tahun. Kejang demam merupakan
kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anakanak, terutama pada golongan
umur 3 bulan sampai 5 tahun.1,2 Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.

Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan masa perkembangan yang dimulai
dari bayi (0-1 tahun), usia bermain/oddler (1-1,5 tahun), dan pra-sekolah (2.5-5 tahun).
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak biasanya rentang sakit (Aziz, 2005).
Para ahli menggolongkan usia balita pada usia pra-sekolah 3 - 4 tahun sebagai tahapan
perkembangan anak yang cukup rentan terhadap berbagai serangan penyakit dan penyakit
yang sering dijumpai adalah penyakit infeksi (Wong, 2009).

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa hasil studi yang dilakukan
pada 400 anak usia 1 bulan – 13 tahun dengan riwayat kejang, paling banyak anak
menderita kejang demam 77%. Di Indonesia dilaporkan pada tahun 2012 – 2013 angka
kejadian kejang demam 3-4% dari anak yang berusia 6 bulan – 5 tahun (Wibisono,2015).

Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
38ºC, yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, biasanya terjadi pada usia 3
bulan – 5 tahun (Sujono & Suharsono, 2010).

Kejang demam merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama pada anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang
berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam (Ngastiyah, 2014). Kejang
demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.

Kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Anak-anak yang mengalami kejang demam sederhana tidak memiliki
peningkatan resiko kematian. Pada kejang demam kompleks yang terjadi sebelum usia 1
tahun, atau dipicu oleh kenaikan suhu < 39ºC dikaitkan dengan angka kematian 2 kali
lipat selama 2 tahun pertama setelah terjadinya kejang (Wulandari & Erawati, 2016).
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan gangguan kejang demam

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran untuk menerapkan asuhan keperawatan pada
pasien kejang demam.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khususnya, dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan kejang dema terutama dalam hal
a. Mahasiswa dapat mengkaji, mengenal masalah utama dari kejang demam
b. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala yang terpenting dari kejang
demam
c. Mahasiswa dapat memahami penanganan kejang demam
d. Mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan kejang demam
e. Mahasiswa dapat mengevaluasi, mendokumentasikan sebagai tolak ukur guna
menerapkan asuhan keperawatan kejang demam

D. MANFAAT

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam memepelajari lebih dalam ilmu
keperawatan khususnya pada penyakit kejang demam.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Pengertian kejang demam

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang
disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk
diagnosa kejangdemam adalah 38 derajat celcius atau lebih suhu rektal. Kejang terjadi
akibat loncatan listrikabnormal dari sekelompok neuron otak yang mendadak dan
lebih dari biasanya, yang meluaske neuron sekitarnya atau dari substansia grasia
ke substansia alba yang disebabkan olehdemam dari luar otak.

Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang


mengakibatkansuatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara. Kejangdemam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan
gejala dengan demam. Kejangdemam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik,
sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh
adanya suatu awitan hypertermiayang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima
tahun. Kejang demam adalah suatukejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara
umur 6 bulan dan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian
kejang demam kembali tidak termasukdalam kejang demam. Kejang disertai demam pada
bayi berumur kurang dari 1 bulan tidaktermasuk dalam kejang demam. Kejang demam
dibagi atas kejang demam sederhana dankejang demam kompleks. Kejang demam
kompleks adalah kejang demam fokal, lebih dari 15menit, atau berulang dalam 24 jam.
Pada kejang demam sederhana kejang bersifat umum,singkat, dan hanya sekali dalam 24
jam.1,2

2.1.2 Etiologi kejang demam

Menurut Sodikin (2012), penyebab kejang demam belum dapat dipastikan.Menurut


Riyadi, (2013), kondisi yang menyebabkan kejang demam antara lain : infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial, otitits media akut, bronchitis. Adapun menurut IDAI
2013 penyebab terjadinya kejang demam antara lain : obat-obatan, ketidak seimbangan
kimiawi seperti hyperkalemia, hipoglikemia, dan asidosis, demam, patologi otak,
eklampsi (ibu yang mengalami hipertensi prenatal, toksimea gravidarum) (IDAI 2013)

2.1.3 Klasifikasi kejang demam

Klasifikasi kejang demam terbagi menjadi 2 yaitu:

a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure) Kejang Demam Sederhana


(Simple Febrile Seizure) terjadi secara singkat durasi kurang dari 15 menit, kejang dapat
umum, tonik, dan atau klonik, umumnya akan berhenti sendiri tanpa gerakan fokal dan
tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh
kejang demam.

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure) Kejang Demam Kompleks


(Complex Febrile Seizure) disertai demam tinggi, kejang lama durasi lebih dari 15 menit.
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial dan
berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam

2.1.4 Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel
+
neuron dapat dilalui dengan mudah ion kalium (K ) dan sangat sulit dilalui oleh ion
+ -
Natriun (Na ) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI ). Akibatnya konsentrasi
+ +
ion K dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na rendah, sedang diluar sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada
permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

a. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular

b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa
hanya 15%. Oleh karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel
disekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggiu rendahnyaambang
kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya


dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (
lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsungnya kejang (Lestari, 2016 & Ngastiyah, 2012)

2.1.5 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik klien dengan kejang demam antara lain:

a) Suhu Tubuh >38 ºC


b) Serangan kejang biasanya berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
c) Sifat bangkitan dapat berbentuk :
- Tonik : mata ke atas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri jatuh ke lantai atau
tanah, kaku lengan fleksi, kaki/kepala/leher ekstensi, tangisan melengking, kaku, apneu,
peningkatan saliva
- Klonik : gerakan menyentak kasar pada saat Tubuh dan ekstremitas berada pada
kontraksi dan relaksasi yang berirama, hipersalivasi, dapat mengalami inkontinensia urin
dan feses

- Tonik Klonik

- Akinetik : tidak melakukan gerakan


2.1.6 Penatalaksanaan

Ngastiyah (2012), Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa faktor


yang perlu dikerjakan yaitu:

a. Penatalaksanaan Medis

1) Memberantas kejang secepat mungkin

Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang), obat pilihan
utama yang diberikan adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis yang
diberikan pada pasien kejang disesuaikan dengan berat badan, kurang dari 10 kg
0,5-0,75 mg/kgBB dengan minimal dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5
mg/KgBB. Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg /kgBB/kali dengan maksimum
5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak yang lebih besar.

Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit, bila masih


kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga melalui intravena.
Setelah 15 menit pemberian suntikan kedua masih kejang, diberikan suntikan ketiga
denagn dosis yang sama juga akan tetapi pemberiannya secara intramuskular,
diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan
fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena. Efek samping dari pemberian
diazepan adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernapasan.

Pemberian diazepan melalui intravena pada anak yang kejang seringkali


menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif adalah melalui rektum.
Dosis yang diberikan sesuai dengan berat badan ialah berat badan dengan kurang
dari 10 kg dosis yang diberikan sebesar 5 mg, berat lebih dari 10 kg diberikan 10 mg.

Obat pilihan pertama untuk menanggulangi kejang atau status konvulsivus yang
dipilih oleh para ahli adalah difenilhidantion karena tidak mengganggu kesadaran dan
tidak menekan pusat pernapasan, tetapi dapat mengganggu frekuensi irama jantung.

2) Pengobatan penunjang

Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan pengobatan penunjang


yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah
aspirasi isi
lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. Fungsi
vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung diawasi
secara ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya diberikan dengan dipantau untuk
kelainan metabolik dan elektrolit. Obat untuk hibernasi adalah klorpromazi 2-. Untuk
mencegah edema otak diberikan kortikorsteroid dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukokortikoid misalnya dexametason 0,5-1
ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.

3) Memberikan pengobatan rumat

Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja diazepan
sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah disuntikan, oleh karena itu
harus diberikan obat antiepileptik dengan daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan
rumat tergantung daripada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu
pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan profilaksis jangka panjang.

4) Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi oleh demam
biasanya adalah infeksi respiratoriu bagian atas dan otitis media akut. Pemberian
antibiotik yang adekuat perlu untuk mengobati penyakit tersebut. Secara akademis
pasien kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaliknya dilakukan pungsi
lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi didalam otak
misalnya meningitis

b. Penatalaksanaan keperawatan

1) Pengobatan fase akut

a) Airway

(1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan
sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.

(2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian


yang mengganggu pernapasan

(3) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.


b) Breathing

Isap lendir sampai bersih

c) Circulation

(1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.

(2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat ( berbeda dengan
pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).Jika dengan tindakan ini
kejang tidak segera berhenti, hubungi dokter apakah perlu pemberian obat
penenang.

2) Pencegahan kejang berulang

a) Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata 0,3mg/kgBB atau


diazepam rektal. Jika kejang tidak berhenti tunggu 15 menit dapat diulang dengan
dengan dosis dan cara yang sama.

b) Bila diazepan tidak tersedia, langung dipakai fenobarbital dengan dosis awal dan
selanjutnya diteruskan dengan pengobatan rumah
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Kejang Demam
2.2.1 Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang tua,
penghasilan orang tua. Wong (2009), mengatakan kebanyakan serangan kejang
demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan
frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama

Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien


mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks
biasanya mengalami penurunan kesadaran.
b) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu
makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya tergantung pada
jenis kejang demam yang dialami anak.
c) Riwayat kesehatan
(1) Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan kejang demam
kompleks mengalami gangguan keterlambatan perkembangan dan intelegensi
pada anak serta mengalami kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
(2) Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap
rentan tertular penyakit infeksi atau virus seperti virus influenza.
(3) Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual
dan muntahnya
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos mentis
2) TTV :

Suhu : biasanya >38,0⁰C


Respirasi: pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit
Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40 kali/menit
Nadi : biasanya >100 x/i
3) BB
Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berar badan
yang berarti
4) Kepala
Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
5) Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik, konjungtiva anemis.
6) Mulut dan lidah
Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak
kotor
7) Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan katus mata,
keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara, nyeri tekan
mastoid.
8) Hidung
Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung, bentuk
simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.
9) Leher
Biasanya terjadi pembesaran KGB
10) Dada
a) Thoraks
(1) Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan
otot bantu pernapasan
(2) Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama
(3) Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi.
b) Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung), SIC V
kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri.
Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea
parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
11) Abdomen
biasanya lemas dan datar, kembung
12) Anus
biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
13) Ekstermitas :
a) Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral
dingin.
b) Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral
dingin.
c. Penilaian tingkat kesadaran
1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya,
nilai GCS: 15-14.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 -
10.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.
d. Penilaian kekuatan otot

Respon Skala

Kekuatan otot tidak ada 0


Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
0 3
Terangkat sedikit < 45 , tidak mampu melawan gravitasi
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu 4
melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi

Kekuatan otot normal 5


(Sumber: Wijaya dan Yessi. 2013)

e. Pemeriksaan penunjang

Menurut Dewi (2011) :

a) EEG(Electroencephalogram)

Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan
kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan
kejang demam kompleks.

b) Lumbal Pungsi

Fungsi lumbar merupakan pemeriksaan cairan yang ada di otak dan kanal tulang
belakang (cairan serebrospinal) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini
dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi (usia<12 bulan) karena gejala dan
tanda meningitis pada bayi mungkin sangat minimal atau tidak tampak. Pada anak
dengan usia > 18 bulan, fungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda peradangan
selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat.

Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi :

(1) Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher )

(2) Mengalami complex partial seizure

(3) Kunjungan kedokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48


jam sebelumnya)

(4) Kejang saat tiba di IGD


(5) Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga 1
jam setelah kejang adalah normal

(6) Kejang pertama setelah usia 3 tahun

Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :

(1) warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen


kuning santokrom.

(2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal(normal


bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-
150ml).

(3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0


mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L).

c) Neuroimaging

Yang termasuk pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT- Scan, dan
MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi
untuk pertama kalinya. Pemeriksaan tersebut dianjurkan bila anak menujukkan
kelainan saraf yang jelas, misalnya ada kelumpuhan, gangguan keseimbangan, sakit
kepala yang berlebihan, ukuran lingkar kepala yang tidak normal.

d) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium ini harus ditujukan untuk mencari sumber demam,


bukan sekedar pemeriksaan rutin. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaaan darah rutin,
kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respons manusia


terhadap gangguan kesehatan /proses kehidupan, atau kerentanan respons dari individu,
keluarga, kelompok, atau komunitas (Herdman, 2018).

Diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada kasus kejang demam adalah
hipertermia, yang berhubungan dengan proses penyakit (SDKI, 2016).
Tabel 1
Diagnosa keperawatan pada anak kejang demam dengan hipertermia

Gejala dan Tanda Penyebab Masalah

(1) (2) (3)

Gejala dan Tanda Mayor 1. Dehidrasi Hipertermia


1. Subjektif : tidak tersedia 2. Terpapar lingkungan panas Kategori : lingkungan

2. Objektif : suhu tubuh tidak 3. Proses penyakit (mis infeksi, Subkategori : keamanan dan

normal. kanker) Proteksi

Gejala dan Tanda Minor 4. Ketidaksesuaian pakaian Definisi : suhu tubuh meningkst

2. Objektif : kulit merah, 5. Peningkatan laju

kulit terasa hangat 6. Respon trauma

7. Aktivitas berlebihan

8. Penggunaan incubator

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi Keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan perawat


berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan outcome
pasien/klien (Bulechek dkk, 2016). Nursing Outcome Classification (NOC) adalah suatu
sistem yang dapat digunakan untuk memilih ukuran hasil yang berhubungan dengan
diagnosis keperawatan. Nursing Interventions Classification (NIC) adalah sebuah
taksonomi tindakan komprehensif berbasis bukti yang perawat lakukan di berbagai
tatanan perawatan (Herdman, 2015).

Berdasarkan panduan PPNI (2018) dalam buku Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (SIKI), intervensi keperawatan merupakan segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
luaran (outcome) yang diharapkan.

Tabel 2
Perencanaan keperawatan Pada Anak Kejang Demam Dengan

Hipertermia
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan (SIKI)

(SDKI) (SLKI)

(1) (2) (3)

Hipertermia berhubungan Setelah di berikan asuhan Manajemen hipertermia


dengan proses penyakit keperawatan selama 3x24
(infeksi bakteri salmonella jam diharapkan : 1. Observasi
typhosa).
1. Mengigil menurun a. Identifikasi penyebab hipertermia
(mis. Dehidrasi,terpapar
2. Kulit merah menurun lingkungan panas,penggunaan
incubator).
3. Kejang menurun
b. Monitor suhu tubuh
4. Takikardia menurun
c. Monitor pengeluaran urin.
5. Takipnea menurun
2. Terapeutik
6. Suhu tubuh membaik
a. Sediakan linkungan yang dingin.
7. Suhu kulit membaik b. Longgarkan atau lepaskan pakaian

c. Berikan cairan oral.

d. Basahi dan kipasi permukaan


tubuh.

e. Lakukan pendinginan
eksternal(mis. Selimut hipotermia
atau kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen,aksilla).

3. Edukasi

a. Anjurkan tirah baring

4. Kolaborasi

a. Kolaborasikan pemberian cairan


dan elektrolit intravena, jika

perlu.
2.2.4 Implementasi

Implementasi adalah tahap ke empat dari proses keperawatan . tahap ini muncul

jika perencanaan yang dibuat di aplikasikan pada klien. Tindakan yang dilakukan

mungkin sama mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah di buat pada

perencanaan. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibelitas dan kreatifits

perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui tindakan

keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang sudah direncanakan,

dilakukan dengan rencana yang tepat,aman,serta sesuai dengan kondisi pasien (Ode

Debora, 2013).

Adapun implementasi yang dapat dilakukan sesuai dengan intervensi yaitu :


a. Mengidentifikasi penyebab hipertermia (mis.Dehidrasi,terpapar
lingkungan panas).
b. Memonitor suhu tubuh
c. Memonitor pengeluaran urine
d. Menyediakan lingkungan
yangdingin.
e. Melonggarkan atau lepaskan pakaian.
f. Memberikan obat oral.
g. Membasahi dan kipasi permukaan tubuh.
h. Melakukan pendinginan eksternal (mis. Kompres dingin pada dahi,
dan aksilla).
i. Mengajurkan tirah baring
j. Mengkolaborasikan pemberian cairan elektrolit dan intravena.

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah
ditetapkan serta menilai apakah masakah yang terjadi sudah diatasi seluruhnya,hanya
sebagian,atau belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan
yaitu suatu proses yang digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk
mengetahuikesesuain tindakan keperawatan,perbaikan tindakan
keperawatan,kebutuhan klien saat ini,perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain dan
perlu menyusun ulang prioritas diagnosa supaya kebutuhan klienbisa terpenuhui atau
teratasi (Ode Debora, 2013). Evaluasi dinilai berdasarkan respon pasien terhadap
implementasi yang telah dilakukan, sehingga kriteria hasil yang diharapkan :

a. Menggigil menurun.

b. Suhu tubuh membaik menjadi 36,5⁰ c – 37,5⁰ c

c. Kejang menurun.

d. Suhu kulit membaik.

e. Takikardia menurun.

f. Takipnea menurun.

g. Kulit merah menurun.


BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang
disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk
diagnosa kejangdemam adalah 38 derajat celcius atau lebih suhu rektal. Kejang terjadi
akibat loncatan listrikabnormal dari sekelompok neuron otak yang mendadak dan
lebih dari biasanya, yang meluaske neuron sekitarnya atau dari substansia grasia
ke substansia alba yang disebabkan olehdemam dari luar otak.

3.2 SARAN

Penulis berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran
demi perbaikan makalah kami, lebih kurang kami mohon maaf jika ada kekurangan dari
makalah kami
DAFTAR PUSTAKA

Dewanti, A., Widjaja, J. A., Tjandrajani, A., & Burhany, A. A. (2016). Kejang demam dan faktor
yang mempengaruhi rekurensi. Sari Pediatri, 14(1), 57-61.

Pangesti, N. A., & Atmojo, B. S. R. (2020). Penerapan Kompres Hangat Dalam Menurunkan
Hipertermia Pada Anak Yang Mengalami Kejang Demam Sederhana. Nursing
Science Journal (NSJ), 1(1),29-35

Purwanti, O. S., & Maliya, A. (2008). Kegawatdaruratan kejang demam pada anak. Jurnal
Berita Ilmu Keperawatan, 1(2), 97-100.

Sitohang, D. (2019). PERENCANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KEJANG


DEMAM.

Anda mungkin juga menyukai