Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembedahan pada otak, sumsum tulang belakang, dan saraf secara umum dapat
digambarkan sebagai bedah saraf. Bedah saraf, seperti yang juga dikenal, bekerja
pada gangguan dari sistem saraf. Kondisi yang mungkin memerlukan bedah saraf
termasuk trauma kepala, yang mungkin timbul sebagai akibat dari patah tulang
tengkorak. Tumor otak dan tumor tulang belakang, saraf tulang belakang dan saraf
perifer juga mungkin memerlukan penghapusan oleh seorang ahli bedah saraf
yang terlatih. Bedah Saraf adalah, secara umum, bidang yang sangat kompetitif
dan sulit karena sifat halus operasi bedah yang terlibat.

Bedah saraf mungkin merupakan salah satu keahlian bedah yang memiliki banyak
intrik dan membutuhkan perhatian. Dalam operasi, ahli bedah saraf harus mencari
dan mengoperasi disekitar bagian penting yang kritis bagi kehidupan yang
membutuhkan pengetahuan struktur tubuh manusia

Tindakan bedah Intrakranial atau disebut juga kraniotomi, merupakan suatu


intervensi dalam kaitannya dengan masalah-masalah pada Intrakranial. Artinya
kraniotomi dilakukan dengan maksud pengambilan sel atau jaringan intrakranial
yang dapat terganggunya fungsi neorologik dan fisiologis manusia atau dapat juga
dilakukan dengan pembedahan yang dimaksudkan pembedahan letak anatomi
intrakranial.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian pembedahan syaraf kraniotomi ?
2. Apa indikasi pembedahan syaraf kraniotomi ?
3. Bagaimana proses keperawatan untuk perawatan pasien pre, intra dan post
operasi?
4. Bagaimana asuhan keperawatan perioperatif pasien bedah syaraf kraniotomi ?

1
1.3 Tujuan
a. Mampu mengetahui pengertian kraniotomi.
b. Mampu menjelaskan indikasi penggunaan kraniotomi.
c. Mampu mengetahui proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk
perawatan pasien pre, intra dan pasca kraniotomi.
d. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien operasi kraniotomi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Definisi
1) Kraniotomi adalah operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat
tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan
perdarahan. (Hinchliff, Sue. 1999).
2) Kraniotomi mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk
meningkatkan akses pada struktur intrakranial. (Brunner & Suddarth. 2002)
3) Jadi post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang
tengkorak Cranioplasty adalah memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan
menggunakan bahan plastic atau metal plate.
4) untuk, untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan
darah atau menghentikan perdarahan.
5) Craniektomy adalah insisi pada tulang tengkorak dan membersihkan tulang
dengan memperluas satu atau lebih lubang. Pembedahan craniektomy
dilakukan untuk mengangkat tumor, hematom, luka, atau mencegah infeksi
pada daerah tulang tengkorak.

2.2 Indikasi

Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai


berikut:

1) Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.


2) Mengurangi tekanan intrakranial.
3) Mengevakuasi bekuan darah .
4) Mengontrol bekuan darah,
5) Pembenahan organ-organ intrakranial,
6) Tumor otak,
7) Perdarahan (hemorrage),

3
8) Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
9) Peradangan dalam otak
10) Trauma pada tengkorak.

2.3 Pemeriksaan Diagnostik

Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi :

a. Tomografi komputer (pemindaian CT)

Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya,


ukuran ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran jaringan otak,
hemoragik.

Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada


iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.

b. Pencitraan resonans magnetik (MRI)

Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi di


potongan lain.

c. Electroencephalogram (EEG)

Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis

akibat edema, perdarahan trauma d. Angiografy Serebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak

e. Sinar-X

Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur


dari garis tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen tulang

f. Brain Auditory Evoked Respon (BAER)

menentukan fungsi korteks dan batang otak

g. Positron Emission Tomography (PET) : menunjukkan perubahan aktivitas


metabolisme pada otak

4
h. Fungsi lumbal CSS

dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarakhnoid

i. Gas Darah Artery (GDA)


mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK
j. Kimia/elektrolit darah
mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan
TIK/perubahan mental
k. Pemeriksaan toksikologi
mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan
kesadaran
l. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

(Doenges, Marilynn.E, 1999)

2.4 Pemeriksaan 12 Syaraf Kranial

 Saraf I : Pada pasien tumor intracranial yang tidak mengompresi nervus ini
tidak kelainan pada fungsi penciuman.
 Saraf II : Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari
lintasan visual. Papiledema disebabkan oleh statis vena yang menimbulkan
pembengkakan papilla saraf optikus. Bila terlihat pada pemeriksaan
funduskopi, tanda ini mengisyaratkan peningkatan intracranial. Seringkali sulit
untuk menggunakan tanda ini sebagai diagnosis tumor otak, karena pada
beberapa individu, fundus tidak memperlihatkan edema meskipun tekanan
intracranial amat tinggi.
 Saraf III, IV, dan VI : Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari
nervus VI merupakan manifestasi dari adanya gliobastoma multifrome.
 Saraf V : Pada keadaan tumor intracranial yang tidak mengompresi nervus
trigeminus, maka tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neurolema
yang mengompresi saraf ini akan didapatkan adanya paralisis wajah unilateral.

5
· Sistem Motorik

Lesi serebelum mengakibatkan gangguan pergerakan. Gangguan ini bervariasi,


tergantung pada ukuran dan lokasi spesifik tumor dalam serebelum, gangguan yang
paling sering dijumpai, kurang menyolok, tetapi memiliki banyak karakteristik yang
sama dengan tumor serebelum adalah hipotonia dan hiperekstensibilitas sendi.
Gangguan dalam koordinasi berpakaian merupakan cirri khas pada pasien dengan
tumor pada lobus temporalis (Perkin,2000).

· Gerakan Involunter

Pada keadaan tertentu, pasien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada lobus
oksipital. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka
(Perkin,2000)

· Sistem Sensori

Nyeri kepala merupakan gejala umum yang paling sering dijumpai pada pasien tumor
otak. Nyeri dapat digambarkan bersifat dalam, terus menerus, tumpul, dan kadang-
kadang hebat sekali. Nyeri ini paling hebat pada waktu pagi hari dan menjadi lebih
hebat oleh aktivitas yang biasanya meningkatkan tekanan intracranial, seperti
membungkuk, batuk atau mengejan pada waktu buang air besar. Nyeri kepala sedikit
berkurang jika diberi aspirin dan kompres dingin pada tempat yang sakit. Nyeri kepala
yang dihubungkan dengan tumor otak disebabkan oleh traksi dan pergeseran struktur
peka nyeri dalam rongga intracranial (Smeltzer,2002)

Lokasi nyeri kepala cukup bernilai karena sepertiga dari nyeri kepala ini terjadi pada
tumor, sedangkan dua pertiga lainnya terjadi didekat atau diatas tumor. Nyeri kepala
oksipital merupak gejala pertama pada tumor fosa posterior. Kira-kira sepertiga lesi
supratenteriol meyebabkan nyeri kepala frontal. Jika keluhan nyeri kepala yang terjadi
dapat menyeluruh, maka nilai lokasinya kecil dan pada umumnya menunjukkan
pergeseran ekstensif kandungan intracranial yang meningkatkan tekanan intracranial.
Tumor lobus parietalis korteks sensorik parietalis mengakibatkan hilangnya fungsi
sensorik kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, diskriminasi dua titik, grafestesia,
kesan posisi dan streognosis (Smeltzer,2002)

6
 Pemeriksaan Refleks Patologis

Refleks patologis adalah refleks-refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada


orang-orang yang sehat, kecuali pada bayi dan anak kecil. Pada orang dewasa,
refleks patologis selalu merupakan tanda lesi umum. Reaksi yang terdiri dari
pengembangan dan ekstensi jari-jari kaki atas penggoresan telapak kaki bagian
lateral lebih dikenal sebagai tanda Babinski (Sidartha,1985)

2.5 Penatalaksanaan Medis

a. Praoperatif

Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan


medikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang
pascaoperasi. Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan
untuk mengurangai edema serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens hiperosmotik
(manitol) dan diuretik (furosemid) dapat diberikan secara intravena segera
sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien cenderung menahan air,
yang terjadi pada individu yang mengalami disfungsi intrakranial. Kateter
urinarius menetap di pasang sebelum pasien dibawa ke ruang operasi untuk
mengalirkan kandung kemih selama pemberian diuretik dan untuk
memungkinkan haluaran urinarius dipantau. Pasien dapat diberikan antibiotik
bila serebral sempat terkontaminasi atau deazepam pada praoperasi untuk
menghilangkan ansietas.

Kulit kepala di cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang operasi)


sehingga adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi.

b. Post operatif

 Mengurangi Edema Serebral

Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral meliputi pemberian


manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas
dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini kemudian
dieksresikan melalui diuresis osmotik. Deksametason dapat diberikan
melalui intravena setiap 6 jam selama 24 sampai 72 jam ; selanjutnya
dosisnya dikurangi secara bertahap.

7
 Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang

biasanya diberikan selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering
kali pasien akan mengalami sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya
sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan diiritasi selama
pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup
untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi antikonvulsan (fenitoin,
deazepam) diresepkan untuk pasien yang telah menjalani kraniotomi
supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi setelah prosedur bedah
neuro supratentorial. Kadar serum dipantau untuk mempertahankan
medikasi dalam rentang terapeutik.

 Memantau Tekanan Intrakranial

Kateter ventrikel, atau beberapa tipe drainase, sering dipasang pada


pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior.
Kateter disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter
diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji
dengan menyusun sistem dengan sambungan stopkok ke selang
bertekanan dan tranduser. TIK dalam dipantau dengan memutar
stopkok. Perawatan diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut
kencang pada semua sambungan dan bahwa stopkok ada pada posisi
yang tepat untuk menghindari drainase cairan serebrospinal, yang
dapat mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak
dikeluarkan. Kateter diangkat ketika tekanan ventrikel normal dan
stabil. Ahli bedah neuro diberi tahu kapanpun kateter tanpak tersumbat.
Pirau ventrikel kadang dilakuakan sebelum prosedur bedah tertentu
untuk mengontrol hipertensi intrakranial, terutama pada pasien tumor
fossa posterior

2.6 Komplikasi Pasca Bedah

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pascabedah intrakranial atau
kraniotomi adalah sebagai berikut :

8
a. Peningkatan tekanan intrakranial

b. Perdarahan dan syok hipovolemik

c. Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit

d. Infeksi

e. Kejang

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PREOPERASI

a. Pengkajian berdasarkan pola fungsional Gordon pada preoperasi

 Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan

Tanyakan pada klien bagaimana pemahaman pasien dan keluarga tentang


rencana prosedur bedah dan kemungkinan gejala sisanya yang dikaji
bersamaan dengan reaksi pasien terhadap rencana pembedahan.
Menanyakan pada klien tentang pengalaman pembedahan, pengalaman
anestesi, riwayat pemakaian tembakau, alcohol, obat-obatan. Biasanya
klien mengalami perubahan status kognitif karena pembedahan ang akan
dihadapi.

 Pola nutrisi metabolic

Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola
makan setelah sakit? Apakah ada perubahan pola makan klien? Kaji apa
makanan kesukaan klien?kaji riwayat alergi makanan maupun obat-obatan
tertentu. Biasanya sebelum pembedahan, pasien dipuasakan selama 6-8
jam. Segala bentuk defisiensi nutrisi dan cairan harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan
jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami
berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi
lebih lama dirawat di rumah sakit. Balance cairan perlu diperhatikan dalam

9
kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit
serum harus berada dalam rentang normal.

 Pola eliminasi

Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien? Apakah mengalami


gangguan? Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi
nya?. Biasanya klien yang dipasangi keteter akan merasa sakit saat BAK .

 Pola aktivas latihan

Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari sebelum


menghadapi pembedahan, apakah klien dapat melakukannya sendiri atau
malah dibantu keluarga, dan apakah aktivitas terganggu karena perasaan
cemas yang dirasakan.

 Pola istirahat tidur

Kaji perubahan pola tidur klien sebelum menghadapi oprasi, berapa lama
klien tidur dalam sehari? Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur,
seperti nyeri dan lain lain.

Keadaan pasien yang cemas akan mempengaruhi kebutuhan tidur dan istirahat (Ruth
F. Craven, Costance J Himle, 2000). Pada pasien preoperasi yang terencana
mengalami kecemasan yang mengakibatkan terjadinya gangguan pola tidur antara 3 –
5 jam, sedangkan kebutuhan tidur dan istirahat normal adalah antara 7 – 8 jam.
(Gunawan L, 2001).

 Pola kognitif persepsi

Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan


penglihatan,pendengaran, dan kaji bagaimana klien dalam berkomunikasi?
atau lakukan pengkajian nervus cranial.

 Pola persepsi diri dan konsep diri

Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang


dideritanya? Apakah klien merasa rendah diri ? biasanya klien akan merasa

10
rendah diri akibat pembedahan yang akan dijalani. Klien akan takut akan
terjadi hal yang tidak diinginkan setelah operasi.

 Pola peran hubungan

Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama
dirawat di Rumah Sakit? Dan bagaimana hubungan social klien dengan
masyarakat sekitarnya?. Pola peran hubungan klien dengan orang lain
tergantung dengan kepribadiannya. Klien dengan kepribadian tipe
ekstrovert pada orang biasanya memiliki ciri-ciri mudah bergaul, terbuka,
hubungan dengan orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar. Hal ini akan menyebabkan seseorang lebih terbuka,
lebih tenang serta dapat mengurangi rasa cemas dalam menghadapi pra
operasi.

 Pola reproduksi dan seksualitas

Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada


perubahan kepuasan pada klien berkaitan dengan kecemasan dan ketakutan
sebelum operasi? Pada pasien baik preoperasi maupun postoperasi
terkadang mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada
kemampuan seksualnya

 Pola koping dan toleransi stress

Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien
menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres? Pada pasien pre
operasi dapat mengalami berbagai ketakutan . Takut terhadap anestesi,
takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang ketidaktahuaan atau takut
tentang derformitas atau ancaman lain terhadap citra tubuh dapat
menyebabkan ketidaktenangan atau ansietas

 Pola nilai dan kepercayaan

Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi pembedahan?

b. Diagnosa Keperawatan Preoperasi

11
Adapun beberapa diagnosa yang dapat ditegakkan pada pra operatif bedah
kraniotomi

1. Depresi berhubungan dengan ketidakpastian pengobatan :


pembedahan
2. Kurang pengetahuan tentang persiapan pre operasi berhubungan
dengan keterbatasan koginitf.
3. Resiko tinggi peningkatan tekanan intracranial berhubungan dengan
metastase tumor ke jaringan lunak.
4. Cemas, berhubungan dengan pengalaman bedah (anesthesi, nyeri)
dan hasil akhir dari pembedahan
5. Kurang pengetahuan mengenai prosedur dan protokol pre-operatif
dan harapan pasca-operatif

Batasan karakteristik:

· Insomnia

· Kawatir

· Menggigil

· Gelisah

· Tidak nafsu makan

· Tekanan darah meningkat

· Sulit konsentrasi

c. Intervensi Keperawatan

1. Nilai kembali keadaan penyakit atau prognosis


2. Diskusikan kembali mengenai kegiatan, tekankan pentingnya peningkatan
aktivitas tersebut sesuai kemampuan
3. Pertahankan pasien dalam posisi terlentang sempurna selama beberapa jam
4. teliti keluhan pasien mengenai munculnya kembali nyeri

12
d. Evaluasi Preoperatif

Evaluasi preoperatif dapat disesuaikan dengan tujuan

1) Meningkatnya pengetahuan tentang respon fisiologis dan psikologis


pembedahan.
2) Mengutarakan pemahaman proses penyakit serta respon yang akan
ditimbulkan pasca operasi, sediakan pengetahuan berdasarkan hal dimana
pasien dapat membuat pilihan terapi berdasarkan informasi
3) Meningkatnya pengetahuan intra dan post operatif
4) Emosi stabil,relaks dan nyaman
5) Fungsi fisiologis normal
6) Cairan dan elektrolit seimbang

2. INTRAOPERATIF

a. Pengkajian

1. Cek status/medical record pasien dan kelengkapannya setelah tiba di ruang op

Tanda-tanda vital: Hipotensi(terutama karena perubahan posisi) yang


berhubungan dengan perubahan pada kecepatan nadi mungkin mencerminkan
hipovolemia akibat kehilangan darah, pembatasan pemasukan oral
mual/muntah

2. Cek rambut, kosmetik dan alat bantu

Kesiapan klien

Salah satu kesiapan klien adalah bagaimana posisi klien saat dimeja operasi,
ini bergantung pada prosedur operasi yang akan dilakukan juga pada kondisi
fisik pasien

b. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan tindakan operatif


2. Resiko distress pernafasan berhubungan dengan ketidakaduquatan pulmo
3. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang banyak

13
4. Kecemasan berhubungan dengan tindakan pembedahan.

c. Intervensi

Adapun intervensi yang bertujuan untuk:

1) Tidak terjadi distres pernafasan


2) Auskultasi suara napas, catat ada tidaknya suara ronki/mengi. Rasionalnya
menandakan bahwa adanya akumulasi sekret/ pembersihan jalan napas
3) Perdarahan terkontrol
4) Terjadi keseimbangan cairan dan elektrolit
5) Menurunkan kecemasan pasien

Beberapa lanjutan intervensi, yaitu:

1) Monitoring TTV dan status cardiopulmonal


2) Manotoring status cairan dan elektrolit
3) Monitoring jumlah perdarahan

3. POSTOPERATIF

a. Pengkajian

Pengkajian awal pasien ini termasuk mengevaluasi saturasi oksigen dengan


oksimetri nadi dan memantau volume dan keteraturan nadi, kedalaman, dan sifat
pernafasan, warna kulit, tingkat kesadaran, dan kemampuan pasien untuk
berespon terhadap perintah. Bagian yang dioperasi yang diperikasa terhadap
drainase atau hemoragi dan terhadap adanya pengkleman selang yang
seharusnya tidak diklem dan dihubungkan keperalatan drainase.

Adapun pengkajian berdasarkan pola fungsional Gordon pada pasien postoperasi

1) Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan


Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang
dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien?
Bagaimana pandangan klien tentang penyakitnya setelah pembedahan?
Apakah klien merasa lebih baik setelah pembedahan?

14
2) Pola nutrisi metabolic
Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola
makan setelah sakit? Apakah ada perubahan pola makan klien? Kaji apa
makanan kesukaan klien?kaji riwayat alergi klien.
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan
makanan sesudah pembedahan. Insersi NG tube intra operatif mencegah
komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung.
Makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah makanan tinggi
protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses
penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan
membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.

Pembatasan diet yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral) .

Biasanya makanan baru diberikan jika:

· Perut tidak kembung

· Peristaltik usus normal

· Flatus positif

· Bowel movement positif

Pemberian infus merupakan usaha pertama untuk mempertahankan


keseimbangan cairan dan elektrolit. Monitor cairan per infus sangat
penting untuk mengetahui kecukupan pengganti dan pencegah kelebihan
cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus dimonitor.

3) Pola eliminasi

Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi kliensetelah pembedahan?


Apakah mengalami gangguan? Kaji apakah klien menggunakan alat
bantu untuk eliminasi nya?. Biasanya klien dipasangi keteter pasca
operasi. Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam
post anesthesia inhalasi, IV, spinal.

4) Pola aktivas latihan

15
Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari, apakah klien
dapat melakukannya sendiri atau malah dibantu keluarga?

Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar


keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga
harus tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus.
Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk
melakukan ambulasi dini.

5) Pola istirahat tidur

Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama
klien tidur dalam sehari? Apakah klien mengalami gangguan dalam
tidur pasca operasi seperti nyeri dan lain lain. Biasanya pasien
mengalami gangguan tidur karena nyeri pasca operasi.

6) Pola kognitif persepsi

Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan


penglihatan, pendengaran, dan kaji bagaimana klien dalam
berkomunikasi?atau lakukan pengkajian nervus cranial. Kaji apakah
ada komplikasi pada kognitif, sensorik, maupun motorik setelah
pembedahan.

Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti


biasanya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan
fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8
minggu kemudian.

CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak


membaik dan untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya
yang timbul kemudian.

7). Pola persepsi diri dan konsep diri


Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang
dideritanya? Apakah klien merasa rendah diri? Biasanya klien
mengalami gangguan citra tubuh karena efek pembedahan.

16
8) Pola peran hubugan

Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama
dirawat di Rumah Sakit? Dan bagaimana hubungan social klien dengan
masyarakat sekitarnya?

9) Pola reproduksi dan seksualitas

Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada


kepuasan pada klien? Pada klien baik preoperasi maupun postoperasi
terkadang mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada
kemampuan seksualnya

10) Pola koping dan toleransi stress

Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien
menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?

11) Pola nilai dan kepercayaan

Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi


penyakitnya? Apakah ada pantangan agama dalam proses
penyembuhan klien?

b. Diagnosa Keperawatan Post Operasi

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul adalah:

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan, edema


serebral.
2. Potensial terhadap ketidakefektifan termoregulasi yang berhubungan
dengan kerusakan hipotalamus, dehidrasi, dan infeksi.
3. Potensial terhadap kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan
hipoventilasi, aspirasi dan imobilisasi.
4. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan edema periorbital,
balutan kepala, selang endotrakea dan efek TIK
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan atau
ketidakmampuan fisik
6. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.

17
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
8. Resiko tinggi infeksi berhubungan berhubungan dengan tindakan
invasif, penurunan tingkat kesadaran, lamanya, type dari tindakan
pembedahan.
9. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post
operasi.
10. Pola nafas inefektif berhubungan dengan gangguan integritas jaringan
otak, hypoxemia dampak dari anestesi, serebral edema, area
pembedahan sekitar medulla obongata atau pons.
11. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan
secret.
12. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.
13. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
muntah

c. Implementasi Keperawatan

Tujuan utama pasien dapat mencakup fungsi pernafasan yang optimal, reda
dari nyeri dan ketidak nyamanan pasca operatif, pemeliharaan suhu tubuh
normal, bebas dari cedera, pemeliharan keseimbangan nutrisi, kembalinya
fungsi perkemihan yang normal, pemulihan mobilitas, dan rencana
rehabilitasi.

d. Intervensi Keperawatan

Pantau status pernafasan, GCS, status neurologis, peningkatan kemampuan


menelan, berbicara, respon terhadap rangsang

- Pantau TTV
- Berikan lingkungan yang aman dan nyaman
- Selain memberikan lingkungan aman nyaman, kontrol juga suhu
lingkungan dan pasien
- Alih baring tiap 2 jam
- Pantau GDA
- Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya Pendidikan kesehatan
pasien dan keluarga perawatan di rumah

18
- Motivasi pasien kontrol nyeri dengan nafas falam dan ditraksi
- Perawatan luka

e. Evaluasi Post Operasi

1. Tercapanya homeostatis neurologis/meningkatakan perfusi jaringan


serebral
2. Tercapainya pengaturan suhu dan suhu tubuh dalam keadaan normal
3. Mengkoping penurunan sensori dan citra tubuh
4. Pertukaran gas normal
5. Menunjukkan peningkatan konsep diri
6. Tidak terjadi komplikasi.

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Hari :Jum’at
Tanggal : 07 Desember 2018
Tempat : IBS RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

19
Jam :16.00WIB
Metode : Wawancara dan observasi Sumber : Keluarga pasien
Oleh : Khoerur Rosid AlIslam
A. IdentitasPasien
Nama : Ny.N
Umur : 66Tahun
Jeniskelamin : Perempuan
Alamat : Bantul,Yogyakarta
Pekerjaan :Swasta
Status :Kawin
Diagnosa : StrokeHemoragik
No.RM :13-44-xx
Tgl.Masuk : 07 Desember2018
B. PenanggungJawab
Nama :Ny.S
Umur : 49Tahun
Alamat : Bantul,
Yogyakarta Hubungandenganpasien :
Anakpasien
C. RiwayatKesehatan
1. Keluhanutama :
Keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh pusing
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien rujukan dari RS PKU Muhammadiyah Gamping datang ke RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dengan Stroke Intracerebral
Hemorrhage,dandi

pindahkan ke ICU, Pasien ke IBS di lakukan craniotomy pada tanggal 07


Desember 2018 jam 16.00 wib.
3. Riwayatdahulu:
Keluarga Pasien mengatakan pasien mengalami hipertensi sudah sejak
lama sekitar 10 tahun yanglalu..
4. Riwayat penyakitkeluarga:

20
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti yang di alami pasien
D. Pola Fungsi VirginiaHenderson
a) Keb. Bernafas dengannormal
Sebelum dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien dapat bernafas
dengan normal tanpa bantuan alat.
Saat dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien dapat bernafas dengan
normal menggunakan alat bantu nafas. RR : 20 x/mnt.
b) Keb.Nutrisi
Sebelum dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien makan 2-3 x/hr,
dengan lauk pauk seadanya, porsi habis. Minum 6-8 gelas sedang perhari
dengan minum air putih.
Saat dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien makan menggunakan
sonde sesuai dengan diit yang diberikan rumah sakit, pasien dipuasakan
sejak pukul 10.00 WIB pada tanggal 07 Desember 2018.
c) Keb.Eliminasi
Sebelum dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien BAK 5/6 x/hr,
dengan warna kekuningan, berbau khas. BAB 1 x/hr dengan konsistensi
lembek, warna kekuningan, berbaukhas.
Saat dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien BAB 1x/hr, BAK 300 cc
kali perhari di tempat penampungan/urinebag dengan warna kuning,
berbau khas Pasien terpasang Down Cateter ukuran16.
d) Keb. Gerak dan keseimbangantubuh
Sebelum dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien mampu beraktivitas
tanpa bantuan orang lain, pasien tetap melakukan aktivitas sehari-hari.
Saat dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien hanya bisa berbaring di
tempat tidur karena kesadaran menurun GCS: E : 1, V: 3, M : 5

e) Keb. Istirahat dantidur


Sebelum dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien dapat tidur
dengan nyenyak tanpa gangguan orang lain,
Saat dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien tidur berkurang sering
gelisah dan kesadaran menurun

21
f) Keb.Berpakaian
Sebelum dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien dapat mengenakan
pakaiannya sendiri tanpa bantuan orang lain atau keluarga.
Saat dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien dibantu perawat ketika
mengenakan pakaian
g) Keb. Mempertahankan suhu tubuh dantemperatur
Sebelum dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien ketika dingin
mengenakan jaket ketika panas mengenakan kaos.
Saat dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien ketika dingin
mengenakan selimut, ketika panas tidak memakai selimut. Suhu : 37º C.
h) Keb. Personalhygiene
Sebelum dikaji : keluaarga pasien mengatakan pasien mandi 2 kali sehari,
keramas 1 kali sehari, menggosok gigi 1 kali sehari tanpa bantuan orang
lain atau keluarga.
Saat dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien hanya diseka oleh perawat
i) Keb. Rasa aman dannyaman
Sebelum dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien merasakan
nyaman ketika berada dilingkungan rumahnya.
saat dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien hanya terdiam di tempat
tidur karena kesadaran menurun.
j) Keb. Komunikasi dengan oranglain
Sebelum dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien tidak ada
gangguan dalam berkomunikasi kepada orang lain.
Saat dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien terdapat gangguan
dalam komunikasinya karena penyakit stroke yang di alaminya
k) Keb.Spiritual
Sebelum dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien dapat
melaksanakan ibadah sholat 5 waktu.
Saat dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien hanya di bisikin untuk
sholat dan istighfar dalam hati.
l) Keb.Bekerja
Sebelum dikaji : keluarga pasienmengatakan pasien bekerja sebagai Swasta
Saat dikaji : keluraga pasien mengatakan pasien tidak bisa bekerja karena
penyakit yang di alami sekarang

22
m) Keb.Rekreasi
Sebelum dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien lebih sering
menonton telivisi bersama keluarga
Saat dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien tidak bisa menonton
telivisi karena kesadran menurun
n) Keb.Belajar
Sebelum dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien mendapat
informasi dari televisei dan tetangga
Saat dikaji : keluarga pasien mengatakan pasien mendapat informasi
kesehatan terkait penyakitnya dari dokter dan perawat.

E. KeadaanUmum
Suhu : 37º C
Nadi : 100 x/menit
TD : 223/115 mmHg
RR : 20x/menit
BB : 80 kg
TB : 160cm

F. PemeriksaanFisik
Keadaan umum: Buruk
Kesadaran : Somnolen, GCS: E : 1,
V: 3, M : 5 Cepalo- Caudal:
1) Kepala
Bentuk :Mesosephal
Ekspresi :Non Ekspresif Simetris

wajah :Simetris

Nyeri tekan sinus :Tidak terdapat nyeri tekan


sinus Rambut :Putih,distribusi merata, panjang 1mm.

2) Mata
Bentuk :Normal, kedudukan bola matasimetris
Palpebra :Normal, tidak terdapat ptosis,

23
lagoftalmus, oedema, perdarahan,
blefaritis, maupun xanthelasma
Gerakan :Normal
Konjungtiva :Ananemis
Sklera :Anikterik
Pupil :Bulat, didapatkan isokor, diameter 4 mm,
reflex cahaya miosis pada mata kanan dan
kiri2mm.
3) Telinga

Bentuk :Normotia
Liang telinga :Lapang
Serumen :Tidak ditemukan penumpukan serumen
pada telinga kanan maupunkiri
Nyeri auricular :Tidak ada nyeri tarik pada auricular kiri maupun kanan

Nyeri tekan tragus :Tidak ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun kiri

4) Hidung
Bagianluar : Normal, tidak terdapat deformitas

Septum : Terletak ditengah,simetris


Mukosahidung : Tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi Cavum nasi
: Tidak adaperdarahan
5) Mulut dan tenggorok
Bibir : Normal, pucat, tidaksianosis
Gigi : Hygienebaik
Mukosamulut : Normal, tidak hiperemis

Lidah : Normoglosia, tremor,kotor


Tonsil : Ukuran T1/T1, tenang, tidakhiperemis
Faring : Tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula ditengah
6) Leher
Bendungan vena : Tidak ada bendungan vena
Kelenjar tiroid : Tidak membesar, mengikuti gerakan,

Trakea : Di tengah, fungsi menelan baik.

24
7) Thorax

PARU-PARU

Inspeksi :Simetris, tidak ada hemithorax yang tertinggal pada saat


statis dan dinamis
Palpasi :Gerak simetris vocal fremitus sama kuat pada kedua
hemithorax
Perkusi :Sonor pada kedua hemithorax, batas paru-hepar pada sela
iga VI pada linea midklavikularis dextra, dengan peranjakan
2 jari pemeriksa, batas paru-lambung pada sela iga ke VIII
pada linea axilatis anteriorsinistra.
Auskultasi :Suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi maupun
wheezing
JANTUNG
Inspkesi : Tidak tampak pulsasi ictuscordis
Palpasi :Terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS V, di
linea midklavikularis sinistra
Perkusi :

- Batas jantung kanan : ICS III - V , linea sternalisdextra

- Batas jantung kiri : ICS V , 2-3 cm dari linea midklavikularissinistra

- Batas atas jantung : ICS III linea sternalis sinistra


Auskultasi :Bunyi jantung I, II regular, tidak
terdengar murmur maupungallop

8) Abdomen
Inspeksi :Abdomen simetris, datar, tidak terdapat jaringan
parut, striae dan kelainan kulit, tidak terdpat
pelebaranvena
Palpasi :Hepar dan lien teraba, ada nyeri tekan, maupun nyerilepas,
Perkusi :Timpani pada keempat kuadran abdomen,
tidak ada nyeri ketok CVA, ballotment (-)
Auskultasi : bising usus positif13x/menit

25
9) Genetalia
Terpasang selang DC Ukuran 16

10) Ekstremitas
Atas : Simetris, tangan masih lengkap, tidak
cacat,capillary refill time (CRT) 3 detik
kanan,kiri 4 detik. tidak ada oedema, pada tangan
kanan terpasang infus RL 20 tpm dan tidak ada
lesi. Balutan infus terlihat bersih.
Bawah : Tidak ada cacat,CRT 3 detik kaki kanan, CRT kiri 4detik

5
1

G. Pemeriksaan penunjang

No Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

1 Lekosit 287 mm3 4-10

2 Basofil 0 % 0-1

3 Eosinofil 1 % 1-3

4 Neutrofil 91 % 50-70

5 Limfosit% 8 % 20-40

6 Monosit% 0 % 2-8

7 Entrosit 4,51 Juta/mm3 4.4-5.9

8 Hemoglobin 13.7 g/dl 12.0-17.0

9 Hematrokit 42 % 39-52

26
10 MCV 92.2 fL 82-98

11 MCH 30.4 pg 27-34

12 MCHC 32.9 g/dl 32-36

13 RDW 13.5 % 11-16

14 Trombosit 457 ribu/mm3 150-450

15 RDW CV 13.5 % 11-16

16 Golongan darah =A= -

17 Ureum 22.8 mg/dl 15-45

18 Kreatinin 0.85 mg/dl 0-1.3

H.THERAPY

NO JENIS OBAT DOSIS ATURAN INDIKASI


PAKAI
1 Infus RL 500ml 20tpm Penambah cairan
2 Ketorolac 30g 2x1 Nyeri
3 Ondansetron 4mg 1x1 Anti mual
4 Ceftiaxone 2gr 1x1 Antibiotic

II. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN OPERASI

a. ALAT
Set Basik Instrument

NO NAMA ALAT JUMLAH ALAT

27
1 Bengkok 1
2 Kom 2
3 Hendle mess 1
4 Klem bengkok Sedang 6
5 Dandy klem 10
6 Pinset Cirugis 3
7 Pinset anatomis 4
8 Needle holder 2
9 Gunting jaringan 2
10 Gunting benang 1

11 Klem lurus 1
12 Koker gigi lurus 1
13 Adson cirugis 1
14 Tatah 1
15 Scalpel kecil 1
16 Haakbergigi 3 1
17 Canule suction 1
18 Knable tang 1
19 Handle gigli 2
20 Mata bor cranio 3
21 Gigli 1
22 Bor 1
23 Selang suction 1
24 Bipolar 1

b. Bahan Habispakai

NO NAMA JUMLAH
1 Masker 4
2 Povidon iodin 1
3 Alcohol 1
4 Sarung Tangan No 7,5 1
5 Sarung Tanganm No 7 3
6 Sarung Tangan Tidak steril 1
7 Kassa 20 Lembar
8 Bisturi No. 11, 23 1
9 Softsilk3.0 1
10 Safil2.0 1
11 Filapev 2.0 1
12 Hypafik 30 cm
13 Aqua injeksi 25 ml 1
14 Spuit 10cc 1

28
15 NaCl 500 ml 1
16 Underpet 1
17 Sikat 4
18 Bone wax 1
19 sufratul 1
20 ETT 20 1
21 Lyostip 1
22 TT No 7 1
23 Daryantul 1

24 Softban 1
25 Hs gamex, AMS, Biogel 3
26 Kasa lipat 3
27 Infuse set 1

c. Linen

NO NAMA JUMLAH
1 Jas operasi 4
2 Duk besar 2
3 Duk sedang 2
4 Duk kecil 2

I. ASKEP PREOPERASI
Data focus

Data objektif:

 -
Data obyektif

 Tampak cemas,gelisah
 TTV: TD: 223/115 N: 100x/mnt RR:20x/mnt
 Ekstermitas atas bawah kiri lemah, motorik =1

b. Analisa Data Dan PreOperasi

No Hari/Tgl/Jam Data Masalah Etiologi

29
1 Jum’at 07 DS:- Ketidakefektifan Hipertensi
Desember DO: perfusi jaringan
2018 Tampak cemas, gelisah
Jam 16.00 wib TTV: TD: 223/115 N:
100x/mnt RR: 20x/mnt
Ekstermitas atas bawah
kiri lemah, motorik = 1

c. Rumusan DiagnosaKeperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipertensi
d. Rencana PreOperasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Ketidak Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan 1.Untuk
Efektifan selama 1 x 10 menit diharapkan faktor-faktor Mempengar
perfusi jaringan masalah Ketidak Efektifan yang uhi
perfusi jaringan dapat teratasi berhubungan penetapan
dengan kriteria hasil : dengan intervensi.
Indikator Awal Tujuan keadaan 2.Untuk
TTV Stabil 1 5 klien/penuru Perubahan
Tidak ada 2 5 nan perfusi dalamisi
tanda tanda
Serebral dan kognitif dan
peningkatan
potensial bicara
TIK
terjadinya merupakan
peningkatan indikator
TIK. dari lokasi
gangguan
serebral dan
mungkin
mengindika
sikan
penurunan/
peningkatan

30
TIK

2. kaji fungsi- 3.Untuk


Keterangan :
fungsi yang Menurunka
1. Berat
lebih tinggi, n hipoksia
2. Cukupberat
seperti fungsi yang dapat
3. Sedang
bicara jika menyebabk
4. Ringan
pasien sadar an
5. Tidak ada
3. berikan vasodilatasi
oksigen serebral dan
sesuai tekanan
indikasi meningkat/
4. berikan obat pembentuka
sesuai n edem
indikasi : 4.Untuk
antikoagulasi mempercep
dll at
5. pantau penurunan
pemeriksaan TIK
laboratorium 5.Memberi
indikasi kan
seperti masa informasi
protrombin, Tentang
keefektifan
kadar dilantin pengobatan

31
e. Pelaksanaan Dan Evaluasi PreOp

No. Dx Tgl/ Jam Implementasi Evaluasi


1 Jum’at 07 Desember 1.Menentukan S:-
2018 faktor-faktor yang O : pasien tampak gelisah,
Jam 16.10 wib berhubungan KU : buruk, wajah datar
dengan keadaan S : -
klien/penurunan O : Terdengar rintihan dan
perfusi serebral tampak cemas, ekstermitas
dan potensial kiri atas dan bawah lemah,
terjadinya motorik =1
peningkatanTIK. KU : Buruk, TD : 223/115
2.Mengkaji fungsi- mmHg.
fungsi yang lebih
tinggi, seperti
fungsi bicara jika
pasiensadar

II. ASKEP INTRABEDAH


a. Data focus
Pasien dilakukan general anastesi, pasien dilakukan pembedahan di
frontalis dengan metode craniotomy TD : 223/115, N : 100x/mnt, SpO2
: 100 %, Anamnesa: pasien tampak lemas, A: tidak ada sumbatan jalan
nafas, B: suara nafas vesikuler 20x/menit, C: tidak ada sianosis,CRT 3
detik

32
b. Analisa Data Intra Operasi

No Hari/tgl/jam Data Masalah Etiologi


1 Jum’at 07 Ds : - Resiko Proses
Desember Do : pasien dilakukan perdarahan pembedahan
2018 pembedahan di frontalis
Jam 16.15
dengan metode craniotomy
wib
TD : 223/115, N : 100x/mnt,
SpO2 : 100%,

c. Rumusan DiagnosaKeperawatan
1. Resiko Perdarahan Berhubungan Dengan Proses Pembedahan
d. Rencana intraoperasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

33
1 Risiko Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor 1. Untuk
Perdarahan keperawatan selama 1 x 2 jam, perdarahan mengetahui
Indikator Awal Tujua diharapkan masalah risiko yang di seberapa
n
perdarahan dapat teratasi lakukan banyak
Perdarahan 3 4
dengan kriteria hasil : insisi perdarahan
tidak terjadi
2. Ingatkan yangterjadi
TTV 3 4
operator 2. Untuk
Normal
danasisten mengurangi
jika terjadi kejadian
perdarahan emergensi
hebat saatinsisi
Keterangan :
3. Monitor 3. Untuk
1. Berat
TTV mengetahui
2. Cukupberat
4. Monitor status
3. Sedang
cairan hemodinamik
4. Ringan
4. Untuk
5. Tidakada
memonitor
hypovolemik

e. Pelaksanaan Dan Evaluasi IntaOperasi

No. Dx Tgl/ Jam Implementasi Evaluasi

34
1 Jum’at 07 1. Memonitor banyaknya S :-
Desember perdarahan pada saatoperasi O : perdarahan 250 cc
2018 2. Manajemen terjadinya S : -
Jam16.15 perdarahan O : operator dan asisten
wib 3. Mengukur dan monitoring melakukan section pada
TTV area perdarahan dan
koagulasi dengan couter
S:-
O:TD:223/115mmHg
RR:20x/mnt,N:100 x/mnt

S : 37o C

III. PASCAOPERASI
a. Datafocus
Pasien terdapat bekas luka pada frontalis, KU : Buruk, TD : 223/115, N : 100,
RR
: 20, S : 37ºC, SpO2 : 100%.

b. Analisa data PascaOperasi

No Hari/tgl/jam Data Masalah Etiologi

35
1 Jum’at 07 Ds : - Risiko Prosedur
Do :
Desember Infeksi invasif
Pasien terdapat bekas luka pada
2018 pada frontalis, KU : Buruk, TD :
223/115, N : 100, RR : 20, S :
Jam17.10
37ºC, SpO2 : 100%.
Wib

c. Rumusan DiagnosaKeperawatan
1. Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Prosedur Invasif

d. Rencana pascaoperasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

36
1. Resiko Setelah dilakukan tindakan Kontrol Infeksi 1. Untuk
Infeksi keperawatan selama 1 x 10 menit 1. Pertahankan mencegah
diharapkan masalah risiko infeksi teknik terjadinya
dapat teratasi dengan kriteria hasil : isolasi yang infeksi
Kontrol Risiko : Proses Infeksi sesuai dari
Indikator Awal Tujuan 2. Batasi penyakit
Identifikasi 3 5 jumlah menular
faktor risiko pengunjung dan tidak
infeksi 3. Ajarka menular.
Mempertahankan 3 5 pasien 2. Untuk
lingkungan yang mengenai mengurang
bersih cuci tangan i infeksi
Monitor 3 5 4. Gunakan yang
perubahan status sabun nantinya
kesehatan antimikroba berkemban
Mencucitangan 3 5 untuk cuci g.
tangan 3. Untuk
Keterangan : 5. Pakai mencegah
1. Berat sarung terjadinya
2. Cukup berat tangansteril infeksi
3. Sedang ketika akan pada area
4. Ringan melakukan luka
5. Tidakada perawatan 4. Untuk
luka mencegah
6. Lakukan terjadinya
perawatan infeksi.
luka 5. Untuk
7. Dorong mencegah
intake terjadinya

37
pasien infeksi
pada luka
post op.
6. Untuk
meminima
lkan
infeksi
yang
terjadi
pada luka
post op.
7. Untuk
mencegah
terjadinya
infeksi dan
meningkat
kan nutrisi
pada
pasien

e. Pelaksanaan dan evaluai pascaoperasi

No. Dx Tgl/ Jam Implementasi Evaluasi

1 Jum’at 07 1. Melakukan monitoring status S : pasien mengatakan


hanya mengeram.
Desember kesehatan (TTV)
O : TD : 220/105, N : 90,
2018 2. Melakukan teknik aseptik pada RR : 24, S : 35, 7, SpO2:
98 %.
Jam 17.10 lingkungan (RuangPemulihan)
S:-
wib 3. Melakukan cucitangan O : menjauhkan pasien dari
banyaknya pengunjung,
S:-
O : perawat melakukan cuci
tangan ketika akan
bersentuhan denganpasien.

38
BAB IV

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Kraniotomi adalah setiap operasi terhadap kranium. Kraniotomi mencakup


operasi atau pembukaan tulang tengkorak untuk mengangkat tumor,
mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan
dan serta untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial.

Proses keperawatan sebagai kerangka kerja pada pasien kraniotomi meliputi


pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, evaluasi. Adapun Indikasi
penggunaan kraniotomi yaitu : Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor
maupun kanker, mengurangi tekanan intrakranial, mengevakuasi bekuan
darah, mengontrol bekuan darah, dan pembenahan organ-organ intrakranial.

Berdasarkan tinjauan teori dan kasus yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan
bahwa selama proses asuhan keperawatan perioperatif perlu memperhatikan
komunikasi, persiapan alat dan persiapan mental yang baik sehingga proses
pembedahan dapat berjalan dengan baik. Proses asuhan tersebut didapatkan tiga
diagnosa keperawatan perioperatif yaitu Ketidakefektifan perfusi jaringan
berhubungan dengan Hipertensi, Resiko perdarahan berhubungan dengan prosedur
invasif dan insisi pembedahan, Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

3.2 SARAN

Sebagai seorang perawat dapat memahami dengan benar Asuhan keperawatan


peri operatif bedah syaraf kepada kliennya. Sebagai seorang perawat dapat
melakukan prosedur pelaksanaan asuhan keperawatan perioperatif bedah
syaraf kepada kliennya dalam praktik keperawatannya.

Dalam melakukan asuhan keperawatan perioperatif perawat perlu


mempersiapkan pasien dari pre op, intra op sampai post op dengan baik.
Apabila hal ini dilakukan dengan baik sesuai standar prosedur operasional
maka akan mengurangi terjadinya komplikasi yang mungkin terjadi, dan
etika dalam keperawatan dapat di terapkan sesuai SPO.

39
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta. EGC.

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. 2017.

http://bangeud.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-kraniotomy.html

Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung, dan Stroke.
Yogyakarta: Dianloka Pustaka.

Batticaca, F. B. 2008. Asuan Keperawatan Klien dengan Sistem Persarafan. Jakarta:


Salemba Medika.

Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan PemulihanStroke.

Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006


Herdman, T heather. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA.2012-2014.Jakarta : EGC
Nanda International.2011. Nursing Diagnoses : definition dan classification Oswari, E.

2000. Bedah dan Perawatannya.Jakarta : FKUI Penyakit Edisi 6 Vol I, Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta

Prince,sylfia A. 2006. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit Vol. 2, Edisi

6. Jakarta: EGC
R. Sjamsuhidayat & Wim, D.J. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran
EGC:Jakarta

Saefudin. (2010). Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :


Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Undang-Undang No 23 Tahun 1997 Tentang Kesehatan

40

Anda mungkin juga menyukai