Anda di halaman 1dari 12

Panduan Praktik Klinis

SMF : BEDAH SARAF


RSUD Prof. Dr. SOEKANDAR KAB. MOJOKERTO
TAHUN 2015
EPIDURAL HEMATOME (EDH)
1. Pengertian (Definisi)
2. Anamnesis

Perdarahan dalam ruang antara tabula interna kranii dengan


duramater.
Riwayat Trauma
Lucid interval (hilangnya kesadaran pada saat terjadinya
trauma dan penurunan dari status mental yang drastis )

Mual
Pusing

3. Pemeriksaan Fisik

4. Kriteria Diagnosis

Pemeriksaan fisik sebaiknya melaului evaluasi pada


kejadian trauma dan hubungannya dengan defisit
neurologis, antara lain:
Bradikardi dengan atau tanpa hipertensi yang menunjukkan
pada peningkatan tekanan intrakranial
Fraktur tulang tengkorak, hematoma, laserasi.
Otorrehea dan rhinorhea CSF yang berasal dari fratur
tengkorak dengan disrupsi duramater
Hemotympani
Instabilitas dari tulang belakang
Penunrunan derajat kesadaran (GCS Score)
Anisokoria (dilatasi pupil ipsilateral karena hernisai unkal
dengan kompresi dari N.occulomotorius)
Lesi N. Fasialis
Kelemahan (hemiparesis kontralateral akibat dari kompresi
pedunkulus vertebra)
Defisit neurologik fokal lainnya (afasia, kelainan lapangan
pandang, mati rasa, ataksia) tergantung pada derajat lesi
yang terjadi. Temuan tersebut adalah sebagai berikut:
Kelemahan (unilateral atau bilateral)
Defisit sensorik dengan parestesis radikuler (unilateral atau
bilateral), gangguan refleks, gangguan pada tonus spincter
anus dan kandung kemih
Anamnesa
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang : CT scan kepala tanpa kontras

5. Diagnosis

Epidural hematoma

6. Diagnosis Banding

Peningkatan tekanan intracranial karena intracranial bleeding,


tumor intracranial,edema otak atau faktor metabolik lain

7. Pemeriksaan Penunjang

Foto polos kepala

CT scan: Didapatkan gambaran bokonveks (cembung) atau


seperti lensa (lentiformis/lentikuler)

MRI

8. Terapi

Operatif : Trepanasi
Medika mentosa :
Mannitol 20%

9. Edukasi

10. Prognosis

Dexametason
Fenitoin
Barbiturat

Menjelaskan mengenai penyakit, terapi, komplikasi, prognosa


Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens

IV

12. Tingkat Rekomendasi

C
dr. M. Nurkolis Rouf, Sp. BS

13. Penelaah Kritis

Kondisi pasien membaik

14. Indikator Medis


15. Kepustakaan

Iskandar.J.SpBS.2004.Cedera Kepala.Jakarta:BIP
Syaifuddin.2009.Anatomi Tubuh Manusia
E/2.Jakarta.Salemba Medika

Mojokerto,
Ketua SMF Bedah Saraf

Ketua Komite Medik

Dr. Asri Bindusari, SpKK


19601102 198703 2 002

dr. M. Nurkolis Rouf, Sp. BS

Direktur RSUD Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

Dr. Sujatmiko, MMRS

Panduan Praktik Klinis


SMF : BEDAH SARAF
RSUD Prof. Dr. SOEKANDAR KAB. MOJOKERTO
TAHUN 2015
INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)
1. Pengertian (Definisi)

2. Anamnesis

3. Pemeriksaan Fisik

Perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara otak dan selaput


otak (rongga subaraknoid) diantara lapisan dalam (pia mater)
dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang
melindungan otak (meninges).

Sakit kapala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan


berat (kadangkala disebutsakit kepala thunderclap)
Nyeri muka atau mata
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan sekelilingnya

Fraktur tulang kepala


Tanda-tanda peningkatan TIK

4. Kriteria Diagnosis

Anamnesa
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang : CT scan kepala tanpa kontras

5. Diagnosis

Intracerebral Hemorrhage

6. Diagnosis Banding

SDH

EDH

SAH

7. Pemeriksaan Penunjang

8. Terapi

Jumlah sel darah lengkap


Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin
time (aPTT)
CT-scan urgensi tanpa zat kontras
Angiografi serebral
MRI

Intubasi endotrakeal pada pasien melindungi dari aspirasi


yang disebabkan olehrefleks proteksi saluran nafas yang
tertekan.
Intubasi untuk hiperventilasi pasien dengan tanda-tanda
herniasi
Cegah sedasi berlebihan
Jika disangka terjadinya herniasi, dapat dilakukan intervensi
dibawah ini :
Gunakan agen osmotik, seperti mannitol, yang
mengurangi TIK sebesar 50%dalam 30 menit, puncaknya
setelah 90 menir, dan berakhir dalam 4 jam.
Diuretik loop, seperti furosemid, juga menurunkan TIK
tanpa meningkatkan serumosmolalitas.
Monitoring
Awasi aktivitas jantung, oksimetri, tekanan darah

otomatis, dan CO2 tidal-akhir,ketika diaplikasikan.


Pengawasan CO2 tidal-akhir pada pasien yang diintubasi
memungkinkan
klinisimenghindari
hiperventilasi
berlebihan atau tidak mencukupi. Target pCO2 adalah3035 mmHg untuk mengurangi peningkatan TIK
Anti hipertensi
Terapi kejang
9. Edukasi

Menjelaskan mengenai penyakit, terapi, komplikasi, prognosa


Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

10. Prognosis

11. Tingkat Evidens

IV

12. Tingkat Rekomendasi

13. Penelaah Kritis

dr. M. Nurkolis Rouf, Sp. BS

14. Indikator Medis

Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan

Ketua Komite Medik

Dr. Asri Bindusari, SpKK

Iskandar.J.SpBS. 2004. Cedera Kepala. Jakarta:BIP


Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia E/2. Jakarta.
Salemba Medika

Mojokerto,
Ketua SMF Bedah Saraf

dr. M. Nurkolis Rouf, Sp. BS

Direktur RSUD Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

Dr. Sujatmiko, MMRS

Panduan Praktik Klinis


SMF : BEDAH SARAF
RSUD Prof. Dr. SOEKANDAR KAB. MOJOKERTO
TAHUN 2015
SUBDURAL HEMATOME (SDH)
1. Pengertian (Definisi)

Penimbunan darah di dalam rongga subdural (di antara


duramater dan arakhnoid). Perdarahan ini sering terjadi akibat
robeknya vena-vena jembatan (bridging veins) yang terletak
antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi
bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh
arteri pada permukaan otak

2. Anamnesis

Sakit kepala yang menetap

Rasa mengantuk yang hilang-timbul

Linglung

Perubahan ingatan

3. Pemeriksaan Fisik

4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis
6. Diagnosis Banding

7. Pemeriksaan Penunjang

Papil edema
Diplopia akibat kelumpuhan n. III
Anisokor pupil
Defisit motorik

Anamnesa
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang : CT scan kepala tanpa kontras
Subdural hematoma

ICH

EDH

SAH

Pemeriksaan darah rutin


Pemeriksaan elektrolit
Pemeriksaan profil hemostasis/koagulasi
Foto polos kepala
Computed Tomography (CT) Scan
Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Tindakan Tanpa Operasi


Pada kasus perdarahan yang kecil (volume 30 cc ataupun
kurang) dilakukan tindakan konservatif.
Tindakan Operasi
Baik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan
adanya gejala-gejala yang progresif, maka jelas diperlukan
tindakan operasi untuk melakukan pengeluaran hematoma.
Tetapi sebelum diambil keputusan untuk dilakukan tindakan
operasi, yang tetap harus kita perhatikan adalah airway,
breathing dan circulation (ABCs).
Tindakan operasi ditujukan kepada:
Evakuasi seluruh SDH
Merawat sumber perdarahan
Reseksi parenkim otak yang nonviable
Mengeluarkan ICH yang ada.
Kriteria penderita SDH dilakukan operasi adalah:
Pasien SDH tanpa melihat GCS, dengan ketebalan > 10
mm atau pergeseran midline shift > 5 mm pada CT-scan
Semua pasien SDH dengan GCS < 9 harus dilakukan
monitoring TIK
Pasien SDH dengan GCS < 9, dengan ketebalan
perdarahan < 10 mm dan pergeseran struktur midline
shift. Jika mengalami penurunan GCS > 2 poin antara
saat kejadian sampai saat masuk rumah sakit
Pasien SDH dengan GCS < 9, dan/atau didapatkan pupil
dilatasi asimetris/fixed
Pasien SDH dengan GCS < 9, dan/atau TIK > 20 mmHg.
Tindakan operatif yang dapat dilakukan yaitu:
Burr hole craniotomy
Twist drill craniotomy
Subdural drain
Indikasi operasi, yaitu:
Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata
Adanya tanda herniasi/ lateralisasi
Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi
emergensi, dimana CT scan kepala tidak bisa dilakukan.

. Terapi

9. Edukasi

10. Prognosis

Menjelaskan mengenai penyakit, terapi, komplikasi, prognosa


Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens

IV

12. Tingkat Rekomendasi

13. Penelaah Kritis

14. Indikator Medis

dr. M. Nurkolis Rouf, Sp. BS


Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan

Ketua Komite Medik

Dr. Asri Bindusari, SpKK

Iskandar.J.SpBS. 2004. Cedera Kepala. Jakarta:BIP


Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia E/2. Jakarta.
Salemba Medika

Mojokerto,
Ketua SMF Bedah Saraf

dr. M. Nurkolis Rouf, Sp. BS

Direktur RSUD Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

Dr. Sujatmiko, MMRS

Panduan Praktik Klinis


SMF : BEDAH SARAF
RSUD Prof. Dr. SOEKANDAR KAB. MOJOKERTO
TAHUN 2015

COMMOTIO CEREBRI
1. Pengertian (Definisi)

2. Anamnesis

Disfungsi neuron otak sementara yang disebabkan oleh trauma


kapitis (benturan kepala) tanopa menunjukkan kelainan
makroskopis jaringan otak.

3. Pemeriksaan Fisik

Nyeri kepala/pusing
Tidak sadar atau pinsan kurang dari 30 menit
Amnesia retrogade : hilangnya ingatan pada peristiwa
beberapa lama sebelum kejadian kecelakaan (beberapa jam
sampai
beberapa
hari).
Hal
ini
menunjukkan
keterlibatan/gangguan
pusat-pusat
dikorteks
lobus
temporalis.
Post traumatik amnesia (anterogade amnesia) : lupa
peristiwa beberapa saat sesudah trauma

Hematome di kepala

4. Kriteria Diagnosis

Anamnesa
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang : CT scan kepala tanpa kontras

5. Diagnosis

Commotio cerebri

6. Diagnosis Banding

7. Pemeriksaan Penunjang

8. Terapi

SDH

ICH

EDH

SAH

Gula darah acak


Kimia darah
Pemeriksaan toksikologi
Kadar anti konvulsan darah
Computed Tomography (CT) Scan
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Angiography cerebral
Electroencephalography (EEG)
Foto polos kepala
Brain Audio Evoked Response (BAER)
Position Emmision Tomography (PET)
Lumbal Pungsi (LP)

Istirahat
Pengobatan simptomatis
Mobilisasi bertahap
Rawat dan observasi selama 72 jam
Awasi kesadaran, pupil dan gejala neurologik fokal untuk
mengantisipasi adanya lusid interval hematom (masa sadar

antara pingsan I dan pingsan II).

9. Edukasi
10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens

IV

12. Tingkat Rekomendasi

13. Penelaah Kritis

dr. M. Nurkolis Rouf, Sp. BS

14. Indikator Medis

Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan

Ketua Komite Medik

Dr. Asri Bindusari, SpKK

Iskandar.J.SpBS. 2004. Cedera Kepala. Jakarta:BIP


Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia E/2. Jakarta.
Salemba Medika

Mojokerto,
Ketua SMF Bedah Saraf

dr. M. Nurkolis Rouf, Sp. BS

Direktur RSUD Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

Dr. Sujatmiko, MMRS

Panduan Praktik Klinis


SMF : BEDAH SARAF
RSUD Prof. Dr. SOEKANDAR KAB. MOJOKERTO
TAHUN 2015
CONTUSIO CEREBRI
1. Pengertian (Definisi)
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik

Cidera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan


kemungkinan adanya daerah haemoragik

Pingsan berlangsung lama, lebih dari 1 jam dan dapat


berhari-hari bahkan berminggu-minggu

Denyut nadi lemah


Pernafsan dangkal

4. Kriteria Diagnosis

Anamnesa
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang : CT scan kepala tanpa kontras

5. Diagnosis

Contusio cerebri

6. Diagnosis Banding

7. Pemeriksaan Penunjang

SDH

EDH

SAH

Gula darah acak


Kimia darah
Pemeriksaan toksikologi
Kadar anti konvulsan darah
Computed Tomography (CT) Scan
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Angiography cerebral
Electroencephalography (EEG)
Foto polos kepala
Brain Audio Evoked Response (BAER)
Position Emmision Tomography (PET)
Lumbal Pungsi (LP)

8. Terapi

9. Edukasi

10. Prognosis

Usahakan jalan napas yang lapang


Hentikan perdarahan
Bila ada fraktur pasang bidai untuk fiksasi
Berikan profilaksis antibiotika bila ada luka-luka yang
berat.
Bila ada syok, infus dipasang untuk memberikan cairan
yang sesuai. Pada hari pertama pemberian infus berikan 1,5
liter cairan perhari, dimana 0,5 liternya adalah NaCl 0,9%.
Bila digunakan glukosa pakailah yang 10% untuk mencegah
edema otak dan kemungkinan timbulnya edema pulmonum.
Setelah hari keempat jumlah cairan perlu ditambah hingga
2,5 liter per 24 jam. Bila bising usus sudah terdengar, baik
diberi makanan cair per sonde. Mula-mula dimasukkan
glukosa 10% 100 cm3tiap 2 jam untuk menambah
kekurangan cairan yang telah masuk dengan infus. Pada
hari berikutnya diberi susu dan pada hari berikutnya lagi,
makanan cair lengkap 2-3 kali perhari, 2000 kalori,
kemudian infus dicabut.
Pada keadaan edema otak yang hebat diberikan manitol
20% dalam infus sebanyak 250 cm3 dalam waktu 30 menit
yang dapat diulang tiap 12-24 jam.
Furosemid intramuskuler 20 mg/24 jam
Untuk menghambat pembentukan edema serebri diberikan
deksametason :
Hari I
: 10 mg intravena diikuti 5 mg tiap 4 jam
Hari II : 5 mg intravena tiap 6 jam
Hari III : 5 mg intravena tiap 8 jam
Hari IV-V : 5 mg intramuskular tiap 12 jam
Hari IV :5 mg intramuskular
Pemantauan keadaan penderita selain keadaan umumnya
perlu diperiksa secara teratur P CO2 dan P O2 darah.
Keadaan yang normal adalah P CO2 sekitar 42 mmHg dan P
O2 di atas 70 mmHg. Selanjutnya ialah perawatan dalam
keadaan koma.

Menjelaskan mengenai penyakit, terapi, komplikasi, prognosa


Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens

IV

12. Tingkat Rekomendasi

13. Penelaah Kritis


14. Indikator Medis

dr. M. Nurkolis Rouf, Sp. BS


Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan

Iskandar.J.SpBS. 2004. Cedera Kepala. Jakarta:BIP


Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia E/2. Jakarta.
Salemba Medika

Ketua Komite Medik

Dr. Asri Bindusari, SpKK

Mojokerto,
Ketua SMF Bedah Saraf

dr. M. Nurkolis Rouf, Sp. BS

Direktur RSUD Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

Dr. Sujatmiko, MMRS

Anda mungkin juga menyukai