Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN POST OP CRANIOTOMY DENGAN

DIAGNOSA MEDIS INTRA CEREBRAL HEMORHAGE (ICH) DI RUANG


INTESIVE CARE (ICU) RSUD LABUANG
BAJI KOTA MAKASSAR
TAHUN 2023

OLEH :
INDA OCTAVIANA
N.22.04.008

PRECEPTOR LAHAN PRECEPTOR INSTITUSI

Jusmaniar, S.Kep.,Ns Fadli, S.Kep.,Ns. M.kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN (PROFESI


NERS) UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
TAHUN
AJARAN 2023
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. C POST OP CRANIOTOMY

DENGAN DIAGNOSA MEDIS INTRA CEREBRAL HEMORHAGE

(ICH) DI RUANG INTESIVE CARE UNIT (ICU) RSUD LABUANG

BAJI

KOTA MAKASSAR TAHUN 2023

OLEH :

INDA OCTAVIANA
N.22.04.008

PRECEPTOR LAHAN PRECEPTOR INSTITUSI

Jusmaniar, S.Kep.,Ns Fadli, S.Kep.,Ns. M.kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN (PROFESI

NERS) UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO

TAHUN

AJARAN 2023
BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFENISI

1. DEFENISI CRANIOTOMY

Craniotomy adalah setiap tindakan bedah dengan cara membuka

sebagian tulang tengkorak (kranium) untuk dapat mengakses struktur

intrakranial. Tindakan bedah Intrakranial atau disebut juga craniotomy,

merupakan suatu intervensi dalam kaitannya dengan masalah-masalah

pada Intrakranial. Artinya craniotomy diindikasikan untuk mengatasi

hematoma atau perdarahan otak, pengambilan sel atau jaringan intrakranial

yang dapat terganggunya fungsi neorologik dan fisiologis manusia, atau

dapat juga dilakukan dengan pembedahan yang dimasudkan pembenahan

letak anatomi intrakranial, mengatasi peningkatan tekanan intrakranial

yang tidak terkontrol, mengobati hidrosefalus ( Widagdo, W., 20018).

Craniotomy merupakan tindakan bedah yang paling sering

dilakukan pada manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma

pada otak. Tindakan bedah tersebut bertujuan untuk membuka tengkorak

sehingga dapat mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang ada di dalam

otak (Cholik, 20019).

2. DEFENISI INTRA CEREBRAL HEMORHAGE (ICH)

Intra Cerebral Hemorhage (ICH) adalah ekstravasi darah yang

berlangsung spontan dan mendadak ke dalam parenkim otak yang bukan

disebabkan oleh trauma (Non Traumatis) (Munir, 2017). Intra Cerebral


Hemorrhage (ICH) adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak

biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.

Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi hiperdens yang mengikuti arah

girus-girus serebri di daerah yang konservatif, tidak memerlukan terapi

operatif (Huda & Kusuma, 2015)

B. ETIOLOGI

Intra Cerebral Hemorrhage (ICH) bukan disebabkan oleh benturan

antara parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh

gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya

pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau

pembuluh darah kortikal dan subkortikal (FKUI-RSCM, 2015).

Gambar. Lokasi dan perdarahan yang dapat terjadi pada PIS

Penyebab utama stroke ICH dapat dikelompokkan dalam tiga

kategori menurut (Munir, 2017) yaitu :


1. faktor anatomik pembuluh darah otak adalah Arterivenous

Malformation (AVM), Microaneurisme, Amyloid angiopathy, Cerebral

venous disease (CVOD)

2. Faktor dinamik yaitu hipertensi

3. Faktor hemostatik yaitu dengan trombosit atau system koagulasi darah,

penggunaan terapi obat antikoagulan

C. PATOFISIOLOGI

Sebagian besar Perdarahan intraserebral ini disebabkan oleh karena

ruptur arteria serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi.

Keluarnya darah dari pembuluh darah didalam otak berakibat pada

jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada

disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh

darah sangat mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada

arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer

otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorismaaneorisma ini merupakan

lekukan- lekukan berdinding tipis yang menonjol pada arteri pada tempat

yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadangkadang pecah

saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa

jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak.

Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan

otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur

sel masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat

dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri

hampir tidak ada


cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran

darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan

fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak

putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian. Perdarahan dapat

meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan ischemi didaerah lain

yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran

darah ke otak baik secara umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini

sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam bahkan

beberapa hari (Corwin, 2011).

Mekanisme ICH yang sering terjadi adalah faktor dinamik yang

berupa penigkatan tekanan darah. Hipertensi kronis yang menyebabkan

pembuluh darah arteriol yang berdiameter 100-400 mikrometer mengalami

perubahan yang patologik. Perubahan tersebut berupa lipohyalinosis,

fragmentasi, nekrosis fibrinoid, dan mikroaneurisma (Charcot Bouchard)

pada arteria perforans kecil di otak. Kenaikan tekanan darah secara

mendadak ini dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah. Jika

pembuluh darah tersebut pecah, maka akan menyebabkan perdarahan.

Perdarahan dapat berlanjut sehingga 6 jam dan jika volume perdarahan

besar sehingga akan menyebabkan kerusakan pada struktur anatomiotak

justru menyebabkan gejala klinis. Perdarahan yang luas ini boleh

menyebabkan destruksi jaringan ota, peningkatan intracranial (TIK),

penurunan perfusi ke otak, gangguan drainase otak dan yang lebih berat

dapat menyebabkan herniasi otak (Munir, 2017).


D. MANIFESTASI KLINIK

Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba, hal ini terkadang

diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun

begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada.

Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjad i memburuk

sebagaimana peluasan pendarahaan. Tanda gejala meliputi kelemahan,

kelumpuhan setengah badan, kesemutan, hilang sensasi atau mati rasa

setengah badan. Selain itu, setengah orang juga mengalami sulit berbicara

atau bicara pelo, merasa bingung, masalah penglihatan, mual, muntah,

kejang dan kehilangan kesadaran secara umum (FKUI-RSCM, 2015).

Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan

mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang

kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan

kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang

berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau

kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan

bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit. Menurut (Corwin,

2011) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :

a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan

membesarnya hematom.

b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.

c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.


d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra

cranium.

e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan

gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan CT Scan dapat dilakukan untuk mengevaluasi adanya

ICH. Gambaran yang dapat diberikan oleh CT Scan antara lain satu atau

lebih hematoma yang terlokalisir dan kadang-kadang terletak pada lokasi

yang dalam. Selain itu, dapat juga ditemukan edema pada area

disekelilingi hematoma. Jika pada CT Scan pertama tidak ditemukan

perdarahan yang tidak sesuai dengan enerji trauma, atau jika terdapat

perdarahan intra serebral yang sedikit, maka sebaiknya dilakukan

pemeriksaan CT Scan follow up untuk mendeteksi delayed ICH (FKUI-

RSCM, 2015). CT Scan kepala didapatkan gambaran hyperdense, MRI

Kepala, MR Angiografi Serebral, X Ray Thorax (Munir, 2017).

F. PENATALAKSANAAN

Tatalaksana ICH dapat berupa konservatif atau operatif.

Menegemen operatif dapat dilakukan jika terdapat indikasi berupa

penurunan kesadaran dan adanya pergeseran atau shifting garis tengah dan

letak hematoma pada regio lobus temporal karena dapat menimbulkan

herniasi meskipun tidak terdapat peningkatan intracranial (FKUI-RSCM,

2015). Sedangkan, terapi stroke pendarahan intraserebral menurut (Munir,

2017) :
1. Evaluasi cepat dan diagnosis

2. Terapi umum (suportif) yaitu stabilisasi jalan nafas dan pernafasan,

stabilisasi hemodinamik/sirkulasi, pemeriksaan awal fisik umum,

pengendalian peninggian TIK, penanganan transformasi hemoragik,

pengendalian kejang.

3. Pengendalian suhu tubuh pemeriksaan penunjang

4. Tindakan bedah pada ICH : keputusan mengenai apakah dioperasi dan

kapan dioperasi masih tetap kontroversial

5. Tidak dioperasi apabila : pasien dengan perdarahan kecil (3 cm

dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus

dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah, ICH dengan lesi

structural seperti aneurisma malformasi AV atau angiona cavernosa

dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi

strukturnya terjangkau, pasien usia muda dengan perdarahan lebar

sedang sehingga besar yang memburuk, pembedahan untuk

mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan

perdarahan lebar yang luas (>50 cm3) masih menguntungkan.

G. PENCEGAHAN

Intra Cerebral Hemorrhage (ICH) dapat dicegah modifikasi gaya

hidup dan pengendalian factor resiko melalui pengobatan. Gaya hidup

yang dimaksud meliputi diit tidak sehat, obesitas, rokok, dan kurang

aktivitas fisik (Sinaga & Sembiring, 2019).


BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

a. Identitas Pasien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada

usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,

suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis

medis.

b. Keluhan utama dalam kegawatdaruratan yang sering menjadi

alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah

kelemahan anggota gerak badan, gelisah, tidak dapat

berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran. Pada kasus

cedera kepala keluhan utama yang sering dirasakan pasien adalah,

nyeri kepala ringat atau berat, sulit berbicara, sulit bernapas,

keruskan pada tulang tengkorak atau wajah, keluar darah pada

hidung atau telinga, muntah, disorientasi waktu, tempat ataupun

orang, perubahan ukuran pupil mata, memar atau bengkak disekitar

kedua mata, penurunan kesadaran, bahkan amnesia.

c. Riwayat penyakit sekarang adanya penurunan kesadaran, gelisah.

d. Riwayat penyakit dahulu, adanya riwayat hipertensi, riwayat

stroke, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma

kepala. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan

pasien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,

penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,

penggunaan alkohol. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung

pengkajian dari riwayat


penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih

jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang

menderita hipertensi, diabetes melitus, atau penyakit menurun

lainya.

f. Primary Survey (ABCDE)

1) Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway

a. Lihat (lihat) apakah pasien mengalami agitasi atau penurunan

kesadaran. Agitasi menunjukkan hipoksia, dan penurunan

kesadaran menunjukkan hiperkarbia. Sianosis menunjukkan

hipoksemia yang disebabkan oleh kekurangan oksigenasi dan

dapat dilihat dengan melihat kuku dan kulit di sekitar mulut.

Cari retraksi dan penggunaan otot bantu pernapasan yang,

jika ada, merupakan bukti lebih lanjut dari gangguan jalan

napas. Jalan napas membersihkan jalan napas memperhatikan

kontrol serviks, memasang kerah serviks untuk imobilisasi

serviks sampai tidak ada bukti cedera serviks, membersihkan

jalan napas dari semua hambatan, benda asing, darah dari

fraktur maksilofasial, gigi patah dan banyak lagi. Lakukan

intubasi (tabung orotrakeal) jika apnea, GCS (Glasgow

Coma Scale)

<8, , pertimbangkan juga GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen

tidak mencapai 90%.


b. Mendengarkan (mendengar) suara-suara yang tidak normal.

Suara pernapasan (suara pernapasan tambahan) menghalangi

pernapasan.

c. Rasakan (sentuhan)

2) Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat

a. Carilah simetris menaikkan dan menurunkan dada dan

gerakan yang tepat dari dinding dada. Asimetri yang

menunjukkan bidai atau dada berdebar dan setiap

pernapasan berat harus dianggap sebagai ancaman bagi

oksigenasi pasien dan harus segera dievaluasi. Pengkajian

meliputi inspeksi bentuk dan pergerakan dada, palpasi

adanya kelainan pada dinding dada yang dapat mengganggu

ventilasi dan perkusi untuk mengetahui adanya darah atau

udara di paru-paru.

b. Mendengarkan (mendengar) gerakan udara pada kedua sisi

dada. Penurunan atau tidak adanya suara pernapasan pada

satu atau hemitoraks adalah tanda-tanda cedera dada.

Waspadalah terhadap pernapasan cepat - takipnea dapat

mengindikasikan kekurangan oksigen.

c. Gunakan pulse oxymeter. Perangkat ini mampu

memberikan informasi tentang saturasi oksigen pasien dan

infus perifer, tetapi tidak memberikan ventilasi yang

memadai.

3) Circulation dengan kontrol perdarahan


a. Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardia

untuk mempertahankan denyut jantung meskipun terjadi

penurunan volume sekuncup.

b. Hal ini kemudian akan diikuti dengan penurunan tekanan

nadi (tekanan sistolik-tekanan diastolik).

c. Jika aliran darah ke organ vital dapat dipertahankan

kembali, maka terjadilah hipotensi

d. d. Pendarahan dari luar harus segera dihentikan dengan

perban penekan pada area tersebut

e. Ingat, terutama untuk koagulasi tanpa koagulasi, jangan

menarik MAE (Meatus Acoustic Eksternus) dengan kapas

atau kain kasa, biarkan cairan atau darah mengalir, karena

ini membantu mengurangi TIK (High Intracranial Pressure)

f. Semua cairan yang diberikan harus dipanaskan untuk

mencegah koagulopati dan gangguan irama jantung.

4) Disability

a. GCS setelah resusitasi

b. Ukuran dan bentuk refleks cahaya pupil

c. Evaluasi motorik kiri dan kanan ada tidaknya paresis

5) Expossure

Hindari hipotermia, semua pakaian yang menutupi tubuh

pasien harus dilepas agar tidak ada luka yang terlewatkan

selama pemeriksaan. Pemeriksaan punggung harus dilakukan

secara
berguling untuk menghindari hipotermia (America College of

Surgeons; ATLS)

1. Kepala dan leher

Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak,

warna dan distribusi rambut kulit kepala), palpasi (keadaan

rambut, tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan,

nyeri tekan, fontanela (pada bayi)).

Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna,

pembengkakan, jaringan parut, massa), tiroid), palpasi

(kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas leher.

2. Dada dan paru

Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai

postur, bentuk dan kesimetrisan ekspansi serta keadaan

kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada

bergerak atau pada saat diem, terutama sewaktu

dilakukan pengamatan pergerakan pernapasan.

Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat dan

ritme/irama pernapasan.

Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji

keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa,

peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus

(vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui

sistem bronkopulmonal selama seseorang berbicara)


Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull”

yang menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan

(hemotorak) yang terdapat pada rongga pleura.

Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara

melalui batang trakeobronkeal dan untuk mengetahui

adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna

untuk mengkaji kondisi paruparu dan rongga pleura.

3. Kardiovaskuler

Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan

palpasi secara stimultan untuk mengetahui adanya

ketidaknormalan denyutan atau dorongan (heaves).

Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti

struktur anatomi jantung mulai area aorta, area

pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area

epigastric

Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan

bentuk jantung. Akan tetapi dengan adanya foto

rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang

dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat pada

hasil foto torak anteroposterior.

4. Ekstremitas

Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada

ekstremitas bersangkutan, antara lain :

a. Cedera pembuluh darah.


b. Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.

c. Crush injury.

d. Sindroma kompartemen.

e. Dislokasi sendi panggul.

f. Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :

g. Pusasi arteri tidak teraba.

h. Pucat (pallor).

i. Dingin (coolness).

j. Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.

k. Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan

thrill” Fiksasi fraktur khususnya pada penderita

dengan cedera kepala sedapat mungkin dilaksanakan

secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat

meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory

Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini

pada fraktur tulang panjang yang menyertai cedera

kepala dapat menurunkan insidensi

ARDS.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Nur Arif & Kusuma, (2016) adapun diagnose

keperawatan yang muncul pada pasien ICH adalah sebagai berikut :

1. Penurunan Kapasitas Adaptif Intracranial berhubungan dengan

perdarahan intraserebral
2. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan kerusakan

neurovascular, kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi

trakeobronkial

3. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan fungsi

motorik sekunder terhadap kerusakan motorik atas

4. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Adanya jalan

nafas buatan (trakeostomi)

5. Hambatan Komunikasi Verbal berhubungan dengan efek kerusakan

pada hemisfer bahasa atau wicara kiri dan kanan

6. Risiko Peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume

intracranial, penekanan jaringan otak dan edema serebri

7. Defisit Perawatan Diri hygiene berhubungan dengan mobilitas fisik

dan gangguan proses kognitif


C. INTERVENSI KEPERAWATAN

A. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
NO Keperawatan
1. Resiko perfusi Setelah dilakukan intervensi Manajemen peningkatan
jaringan serebral keperawatan di harapkan Perfusi tekanan intracranial :
Tidak Efektif Serebral meningkat dengan 1. Identifikasi penyebab
Kriteria Hasil : peningkatan TIK
1. Tingkat kesadaran 2. Monitor tanda gejala
meningkat peningkatan TIK
2. Kognitif Meningkat 3. Monitor status
3. Tekanan Intra Kranial neurologis dengan
Menurun GCS
4. Sakit kepala menurun 4. Monitor asupan dan
5. Gelisah menurun keluaran
6. Tekanan darah sistolik 5. Memposisikan pasien
membaik tirah baring total
7. Tekanan darah diastolic 6. Meminimalkan
membaik stimulus dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang.
Pemantauan intra kranial:
1. Monitor peningkatan
TD
2. Monitor penurunan
frekuensi jantung
3. Monitor penurunan
tingkat kesadaran.
4. Monitor kadar CO2
5. Pertahankan posisi
kepala dan leher
netral.
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan intervensi Management Nutrisi:
nutrisi kurang dari keperawatan di harapkan 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh. nutrisikurang dari kebutuha makanan Rasional :
Kriteria hasil : untuk mengetahui
adanya alergi pada
1. Adanya peningkatan pasien
berat badan sesuai tujuan 2. Kolaborasi dengan
2. Mampu mengidenti fikasi ahli gizi Rasional :
kebutuhan nutrisi untuk menentukan
3. Menunjuk kan peningkat jumlah kalori dan
an fungsi pengecapan dan nutrisi yang
menelan. dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien
untuk meningkatkan
intake fe Rasional :
Fe terpenuhi dan
tidak terjadi anemi
4. Anjurkan pasien
untuk meningkatkan
protein dan vitamin C
Rasional : karena
pertumbuhan belum
lengkap dan atau
kebiasaan makan
yang memerlukan
peningkatan protein
diet
5. Berikan subtansi gula
Rasional : supaya
tidak terjadi dehidrasi
6. Monitor jumlah
nutrisi dan kandungan
kalori
Monitoring Nutrisi
1. BB pasien dalam
batas normal Rasional
: agar dapat
mengetahui
penurunan berat
badan pada anak
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan Rasional
mempertahankan
berat badan
3. Monitor lingkungan
selama makan
Rasional :
menciptakan tempat
yang nyaman dan
aman
4. Monitor mual dan
muntah Rasional :
agar dapat
mengetahui intake
dan output nutrisi dari
tubuh anak
5. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
Rasional : dapat
membantu
mengetahui nutrisi
yang masuk pada
anak
6. Monitor kalori dan
intake nutrisi
Rasional
: mengetahui asupan
gizi yang masuk ke
dalam tubuh anak
3. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan intervensi Dukungan mobilisasi
fisik keperawatan di harapkan Observasi :
mobilitas fisik meningkat 1. Identifikasi adanya
Kriteria Hasil : nyeri atau keluhan
1. Pergerakan ekstremitas fisik lainnya
meningkat (skala 5) 2. Identifikasi toleransi
2. Kekuatan otot meningkat fisik saat melakukan
(skala 5) pergerakan
3. Rentang gerak (ROM) 3. monitor frekuensi
meningkat (skala 5) jantung dan tekanan
4. Nyeri menurun (skala 5) darah sebelum
5. Kecemasan menurun melakukan atau
(skala 5) memulai mobilisasi
6. Kaku sendi menurun 4. monitor kondisi
(skala 5) umum selama
7. Gerakan tidak melakukan mobilisasi
terkoordinasi menurun 5. Fasilitasi aktivitas
(skala 5) mobilisasi dengan
8. Gerakan terbatas alat bantu,
menurun (skala 5)
9. Kelemahan fisik menurun 6. Libatkan keluarga
(skala 5) untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
7. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
8. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
9. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis,
duduk di tempat tidur,
duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari
tempat
tidur ke kursi)
4. Nyeri Akut Setelah diberikan intervensi Manajemen Nyeri:
diharapkan nyeri menurun 1. Observasi lokasi,
dengan Kriteria hasil: karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas,
2. Tampak meringis intensitas nyeri
menurun 2. Identifikasi skala
3. Sikap protektif menurun nyeri
4. Gelisah menurun 3. Identifikasi respon
5. Kesulitan tidur menurun nyeri non verbal
6. Frekuensi nadi membaik 4. Identifikasi faktor
7. Tekanan darah memba yang memperberat
dan memperingan
nyeri Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
5. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri
6. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
7. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
8. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
9. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur,
terapi musik,
biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
10. Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
11. Fasilitasi istirahat dan
tidur
12. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
13. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
14. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
15. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
16. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
17. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri
18. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
5. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Perawatan luka :
berhubungan dengan asuhan keperawatan diharapkan 1. Monitor karakteristik
efek prosedur resiko infeksi tidak terjadi luka
invasif dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda-tanda
infeksi
3. Lepaskan balutan dan
plester secara
perlahan
4. Bersihkan dengan
cairan NaCl atau
pembersih nontoksik,
sesuai kebutuhan
5. Berikan salep yang
sesuai ke kulit/lesi,
jika perlu
6. Pasang balutan sesuai
jenis luka
7. Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
8. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
9. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
10. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
11. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
Pemantauan tanda vital :
1. Monitor tekanan
darah
2. Monitor nadi
3. Monitor suhu tubuh
4. Dokumentasikan hasil
pemantauan
5. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
6. Informasikan hasil
pemantauan,jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

A, R. (2017). Karakteristik Terjadinya Intracerebral Hematoma Spontan di


Ruang Rawat Bedah Saraf. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.
Asyifaurrohman. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke Hemorrhage
denganMasalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral Posisi Head
Up 30 di Ruang ICU. ICU PKU Muhammadiyah.
Geofani, P. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Stroke Hemoragik.
Bangsal Saraf RSUP Dr. M Djamil.
Gunawan, V. Ss., Arifin, J., & Ismail, A. (2015). Jumlah Pasien Masuk Ruang
Perawatan Intensif Berdasarkan Kriteria Prioritas Masuk di RSUP Dr.
Kardiadi Periode Juli- September 2014. Media Medika Muda, 4(4), 1561–
1568.
Haruyuki Dewi Faisal, A. D. S. (2017). Peran Masker/Respirator dalam
Pencegahan Dampak Kesehatan Paru Akibat Polusi Udara. 3(1).
KEPMENKES. (2015). Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care
Unit (ICU) di Rumah Sakit.
Setiadi. (2016). Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi Manusia. Indomedia Pustaka.
Setyopranoto.(2012). Pelaksanaan Pendarahan Subarachnoid in Continuiting
Medical Education. In Continuiting Medical Education, 39, 807–8011.
PHATWAY

Anda mungkin juga menyukai