Oleh:
Hafida Dewi Audinah, Sked
105101101520
Pembimbing:
Letkol. CKM. DR. dr. Rizha A. Nasution, Sp.BS, FINPS., FICS
ABSTRAK
Latar Belakang : Craniotomy adalah tindakan bedah dimana bagian tertentu dari
tulang tengkorak diangkat sementara untuk mengekspos otak dan melalukan prosedur
intrakranial. Indikasi dasar dilakukannya craniotomy, salah satunya yaitu untuk
evakuasi hematoma dan mengurangi peningkatan tekanan intrakranial (craniectomy).
Gastrointestinal bleeding (GI bleeding) akibat stress-related gastric mucosal damage
atau stress ulcer merupakan salah satu late complication dari craniotomy dengan
tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Diskusi : Pada hari ke-11 pasca operasi pasien mengalami perbaiakan kesadaran
dengan GCS 15 dari sebelumnya GCS 7X pasca operasi. Kemudian pada hari ke-13
pasca operasi, pasien mulai mengeluhkan nyeri uluhati dan didapatkan adanya nyeri
tekan epigastrik pada pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
GDS 272 mg/dl, leukositosis (21.3 x 103/uL), hemoglobin menurun (10.2 g/dL),
hematokrit menurun (32.7%), dan MCHC merunun (31.3 g/dL). Berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien didiagnosis GI bleeding dan
diberikan tatalaksana berupa vit k 1 ampul/8jam/iv, ulcidex 1 ampul/8jam/iv, adona 1
ampul/8jam/iv, omeprazole 1 amp/12jam/iv, meropenem 1 gr/8 jam, levofloxacin 750
mg/24 jam, paracetamol, dan sucralfat syrup 4x1.
Kesimpulan : Stress ulcer dan stress-reated GI bleeding sering terjadi pada pasien
dengan kondisi kritis, dan memiliki resiko mortalitas yang tinggi terutama pada
pasien yang tidak mendapatkan terapi profilaksis sebelumnya. Oleh karena itu,
memberikan terapi profilaksi pada pasien yang beresiko tinggi mengalami GI
bleeding post operasi dan melakukan pengawasan yang ketat akan adanya tanda GI
bleeding, terkhususnya post operasi craniotomy pada kasus ini, sangat penting untuk
dilakukan, mengingat tingginya tingkat mortalitas yang dapat terjadi.
Stress ulcer ini kemudian dapat bleeding post operasi dengan mortalitas tinggi
mukosa gaster atau duodenum yang meluas keseimbangan fisiologis antara sekresi asam
hingga mukosa muscularis. Sel epithelial dari lambung dan pertahanan mukosa
gaster dan duodenum mensekresi mukus gastroduodenum. Cedera mukosa dan ulser
sebagai respon terhadap iritasi dari epithelial peptik terjadi ketika keseimbangan antara
lining dan sebagai hasil dari stimulasi faktor-faktor agresif dan mekanisme
gaster dan duodenum merupakan lapisan yang seperti penggunaan obat NSAID, infeksi
berbentuk gel, dimana bersifat impermeable H.pylori, alkohol, garam empedu, asam dan
terhadap asam dan pepsin. Sel-sel lain dari pepsin, dapat mengubah pertahanan mukosa
bikarbonat yang membantu menetralisir asam hidrogen dan cedera sel epitel berikutnya.
Prostaglandin tipe E (PGE) memiliki peran junction yang rapat, mukus, bikarbonat, aliran
darah mukosa, pemulihan sel dan regenerasi dengan risiko rendah untuk perdarahan
epitel. (9) ulang. Selain itu, terapi endoskopi
mengurangi kemungkinan perdarahan
Manifestasi Klinis GI bleeding
berulang dan mengurangi kebutuhan untuk
Nyeri epigastik merupakan gejala yang
pembedahan. (9)
paling sering terjadi pada ulcer peptik maupun
Sebuah studi internasional besar
duodenum, yang secara klasik ditandai dengan
menunjukkan bahwa setelah hemostasis
rasa perih atau sensasi terbakar yang muncul
endoskopik yang berhasil untuk
(9)
setelah makan. Manifestasi klinis dari GI
perdarahan peptikulker Forrest IB
bleeding dapat terjadi mulai dari melena,
(mengeluarkan), risiko perdarahan ulang
haemopositive stools, hingga haemetemesis
pada 72 jam sangat rendah (4,9%)
massive, serta gejala lain seperti anemia,
dibandingkan dengan stigmata lain dari
syncope, dyspnea, angina, palpitasi dan syok.
perdarahan baru-baru ini, tetapi serupa
(10; 11; 9)
dengan pasien yang diobati dengan
atas (GI) sekunder akibat GI bleeding atau probe emas. Tekanan diterapkan
adalah kondisi medis yang umum. untuk menyebabkan koagulasi arteri yang
dapat mengurangi durasi tinggal di rumah kombinasi dengan injeksi epinefrin diikuti
Penekanan asam adalah prinsip PPI memiliki profil keamanan yang sangat
medis perdarahan akut dari peptik ulser. difokuskan pada efek samping, terutama
melalui penurunan aktivitas pepsin dengan difficile, pneumonia yang didapat dari
adanya lingkungan yang lebih basa. komunitas, patah tulang pinggul, dan
fibrin. Dengan menekan produksi asam penurunan penyerapan beberapa obat. PPI
menjadi sangat kurang aktif. Dua kelas dengan demikian, penyerapan obat apa
obat penekan asam yang saat ini pun yang bergantung pada keasaman
histamin-2 (H2RAs) dan PPI. Kedua kelas besi, terganggu dengan terapi PPI jangka
tersedia dalam sediaan intravena dan oral. panjang. Selain itu, aklorhidria (tidak
famotidine, dan nizatidine. Contoh PPI dikaitkan dengan anemia defisiensi besi,
termasuk omeprazole, pantoprazole, karena bentuk besi dari besi harus diubah
lansoprazole, dan rabeprazole. (9) menjadi bentuk besi oleh asam lambung.
Sebagian besar zat besi yang diserap
H2RA adalah kelas obat yang adalah dalam bentuk besi. (9)
lebih tua, dan dalam terapi GI bleeding
aktif, penggunaannya sebagian besar telah Pemberian PPI parenteral
studi-studi sebelmunya, nyeri epigastrik stress ulcer dan GI bleeding post operasi
merupakan keluhan tersering ditemukan pada craniotomy masih kontroversi. Diduga kuat
juga dapat terjadi pada pasien yang telah ulcer adalah akibat hilangnya proteksi
mengalami perforasi dan dan terjadi mucosal barrier, dimana hal ini berkaitan
1. Thomas, Ricardo J. Fernández-de. Craniotomy. s.l. : StatPearls Publishing, 2022. PMID: 32809757.
3. Nathens, Avery B. Prophylaxis and management of stress ulceration - Surgical Treatment. s.l. : NCBI,
2001.
4. Kim, Sang Hyuck. Postoperative Gastrointestinal Bleeding and Its Associated Factors: A Nationwide
Population-Based Study. s.l. : Journal of Personalized Medicine, 2021.
https://doi.org/10.3390/jpm11111222.
5. Liu, Bolin. Risks and benefits of stress ulcer prophylaxis in adult neurocritical carepatients: a
systematic review and metaanalysis of randomized controlled trials. s.l. : BioMed Central , 2015. DOI
10.1186/s13054-015-1107-2.
6. Jung, Ji-Ho. Clinical warning signs of life-threatening hematochezia in neurosurgical patients with long
term bed rest. s.l. : Wolters Kluwer Health, Inc, 2020.
http://dx.doi.org/10.1097/MD.0000000000022471.
7. Zheng, Kang. High risk factors of upper gastrointestinal bleedingafter neurosurgical procedures. s.l. :
NCBI, 2005. PMID: 16409857.
8. Chihoko Nobori. Giant duodenal ulcers after neurosurgery for brainstem tumors that required
reoperation for gastric disconnection: a report of two cases. s.l. : BMC Surgery, 2016. doi:
10.1186/s12893-016-0189-3.
10. Weledji, Elroy Patrick. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding: a review. s.l. : elsevier, 2020. DOI:
10.1016/j.sipas.2020.100004.
12. Aziz, Faisal. Surgical Treatment of PerforatedPeptic Ulcer. s.l. : Emedicine Medscape, 2022.
13. Unnithan, Ajaya Kumar A. Hemorrhagic Stroke. s.l. : StatPearls Publishing, 2022. PMID: 32644599.
14. Tenny, Steven. Intracranial Hemorrhage. s.l. : StatPearls Publishing, 2022. PMID:29262016.
15. Ibrahim, Rian C. Penanganan Pasien Perdarahan Intraserebral di Ruang Rawat Intensif. Manado : e-
CliniC, 2021. DOI: https://doi.org/10.35790/ecl.9.1.2021.31704.