Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TUGAS PERORANGAN

ASUHAN KEBIDANAN BBL, BAYI, BALITA

OLEH

NAMA : AGUSLINA ERNAWATI SILALAHI

NIM : 200211042

PROGRAM STUDI S1 PROFESI BIDAN


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA
MEDAN
2021

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................... i

BAB I KEJANG PADA ANAK..................................................................................... 1

1.1 DEFENISI................................................................................................................. 1
1.2 ETIOLOGI................................................................................................................ 1
1.3 PATOFISOLOGI...................................................................................................... 2
1.4 HASIL PENELITIAN ............................................................................................. 2
1.5 PENATALAKSANAAN.......................................................................................... 4
1.6 KESIMPULAN ........................................................................................................ 4

BAB II HIPOTERMI...................................................................................................... 5

2.1 DEFENISI................................................................................................................. 5
2.2 ETIOLOGI................................................................................................................ 5
2.3 PATOFISOLOGI...................................................................................................... 6
2.4 HASIL PENELITIAN ............................................................................................. 8
2.5 PENATALAKSANAAN.......................................................................................... 9
2.6 KESIMPULAN......................................................................................................... 13

BAB III HIPERTERMI..................................................................................................

3.1 DEFENISI................................................................................................................. 14
3.2 ETIOLOGI................................................................................................................ 14
3.3 PATOFISOLOGI...................................................................................................... 14
3.4 HASIL PENELITIAN ............................................................................................. 15
3.5 PENATALAKSANAAN ......................................................................................... 15
3.6 KESIMPULAN KESIMPULAN............................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 17

ii
BAB I

KEJANG PADA ANAK

1.1 Defenisi
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa
gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh
lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak.
Kejang merupakan sebuah perubahan perilaku yang bersifat sementara dan tiba – tiba yang
merupakan hasil dari aktivitas listrik yang abnormal didalam otak. Jika gangguan aktivitas listrik ini
terbatas pada area otak tertentu , maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat parsial, namun jika
gangguan aktivitas listrik terjadi di seluruh area otak maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat
umum.
Perubahan ini terjadi karena adanya pergeseran nilai normal yang menyeimbangkan eksitasi dan inhibisi
didalam susunan saraf pusat, karena terlalu banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai normal
eksibilitas susunan saraf pusat maka ada banyak penyebab yang dapat menimbulkan kejang.
Kejang dapat disertai dengan gangguan metabolisme seperti uremia, hipoglikemia,
hiperglikemia, dan gagal hati, toksik seperti overdosis dan sindrom withdrawal, dan infeksi seperti
meningitis dan ensepalitis, kejang yang terjadi pada pasien dengan kondisi ini tidak selalu mengarah
pada diagnosis epilepsi, meskipun obat yang digunakan untuk menatalaksana kejangnya adalah obat
antiepilepsi dalam jangka pendek , obat umumnya tidak perlu di lanjutkan setelah pasiennya sembuh
dari kejang.

1.2 Etiologi
Setelah diyakini bahwa serangan saat ini adalah kejang adalah mencari penyebab kejang.
Penentuan faktor penyebab kejang sangat menentukan untuk tatalaksana selanjutnya, 2 karena kejang
dapat diakibatkan berbagai macam etiologi. Adapun etiologi kejang yang tersering pada
anak adalah
1. Kejang demam
2. Infeksi: meningitis, ensefalitis
3. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia, gangguan
elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan.
4. Trauma kepala
5. Keracunan: alkohol, teofilin
6. Penghentian obat anti epilepsy
7. Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial, idiopatik

1
1.3 Patofisiologi
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa
gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh
lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak. Status epileptikus adalah kejang yang
terjadi lebih dari 30 menit aatu kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan
kesadaran.
Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada
neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama
melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh;
1) kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik yang
berlebihan;
2) berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat [GABA]; atau
3) meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi
yang berulang. Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung
terus menerus, di samping akibat ilnhibisi yang tidak sempurna.

1.4 Hasil Penelitian terkait Kejang pada anak


Berdasarkan penelitian Chairani, filzah di RSUP Adam MAlik 2012-2015 mengatakan
Sebanyak 74 bayi didiagnosa mengalami kejang neonatus. Penyebab kejang neonatus diantaranya
ensefalopatik iskemik hipoksik sebanyak 36 bayi (48.6%), perdarahan intrakranial sebanyak 18 bayi
(24.3%), infeksi sebanyak 13 bayi (17,6%), hipoglikemia sebanyak (2.7%), dan gangguan elektrolit
sebanyak 5 bayi (6.8%). Kesimpulan: Dari hasil data penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penyebab
tersering kejang pada neonatus cukup bulan adalah ensefalopati iskemik hipoksik.
Berdasarkan penelitian Jenyfer P Kakalang, dkk di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado periode
Januari 2014 – Juni 2016, mendpatakan 150 anak yang didiagbnosis kejang demam. Kejang demam paling
sering ditemukan pada usia 1-<2 , jenis kelamin laki-laki, suhu badan >38 °C, riwayat penyakit yang
mendasari infeksi saluran pernafasan akut, status gizi normal, riwayat berat badan lahir normal, serta riwayat
jenis perslainan normal.
Berdasarkan penelitian Fuadi, dkk di RS Dr. KAriadi Semarang periode Januari 2008-Maret 2009
didapatkan bahwa demam >39°C dan usia kuang dari 2 tahun merupakan factor rsiko terjadinya bangkitan
kejang demam.

1.5 Tatalaksana Kejang


Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam
mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus di perhatikan adalah sebagai berikut

2
a. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk
menghindari bahaya tersedak.
b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti sendok atau penggaris, karena justru
benda tersebut dapat menyumbat jalan nafas.
c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak memerlukan penanganan khusus.
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di bawa ke fasilitas kesehatan
terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk di bawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih
berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik di
lakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.
f. Setelah kejang berakhir ( jika < 10 menit ), anak perlu di bawa menemui dokter untuk meneliti
sumber demam, terutama jika ada kakakuan leher, muntah-muntah yang berat,atau anak terus tampak
lemas.
Jika anak di bawa kefasilitas kesehatan , penanganan yang akan di lakukan selain point-point di atas
adalah sebagai berikut :
a. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat
b. Pemberian oksigen melalui face mask
c. Pemberian diazepam 0.5 mg / kg berat badan per rectal
d. (melalui) atau jika terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per infuse
e. Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan
Berikut ini table dosis diazepam yang di berikan :

Usia Dosis IV Dosis per rectal


(infuse) (0,2 ( 0.5 mg / kg )
mg/kg)

< 1 tahun 1-2 mg 2.5 – 5 mg

1 – 5 tahun 3 mg 7.5 Mg

5-10 tahun 5 mg 10 mg

>10 tahun 5-10 mg 10 – 15 mg

Jika kejang masih berlanjut :


1. Pemberian diazepam 0.2 mg / kg per infuse diulangi. Jika belum terpasang selang infuse 0.5 mg /
kg per rectal
2. Pengawasan tanda – tanda depresi pernapasan .

3. Pemberian fenobarbital 20 – 30 mg / kg per infuse dalam 30 menit atau fenitoin 15 – 40 mg / kg

3
per infuse dalam 30 menit .
4. Pemberian Fenitoin hendaknya di sertai dengan monitor EKG (rekam jantung).

Jika kejang masih berlajut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan
intensif dengan thiopentone, dan alat bantu pernafasan

1.6 Kesimpulan
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa
gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh
lepasny a muatan listrik yang berlebihan di neuron otak. Penanganan kejang pada anak dimulai
dengan memastikan adanya kejang. Kejang dapat berhenti sendiri,atau memerlukan pengobatan
saat kejang. Tatalaksana kejang yang adekuat dibutuhkan untuk mencegah kejang menjadi status
konvulsivus. Setelah kejang teratasi dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, dan
pemeriksaan penunjang sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang.

4
BAB II

HIPOTERMI

2.1 Defenisi

Hipotermia adalah pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin


mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas. (Patricia A. 2005). Hipotermia
adalah suhu rektal bayi dibawah 350C. (Hellen, 1999). Hipotermi pada BBL adalah suhu di
bawah 36,5 ºC, yang terbagi atas : hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36-36,5 ºC,
hipotermi sedang yaitu antara 32-36ºC, dan hipotermi berat yaitu suhu tubuh <32 ºC.

2.2 Etiologi
Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu disekeliling bayi rendah dan upaya
mempertahankan suhu tubuh tetap hangat tidak diterapkan secara tepat, terutama pada masa
stabilisasi yaitu 6-12 jam pertama, setelah lahir. Misalnya bayi baru lahir dibiarkan basah dan
telanjang selama menunggu plasenta lahir atau meskipun lingkungan sekitar bayi cukup hangat
namun bayi dibiarkan telanjang atau segera dimandikan.
Terjadi perubahan termoregulasi dan metabolik sehingga :
a. Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat setelah kelahiran karena lingkungan
eksternal lebih dingin daripada lingkungan di dalam uterus.
b. Suplai lemak subkutan yang terbatas dan area permukaan kulit yang besar dibandingkan
dengan berat badan menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas pada lingkungan.
c. Kehilangan panas yang cepat dalam lingkungan yang dingin terjadi melalui konduksi.
konveksi, radiasi, dan evaporasi.
d. Trauma dingin cold stress (hipotermia) pada bayi baru lahir, dalam huhungannya dengan
asidosis metabolik dapat bersifat mematikan bahkan pada bayi cukup bulan yang sehat

Mekanisme kehilangan panas


a. Evaporasi adalah cara kehilangan panas yang utama pada tubuh bayi. Kehilangan panas
terjadi karena menguapnya cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi setelah lahir karena
bayi tidak cepat.

5
b. Konduksi adalah kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan
permukaan yang dingin. Bayi yang diletakkan diatas meja, tempat tidur atau timbangan yang
dingin akan cepat mengalami kehilangan panas tubuh melalui konduksi
c. Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi saat bayi ditempatkan dekat benda yang
mempunyai temperatur tubuh rendah dari temperature tubuh bayi. Bayi akan mengalami
kehilangan panas melalui cara ini meskipun benda yang lebih dingin tersebut tidak
bersentuhan langsung dengan tubuh bayi.
d. Konveksi Yaitu hilangnya panas tubuh bayi karena aliran udara sekeliling bayi. Missal: bayi
diletakkan dekat, pintu / jendela terbuka

2.3 Patofisiologi Hipotermi


Sewaktu kulit bayi menjadi dingin, saraf afferen menyampaikan pada sentral pengatur
panas di  hipothalamus. Saraf yang dari hipothalamus sewaktu mencapaib ro wn fat memacu
pelepasan noradrenalin lokal sehingga trigliserida dioksidasi menjadi gliserol dan asam lemak.
Blood gliserol  level meningkat, tetapi asam lemak secara lokal dikonsumsi untuk
menghasilkan panas. Daerah brown fat menjadi panas, kemudian didistribusikan ke beberapa
bagian tubuh melalui aliran darah.
Ini menunjukkan bahwa bayi akan memerlukan oksigen tambahan dan glukosa untuk
metabolisme yang digunakan untuk menjaga tubuh tetap hangat.Methabolicther mogenesis
yang efektif memerlukan integritas dari sistem syaraf sentral,kecukupan darib r own fat, dan
tersedianya glukosa serta oksigen. Perubahan fisiologis akibat hipotermia yang terjadi pada
sistem syaraf pusat antara lain: depresi linier dari metabolisme otak, amnesia, apatis, disartria,
pertimbangan yang terganggu adaptasi yang salah, EEG yang abnormal, depressi kesadaran yang
progresif, dilatasi pupil, dan halusinasi. Dalam keadaan berat dapat terjadi kehilangan
autoregulasi otak, aliran darah otak menurun, koma, refleks okuli yang hilang, dan
penurunanyangprogressif dari aktivitas EEG.
Pada jantung dapat terjadi takikardi, kemudian bradikardi yang progressif, kontriksi
pembuluh darah, peningkatan cardiacout put, dan tekanan darah. Selanjutnya, peningkatan
aritmia atrium dan ventrikel, perubahan EKG dan sistole yang memanjang, penurunan tekanan
darah yang progressif, denyut jantung, dan cardiacout put disritmia serta asistole. Pada
pernapasan dapat terjadi takipnea, bronkhorea, bronkhospasma, hipoventilasi konsumsi oksigen

6
yang menurun sampai 50%, kongesti paru dan edema, konsumsi oksigen yang menurun sampai
75%, dan apnoe. Pada ginjal dan sistem endokrin, dapat terjadicold diuresis, peningkatan
katekolamin, steroid adrenal, T3 dan T4 dan menggigil; peningkatan aliran darah ginjal sampai
50%, autoregulasi ginjal yang intak, dan hilangnya aktivitas insulin. Pada keadaan berat, dapat
terjadi oliguri yang berat dan poikilotermia.

Gejala Hipotermi
a. Sejalan dengan menurunnya suhu tubuh, bayi menjadi kurang aktif, tidak kuat menghisap asi,
dan menangis lemah.
b. Timbulnya sklerema atau kulit mengeras berwarna kemerahan terutama dibagian punggung,
tungkai dan tangan.
c. Muka bayi berwarna merah terang.
d. Tampak mengantuk.
e. Kulitnya pucat dan dingin.
f. Lemah, lesu, menggigil.
g. Kaki dan tangan bayi teraba lebih dingin dibandingkan dengan bagian dada.
h. Ujung jari tangan dan kaki kebiruan.
i. Bayi tidak mau minum/menyusui.
j. Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun

Indikasi Penyakit Hipotermia:


a. Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.Bila
seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C
- <360C).
b. Gigi gemeretakan, merasa sangat letih dan mengantuk yang sangat luar biasa.
c. Selanjutnya pandangan mulai menjadi kabur, kesigapan mental dan fisik menjadi lamban.
d. Bila tubuh bayi basah, maka serangan hiportemia akan semakin cepat dan hebat.

Tanda-tanda klinis hipotermia:


a. Hipotermia sedang:
1.      Kaki teraba dingin.

7
2.      Kemampuan menghisap lemah.
3.      Tangisan lemah.
4.      Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
b.      Hipotermia berat
1.      Sama dengan hipotermia sedang.
2.      Pernafasan lambat tidak teratur.
3.      Bunyi jantung lambat.
4.      Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
5.      Stadium lanjut hipotermia.
6.      Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang.
7.      Bagian tubuh lainnya pucat.
8.      Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan
(sklerema).

2.4 Hasil Penelitian tentang Hipotermi


Menurut hasil penelitian Heny Ekawati bahwa sebelum melakukan IMD hampir seluruh
atau 76,2 % bayi baru lahir mengalami hipotermi.Hal ini sesuai dengan hasil uji statistic
Wilcoxon menunjukkan nilai Z= -3,317 dan P-Sign =0,001 dimana P-Sign ,0,5 maka HI
diterima, artinya pelaksanaan IMD berpengaruh terhadap perubahan suhu tubuh bayi baru lahir
di Klinik Bersalin MITRA HUSADA Desa Pangean Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan
pada tahun 2014.
` Menurut hasil penelitian Paula Vivi Fridely, Amkeb bahwa kejadian hipotermia yang
terjadi pada bayi yang dirawat di RSIA Budi Kemuliaan pada periode 18 Mei 2016 – 30 Juli
2016 setiap bulannya mengalami penurunan angka hipotermia dikarenakan petugas melakukan
deteksi dini untuk mencegah terjadinya hipotermia dengan cara mengukur suhu tubuh bayi setiap
saat bayi akan dipindahkan antar ruangan. Jika suhu tubuh bayi saat akan dipindahkan
mengalami hipotermia, maka bayi akan dihangatkan terlebih dahulu di inkubator hingga suhu
tubuh bayi kembali normal
Menurut hasil penelitian Indah Dewi Sari Kesimpulan adalah ada efektifitas pengaruh
inisiasi menyusu dini terhadap perubahan suhu tubuh bayi baru lahir . Desain penelitian ini
menggunakan quasi ekperimen dengan pendekatan prestest danposttest. Metode pengambilan

8
sampel dengan cara accidental sampling. Data dikumpulkan dengan cara observasi, dan
dianalisis menunakan uji wilcoxonsecara komputerisasi dengan tingkat kemaknaan P-Sign <
0,05.Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir 90% bayi baru lahir sebelum
ilakukan inisiasi menyusu dini mengalami penurunan suhu tubuh dan sesudah dilakukan inisiasi
menyusu dini hanya 10% yang mengalami suhu tubuh rendah.Dari hasil pengujian statistik
diperoleh hasil dengan Z = -4,243 dan p value = 0,000.

2.5 Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan bayi dengan hipotermia adalah mengembalikan suhu tubuh bayi
menjadi di atas 36,5oC. Pemberian makanan (ASI) kepada bayi perlu terus dilakukan untuk
menyediakan kalori dan cairan. Pemberian ASI harus dilakukan sesegera mungkin. Jika bayi
terlalu lemah untuk menyusui, ASI dapat diberikan dengan sendok atau cangkir. Berikan infus
glukosa 60-80 mL/kg BB/hari.

Berat Badan Suhu


ruangan
1500-2000 grm 28-30oC
>2000 grm 26-28oC
Suhu ruangan yang baik
a. Penanganan di Rumah
- Di rumah, kontak kulit dengan kulit merupakan metode terbaik untuk menghangatkan
bayi kembali.

- Ruangan sebaiknya hangat, bayi diselimuti dengan selimut hangat dan menggunakan
penutup kepala

9
- Sebaiknya ibu tetap mencoba memberi ASI secara normal.
- Bayi menjadi letargik dan mengalami kesulitan dalam mengisap merupakan tanda bahaya
dan harus segera ditangani
- Ketika dibawa ke rumah sakit, bayi harus bersentuhan kulit dengan kulit dengan ibu
b. Penatalaksanaan di rumah sakit

Di rumah sakit, diagnosis hipotermia dapat dikonfirmasi melalui pengukuran suhu


tubuhdengan termometer. Pada kasus hipotermia ringan, bayi dapat dihangatkan melalui kontak
kulit dengan kulit dalam suhu kamar (setidaknya 25oC) dengan metode kanguru. Jika tubuh bayi
masih tetap dingin, pakaian ibu ditambah sehingga tebal, atau ditambah lagi dengan selimut dan
kain hangat yang sudah disetrika.
Pada kasus hipotermia sedang, tubuh dapat dibuat menjadi lebih hangat dengan
menggunakan:
- Sinar penghangat, misalnya sinar lampu
- Inkubator
Berat bayi Suhu Inkubator (oC) menurut umur
35oC 34oC 33oC 32oC
(Gram)
<1500 1-10 hari 11 hari - 3 3-5 minggu >5 minggu
minggu
1500-2000 11 hari – 3 11 hari – 4 >4 minggu
minggu minggu
2100.2500 1-10 hari 3 hari – 3 >3 minngu
minngu
>2500 1-2 hari 1-2 hari >2 hari
Suhu Inkubator yang Direkomendasi Menurut Berat dan Umur Bayi
*Bila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikkan suhu inkubator 1oC setiap
perbedaan suhu 7oC antara suhu ruang dan inkubator.
- Matras berisi air hangat
 Hipotermia Sedang
- Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai
topi dan selimut dengan selimut hangat
- Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan
kontak kulit dengan kulit (perawatan bayi lekat)

10
- Bila ibu tidak ada:
o Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas.
Gunakan inkubator dan ruangan hangat bila perlu
o Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI perah dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan
pengatur suhu
o Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah
- Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu,
berikan ASI perah menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum
- Mintalah ibu untuk mengamati tanda bahaya (misal, gangguan napas, kejang)
dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut
- Periksa kadar glukosa darah, bila < 45 mg/dL (2.6 mmol/L), tangani
hipoglikemia
- Nilai tanda bahaya, periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal
0,5oC/jam, berarti usaha menghangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu
setiap 2 jam
- Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0,5oC/jam, cari tanda sepsi
- Setelah suhu tubuh normal:
o Lakukan perawatan lanjutan
o Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam. Bila
suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta
tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan, bayi dapat
dipulangkan. Nasihati ibu cara menghangatkan bayi di rumah.
Dalam kasus hipotermia berat, penelitian menunjukkan bahwa penghangatan kembali
dengan cepat selama beberapa jam lebih baik daripada penghangatan lambat, selama beberapa
hari. Penghangatan kembali dengan cepat bisa dilakukan dengan menggunakan matras yang
suhunya dapat diatur pada 37-38oC atau pada inkubator dengan udara yang dihangatkan.
 Hipotermia Berat
- Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan
sebelumnya, bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu.

11
- Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai
topi dan selimut dengan selimut hangat
- Hindari paparan panas yang berlebihan dan usahakan agar posisi bayi sering
diubah
- Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas lebih 60 atau kurang 40
kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat saat ekspirasi)
- Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan selang
infus tetap terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan
- Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang 45 mg/dL (2,6
mmol/L), tangani hipoglikemia.
- Nilai tanda bahaya setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam
sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal.
- Ambil sempel darah dan beri antibiotika sesuai yang disebutkan dalam
penanganan kemungkinan besar sepsis.
- Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap:
o Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI perah dengan menggunakan salah
satu alternatif cara pemberian minum
o Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri
ASI perah begitu suhu bayi mencapai 35oC
- Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5 oC/jam,
berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa
suhu bayi setiap 2 jam.
- Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan
setiap jam
- Setelah suhu bayi normal:
o Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi
o Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam.
- Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap
dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain

12
yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit, bayi dapat dipulangkan dan
nasehati ibu bagaimana cara menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah
Pemantauan tanda klinis pada bayi dengan hipotermia sangat dibutuhkan karena
komplikasi sering terjadi, misalnya asidosis metabolik, syok, dan gangguan respirasi. Komplikasi
ini sering menyebabkan kematian.
2.6 Kesimpulan
Semua bayi baru lahir harus dikaji untuk tanda-tanda yang menunjukkan suatu penyakit.
Bayi baru lahir dinyatakan sakit apabila mempunyai satu atau lebih tanda-tanda seperti sesak
napas, frekuensi napas lebih dari 60 kali permenit, tampak retraksi dinding dada, malas minum,
suhu tubuh rendah, kurang aktif, dan BBLR dengan kesulitan minum.. Jadi menurut teori yang
dipaparkan hipotermia pada saat lahir, dapat menyebabkan hipoksia, akan menggunakan
cadangan glikogen dalam jam-jam pertama kelahiran. Hal ini jua dapat menyebabkan
hipoglikemia.

13
BAB III
HIPERTERMI

3.1 Definisi
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas titik pengaturan hipotalamus bila
mekanisme pengeluaran panas terganggu (oleh obat dan penyakit) atau dipengarhui oleh panas
eksternal (lingkungan) atau internal (metabolik) Sengatan panas (heat stroke) per definisi adalah
penyakit berat dengan ciri temperatur inti > 40 derajat celcius disertai kulit panas dan kering
serta abnormalitas sistem saraf pusat seperti delirium, kejang, atau koma yang disebabkan oleh
pajanan panas lingkungan (sengatan panas klasik) atau kegiatan fisik yang berat. Lingkungan
yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan dekat
dengan sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas, terlalu banyak pakaian dan selimut.

3.2 Etiologi Hipertermi


Terjadinya hipertermi pada bayi dan anak, biasanya disebabkan karena:
a. Perubahan mekanisme pengaturan panas sentral yang berhubungan dengan trauma lahir dan
obat-obatan
b. Kerusakan jaringan misalnya demam rematik pada pireksia, terdapat peningkatan produksi
panas dan penurunan kehilangan panas pada suhu febris.
c. Latihan / gerakan yang berlebihan.

3.3 Patofisiologi Hipertermi


Sengatan panas didefinisikan sebagai kegagalan akut pemeliharaan suhu tubuh normal dalam
mengatasi lingkungan yang panas. Orang tua biasanya mengalami sengatan panas yang tidak
terkait aktifitas karena gangguan kehilangan panas dan kegagalan mekanisme homeostatik.
Seperti pada hipotermia, kerentanan usia lanjut terhadap serangan panas berhubungan dengan
penyakit dan perubahan fisiologis.
Gejala Hipertermi
a. Suhu tubuh bayi > 37,5 °C
14
b. Frekuensi nafas bayi > 60 x / menit
c. Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang, jumlah urine
berkurang

3.4 Hasil Penelitian


Menurut hasil penelitian dari Ns. Sri Haryani S, S.Kep di RSUD Tugurejo Semarang,
hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh kompres tepid sponge hangat terhadap penurunan
suhu tubuh pada anak umur 1-10 tahun dengan hipertermia. Dilihat dari hasil analisis
ujiwilcoxon signed rank test didapatkan p-valuesebesar 0,0001 < 0,05 denganpenurunan rata
-rata sebesar 1,40C. Rekomendasi hasil penelitian ini adalah mengatasi hipertermia dapat
menggunakan terapi non farmakologi stepid sponge sehingga pasien tidaktergantung dengan obat
antipiretik.
Menurut penelitian Sri Ramadani mengatakan ada perbedaan yang signifikan suhu tubuh
bayi sebelum dansesudah diberikan kompres hangat di Puskesmas Bergas Kab. Semarang
dengan p-value 0,000 < α (0,05), ada perbedaan yang signifikan suhu tubuh bayi sebelum dan
sesudah diberikan plesterkompres di Puskesmas Bergas Kab. Semarang dengan p-value 0,000 <
α (0,05), ada perbedaan yangsignifikan efektivitas kompres hangat dan plester kompres dalam
menurunkan suhu tubuh bayi yangmengalami demam di Puskesmas Bergas Kab. Semarang p-
value 0,007 < α (0,05), dimana kompreshangat lebih efektif menurunkan suhu tubuh bayi usia 0-
1 tahun yang mengalami demamdibandingkan dengan plester kompres.
Menurut penelitian Ida Rahmawati, dkk menunjukan terdapat efektifitas pemberian
kompres hangat dan dingin terhadap suhu tubuh pada anak di ruang edelweis RSUD Dr. M.
Yunus Bengkulu, dengan kompres hangat lebih efektif untuk menurunkan suhu tubuh.

3.5 Tatalaksana Hipertermi


Apabila tidak cepat ditangani, bayi dapat mengalami dehidrasi ,
a. Jauhkan anak dari sumber panas, dan dibandingkan udara ruangan, apabila sedang dibawah
terik matahari, segeralah berteduh, apabila sedang di dalam mobil yang tak berpendingin
udara, ajak anak keluar dari kendaraan.   

15
b. Lepaskan selimut anak, juga sebaiknya bayi tidak dibedong, di takutkan karena bayi terbiasa
di bedong maka bila akan mengigil. Apabila hal itu terjadi maka waspadalah kemungkinan
suhu yang meningkat itu demam.
c. Pakailah baju bayi yang sesuai dengan iklim tropis, seperti katun atau bahan lain yang
menyerap keringat.
d. Setelah itu atur suhu  anak dengan termometer apabila hasilnya menunjukan angka 36-
36,7°C itu berarti ia masih normal jika lebih dari 37,5°c berarti dia sudah demam tinggi
apbila jika sampai 49°C lebih, berarti dia megalami hipertemi. 
e. Bayi dipindahkan ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar seputar 26°C- 28°C
f. Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu bayi normal (jangan menggunakan es
atau alcohol)
g. Berikan cairan dektrose NaCl = 1 : 4 secara intravena dehidrasi teratasi
h. Antibiotic diberikan apabila ada infeksi

Pencegahan Terhadap  Hipertermia


            1.   Kesehatan lingkungan.
            2.   penyediaan air minum yang memenuhi syarat.
            3.   Pembuangan kotoran manusia pada tempatnya.
            4.   Pemberantasan lalat.
            5.   Pembuangan sampah pada tempatnya.                                      
            6.    Pendidikan kesehatan pada masyarakat.
            7.   Pemberian imunisasi lengkap kepada bayi.
            8.    Makan makana yang bersih dan sehat
            9.   Jangan biasakan anak jajan diluar

3.6 Kesimpulan
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas titik pengaturan hipotalamus bila mekanisme
pengeluaran panas terganggu (oleh obat dan penyakit) atau dipengarhui oleh panas eksternal
(lingkungan) atau internal (metabolik)
Terjadinya hipertermi pada bayi dan anak, biasanya disebabkan : Perubahan mekanisme
pengaturan panas sentral yang berhubungan dengan trauma lahir dan obat-obatan, Infeksi oleh

16
bacteria, virus atau protozoa, Kerusakan jaringan misalnya demam rematik pada pireksia,
terdapat peningkatan produksi panas dan penurunan kehilangan panas pada suhu febris, Latihan /
gerakan yang berlebihan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Saputra, Lyndon. 2014. Pengantar asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita. Tangerang: Binarupa
Aksara Publisher.
Sarwono, 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: YBP
Siwi W, Elisabeth. 2015. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak. 2015. Kemenkes RI.
JNPK-KR, 2008. Asuhan Persalinan Normal. Depkes RI

18

Anda mungkin juga menyukai