Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN NEUROLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN AGUSTUS 2021

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Epilepsi

OLEH
Hafida Dewi Audinah I,S.Ked
1051011 015 20

PEMBIMBING

dr. Supardin, Sp. N

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT DENGAN JUDUL :


EPILEPSI
OLEH:
HAFIDA DEWI AUDINAH I, S.KED

Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka Kepaniteraan Klinik di Bagian Neurologi

Fakultas Kedokteran dan ilmu kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Agustus 2021

Pembimbing,

( dr. Supardin, Sp. N)

ii
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ......................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB I Pendahuluan ............................................................................................ 1
BAB II Tinjauan Pustaka ................................................................................... 2
Epilepsi ...................................................................................................... 2
A. Definisi ............................................................................................. 2
B. Epideomologi ................................................................................... 2
C. Etiologi ............................................................................................. 3
D. Klasifikasi ........................................................................................ 4
a.Klasifikasi menurut etiologi ....................................................... 4
b.Klasifikasi ILAE (1981) .............................................................. 4
c.Klasifikasi ILAE (1989) ............................................................... 7
E. Patofisiologi ..................................................................................... 9
F. Gejala dan tanda klinis ................................................................... 11
G. Diagnosa .......................................................................................... 15
F. Diagnosa Banding………………………………………………… 18
8. Penatalaksanaan .............................................................................. 18
BAB III Kesimpulan ........................................................................................... 26
Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Epilepsi berasal dari kata Yunani yaitu epilapsia yang berarti serangan. Epilepsi

merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya bangkitan yang terjadi secara berulang

akibat terganggunya fungsi otak yang disebabkan oleh muatan listrik yang abnormal pada neuron-

neuron otak.1 Epilepsi adalah salah satu kondisi tertua yang diakui di dunia, dengan catatan tertulis

yang berasal dari 4000 SM. Epilepsi lebih umum terjadi selama masa anak-anak atau remaja,

namun dapat terjadi pada segala usia.

Tingkat insidens bervariasi pada setiap usia, antara 20 dan 70 kasus dalam 100.000 orang

dalam satu tahun; tingkat prevelensi berada diantara 4 dan 10 per 1000 . 2

Epilepi merupakan manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi dan dengan gejala

tunggal yang khas, yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara

berlebihan dan paroksimal.3 walaupun penyakit ini telah dikenal lama oleh masyarakat, terbukti

dengan adanya istilah-istilah Bahasa daerah untuk penyakit ini seperti sawan,ayan,sekalor dan

celengan , tapi pengertian akan penyakit ini masih kurang bahkan salah sehingga penderita

digolongkan dalam penyakit gila, kutukan sehingga penderita tidak diobati dan disembunyikan.

Sehingga banyak diantara para penyandang epilepsi tidak mendapat perhatian selayaknya.

Akibatnya banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang

tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang merugikan baik penderita

maupun keluarganya.4

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kondisi yang ditandai dengan kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan berulang


tanpa didahului provokasi. Bangkitan yang terjadi satu kali tidak cukup untuk menegakkan
diagnosis epilepsy, dan bangkitan yang terjadi berkaitan dengan presipitan (misalnya demam pada
anak, gangguan metabolic, penyalahgunaan alcohol atau obat, cedera kepala berat) disebut sebagai
bangkitan situasional atau simtomatik akut dan tidak termasuk kedalam epilepsi.

Bangkitan epilepsi adalah aktivitas neuronal yang terjadi paroksimal, tersinkronisasi, dan
berlebihan pada korteks serebral yang bermanifestasi sebagai gangguan stereotip dari kesadaran,
perilaku, emosi,fungsi motoric atau sensasi. Bangkitan epilepsy umumnya memiliki awitan yang
mendadak, berlangsung selama beberapa detik hingga menit dan umumnya menghilang dengan
sendirinya, dan dapat terjadi berulang. 2

B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi dinegara sedang berkembang ditemukan lebih tinggi dari pada negara maju.
Dilaporkan prevalensi dinegara maju berkisar antara 4-7 /1000 orang dan 5-74/1000 orang
dinegara sedang berkembang. Daerah pedalaman memiliki angka prevalensi lebih tinggi
dibendingkan daerah perkotaan yaitu 15,4/1000 (4,8-49,6) dipedalaman dan 10,3 (2,8-37,7)
diperkotaan. Pada negara maju, prevalensi median epilepsi yang aktif (bangkitan dalam 5 tahun
terakhir) adalah 4,9/1000 (2,3-10,3), sedangkan pada negara berkembang dipedalaman 12,7
/1000(3,5-45,5) dan diperkotaan 5,9 (3,4-10,2). dinegara Asia, prevalensi epillepsi aktif tertinggi
dilaporkan di Vietnam 10,7/1000 orang, dan terendah ditaiwan 2,8/1000 orang . antara 3 dan 5%
dari populasi mengalami satu atau dua kali bangkitan selama hidup. Bangkitan berulang terjadi
pada 0.5% populasi dan 90% dari kasus ini terkontrol dengan obat dan memiliki remisi jangka
Panjang. 5.2

2
C. ETIOLOGI

Epilepsi merupakan gejala dari banyak gangguan, namun 50% kasus epilepsi tidak

ditemukan etiologi yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Dari

seluruh etiologi simtomatik pada dewasa, gangguan vascular (terutama strok), penyalahgunaan

alcohol, tumor serebral dan cedera kepala merupakan etiologi yang paling umum. Dengan

adanya modalitas pencitraan otak modern, etiologi structural dari epilepsi parsial seperti sclerosis

hipokampus dan defek migrasional neuronal yang dapat diketahui.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempredisposisi terjadinya bangkitan yaitu :

- Riwayat keluarga, terdapat peningkatan risiko terjadinya bangkitan pada keluarga pasien
epilepsi. Hal ini telah terbukti pada kasus bangkitan lena yang menunjukkan 40% memiliki
kasusu Riwayat keluarga epilepsi. Tidak ditemukan keterlibatan penurunan sifat genetic
pada Sebagian besar heterogenitas dari syndrome epilepsi, mekanisme yang terjadi
dipikirkan melibatkan factor yang mengubah struktur atau fungsi membrane yang akan
membawa kepada kepada penurunan batas bawah terjadinya bangkitan.
- Factor antenatal dan perinatal, infeksi intrauterine seperti rubella dan toksoplasmosis,
penyalahgunaan obat yang dilakukan oleh ibu Ketika kehamilan serta iradiasi pada usia
muda gestasi dapat menyebabkan kerusakan otak dan kejang pada neonates. Trauma dan
anoksia perinatal,pada tahap yang cukup berat untuk menyebabkan cedera otak,dapat pula
menyebabkan terjadinya epilepsi.
- Trauma dan pembedahan, cedera kepala berat terbuka atau tertutup umumnya diikuti
dengan serangan bangkitan. Hal ini dapat terjadi dalam satu minggu pertama atau mungkin
tertunda hingga beberapa bulan-tahun, dengan kemungkinan terjadinya epilepsi kronik
yang lebih besar.
- Gangguan elektrolit dapat menyebabkan iritabilitas dan serangan
- Obat-obatan tertentu (fenotiazin, inhibitor monoamine oksidase, antidepressant
trisiklik,amfetamin, lidokain dan asam nalidixic) dapat memprovokasi terjadinya serangan

3
baik pada dosis yang berlebihan maupun terapi pada pasien dengan batas bawah terjadinya
bangkitan yang rendah.
- Penyalahgunaan alcohol
- Infeksi dan inflamasi, bangkitan dapat bermanifestasi sebagai dari ensefalitis, meningitis,
abses serebral dan umumnya mengindikasi prognosis yang lebih buruk. Demam tinggi
sekunder dari infeksi non serebral pada anak usia >6 bulan dan < 6tahun etiologi umum
yang ditemukan pada kasus bangkitan (kejang demam) keadaan ini bersifat self-limitting
dan tidak memiliki kecenderungan berulang pafa usia dewasa.
- Tumor intrakranialis, awitan bangkitan yang mendadak pada usia dewasa, terutama parsial,
perlu selalu dicurigai adanya keterlibatan tumor intracranial.
- Hipoksia, bangkitan dapat berkembang selama/ mengikuti henti napas atau jantung akibat
ensefalopati anoksik
- Penyakit degenerative contohnya pada Penyakit Alzheimer
- Fotosensitivitas, beberapa jenis bangkitan dapat dipicu oleh pendaran cahaya atau kerlipan
dari layer televisi atau computer.
- Gangguan tidur
D. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi menurut Etiologi
a. Epilepsi idiopatik: penyebabnya tidak diketahui dan umumnya mempunyai
predisposisi genetic
b. Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat.
Misalnya post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat , gangguan metabolik, lesi desak
ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), kelainan neurodegeneratif.
c. Epilepsi kriptogenik :dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui,
termasuk disini adalah termasuk disini adalah sindrom West, sindrom Lennox- Gastaut
dan epilepsi mioklonik
2. Klasifikasi ILAE (1981) untuk tipe bangkitan epilepsi
1. Bangkitan parsial/fokal
1) Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a. Dengan gejala motorik
b. Dengan gejala sensorik

4
c. Dengan gejala otonomik
d. Dengan gejala psikik
2) Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
• Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
• Dengan automatisme
b. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
• Dengan gangguan kesadaran saja
• Dengan automatisme
3) Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)
a. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
b. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan berkembang
menjadi bangkitan umum

2. Bangkitan Umum (Konvulsi atau Non-Konvulsi)


1) Bangkitan lena (absence)
Lena (absence), sering disebut petitmal. Serangan terjadi secara tiba-tiba, tanpa
di dahului aura. Kesadaran hilang selama beberapa detik, di tandai dengan
terhentinya percakapan untuk sesaat, pandangan kosong, atau mata berkedip
dengan cepat. Hampir selalu pada anak-anak, mungkin menghilang waktu
remaja atau diganti dengan serangan tonik-klonik.
2) Bangkitan mioklonik
Mioklonik, serangan-serangan ini terdiri atas kontraksi otot yang singkat dan
tiba-tiba, bisa simetris dan asimetris, sinkronis atau asinkronis. Muncul akibat
adanya gerakan involuntar sekelompok otot skelet yang muncul secara tiba-tiba
dan biasanya hanya berlangsung sejenak. Biasanya tidak ada kehilangan
kesadaran selama serangan. Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan
ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan
terjadinya cepat.
3) Bangkitan tonik

5
Tonik, serangan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba meningkat dari otot
ekstremitas, sehingga terbentuk sejumlah sikap yang khas. Berupa pergerakan
tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan
tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan
bawah dengan bentuk dekortikasi. Biasanya kesadaran hilang hanya beberapa
menit terjadi pada anak 1-7 tahun.
4) Bangkitan atonik/astatik
Atonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh. Keadaan ini bisa di
menifestasikan oleh kepala yang terangguk-angguk, lutut lemas, atau kehilangan
total dari tonus otot dan Px bisa jatuh serta mendapatkan luka-luka. Biasanya
penderita akan kehilangan kekuatan otot dan terjatuh secara tiba-tiba. Bangkitan
ini jarang terjadi.
5) Bangkitan klonik
Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang di sebebkan aleh
hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik yng singkat. Keadaan ini diikuti
sentakan bilateral yang lamanya 1 menit sampai beberapa menit yang sering
asimetris dan bisa predominasi pada satu anggota tubh. Serangan ini bisa
bervariasi lamanya, seringnya dan bagian dari sentakan ini satu saat ke satu saat
lain.
6) Bangkitan tonik-klonik
Tonik-Klonik, biasa di sebut grandmal. Merupakan jenis serang klasik epilepsi
serangan ini di tandai oleh suatu sensasi penglihatan atau pendengaran selama
beberapa saat yang diikuti oleh kehilangan kesadaran secara cepat. Secara tiba-
tiba penderita akan jatuh disertai dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak
kemudian diiukti oleh kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-
klonik (gerakan tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan,
penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai
mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar secara perlahan dan
merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur setelahnya.

3. Bangkitan Epileptik yang Tidak Terklasifikasi

6
3. Klasifikasi ILAE (1989) untuk tipe epilepsy dan sindrom epilepsi
1. Fokal / Partial (localized related)
1.1. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1.1.1. Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal
(childhood epilepsy with centrotemporal spikes)
1.1.2. Epilepsy benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital
1.1.3. Epilepsi primer saat membaca (primary reading epilepsy)
1.2. Simtomatik
1.2.1. Epilepsi parsial kontinua yang kronik progresif pada anak – anak
(Kojenikow’s Syndrome)
1.2.2. Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan
(kurang tidur, alcohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsy,
stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
1.2.3. Epilepsi lobus temporal
1.2.4. Epilepsi lobus frontal
1.2.5. Epilepsi lobus parietal
1.2.6. Epilepsi lobus oksipital
1.3. Kriptogenik

2. Epilepsi Umum
2.1. Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
2.1.1. Kejang neonatus familial benigna
2.1.2. Kejang neonatus benigna
2.1.3. Kejang epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.4. Epilepsi lena pada anak
2.1.5. Epilepsi lena pada remaja
2.1.6. Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7. Epilepsi dengan bangkitan umum tonik – klonik pada saat terjaga
2.1.8. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
2.1.9. Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang spesifik
2.2. Kriptogenik atau Simtomatik (berurutan sesuai dengan peningkatan usia)

7
2.2.1. Sindrom West (spasme infantiil dan spasme salam)
2.2.2. Sindrom Lencox – Gastaut
2.2.3. Epilepsi Mioklonik astatic
2.2.4. Epilepsi mioklonik lena
2.3. Simtomatik
2.3.1. Etiologi non spesifik
• Ensefalopati mioklonik dini
• Ensefalopati pada infantiil dini dengan burst supresi
• Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di atas
2.3.2. Sindrom Spesifik
2.3.3. Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain

3. Epilepsi dan Sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
3.1. Bangkitan Umum dan fokal
3.1.1. Bangkitan neonatal
3.1.2. Epilepsi mioklonik berat pada bayi
3.1.3. Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu selama tidur dalam
3.1.4. Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau – Kleffner)
3.1.5. Epilepsi yang tidak termasuk dalam klasifikasi diatas
3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

4. Sindrom Khusus
4.1. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
4.1.1. Kejang demam
4.1.2. Bangkitan kejang / status epileptikus yang timbul hanya sekali( isolated)
4.1.3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic akut, atau
toksis, alcohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi non ketotik
4.1.4. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)

8
E. PATOFISIOLOGI

Kejang adalah manifestasi paroksismal dari sifat listrik di bagian korteks otak.Hal

ini terjadi saat ada ketidakseimbangan tiba-tiba antara kekuatan pemicu (eksikatori) dan

penghambat (inhibitori) dalam jaringan neuron kortikal. dapat dijelaskan bahwa pada kondisi

nomal impuls saraf dari otak akan dibawa oleh neurotransmitter seperti GABA melalui sel-

sel neuron ke organ tubuh lain. Jika pada sistem tersebut tidak normal maka akan terjadi

ketidakseimbangan aliran listrik pada neuron dan mengakibatkan terjadinya serangan kejang

. Ketidakseimbangan bisa terjadi karena kurangnya transmisi inhibisi misalnya terjadi pada

keadaan setelah pemberian antagonis GABA atau selama penghentian pemberian GABA

(alcohol, benzodiazepine), atau pada saat meningkatnya aksi eksitasi seperti meningkatnya

aksi glutamat atau aspartat.

Serangan kejang dapat diakibatkan oleh :

9
• Instabilisasi membran sel. Membran sel yang tidak stabil ketika terjadi sedikit saja

rangsangan akan mengubah permeabilitas. Hal ini dapat mengakibatkan depolarisasi

abnormal dan terjadilah lepas muatan yang berlebihan.

• Kelainan polarisasi yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi

GABA

• Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa atau elektrolit

yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi

neuron.

• Neuron-neuron bersifat hipersensitif

Serangan kejang epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal

mengalami depolarisasi yang berkepanjangan dengan terjadinya cetusan potensial aksi secara

cepat dan berulang-ulang. Cetusan listrik ini akan mengajak neuron-neuron sekitarnya atau

neuron yang terkait di dalam proses. Secara klinis serangan kejang akan tampak apabila

cetusan listrik dari sejumlah neuron abnormal muncul secara bersama-sama di dalam otak.

Aktivitas listrik ini akan menimbulkan berbagai macam jenis serangan seizure yang berbeda,

tergantung pada daerah dan fungsi otak yang terkena maupun yang terlibat. Sehingga epilepsi

menghasilkan manifestasi yang bervariasi.

10
Pada gambar tersebut adalah aktivitas neuronal yang menyebabkan terjadinya serangan

epilepsi.Serangan epilepsi bergantung pada potensial aksi kanal natrium.Mekanisme terjadinya

serangan kejang epilepsi diawali dengan depolarisasi ion kalsium.Tegangan yang dihasilkan

akibat aktivasi kanal kalsium menghasilkan jumlah besar neurotransmitter eksikatori glutamat

dilepaskan pada ceelah sinaps.Peningkatan akumulasi glutamat mengaktifkan reseptor

NMDA,asam alfa–amino-3-hidroksi-5-metil–4–isoksazolepropionat(AMPA) yang menyebabkan

neuron hipereksitabilitas.Peningkatan glumatat yang tak terkendali disertai dengan pengurangan

GABAergic yang menyebabkan kurangnya neurotransmitter inhibisi yaitu GABA

mengakibatkan serangan kejang pada kasus epilepsi

F. GEJALA DAN TANDA KLINIS 6

Bangkitan umum tonik klonik - Dapat terjadi pada semua usia

kecuali neonates

- Manifestasi klinis:

Hilang kesadaran sejak awal bangkitan

hingga akhir bangkitan, bangkitan tonik

klonik umum dapat disertai gejala autonomy

(ngompol,mulut berbusa).

Gambaran iktal: tiba-tiba mata melotot dan

tertarik ke atas, seluruh tubuh kontraksi

tonik, dapat disertai suara teriakan dan

nyaring, selanjutnya diikuti Gerakan klonik

berulang simetris diseluruh tubuh, lidah

dapat tergigit dan mulut berbusa serta

11
diikuti mengompol. Setelah iktal tubuh

pasien akan menjadi hypotonus, pasien

dapat tertidur dan merasa lemas.

Bangkitan tonik - Ditandai oleh kontraksi seluruh otot

yang berlangsung terus menerus

(berlangsung selama 2-10 detik

dapat juga sampai beberapa menit)

- Disertai hilangnya kesadaran

- Dapat disertai dengan gejala

autonomy (apneu)

Bangkitan Klonik -Ditandai oleh kontraksi klonik yang ritmik

(1-5Hz) diseluruh tubuh

- Disertai hilangnya kesadaran sejak awal

bangkitan

Bangkitan Mioklonik -mioklonik adalah Gerakan involunter

mendadak dan berlangsung sangat singkat

(jerk)tanpa disertai hilangnya kesadaran.

Biasanya berlangsung 10-50mldetik durasi

dapat mencapai sampai 100mldetik

-otot yang kontraksi dapat tunggal multiple

atau berupa sekumpulan otot yang agonis

12
dari berbagai sekumpulan otot yang agonis

dari berbagai topografi

Bangkitan Atonik -ditandai oleh hilangnya tonus otot secara

mendadak

- dapat didahului oleh bangkitan mioklonik

atau tonik

-bentuk bangkitan dapat berupa jatuh atau

kepala menunduk

-pemulihan pascaiktal sekitar 1-2 detik

Bangkitan Absans Tipikal (petit mal) -berlangsung sangat singkat (dalam

hitungan detik)

-onset mendadak dan berhenti mendadak

-bentuk bangkitan hilang kesadaran atau

pandangan kosong

-dapat pula disertai komponen motoric yang

minimal (dapat berupa

mioklonik,atonik,tonik,automatisme)

Bangkitan Absans Atipikal - Bangkitan berupa gangguan

kesadaran disertai perubahan tonus

13
otot (hypotonia atau atonia), tonik

atau autonisme

- Mengalami kesulitan belajar akibat

seringnya disertai terjadinya

bangkitan tipe lain

(atonik,tonik,mioklonik)

- Onset dan berhentinya bangkitan

tidak semendadak bangkitan absans

tipikal

- Lebih sering terjadi perubahan tonus

otot

Bangkitan Focal/parsial -bentuk bangkitan yang terjadi tergantung

dari letak focus epileptic diotak. Focus

epileptic berasal dari area tertentu yang

kemudian mengalami propagasi dan

menyebar ke bagian otak yang lain

-bentuk bangkitan dapat berupa :

motoric,sensorik (kesemutan, baal) sensorik

special (halusinasi visual, halusinasi

auditorik), emosi (rasa takut,marah)

autonomy (kulit pucat,merinding,rasa mual)

14
- bangkitan parsial sederhana yang diikuti

dengan bangkitan parsial kompleks atau

bangkitan umum sekunder disebut aura

G. DIAGNOSIS

Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan melalui

anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun

demikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi

(klinis) sudah dapat ditegakkan.

1.Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa
hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Penjelasan perihal segala
sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya
serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis.
Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran,
meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- pola / bentuk serangan

- lama serangan

- gejala sebelum, sselama dan pasca serangan

- frewkensi serangan

- factor pencetus

- Riwayat penyakit yang diderita saat ini


15
- Usia saat terjadi seranga pertama

- Riwayat kehamilan,persalinan dan perkembangan

- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

- Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam

- Riwayat trauma /pembedahan. 5


2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis

Pemeriksaan fisik umum:

Amati tanda-tanda yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya :

Trauma kepala, tanda-tanda infeksi, kelainan kongential, kecanduan alcohol, kelainan


pada kulit (neurofakomatosis)

Pemeriksaan neurologis
mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat berhubungan dengan
epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah bangkitan, maka akan tampak
pascabangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi,
seperti:
- Paresis Todd
- Gangguan kesadaran pascaiktal
- Afasia pascaiktal

3.Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium,


natrium, bilirubin, ureum dalam darah. Yang memudahkan timbulnya kejang ialah keadaan
hipoglikemia, hypokalemia, hipomagnesia, hiponatremia, hypernatremia, hiperbilirubinemia,
dan uremia. Penting pula diperiksa pH darah karena alkalosis mungkin disertai kejang.
Pemeriksaan cairan otak dapat mengungkapkan adanya radang pada otak atau selaputnya,

16
toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang otak, metastasis tumor ganas,
adanya perdarahan otak atau perdarahan subaraknoid.

a. Elektro ensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan

pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis

epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi

struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan

kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.

1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.

2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya

misal gelombang delta.

3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya

gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang

timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas,

misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal

gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik

mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang

timbul secara serentak (sinkron).

b. pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur

otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRI lebih

sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk

membandingkan hipokampus kanan dan kiri. 8

17
H. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding yang paling umum dari bangkitan konvulsif antara lain:

1.Sinkop (serangan vasovagal,aritmia, hipersensitivitas sinus karotis, hipotemsi postural)

umumnya ditunjukkan dengan wajah pucat,mual,berkeringat, dan cenderung membaik

Ketika berbaring (kecuali pada kasus aritmia). Pasien akan tampak lemas Ketika dalam

periode sinkop,namun kaku Ketika serangan bangkitan. Palpitasi dapat didapatkan pada

aritmia. Inkontensia urin dan sentakan pada anggota gerak dapat terjadi pada episode

sinkop,namun tidak diikuti dengan pola terkoordinasi seperti pada bangkitan tonik-klonik

2. bangkitan non epilepsi atau bangkitan fungsional, umum ditemukan terutama pada

pasien yang menderita epilepsi sebelumnya. Gejala yang dapat membedakan

pseudoseizure dengan bangkitan epilepsi antara lain: lebih umum ditemukan pada wanita

muda dengan Riwayat gangguan psikiatri; serangan cenderung tidak berespon dengan

seluruh obat, tidak ditemukan perubahan pupil,tekanan darah,jantung,pO2 dan PH, tanda

Babinsky negative,kadar prolactin serum normal, tidak ditemukan bangkitan pada EEG

selama terjadinya episode.

3. Hipoglikemi : keadaan ini dapat menyebabkan gangguan perilaku dan bangkitan. 2

I. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien, sesuai

dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya.

Prinsip terapi farmakologi. 5

1. OAE mulai diberikan bila:

18
a. Diagnosis epilepsi telah ditentukan
b. Setelah pasien atau keluarganya menerima penjelasan tujuan pengobatan
c. Pasien dan keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping yang
timbul
1. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis
bangkitan dan sindrom epilepsi.
2. Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis
efektif tercapai atau timbul efek samping, kadar obat plasma ditentukan bila bangkitan
tidak terkontrol dengan dosis efektif.
3. Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka perlu ditambahkan OAE kedua. Bila OAE telah mencapai kadar
terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan
4. Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi
dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek samping OAE, interaksi

antarobat epilepsi.5

Pemilihan OAE berdasarkan jenis bangkitan

Jenis OAE Lini OAE Lini OAE Lain yang OAE yang
Bangkitan Pertama Kedua dapat sebaiknya
dipertimbangkan dihindari

Bangkitan Sodium Clobazam Clonazepam


umum tonik Valproate
Levetiracetam Phenobarbital
klonik
Lamotrigine
Oxcarbazepine Phenytoin
Topiramate
Acetazolamide
Carbamazepine

Bangkitan Sodium Clobazam Carbamazepine


lena Valproate
Topiramate Gabapentin

19
Lamotrigine Oxcarbazepine

Bangkitan Sodium Clobazam Carbamazepine


mioklonik Valproate
Topiramate Gabapentin
Topiramate
Levetiracetam Oxcarbazepine

Lamotrigine

Piracetam

Bangkitan Sodium Clobazam Phenobarbital Carbamazepine


tonik Valproate
Levetiracetam Phenytoin Oxcarbazepine
Lamotrigine
Topiramate

Bangkitan Sodium Clobazam Phenobarbital Carbamazepine


atonik Valproate
Levetiracetam Acetazolamide Oxcarbazepine
Lamotrigine
Topiramate Phenytoin

Bangkitan Carbamazepine Clobazam Clonazepam


fokal
Oxcarbazepine Gabapentin Phenobarbital
dengan/tanpa
umum Sodium Levetiracetam Acetazolamide
sekunder Valproate
Phenytoin
Topiramate
Tiagabine
Lamotrigine

dosis obat antiepilepsi untuk dewasa 5

Obat Dosis Awal Dosis Jumlah Dosis Waktu Paruh Waktu


(mg/hari) Rumatan Per Hari Plasma (Jam) Tercapainy
(mg/hari) Steady State
(Hari)

Carbamazepine 400-600 400-1600 2-3x 15-35 2-7

Phenytoin 200-300 200-400 1-2x 10-80 3-15

Asam 500-1000 500-2500 2-3x 12-18 2-4


valproate

Phenobarbital 50-100 50-200 1 50-170

20
Clonazepam 1 4 1 atau 2 20-60 2-10

Clobazam 10 10-30 2-3x 10-30 2-6

Oxcarbazepine 600-900 600-3000 2-3x 8-15

Levatiracetam 1000-2000 1000-3000 2x 6-8 2

Topiramate 100 100-400 2x 20-30 2-5

Gabapentin 900-1800 900-3600 2-3x 5-7 2

Lamotrigine 50-100 20-200 1-2x 15-35 2-6

Penghentian OAE 5

Pada dewasa; penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 3-5 tahun

bebas bangkitan. OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada 60% pasien. Dalam hal

penghentian OAE, maka ada hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu syarat umum

untuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhan bangkitan setelah OAE

dihentikan.

Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:

• Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal

• Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.

• Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangkat

waktu 3-6 bulan

• Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan

utama

Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada keadaan

sebagai berikut:

• Semakin tua usia kemungkinan timbul kekambuhan semakin tinggi

21
• Epilepsi simtomatis

• Gambaran EEG yang abnormal

• Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE

• Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita, sangat jarang pada sindrom

epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentrotemporal, 5-25%

pada epilepsi lena masa anak kecil,25-75%, epilepsi parsial

kriptogenik/simtomatis, 85- 95% pada epilepsi mioklonik pada anak, dan JME.

• Penggunaan lebih dari satu OAE.

• Telah mendapat terapi 10 tahun atau lebih (kemungkinan kekambuhan lebih

kecil pada penyandang yang telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih

dari lima tahun).

Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum

pengurangan dosis OAE), kemudian dievaluassi kembali. Rujukan ke spesialis

epilepsi perlu ditimbangkan bila:

• Tidak responsive terhadap 2 OAE pertama

• Ditemukan efek samping yang signifikan dengan terapi

• Berencana untuk hamil

• Dipertimbangkan untuk penghentian terapi.

22
23
BAB III

KESIMPULAN

Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang

muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat

lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara

paroksismal. Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat

dicirikan sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan

dan cenderung untuk berulang.

Gejala epilepsy dapat dikontrol dengan menggunakan obat anti

kejang. Hampir delapan dari sepuluh orang dengan epilepsy gejala kejang yang

mereka alami dapat dikontrol dengan baik oleh obat anti kejang.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Fisher RS, Acevedo C, Arzimanoglou A, Bogacz A, Cross JH, Elger CE, Engel J Jr,
Forsgren L, French JA, Glynn M, Hesdorffer DC, Lee BI, Mathern GW, Moshé SL,
Perucca E, Scheffer IE, Tomson T, Watanabe M, Wiebe S. ILAE official report: a
practical clinical definition of epilepsy. Epilepsia. 2014 Apr;55(4):475-82. doi:
10.1111/epi.12550. Epub 2014 Apr 14. PMID: 24730690.Wilkinson, I, Lennox, G.
Essential Neurology 5th Edition. America: Blackwell Publishing Ltd. 2014; p. 192-3
2. Yogarajah,Mahinda, (2015). Elsevier: Jakarta, Indonesia
3. Yolanda NGA, Sareharto TP, Istiadi H. Jurnal Kedokteran Diponegoro [Internet].
Ejournal3.undip.ac.id. 2019 [cited 25 August 2019]
4. Tjahdian,.P diket,Y,Gunawan,DAN.Gambaran.umum mengenai Epilepsi. In: kapita selekta
Neurologi. Yogyakarta:Gadja Mada University press. 2005
5. Kusumastuti, K, Gunadharma, S, Kustiowati, E. Pedoman Tatalaksana Epilepsi
Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI)
2014 Edisi Kelima. Surabaya: Airlangga University Press. 2014; p. 14, 44
6. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Indonesia (2017)
jilid I: Jakarta,Indonesia

25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

Anda mungkin juga menyukai