Epilepsi
OLEH
Hafida Dewi Audinah I,S.Ked
1051011 015 20
PEMBIMBING
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka Kepaniteraan Klinik di Bagian Neurologi
Pembimbing,
ii
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ......................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB I Pendahuluan ............................................................................................ 1
BAB II Tinjauan Pustaka ................................................................................... 2
Epilepsi ...................................................................................................... 2
A. Definisi ............................................................................................. 2
B. Epideomologi ................................................................................... 2
C. Etiologi ............................................................................................. 3
D. Klasifikasi ........................................................................................ 4
a.Klasifikasi menurut etiologi ....................................................... 4
b.Klasifikasi ILAE (1981) .............................................................. 4
c.Klasifikasi ILAE (1989) ............................................................... 7
E. Patofisiologi ..................................................................................... 9
F. Gejala dan tanda klinis ................................................................... 11
G. Diagnosa .......................................................................................... 15
F. Diagnosa Banding………………………………………………… 18
8. Penatalaksanaan .............................................................................. 18
BAB III Kesimpulan ........................................................................................... 26
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Epilepsi berasal dari kata Yunani yaitu epilapsia yang berarti serangan. Epilepsi
merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya bangkitan yang terjadi secara berulang
akibat terganggunya fungsi otak yang disebabkan oleh muatan listrik yang abnormal pada neuron-
neuron otak.1 Epilepsi adalah salah satu kondisi tertua yang diakui di dunia, dengan catatan tertulis
yang berasal dari 4000 SM. Epilepsi lebih umum terjadi selama masa anak-anak atau remaja,
Tingkat insidens bervariasi pada setiap usia, antara 20 dan 70 kasus dalam 100.000 orang
dalam satu tahun; tingkat prevelensi berada diantara 4 dan 10 per 1000 . 2
Epilepi merupakan manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi dan dengan gejala
tunggal yang khas, yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara
berlebihan dan paroksimal.3 walaupun penyakit ini telah dikenal lama oleh masyarakat, terbukti
dengan adanya istilah-istilah Bahasa daerah untuk penyakit ini seperti sawan,ayan,sekalor dan
celengan , tapi pengertian akan penyakit ini masih kurang bahkan salah sehingga penderita
digolongkan dalam penyakit gila, kutukan sehingga penderita tidak diobati dan disembunyikan.
Sehingga banyak diantara para penyandang epilepsi tidak mendapat perhatian selayaknya.
Akibatnya banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang
tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang merugikan baik penderita
maupun keluarganya.4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Bangkitan epilepsi adalah aktivitas neuronal yang terjadi paroksimal, tersinkronisasi, dan
berlebihan pada korteks serebral yang bermanifestasi sebagai gangguan stereotip dari kesadaran,
perilaku, emosi,fungsi motoric atau sensasi. Bangkitan epilepsy umumnya memiliki awitan yang
mendadak, berlangsung selama beberapa detik hingga menit dan umumnya menghilang dengan
sendirinya, dan dapat terjadi berulang. 2
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi dinegara sedang berkembang ditemukan lebih tinggi dari pada negara maju.
Dilaporkan prevalensi dinegara maju berkisar antara 4-7 /1000 orang dan 5-74/1000 orang
dinegara sedang berkembang. Daerah pedalaman memiliki angka prevalensi lebih tinggi
dibendingkan daerah perkotaan yaitu 15,4/1000 (4,8-49,6) dipedalaman dan 10,3 (2,8-37,7)
diperkotaan. Pada negara maju, prevalensi median epilepsi yang aktif (bangkitan dalam 5 tahun
terakhir) adalah 4,9/1000 (2,3-10,3), sedangkan pada negara berkembang dipedalaman 12,7
/1000(3,5-45,5) dan diperkotaan 5,9 (3,4-10,2). dinegara Asia, prevalensi epillepsi aktif tertinggi
dilaporkan di Vietnam 10,7/1000 orang, dan terendah ditaiwan 2,8/1000 orang . antara 3 dan 5%
dari populasi mengalami satu atau dua kali bangkitan selama hidup. Bangkitan berulang terjadi
pada 0.5% populasi dan 90% dari kasus ini terkontrol dengan obat dan memiliki remisi jangka
Panjang. 5.2
2
C. ETIOLOGI
Epilepsi merupakan gejala dari banyak gangguan, namun 50% kasus epilepsi tidak
ditemukan etiologi yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Dari
seluruh etiologi simtomatik pada dewasa, gangguan vascular (terutama strok), penyalahgunaan
alcohol, tumor serebral dan cedera kepala merupakan etiologi yang paling umum. Dengan
adanya modalitas pencitraan otak modern, etiologi structural dari epilepsi parsial seperti sclerosis
- Riwayat keluarga, terdapat peningkatan risiko terjadinya bangkitan pada keluarga pasien
epilepsi. Hal ini telah terbukti pada kasus bangkitan lena yang menunjukkan 40% memiliki
kasusu Riwayat keluarga epilepsi. Tidak ditemukan keterlibatan penurunan sifat genetic
pada Sebagian besar heterogenitas dari syndrome epilepsi, mekanisme yang terjadi
dipikirkan melibatkan factor yang mengubah struktur atau fungsi membrane yang akan
membawa kepada kepada penurunan batas bawah terjadinya bangkitan.
- Factor antenatal dan perinatal, infeksi intrauterine seperti rubella dan toksoplasmosis,
penyalahgunaan obat yang dilakukan oleh ibu Ketika kehamilan serta iradiasi pada usia
muda gestasi dapat menyebabkan kerusakan otak dan kejang pada neonates. Trauma dan
anoksia perinatal,pada tahap yang cukup berat untuk menyebabkan cedera otak,dapat pula
menyebabkan terjadinya epilepsi.
- Trauma dan pembedahan, cedera kepala berat terbuka atau tertutup umumnya diikuti
dengan serangan bangkitan. Hal ini dapat terjadi dalam satu minggu pertama atau mungkin
tertunda hingga beberapa bulan-tahun, dengan kemungkinan terjadinya epilepsi kronik
yang lebih besar.
- Gangguan elektrolit dapat menyebabkan iritabilitas dan serangan
- Obat-obatan tertentu (fenotiazin, inhibitor monoamine oksidase, antidepressant
trisiklik,amfetamin, lidokain dan asam nalidixic) dapat memprovokasi terjadinya serangan
3
baik pada dosis yang berlebihan maupun terapi pada pasien dengan batas bawah terjadinya
bangkitan yang rendah.
- Penyalahgunaan alcohol
- Infeksi dan inflamasi, bangkitan dapat bermanifestasi sebagai dari ensefalitis, meningitis,
abses serebral dan umumnya mengindikasi prognosis yang lebih buruk. Demam tinggi
sekunder dari infeksi non serebral pada anak usia >6 bulan dan < 6tahun etiologi umum
yang ditemukan pada kasus bangkitan (kejang demam) keadaan ini bersifat self-limitting
dan tidak memiliki kecenderungan berulang pafa usia dewasa.
- Tumor intrakranialis, awitan bangkitan yang mendadak pada usia dewasa, terutama parsial,
perlu selalu dicurigai adanya keterlibatan tumor intracranial.
- Hipoksia, bangkitan dapat berkembang selama/ mengikuti henti napas atau jantung akibat
ensefalopati anoksik
- Penyakit degenerative contohnya pada Penyakit Alzheimer
- Fotosensitivitas, beberapa jenis bangkitan dapat dipicu oleh pendaran cahaya atau kerlipan
dari layer televisi atau computer.
- Gangguan tidur
D. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi menurut Etiologi
a. Epilepsi idiopatik: penyebabnya tidak diketahui dan umumnya mempunyai
predisposisi genetic
b. Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat.
Misalnya post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat , gangguan metabolik, lesi desak
ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), kelainan neurodegeneratif.
c. Epilepsi kriptogenik :dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui,
termasuk disini adalah termasuk disini adalah sindrom West, sindrom Lennox- Gastaut
dan epilepsi mioklonik
2. Klasifikasi ILAE (1981) untuk tipe bangkitan epilepsi
1. Bangkitan parsial/fokal
1) Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a. Dengan gejala motorik
b. Dengan gejala sensorik
4
c. Dengan gejala otonomik
d. Dengan gejala psikik
2) Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
• Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
• Dengan automatisme
b. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
• Dengan gangguan kesadaran saja
• Dengan automatisme
3) Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)
a. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
b. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan berkembang
menjadi bangkitan umum
5
Tonik, serangan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba meningkat dari otot
ekstremitas, sehingga terbentuk sejumlah sikap yang khas. Berupa pergerakan
tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan
tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan
bawah dengan bentuk dekortikasi. Biasanya kesadaran hilang hanya beberapa
menit terjadi pada anak 1-7 tahun.
4) Bangkitan atonik/astatik
Atonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh. Keadaan ini bisa di
menifestasikan oleh kepala yang terangguk-angguk, lutut lemas, atau kehilangan
total dari tonus otot dan Px bisa jatuh serta mendapatkan luka-luka. Biasanya
penderita akan kehilangan kekuatan otot dan terjatuh secara tiba-tiba. Bangkitan
ini jarang terjadi.
5) Bangkitan klonik
Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang di sebebkan aleh
hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik yng singkat. Keadaan ini diikuti
sentakan bilateral yang lamanya 1 menit sampai beberapa menit yang sering
asimetris dan bisa predominasi pada satu anggota tubh. Serangan ini bisa
bervariasi lamanya, seringnya dan bagian dari sentakan ini satu saat ke satu saat
lain.
6) Bangkitan tonik-klonik
Tonik-Klonik, biasa di sebut grandmal. Merupakan jenis serang klasik epilepsi
serangan ini di tandai oleh suatu sensasi penglihatan atau pendengaran selama
beberapa saat yang diikuti oleh kehilangan kesadaran secara cepat. Secara tiba-
tiba penderita akan jatuh disertai dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak
kemudian diiukti oleh kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-
klonik (gerakan tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan,
penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai
mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar secara perlahan dan
merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur setelahnya.
6
3. Klasifikasi ILAE (1989) untuk tipe epilepsy dan sindrom epilepsi
1. Fokal / Partial (localized related)
1.1. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1.1.1. Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal
(childhood epilepsy with centrotemporal spikes)
1.1.2. Epilepsy benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital
1.1.3. Epilepsi primer saat membaca (primary reading epilepsy)
1.2. Simtomatik
1.2.1. Epilepsi parsial kontinua yang kronik progresif pada anak – anak
(Kojenikow’s Syndrome)
1.2.2. Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan
(kurang tidur, alcohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsy,
stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
1.2.3. Epilepsi lobus temporal
1.2.4. Epilepsi lobus frontal
1.2.5. Epilepsi lobus parietal
1.2.6. Epilepsi lobus oksipital
1.3. Kriptogenik
2. Epilepsi Umum
2.1. Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
2.1.1. Kejang neonatus familial benigna
2.1.2. Kejang neonatus benigna
2.1.3. Kejang epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.4. Epilepsi lena pada anak
2.1.5. Epilepsi lena pada remaja
2.1.6. Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7. Epilepsi dengan bangkitan umum tonik – klonik pada saat terjaga
2.1.8. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
2.1.9. Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang spesifik
2.2. Kriptogenik atau Simtomatik (berurutan sesuai dengan peningkatan usia)
7
2.2.1. Sindrom West (spasme infantiil dan spasme salam)
2.2.2. Sindrom Lencox – Gastaut
2.2.3. Epilepsi Mioklonik astatic
2.2.4. Epilepsi mioklonik lena
2.3. Simtomatik
2.3.1. Etiologi non spesifik
• Ensefalopati mioklonik dini
• Ensefalopati pada infantiil dini dengan burst supresi
• Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di atas
2.3.2. Sindrom Spesifik
2.3.3. Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain
3. Epilepsi dan Sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
3.1. Bangkitan Umum dan fokal
3.1.1. Bangkitan neonatal
3.1.2. Epilepsi mioklonik berat pada bayi
3.1.3. Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu selama tidur dalam
3.1.4. Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau – Kleffner)
3.1.5. Epilepsi yang tidak termasuk dalam klasifikasi diatas
3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom Khusus
4.1. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
4.1.1. Kejang demam
4.1.2. Bangkitan kejang / status epileptikus yang timbul hanya sekali( isolated)
4.1.3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic akut, atau
toksis, alcohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi non ketotik
4.1.4. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)
8
E. PATOFISIOLOGI
Kejang adalah manifestasi paroksismal dari sifat listrik di bagian korteks otak.Hal
ini terjadi saat ada ketidakseimbangan tiba-tiba antara kekuatan pemicu (eksikatori) dan
penghambat (inhibitori) dalam jaringan neuron kortikal. dapat dijelaskan bahwa pada kondisi
nomal impuls saraf dari otak akan dibawa oleh neurotransmitter seperti GABA melalui sel-
sel neuron ke organ tubuh lain. Jika pada sistem tersebut tidak normal maka akan terjadi
ketidakseimbangan aliran listrik pada neuron dan mengakibatkan terjadinya serangan kejang
. Ketidakseimbangan bisa terjadi karena kurangnya transmisi inhibisi misalnya terjadi pada
keadaan setelah pemberian antagonis GABA atau selama penghentian pemberian GABA
(alcohol, benzodiazepine), atau pada saat meningkatnya aksi eksitasi seperti meningkatnya
9
• Instabilisasi membran sel. Membran sel yang tidak stabil ketika terjadi sedikit saja
GABA
yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi
neuron.
Serangan kejang epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal
mengalami depolarisasi yang berkepanjangan dengan terjadinya cetusan potensial aksi secara
cepat dan berulang-ulang. Cetusan listrik ini akan mengajak neuron-neuron sekitarnya atau
neuron yang terkait di dalam proses. Secara klinis serangan kejang akan tampak apabila
cetusan listrik dari sejumlah neuron abnormal muncul secara bersama-sama di dalam otak.
Aktivitas listrik ini akan menimbulkan berbagai macam jenis serangan seizure yang berbeda,
tergantung pada daerah dan fungsi otak yang terkena maupun yang terlibat. Sehingga epilepsi
10
Pada gambar tersebut adalah aktivitas neuronal yang menyebabkan terjadinya serangan
serangan kejang epilepsi diawali dengan depolarisasi ion kalsium.Tegangan yang dihasilkan
akibat aktivasi kanal kalsium menghasilkan jumlah besar neurotransmitter eksikatori glutamat
kecuali neonates
- Manifestasi klinis:
(ngompol,mulut berbusa).
11
diikuti mengompol. Setelah iktal tubuh
autonomy (apneu)
bangkitan
12
dari berbagai sekumpulan otot yang agonis
mendadak
atau tonik
kepala menunduk
hitungan detik)
pandangan kosong
mioklonik,atonik,tonik,automatisme)
13
otot (hypotonia atau atonia), tonik
atau autonisme
(atonik,tonik,mioklonik)
tipikal
otot
14
- bangkitan parsial sederhana yang diikuti
G. DIAGNOSIS
anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun
demikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi
1.Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa
hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Penjelasan perihal segala
sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya
serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis.
Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran,
meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- pola / bentuk serangan
- lama serangan
- frewkensi serangan
- factor pencetus
Pemeriksaan neurologis
mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat berhubungan dengan
epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah bangkitan, maka akan tampak
pascabangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi,
seperti:
- Paresis Todd
- Gangguan kesadaran pascaiktal
- Afasia pascaiktal
3.Pemeriksaan Penunjang
16
toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang otak, metastasis tumor ganas,
adanya perdarahan otak atau perdarahan subaraknoid.
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi
kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang
timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas,
misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal
gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik
mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang
b. pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur
otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRI lebih
sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk
17
H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding yang paling umum dari bangkitan konvulsif antara lain:
Ketika berbaring (kecuali pada kasus aritmia). Pasien akan tampak lemas Ketika dalam
periode sinkop,namun kaku Ketika serangan bangkitan. Palpitasi dapat didapatkan pada
aritmia. Inkontensia urin dan sentakan pada anggota gerak dapat terjadi pada episode
sinkop,namun tidak diikuti dengan pola terkoordinasi seperti pada bangkitan tonik-klonik
2. bangkitan non epilepsi atau bangkitan fungsional, umum ditemukan terutama pada
pseudoseizure dengan bangkitan epilepsi antara lain: lebih umum ditemukan pada wanita
muda dengan Riwayat gangguan psikiatri; serangan cenderung tidak berespon dengan
seluruh obat, tidak ditemukan perubahan pupil,tekanan darah,jantung,pO2 dan PH, tanda
Babinsky negative,kadar prolactin serum normal, tidak ditemukan bangkitan pada EEG
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien, sesuai
dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya.
18
a. Diagnosis epilepsi telah ditentukan
b. Setelah pasien atau keluarganya menerima penjelasan tujuan pengobatan
c. Pasien dan keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping yang
timbul
1. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis
bangkitan dan sindrom epilepsi.
2. Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis
efektif tercapai atau timbul efek samping, kadar obat plasma ditentukan bila bangkitan
tidak terkontrol dengan dosis efektif.
3. Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka perlu ditambahkan OAE kedua. Bila OAE telah mencapai kadar
terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan
4. Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi
dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek samping OAE, interaksi
antarobat epilepsi.5
Jenis OAE Lini OAE Lini OAE Lain yang OAE yang
Bangkitan Pertama Kedua dapat sebaiknya
dipertimbangkan dihindari
19
Lamotrigine Oxcarbazepine
Lamotrigine
Piracetam
20
Clonazepam 1 4 1 atau 2 20-60 2-10
Penghentian OAE 5
Pada dewasa; penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 3-5 tahun
bebas bangkitan. OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada 60% pasien. Dalam hal
penghentian OAE, maka ada hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu syarat umum
dihentikan.
• Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangkat
• Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan
utama
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada keadaan
sebagai berikut:
21
• Epilepsi simtomatis
• Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita, sangat jarang pada sindrom
kriptogenik/simtomatis, 85- 95% pada epilepsi mioklonik pada anak, dan JME.
kecil pada penyandang yang telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih
Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum
22
23
BAB III
KESIMPULAN
muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat
dicirikan sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan
kejang. Hampir delapan dari sepuluh orang dengan epilepsy gejala kejang yang
mereka alami dapat dikontrol dengan baik oleh obat anti kejang.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Fisher RS, Acevedo C, Arzimanoglou A, Bogacz A, Cross JH, Elger CE, Engel J Jr,
Forsgren L, French JA, Glynn M, Hesdorffer DC, Lee BI, Mathern GW, Moshé SL,
Perucca E, Scheffer IE, Tomson T, Watanabe M, Wiebe S. ILAE official report: a
practical clinical definition of epilepsy. Epilepsia. 2014 Apr;55(4):475-82. doi:
10.1111/epi.12550. Epub 2014 Apr 14. PMID: 24730690.Wilkinson, I, Lennox, G.
Essential Neurology 5th Edition. America: Blackwell Publishing Ltd. 2014; p. 192-3
2. Yogarajah,Mahinda, (2015). Elsevier: Jakarta, Indonesia
3. Yolanda NGA, Sareharto TP, Istiadi H. Jurnal Kedokteran Diponegoro [Internet].
Ejournal3.undip.ac.id. 2019 [cited 25 August 2019]
4. Tjahdian,.P diket,Y,Gunawan,DAN.Gambaran.umum mengenai Epilepsi. In: kapita selekta
Neurologi. Yogyakarta:Gadja Mada University press. 2005
5. Kusumastuti, K, Gunadharma, S, Kustiowati, E. Pedoman Tatalaksana Epilepsi
Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI)
2014 Edisi Kelima. Surabaya: Airlangga University Press. 2014; p. 14, 44
6. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Indonesia (2017)
jilid I: Jakarta,Indonesia
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34