Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

Halaman

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1

1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................1

1.4 Manfaat..................................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3

2.1 Definisi...................................................................................................3

2.2 Epidemiologi..........................................................................................3

2.3 Etiologi...................................................................................................3

2.4 Patofisiologi...........................................................................................5

2.5 Gejala Klinis...........................................................................................6

2.6 Pengobatan.............................................................................................7

2.7 Prognosis................................................................................................9

BAB 3 KESIMPULAN..........................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Temperatur tubuh normal adalah antara 36,0–37,7°C di axilla.

Peningkatan temperature tubuh ini diinduksi oleh pusat termoregulator di

hipotalamus sebagai respons terhadap perubahan tertentu. Demam didefnisikan

sebagai peningkatan suhu tubuh menjadi >38,0°C. Kejang demam merupakan

kejang yang terjadi karena rangsangan demam, tanpa adanya proses infeksi

intrakranial; terjadi pada sekitar 2-4% anak berusia 3 bulan sampai 5 tahun

(Mahmood, 2011).

Sebagian besar kejang demam merupakan kejang demam sederhana, tidak

menyebabkan menurunnya IQ, epilepsi, dan kematian. Kejang demam dapat

berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga.

Saat pasien datang dengan kejang disertai demam, dipikirkan tiga kemungkinan,

yaitu: (1) kejang demam, (2) pasien epilepsi terkontrol dengan demam sebagai

pemicu kejang epilepsi, (3) kejang disebabkan infeksi sistem saraf pusat atau

gangguan elektrolit akibat dehidrasi (Sequerra, 2010).

Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang saat

demam, tidak memenuhi kriteria kejang demam. Bila anak berumur kurang dari

6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan

lain harus dipertimbangkan, misalnya infeksi SSP/Sistem Saraf Pusat, atau

epilepsi yang kebetulan terjadi Bersama dengan demam (Arief, 2015).

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh

1
2

tentang Kejang demam mengenai definisi, etiologi,, manifestasi klinis, dan

penatalaksanaannya.

1.3 Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan

pemahaman penulis maupun pembaca mengenai Kejang Demam.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul akibat

kenaikan suhu tubuh. “Kejang demam ialah bangkitan kejang yg terjadi pada

kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium (Hasan, 2012).

Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam, salah

satu diantaranya adalah : “Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau

anak, biasanya terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan

dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau

penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur

kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dapat dibedakan

dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam

(Mansjoer, 2011).

2.2 Epidemiologi

Berkisar 2%-5% anak di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan

kejang demam. Lebih dari 90% kasus kejang demam terjadi pada anak berusia

di bawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak

berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan, insiden bangkitan kejang

demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan. Di Amerika Serikat dan Eropa

prevalensi kejang demam berkisar 2%-5%. Di Asia prevalensi kejang demam

meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan di Amerika. Di Jepang

3
4

kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9% (Fuadi, Bahtera,

Wijayahadi.2010).

Dua puluh satu persen kejang demam durasinya kurang dari 1 jam, 57%

terjadi antara 1-24 jam berlangsungnya demam, dan 22% lebih dari 24 jam.

Sekitar 30% pasien akan mengalami kejang demam berulang dan kemudian

meningkat menjadi 50% jika kejang pertama terjadi usia kurang dari 1 tahun.

Sejumlah 9–35% kejang demam pertama kali adalah kompleks, 25% kejang

demam kompleks tersebut berkembang ke arah epilepsi (Arief. 2015).

2.3 Etiologi

Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti,

demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,

pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul

pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat

menyebabkan kejang (Mansjoer, 2011).

Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia

(penurunan oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia,

dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh

gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya dihilangkan

(Corwin, 2001).

2.4 Patofisiologi

Peningkatan temperatur dalam otak berpengaruh terhadap perubahan

letupan aktivitas neuronal. Perubahan temperature tersebut menghasilkan sitokin

yang merupakan pirogen endogen, jumlah sitokin akan meningkat seiring kejadian

demam dan respons inflamasi akut. Respons terhadap demam biasanya


5

dihubungkan dengan interleukin-1 (IL-1) yang merupakan pirogen endogen atau

lipopolisakarida (LPS) dinding bakteri gram negatif sebagai pyrogen eksogen.

LPS menstimulus makrofag yang akan memproduksi pro- dan anti-inflamasi

sitokin tumor necrosis factoralpha (TNF-α), IL-6, interleukin1 receptor

antagonist (IL- 1ra), dan prostaglandin E2 (PGE2). Reaksi sitokin ini mungkin

melalui sel endothelial circumventricular akan menstimulus enzim

cyclooxygenase2 (COX-2) yang akan mengkatalis konversi asam arakidonat

menjadi PGE2 yang kemudian menstimulus pusat termoregulasi di hipotalamus,

sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh. Demam juga akanm eningkatkan sintesis

sitokin di hipokampus. Pirogen endogen, yakni interleukin 1ß, akan

meningkatkan eksitabilitas neuronal (glutamatergic) dan menghambat GABA

ergic, peningkatan eksitabilitas neuronal ini yang menimbulkan kejang (Wendorf,

2011).

2.5 Gejala Klinis

Kejang demam terbagi menjadi dua, yakni kejang demam sederhana dan

kejang demam kompleks (Siqueira, 2010)

Kejang demam sederhana berlangsung singkat (kurang dari 15 menit),

tonik-klonik. dan terjadi kurang dari 24 jam, tanpa gambaran fokal dan pulih

dengan spontan. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh

kejang demam. Kejang demam kompleks biasanya menunjukkan gambaran

kejang fokal atau parsial satu sisiatau kejang umum yang didahului kejang

parsial. Durasinya lebih dari 15 menit dan berulang atau lebih dari 1 kali kejang

selama 24 jam. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit

atau kejang berulang lebih dari 2 kali, dan di antara bangkitan kejang kondisi anak
6

tidak sadarkan diri. Kejang lama terjadi pada sekitar 8% kejang demam. Kejang

fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang

parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2

bangkitan anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% kejang demam (Riqfqy,

2015).

2.6 Penatalaksanaan

Tatalaksana saat kejang

Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada

waktu pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam

keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah

diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-

lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis

maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma

kejang pada umumnya.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah

(prehospital)adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg

atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan

10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat

diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila

setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah

sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Jika kejang masih

berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus.


7

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari

indikasi terapi antikonvulsan proflaksis.

Tatalaksana saat demam

1. Antikonvulsan

Pemberian obat antikonvulsan intermiten

Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat

antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Proflaksis intermiten

diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:

• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral

• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun

• Usia <6 bulan

• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius

• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat

dengan cepat.

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau

rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat

badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5

mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu

diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat

menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.

2. Pemberian obat antikonvulsan rumat


8

Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan

penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan,

maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam

jangka pendek (level of evidence 3, derajat rekomendasi D). Indikasi

pengobatan rumat:

 Kejang fokal

 Kejang lama >15 menit

 Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.

Keterangan:

• Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan,

BUKAN merupakan indikasi pengobatan rumat.

• Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak

mempunyai fokus organik yang bersifat fokal

• Pada anak dengan kelainan neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk

pemberian terapi proflaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak

berhasil/orangtua khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif

dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (level of evidence 1, derajat

rekomendasi B).

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan

perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah

asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2
9

tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam

valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4

mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.

Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat

untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada

saat anak tidak sedang demam.

2.7 Prognosis

Kecacatan atau kelainan neurologis

Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan

sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental

dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.

Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang,

baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition

memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan

pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.

Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko

berulangnya kejang demam adalah:

1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang

4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
10

5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang

demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan

berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang

demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor risiko terjadinya epilepsi

Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:

1. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang

demam pertama

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung

4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi

sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan

kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak

dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam.

Kematian

Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Angka

kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana dengan

perkembangan normal dilaporkan sama dengan populasi umum


BAB 3
KESIMPULAN

Kejang demam merupakan jenis kejang yang sering terjadi, terbagi atas

kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam

merupakan suatu kondisi yang patut diperhatikan, dan tatalaksana yang tepat

dapat mengatasi kondisi kejang dan mengatasi kausanya. Sebagian besar kejang

demam tidak menyebabkan penurunan IQ, epilepsi, ataupun kematian. Kejang

demam dapat berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada

keluarga. Diperlukan pemeriksaan sesuai indikasi dan tatalaksana menyeluruh.

Edukasi orang tua penting karena merupakan pilar pertama penanganan kejang

demam sebelum dirujuk ke rumah sakit

11
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Dr. Rusepno (2012), Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta


Arief Rifqi Fadly. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta. IDI.
de Siqueira LFM. Febrile seizures: Update on diagnosis and management. Rev
Assoc Med Bras. 2010; 56(4): 489-92.
Wendorff J, Zeman K. Immunology of febrile seizures. Pracapoglado/review
paper. 2011; 20: 40-6.
Mahmood KT, Fareed T, Tabbasum R. Management of febrile seizures in
children. J Biomed Sci and Res. 2011; 3(1): 353-7

Anda mungkin juga menyukai