Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Kejang dan
Epilepsi Pada Anak. Penulisan ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan
untuk menyelesaikan tugas mata Keperawatan Anak.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih  banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhirnya kami
sebagai penulis berharap semoga Allah memberikan pahala yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini
sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal’Alamiin.

Makassar, 01 Juni 2023

Kelompok
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................1

DAFTAR ISI............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................3

A. Latar belakang ................................................................................3


B. Rumusan masalah............................................................................3
C. Tujuan penulisan ............................................................................3

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................5

A. Definisi ...........................................................................................5
B. Etiologi ...........................................................................................7
C. Patofisiologo...................................................................................9
D. Manifestasi klinis..........................................................................13
E. Pemeriksaan diagnostik ................................................................15
F. Pengobatan ...................................................................................18

BAB III PENUTUP...........................................................................................25

A. Kesimpulan ..................................................................................25
B. Saran .............................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................26

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kejang demam adalah suatu kejadian berkaitan dengan
peningkatan suhu pada anak tapa adanya riwayat neonatus, tapa adanya
infeksi pada sistem saraf pusat, dan tidak ada hubungannya dengan kejang
simptomatik yang lain, umumnya teradi pada usia anak di atas 1 bulan
Kejang demam (febrile convulsion) adalah suatu kelainan
ekstrakranial yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh vaitu di atas
38°C. Ikatan Dokter Anak Indonesia/IDAI (2014) mengatakan kejang
demam disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium yang ditandai dengan
suhu tubuh yang meningkat.
Epilepsi, berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti
'serangan'. Perlu diketahui, epilepsi tidak menular, bukan penyakit
keturunan, dan tidak identik dengan orang yang mengalami
ketebelakangan mental. Bahkan, banyak penderita epilepsi yang menderita
epilepsi tapa diketahui penyebabnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari kejang dan epilepsi?
2. Apa etiologic kerjang dan epillepsi?
3. Bagaimana patofisiologi kejang dan epilepsy?
4. Bagaimana manifestasi klinis kejang dan epilepsy?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik kejamg dam epilepsy?
6. Bagaimana pengobatan kejang dan epilepsy?
7. Bagaimana edukasi perawat terhadap pasien kejang dan epilepsy?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui definisi dari kejang dan epilepsi
2. Untuk mengetahui etiologi kejang dan epilpsi
3. Untuk mengetahui patofisiologi kejang dan epilepsy
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis kejang dan epilepsy

2
5. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk kedalam pemeriksaan
diagnostic kejang dan epilepsy
6. Untuk mengetshui cara pengobatan kjang dan epilepsy
7. Untuk mengetahui bagaimana edukasi perawat terhadap pasien kejang
dan epilepsi

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
1. Kejang
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada ke- naikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur
6 bulan – 5 tahun.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian
kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang
disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam.
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain
misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam.
Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam sederhana, Kejang demam yang berlangsung
singkat, kurang dari 15 me- nit, dan umumnya akan berhenti
sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang
demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang
demam.
b. Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
1) Kejang lama > 15 menit
2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial
3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

4
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang
anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum
yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali
atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar.
Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami
kejang demam

2. Epilepsi
Epilepsi (dari bahasa Yunani Kuno EniAnqia (epilepsía)-"kejang")
adalah gangguan neurological kronis yang ditandai dengan timbulnya
kejang-kejang. Kejang-kejang yang terjadi merupakan tanda dan/ atau
simtom dari aktivitas saraf otak yang abnormal, berlebihan, atau
hipersinkronos.
Diperkirakan, sekitar 50 juta orang di seluruh dunia mengidap
epilepsi, dan hampir dua dari setiap tiga kasus baru ditemukan di
negara-negara berkembang. Tampakya, saat ini semakin banyak orang
yang mengidap epilepsi.
Kasus baru paling sering terjadi pada bayi dan lanjut usia. Misal,
konsekuensi dari operasi otak, pasien dapat saja mengalami kejang
epilepsi pada fase pemulihannya. Epilepsi biasanya dapat dikontrol
dengan bantuan obat-obatan-tetapi, dia tidak bisa total disembuhkan.
Namun, diperkirakan lebih dari 30% orang dengan epilepsi tidak
memiliki kontrol terhadap kejang yang dia alami-sekalipun telah
dibantu dengan obat terbaik yang tersedia. Opsi bedah pun dapat
dipertimbangkan untuk kasus-kasus yang sulit.
Tetapi memang, tidak semua sindrom epilepsi itu akan berlang-
sung seumur hidup. Sebagian hanya terjadi pada tahap tertentu di masa
kanak-kanak.

5
Epilepsi jangan dipandang sebagai sebuah gangguan tunggal,
melainkan harus dipandang sebagai sindrom dengan simtom-simtom
divergen yang melibatkan setiap aktivitas listrik episodik abnormal
pada otak.
B. ETIOLOGI
1. Kejang
Keseimbangan asam basa dan elektrolit dapat mengganggu fungi
normal otak sehingga dapat memicu terlepasnya muatan paroksismal
yang berlebih dalam neuron. Infeksi virus atau bakeri berkaitan dengan
hipertermi sehingga dapat mengakibatkan kejang demam. Umumna
teriadi singkat dan dapat teriadi karena adanya faktor peningkatan suhu
pada tubuh yang muncul dan berhubungan dengan infeksi virus atau
bakeri.
Umumnya terjadi karena faktor pemicu riwayat keluarga dengan
kejang dan dalam waktu yang singkat, diusia remajapun kejang dapat
terjadi tanpa disertai demam.
Berdasarkan Nurarif (2016) menyebutkan beberapa faktor risiko
terjadinya kejang berulang, di antaranya sebagai berikut:
a. Riwayat keluarga dengan kejang.
b. Anak berusia ≤ 18 bulan.
c. Jika suhu tubuh meningkat sebelum kejang terjadi, maka
kemungkinan risiko kejang demam berulang makin kecil.
d. Semakin singkat jarak antara kenaikan suhu tubuh dengan
kejang, maka risiko kejang demam berulang semakin besar.
2. Epilepsi
Epilepsy disebabkan oleh cedera otak atau gangguan seperti
terlihat dari hasil pemindaian MRI atau CI, atau karena adanya
gangguan metabolik. Dalam kasus seperti ini, epilepsi adalah simtom
dari problem lain, sehingga biasa disebut epilepsy simtomatik.
Tetapi, ada pula penyebab lain dari epilepsi, berikut penjelasan
selengkapnya:

6
a. Epilepsi idiopatik
Sekitar 30% dari seluruh kasus epilepsi anak adalah
idiopatik. Epilepsi idiopatik adalah epilepsi yang tidak
diketahui dengan jelas apa penyebabnya. Dalam kasus ini,
dokter tidak menemu-kan adanya problem pada struktural otak
ataupun gangguan metabolik. Ada kemungkinan bahwa
epilepsi idiopatik disebabkan oleh adanya kelainan pada tingkat
seluler atau karena kondisi genetik atau karena faktor
keturunan.
Sindrom epilepsi idiopatik sering kali berjalan dalam
keluarga. Para ahli yang sedang mempelajari sindrom epilepsi
idiopatik menemukan adanya komponen-komponen genetik
yang berhubungan dengan timbulnya idiopatik.
Kabar baiknya, diketahui bahwa epilepsi idiopatik tidak
berhubungan dengan adanya tumor otak tau kelainan lainnya,
dan kemungkinan besar anak dengan epilepsi idiopatik akan
sembuh sendiri seiring dengan bertambahnya usia.
Sebagai catatan, istilah "idiopatik" dan "kriptogenik"
kadang-kadang digunakan secara bergantian atau saling
mewakili-terutama di literatur-literatur dan artikel-artikel
zaman dulu.
b. Epilepsi simptomatik
Antara 25% sampai 45% dari kasus epilepsi pada anak
termasuk kategori epilepsi simtomatik. Epilepsi simtomatik
disebabkan oleh adanya kelainan struktural atau kerusakan
pada otak, atau oleh suatu penyakit tertentu, seperti:
1) malformasi otak kongenital,
2) injuri atau trauma (sebelum, selama, atau setelah kelahiran),
3) kurangnya asupan oksigen menuju otak sehingga
menimbul-kan terjadinya kerusakan,
4) infeksi otak dengan kerusakan permanen,

7
5) tumor otak,
6) adanya penyumbatan pembuluh darah di otak,
7) akibat pukulan,
8) gangguan metabolisme.

Dokter anak biasanya akan melakukan pemeriksaan


neurologis, tes laboratorium, dan mungkin dilakukan juga
pencitraan otak seperti CT scan atau MRI. Dan penting untuk
diketahui, bahwa kelainan struktural pada otak, tidak selalu
bisa terlihat oleh prosedur pencitraan otak (brain imaging).

3. Epilepsi kriptogenik

Pada kasus epilepsi kriptogenik, dokter menduga bahwa


epilepsi yang terjadi adalah simtom, tetapi tidak dapat
menemukan penyebab yang mendasari. Dalam kasus seperti
ini, anak biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan, tau
adanya temuan abnormal pada hail pemeriksaan sarafnya.
C. PATOFISIOLOGI
1. Kejang
Sumber energi otak merupakan proses terjadinya reaksi reduksi di
dalam glukosa menjadi air dan karbon dioksida. Permukaan lipoid dan
ion adalahsel yang dikelilingi oleh membrane, hal ini mengakibatkan
membran sel neuron sulit Kansep Kejang Demam (5 dilewati oleh ion
Natrium (Na+), akan tetapi bisa dilewati oleh ion kalium (K+) dan
elektrolit lain kecuali Ion klorida (CI-). Dampak konsistensi ion K+ di
dalam sel neuron meningkat disertai konsentrasi Na+ menurun,
sedangkan aktivitas esternal sel neuron berubah terbalik, perbedaan ini
bisa juga disebut potensial membran neuron.
Enzim Na-K ATP-ase yang bisa diperoleh dari permukaan sel
merupakan salah satu untuk menjaga keseimbangan potensial
membran. Potensial membran bisa dirubah oleh konsentrasi ion yang
mengalami perubahan di ekstraselular dan mekanisme kimiawi aliran

8
listrik sekitar, yang bisa memberikan rangsangan mendadak patologis
dari membran sendiri. Umumnya peningkatan suhu tubuh 1°C bisa
meningkatkan metabolisme basal sekitar 10 sampai dengan 15% dan
20% meningkatnya kebutuhan oksigen teriadi di sia 36 bulan 65% dari
seluruh tubuh sampai sirkulasi otak, sedangkan 15% terjadi pada orang
dewasa. Hal ini suhu tubuh yang tinggi dalam waktu yang singkat
dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron, akibat lepasnya
muatan listrik perpindahan dapat terjadi dari ion natrium maupun ion
kalium.
Muatan besar listrik yang terlepas dapat menyebar kesemua sel
juga kemembran sel disekitarnya dengan "neuro transmitter"
mengakibatkan kejang. Hal ini menyebabkan masing-masing anak
memiliki batas kejang yang berbeda, dilihat dari rendah dan tingginya
peningkatan suhu. Kejang demam dalam waktu singkat tidak
meninggalkan gejala kambuh serta tidak bahaya, akan tetapi kejang
demam yang berlangsung melebihi 15 menit bisa terjadi perhentian
nafas disertai gangguan pernafasan sera energi untuk pergerakan otot
skeletal. Gangguan nafas muncul karena aliran darah dalam tubuh
banyak CO2 serta asam laktat berlebih, terjadi karena metabolisme
anerobik merubah metabolisme otak dan otot meningkat. Kejadian di
atas merupakan proses terjadinya kerusakan neuron otak yang
disebabkan oleh beberapa factor selama berlangsungnya kejang.

9
2. Epilepsi
Adanya predisposisi yang rnernungkinkan gangguan pada sistern
listrik dari sel- sel saraf pusat pada suatu bagian otak akan menjadikan
sel-sel tersebut rnernberikan rnuatan listrik yang abnormal, berlebihan,
secara berulang dan tidak terkontrol (disritrnia). Aktivitas serangan
epilepsi dapat terjadi setelah suatu gangguan pada otak dan sebagian
ditentukan oleh derajat dan lokasi lesi. Lesi pada mesensefalon,
talarnus, dan korteks serebri kernungkinan besar bersifat epileptogenik

10
sedangkan lesi pada serebellurn dan batang otak biasanya tidak
rnenirnbulkan serangan epilepsi
Pada tingkat mernbran sel, neuron epileptik ditandai oleh fenornena
biokirnia tertentu. Beberapa diantaranya adalah:
a. Ketidak stabilan rnernbran sel saraf sehingga sel lebih rnudah
diaktifan.
b. Neuron hipersensitif dengan ambang yang rnenurun sehingga
rnudah terangsang dan dapat terangsang secara berlebihan.
c. Terjadi polarisasi yang abnormal (polarisasi berlebihan,
hiperpolarisasi, atau terhentinya repolarisasi).
d. Ketidakseirnbangan ion yang rnengubah lingkungann kirnia dari
neuron
Pada waktu serangan, keseirnbangan elektrolit pada tingkat
neuronal rnengalarni perubahan. Ketidakseirnbangan ini akan
rnenyebabkan rnernbran neuron.

11
D. MANEFESTASI KLINIS
1. Kejang
Menurut Dewanto (2009), hal yang sering muncul pada
anak dengan kejang demam ada beberapa hal yaitu:
a. Terjadinya hipertermia hingga melebihi suhu 38°C.
b. Saat kejang terjadi, kesadaran anak menurun.
c. Jika terjadi kejang berlangsung 10-15 menit, biasanya diawali
dengan kontraksi pada seluruh otot-otot tubuh secara tiba-tiba,
lalu diikuti oleh kejang dengan Gerakan menyentak berulang-
ulang.
d. Teriadina peningkatan denyut nadi, pada bavi di atas 150-200/
menit.
e. Tekanan pada pembuluh darah arteri terjadi kelemahan,
rendahnva tekanan nadi akibat penurunan curah jantung.
f. Gejala bendungan system vena yaitu pembesaran hati.
Tabel dampak fisiologik terjadinya kejang

Kejang pertama Lanjutkan (kejang Kejang dalam fase


(kurang dari 15 dari 15 menit Panjang (lebih
menit hingga 30 menit) dari 1 jam)

Denyut jantung Tekanan darah Edema serebrum


yang terjadi cepat menurun karena adanya
gangguan sawar
darah di otak

Meningkatkan sel Menurunnya gula Kurangnya


darah putih darah tekanan darah
yang disertai
Tekanan darah Distrimia
berkuragnya
yang meningkat
aliran darah
Peningkatan pada Edema paru non serebrum
suhu tubuh jantung

Kadar glukosa

12
darah yang
meningkat

2. Epilepsi
Gejala dan tada dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari
a. Kejang parsial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian
kecil dari otak atau satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada
satu sisi atau satu bagian tubuh dan kesadaran penderita
umumnya mash baik.
1) Kejang parsial sederhana
Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal,
femnomena halusinatorik, psikoilusi, atau
emosionalkompleks. Pada kejang parsialsederhana,
kesadaran penderita mash baik.
2) Kejang parsial kompleks
Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial
sederhana, tetapi yang paling khas terjadi adalah penurunan
kesadaran dan otomatisme
b. Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian
besar dari otak atau kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi
pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya
menurun.
1) Kejang Absans
Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan
mendadak disertai amnesia. Serangan tersebut tapa disertai
peringatan seperti aura atau halusinasi, sehingga sering
tidak terdeteksi.
2) Kejang Atonik

13
Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada
otot anggota badan, leher, dan badan. Durasi kejang bisa
sangat singkat atau lebih

3) Kejang Mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris
yang cepat dan singkat. Kejang yang terjadi dapat tunggal
atau berulang.
4) Kejang Tonik-Klonik
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran
hilang dengan cepat dan total disertai kontraksi menetap
dan masif di seluruh otot.
Mata mengalami deviasi ke atas. Fase tonik
berlangsung 10 - 20 detik dandiikuti ole fase klonik yang
berlangsung sekitar 30 detik. Selama fase tonik, tampak
jelas fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi pupil,
pengeluaran air liur, dan peningkatan denyut jantung.
5) Kejang Klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang
mioklonik, tetapi kejang yang terjadi berlangsung lebih
lama, biasanya sampai 2 menit.
6) Kejang Tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada tot.
Penderita sering mengalami jatuh akibat hilangnya
keseimbangan.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kejang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin
pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi

14
sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan labora-
torium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan
gula darah (level II-2 dan level III, rekomendasi D).
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya
meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau meny-
ingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak
jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1) Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilaku- kan
2) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3) Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat mem
prediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan ke- mungkinan
kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan (level II-2, rekomendasi E).
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang
demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada
anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed
tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging
(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi
seperti:
1) Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemipare- sis)
2) Paresis nervus VI
3) Papiledema

15
2. Epilepsi
Perlu ditanyakan juga kemungkinan apa pasien sudah dilakukan
pemeriksaan penunjang seperti elektroensefalografi atau CT Scan
kepala atau MRI.
a. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG merupakan pemeriksaan penunjang yang
paling sering dilakukan dan harus dilakukan pada semua pasien
epilepsi untuk menegakkan diagnosis epilepsi. Terdapat du bentuk
kelaianan pada EEG, kelainan fokal pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya lesi struktural di otak. Sedangkan adanya
kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan
abnormal bila :
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama
di kedua hemisfer otak
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat
dibanding seharusnya
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak
normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak,
paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara
paroksimal Pemeriksaan EEG bertujuan untuk membantu
menentukan prognosis dan penentuan perlu atau tidaknya
pengobatan dengan obat anti epilepsi (OAE)
b. Neuroimaging
Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk melihat struktur otak
dengan melengkapi data EEG. Dua pemeriksaan yang sering
digunakan Computer Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Bila dibandingkan dengan CT Scan
maka MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih
rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hippocampus kiri
dan kanan. Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan

16
MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala adalah untuk melihat
apakah ada atau tidaknya kelainan struktural diotak.
Indikasi CT Scan kepala adalah:
1) Semua kasus serangan kejang yang pertama kali dengan
dugaan ada kelainan struktural di otak.
2) Perubahan serangan kejang.
3) Ada defisit neurologis fokal.
4) Serangan kejang parsial.
5) Serangan kejang yang pertama diatas usia 25 tahun.
6) Untuk persiapan operasi epilepsi.
CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra
indikasi namun demikian pemeriksaan MRI Kepala in merupakan
prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas
tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh karena
dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus,
disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa, maupun
epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi
pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala ini biasanya meliputi:T1
dan T2 weighted™ dengan minimal dua irisan yaitu irisan axial,
irisan coronal dan irisan saggital.

F. PENGOBATAN
1. Kejang
a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengu-
rangi risiko terjadiny a kejang demam (level I, rekomendasi D),
namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat
diberikan (level III, rekomendasi B). Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10 -15 mg/ kg/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/ kg/kali ,3-4 kali
sehari.

17
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan
sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, seh-ingga
penggunaan asam aseti salisilat tidak dianjurkan (level III,
rekomendasi E).
b. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/ kg setiap 8 jam pada
saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60%
kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg / kg setiap
8 jam pada suhu > 38,5 °C (level I, rekomendasi A).
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel
dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam
tidak berguna untuk mencegah kejang demam (level II reko-
mendasi E)
Pemberian obat rumat
Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menun-
jukkan ciri sebagai berikut (salah satu):
a. Kejang lama > 15 menit
b. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd,
cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
c. Kejang fokal
d. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
1) Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
2) Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12
bulan.
3) kejang demam ≥ 4 kali per tahun
Penelasan:
1) Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam
>15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat

18
2) Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlam-
batan perkembangan ringan bukan merupakan in-
dikasi pengobatan rumat
3) Kejang fokal atau fokal menjadi umum
menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus
organik.
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital tau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (level 1).
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak
berba-haya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek
samp-ing, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap
kasus selektif dan dalam jangka pendek (rekomendasi D).
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan
gang-guan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.
Obat pilihan sat ini adalah asam valproat. Pada sebagian
kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam
val-proat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
valproat 15-40 mg/ kg/ hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital
3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

2. Epilepsi
Penyakit epilepsi memang tidak bisa disembuhkan secara total.
Akan tetapi, ada sederet obat yang bisa membantu mengendalikan
gejala ayan, seperti kejang. Berikut ini adalah obat yang biasanya
diresepkan dokter sebagai cara mengobati penyakit epilepsi:

19
a. Sodium valproate
Obat ini digunakan untuk mengatasi gejala penyakit
epilepsi dan mencegah kepala pusing pada anak dan orang dewasa.
Sodium valporate tidak diperuntukkan bagi orang yang memiliki
penyakit hati atau masalah metabolik.
Wanita hamil atau berencana hamil harus konsultasi lebih
dahulu pada dokter. Biasanya obat ini diminum 2 kali sehari,
yakni di pagi dan sore hari. Obat ini tersedia dalam bentuk kapsul,
sirup, dilarutkan dalam makanan atau minuman, serta cairan
suntikan.
b. Carbamazepine
Obat ini digunakan untuk mengobati diabetes neuropati dan
penyakit epilepsi. Dosis yang diberikan beragam, mulai dari satu
kali hingga empat kali sehari. Anda bisa mengonsumsi obat ini
dalam bentuk tablet, sirup, dan dimasukkan lewat anus
(supposituria). Orang yang memiliki masalah pada jantung dan
tulang tidak dianjurkan minum carbamazepine.
c. Lamotrigine
Lamotrigine digunakan sebagai obat untuk epilepsi dan
mencegah suasana hati memburuk, jika memang menunjukkan
tanda-tanda depresi. Dosis obat ini biasanya diresepkan sekali atau
dua kali sehari. Efek samping yang paling sering terjadi adalah
sakit kepala dan ruam pada kulit. Konsultasikan lebih dahulu pada
dokter jika Anda punya masalah hati, penyakit ginjal, meningitis,
sedang hamil atau merencanakan kehamilan.
d. Levetiracetam
Levetiracetam merupakan obat generik untuk mengatasi
penyakit epilepsi. Dosis awal biasanya diberikan sebanyak satu
kali sehari dan bisa ditingkatkan menjadi dua kali sehari.

20
Jika Anda punya masalah ginjal, berencana hamil atau sedang
hamil, konsultasikan lebih dahulu dengan dokter sebelum
menggunakan obat. Efek samping dari obat ini adalah sakit kepala,
mengantuk, tenggorokan gatal, dan hidung tersumbat

Sebagai solusinya, pasien akan dianjurkan untuk menjalani


pengobatan epilepsi lewat jalur operasi, atau disebut juga dengan
bedah epilepsi. Ada tiga tujuan utama operasi epilepsi, di antaranya:
a. Mengangkat area otak yang memicu kejang.
b. Memblokir jalur saraf otak yang menyebabkan kejang.
c. Memasukkan alat tertentu ke otak untuk mengurangi dampak
epilepsi terhadap kesehatan pasien, yaitu kerusakan otak,
kerusakan tulang, hingga kematian mendadak.

G. EDUKASI
Discharge planning adalah suatu pendekatan interdisipliner
meliputi pengkajian kebutuhan klien tentang perawatan kesehatan diluar
rumah sakit, disertai dengan kerjasama dengan klien dan keluarga klien
dalam mengembangkan rencana-rencana perawatan setelah perawatan di
Rumah Sakit.
Discharge planning sebaiknya dilakukan sejak pasien diterima di
suatu pelayanan kesehatan atau Rumah Sakit, dimana rentang waktu
pasien untuk menginap semakin pendek. Discharge planning sebagai
proses mempersiapkan pasien untuk meninggalkan satu unit pelayanan
kepada unit yang lain didalam atau diluar suatu agen pelayanan kesehatan
umum.
Discharge planning sebagai perencanaan kepulangan pasien dan
memberikan informasi kepada klien dan keluarganya tentang halhal yang
perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondisi atau
penyakitnya.

21
Discharge planning merupakan suatu cara yang dinamis bagi tim
kesehatan dalam mendapatkan kesempatan yang cukup untuk menyiapkan
pasien sehingga mampu melakukan perawatan mandiri di rumah. Selain
itu kondisi di atas dapat disebabkan oleh lama bekerja perawat yang
mayoritas baru 1-3 tahun, sehingga belum mendapatkan pengalaman
dalam memberikan discharge planning secara terinci dan baik. Mengingat
hal tersebut maka perawat harus memberikan discharge planning secara
lengkap dan benar, agar pasien dapat mandiri melakukan perawatan di
rumah.
Discharge planning akan menghasilkan sebuah hubungan yang
terintegrasi yaitu antara perawatan yang diterima pada waktu di Rumah
Sakit dengan perawatan yang diberikan setelah pasien pulang. Perawatan
di Rumah Sakit akan bermakna jika dilanjutkan dengan perawatan
dirumah. Namun, sampai saat ini discharge planning bagi pasien yang
dirawat belum optimal karena peran perawat masih terbatas pada
pelaksanaan kegiatan rutinitas saja, yaitu hanya berupa informasi tentang
jadwal kontrol ulang.
Ada Beberapa hal yangdi lakukan bila anak kembali kejang saat di
rumah
a. Jauhkan penderita dari benda - benda berbahaya (gunting, pulpen,
kompor api, dan lain – lain).
b. Jangan pernah meninggalkan penderita.
c. Berikan alas lembut di bawah kepala agar hentakan saat kejang tidak
menimbulkan cedera kepala dan kendorkan pakaian ketat atau kerah
baju di lehernya agar pernapasan penderita lancar (jika ada).
d. Miringkan tubuh penderita ke salah satu sisisupaya cairan dari mulut
dapatmengalir keluar dengan lancar dan menjaga aliran udara atau
pernapasan.
e. Pada saat penderita mengalami kejang, jangan menahan gerakan
penderita. Biarkan gerakan penderita sampai kejang selesai.

22
f. Jangan masukkan benda apapun ke dalam mulut penderita, seperti
memberi minum, penahan lidah.
g. Setelah kejang selesai, tetaplah menemani penderita. Jangan
meninggalkan penderita sebelum kesadarannya pulih total, kemudian
biarkan penderita beristirahat atau tidur
h. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mu- lut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam
mulut.
i. Setelah anak bangun dan sadar, berikan anak minum yang hangat.

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Epilepsi adalah gangguan neurological kronis yang ditandai
dengan timbulnya kejang-kejang. Kejang-kejang yang terjadi merupakan
tanda dan/ atau simtom dari aktivitas saraf otak yang abnormal,
berlebihan, atau hipersinkronos
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan kepada semua
pembaca agar dapat membaca dan menelaah dan memahami apa yang
telah tertulis. Disamping itu kami juga mengharapkan saran dan kritik dari
para pembaca sehingga kami beriorentasi dengan lebih baik pada makalah
kami selanjutnya

24
DAFTAR PUSTAKA

andre, l., harsono, & astuti. (2016). gangguan kognitif pada epilepsi. 01(02), 145.
arief, r. f. (2015). penatalaksanaan kejang demam. 42(9), 658-661.
asri , k., aimatur, r., & dewi, n. k. (2017). asuhan keperawatan anak dengan
kejang dan diare. medan .
delisna, m. (2013). tata laksana kejang demam pada anak. 4(2), 60.
Harsono. (2015). buku ajar neurologi klinis. universitas gajah mada.
hermawan, a. (2018). bagaimana cara menyembukan kejang dan epilepsi secara
alami. jakarta.
muhammad, r. f., prastiya, i. g., & muammad, a. p. (2022). faktor faktor resiko
pasien epilepsi intaktabel pada anak. malahayati nursing journal, 04(12),
3322.
priyatna, a. (2013). epilepsi action. jakarta: elex media komputindo.
suwarba, i. g. (2013). insidens dan karakteristik klinis epilepsi pada anak. sari
pediatri, 13(2), 125.
Sareharto TP BT. Penatalaksanaan Kejang. In: Putranti A, editor. Buku Ajar llmu
Kesehatan Anak Semarang: Semarang: Balai Penerbit UNDIP; 2011.

25

Anda mungkin juga menyukai