EPILESI
Oleh :
Preseptor :
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan
kesempatan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan refarat ini dengan judul "Epilepsi".
kepaniteraan klinik senior di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum
Seiring rasa syukur atas terselesaikannya refarat ini, dengan rasa hormat dan rendah hati saya
sampaikan terimakasih kepada:
1. Preseptor, dr.Ade Saifan Surya, M.Ked (Ped), Sp.A atas arahan dan bimbingannya
Rumah Sakit umum daerah Cut Meutia, yang telah membantu dalam bentuk motivasi
Sebagai manusia yang tidak lepas dari kekurangan, saya menyadari bahwa dalam
penyusunan refarat ini masih jauh dari sempurna. Saya sangat mengharapkan banyak kritik
dan saran yang membangun dalam penyempurnaan refarat ini. Semoga refarat ini dapat
serangan yang berulang-ulang yang terjadi akibat adanya ketiknormalan kerja sama
sementara atau seluruh jaringan otak karena cetusan listrik pada neuron (sel saraf) peka saraf
yang berlebihan, yang dapat menimbulkan kelainan motorik, sensorik, otonom atau psikis
yang timbul tiba-tiba dan sesaat disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel-sel otak
(WHO, 2010).
Epilepsi adalah kelainan neurologis kronik yang terdapat diseluruh dunia. Epilepsi
dapat terjadi pada pria maupun wanita dan pada semua umur. Insiden epilepsi di dunia
berkisar antara 33-198 tiap 100.000 penduduk tiap tahunnya (WHO, 2006). Insiden ini tinggi
pada negara-negara berkembang karena faktor risiko untuk terkena kondisi maupun penyakit
yang akan mengarahkan pada cedera otak adalah lebih tinggi dibanding negara industri.
Prevalensi epilepsi di Indonesia berkisar antara 0,5-2% (Paryono et al., 2003). Sekitar 1,1 juta
hingga 1,3 juta penduduk Indonesia mengidap penyakit epilepsi (Depkes, 2006). Epilepsi
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dan gangguan yang berat misalnya malformasi
kongenital, pasca infeksi, tumor, penyakit vaskuler, penyakit degeneratif dan pasca trauma
otak.
sekelompok neuron, yang kemudian terjadi lepas muatan listrik secara serentak pada
sejumlah neuron atau sekelompok neuron dalam waktu bersamaan, yang disebut sinkronisasi.
Terjadinya lepas muatan listrik pada sejumlah neuron harus terorganisir dengan baik dalam
ketidakseimbangan antara eksitasi dan inhibisi serta sinkronisasi dari pelepasan neural
meningitis, gangguan metabolik dan obat-obatan tertentu. Pemeriksaan fisik dan neurologis,
dapat dilihat dari tanda-tanda gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, dan melakukan
khususnya kejang. Terapi meliputi terapi kausal, terapi dengan menghindari faktor pencetus,
dan memakai obat anti konvulsi. Penggunaan obat anti epilepsi (OAE) pada kasus epilepsi
rawat jalan memerlukan kesadaran pasien untyk secara rutin melakukan kunjungan kerumah
Komplikasi yang dapat terjadi pada epilepsi adalah kehilangan kontrol pada penderita
dapat tejadi tenggelam, berpotensi jatuh dan mematahkan tulang atau menyebabkan cedera
kepala.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Epilepsi adalah kejang tanpa provokasi yang terjadi dua kali atau lebih dengan interval
waktu lebih dari 24 jam. Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal (parsial)
dan kejang umum. Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada satu bagian dari cerebral
cortex, di mana pada kelainan ini dapat disertai kehilangan kesadaran parsial. Sedangkan
pada kejang umum, lesi mencakup area yang luas dari cerebral cortex dan biasanya mengenai
kedua hemisfer cerebri. Kejang mioklonik, tonik, dan klonik termasuk dalam epilepsi umum.
Kejang epilepsi adalah timbulnya kejang akibat berbagai penyebab yang ditandai
dengan serangan tunggal atau tersendiri. Sedangkan sindrom epilepsi adalah sekumpulan
gejala dan tanda klinis epilepsi yang ditandai dengan kejang epilepsi berulang, meliputi
2.2 Epidemiologi
Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang paling sering terjadi pada anak, di mana
ditemukan 4–10 % anak-anak mengalami satu kali kejang pada 16 tahun pertama kehidupan.
Studi yang ada menunjukkan bahwa 150.000 anak mengalami kejang tiap tahun, terdapat
30.000 anak yang berkembang menjadi penderita epilepsi. Menurut data yang ada, insidensi
per tahun epilepsi per 100000 populasi adalah 86 pada tahun pertama, 62 pada usia 1 – 5
Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus epilepsi
tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih sering kita sebut sebagai kelainan
idiopatik. Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang umum. Secara
1. Kejang fokal
a. Trauma kepala
b. Stroke
c. Infeksi
d. Malformasi vaskuler
e. Tumor (Neoplasma)
f. Displasia
2. Kejang umum
a. Penyakit metabolik
b. Reaksi obat
c. Idiopatik
d. Faktor genetik
e. Kejang fotosensitif
1. Pre natal
a. Umur ibu saat hamil terlalu muda (<20 tahun) atau terlalu tua (>35 tahun)
2. Natal
a. Asfiksia
d. Partus lama
3. Post natal
a. Kejang demam
b. Trauma kepala
c. Infeksi SSP
d. Gangguan metabolik
klasifikasi epilepsi berdasarkan tanda-tanda klinik dan data EEG, dibagi menjadi:
Jika aktivasi terjadi pada kedua hemisfere otak secara bersama-sama. Kejang umum
terbagi atas:
Jenis yang jarang dijumpai ini umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal
remaja. Kesadaran hilang beberapa detik, ditandai dengan terhentinya percakapan untuk
sesaat. Penderita tiba-tiba melotot atau matanya berkedip-kedip dengan kepala terkulai.
Merupakan bentuk kejang yang paling banyak terjadi, biasanya didahului oleh suatu
aura. Pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah, dan keluar air liur. Bisa terjadi juga
sianosis, ngompol, atau menggigit lidah. Serangan ini terjadi beberapa menit, kemudian
c. Mioklonik
Serangan ini biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur pasien mengalami
d. Atonik
Serangan tipe Atonik ini jarang terjadi. Pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot yang
2. Kejang parsial
yang menunjukan aktivitas sistem neuron yang berbatas di salah satu bagian otak (Harsono,
Serangan kejang ini merupakan jenis serangan yang tidak didukung oleh data yang
cukup atau lengkap. Jenis ini termasuk serangan epilepsi pada neonatus misalnya gerakan
eksitatori dan inhibitori. Defisiensi neurotransmiter inhibitori seperti Gamma Amino Butyric
aktivitas neuron tidak normal. Neurotransmiter eksitatori (aktivitas pemicu kejang) yaitu,
glutamat, aspartat, asetil kolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas kortikotripin, purin,
neuron) yaitu, dopamin dan Gamma Amino Butyric Acid (GABA). Serangan kejang juga
diakibatkan oleh abnormalitas konduksi kalium, kerusakan kanal ion, dan defisiensi ATPase
yang berkaitan dengan transport ion, dapat menyebabkan ketidak stabilan membran neuron.
Gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari epilepsi, yaitu:
1. Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari otak atau kedua
hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran penderita
umumnya menurun.
a. Kejang absans
Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura atau halusinasi, sehingga sering tidak
terdeteksi.
b. Kejang tonik-klonik
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang dengan cepat dan total
disertai kontraksi menetap dan masif di seluruh otot. Mata mengalami deviasi ke atas. Fase
tonik berlangsung 10 - 20 detik dan diikuti oleh fase klonik yang berlangsung sekitar 30
detik. Selama fase tonik, tampak jelas fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi pupil,
c. Kejang mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan singkat. Kejang yang
d. Kejang atonik
Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot anggota badan, leher, dan
2. Kejang parsial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil dari otak atau satu
hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian tubuh dan kesadaran
Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal, femnomena halusinatorik, psikoilusi,
atau emosional kompleks. Pada kejang parsial sederhana, kesadaran penderita masih baik.
Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial sederhana, tetapi yang
2.8 Diagnosis
melihat sindroma epilepsi tertentu dan pencitraan kepala yaitu ( CT scan ) atau magnetic
Anamnesis mendalam dan rinci yang meliputi : tipe kejang, lama kejang, gejala
sebelum dan sesudah kejang, frekuensi kejang, adanya penyakit penyerta, umur saat
pertamakali kejang, riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya, riwayat kehamilan dan
persalinan, riwayat tumbuh kembang, dan riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga (
Anamnesis yang akurat dapat membantu pemeriksa untuk memastikan kejang atau
bukan kejang. Kejang harus berlangsung ≥ 2 kali dengan interval waktu > 24 15 jam untuk
menegakkan diagnosis epilepsi. Kejang yang berulang serial dalam rentang waktu 24 jam
dianggap kejang episode tunggal dan diagnosis epilepsi belum bisa ditegakkan ( Berg et al.,
2012 ).
trauma kepala, kelainan kongenital, dan gangguan neurologi. pemeriksa harus memastikan
bahwa kejang tidak ada pencetus yang jelas, seperti demam, gangguan elektrolit, dan
ukuran anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak. gambaran
dismorfik pada muka, tanda-tanda tertentu pada bagian tubuh seperti hemangioma, nodul,
makula, warna pucat dan sebagainya untuk melihat sindroma epilepsi tertentu ( Hauser,
2013).
Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan pada penderita epilepsi, jika fasilitas
tersedia yaitu EEG dan neuroimaging ( CT scan kepala tanpa atau dengan kontras atau MRI).
a. Pemeriksaan EEG
Pemeriksaan EEG digunakan untuk membantu membedakan tipe kejang dan sindrom
epilepsi. Pemeriksaan EEG dapat membantu menentukan OAE dan prognosis penderita
(Smith, 2005 ). Gelombang yang normal ditemukan adalah gelombang irama dasar sesuai
dengan usia anak. Perkembangan normal otak ditunjukkan dengan perubahan gelombang
irama dasar mulai dari 3-4 siklus/detik pada usia 4 bulan, 5 siklus/detik pada usia 6 bulan, 6-7
siklus/detik pada usia 9-18 bulan, 7-8 siklus/detik pada usia 2 tahun, 9 siklus/detik pada usia
7 tahun, dan 10-11 siklus/detik pada 10-15 tahun ( Chabolla dan Cascino, 2005 ). Gelombang
yang dapat ditemukan pada penderita epilepsi umum idiopatik spike atau polyspike dan
bangkitan gelombang lambat 3-5 detik/siklus dengan aktivitas otak normal dan sering dengan
EEG polyspike dan interiktal EEG biasanya normal atau pada 15-40% kasus menunjukkan
gelombang ritmik delta di occipital. Pasien epilepsi absanse juvenil menunjukkan gelombang
polyspike dan spike dengan frekuensi diatas 3 siklus/detik dan tidak didapatkan gelombang
ritmik delta di occipital. Epilepsi mioklonik juvenil menunjukkan gambaran letupan singkat
b. Pencitraan ( neuroimaging )
Pemeriksaan MRI kepala merupakan pencitraan pilihan terbaik pada epilepsi. MRI
kepala dengan atau tanpa kontras dapat menemukan etiologi epilepsi seperti neoplasma otak,
ensefalitis autoimun, leukomalasia serebral dan sebagainya. pada keadaan fasilitas MRI tidak
tersedia, pemeriksaan CT scan kepala tanpa atau dengan kontras dapat dilakukan, meskipun
a. Sinkop
c. Masturbasi
d. Migran
e. Serangan panik
f. Vertigo
g. Bangkitas psikogenik
i. Hipoglikemi
2.10 Penaatalaksanaan
1. Tujuan
a. Mengontrol gejala atau tanda secara adekuat dengan penggunaan obat yang
minimal
sosialnya
BAB 3
KESIMPULAN
Epilepsi adalah kelainan di otak yang ditandai oleh aktifitas otak yang terlampau
tinggi dan tidak dapat dikawal. Seseorang yang dapat dikatakan sebagai menderita epilepsi jika
telah mengalami kejang yang tidak dipicu oleh apapun dan yang rekuren (lebih dari 2 insiden
Diagnosis epilepsi berdasarkan tanda dan gejala klinis, anamnesis, peeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat penderita epilepsi
terbebas dari serangan epilepsinya. Serangan kejang yang berlangsung mengakibatkan kerusakan
sampai kematian sejumlah sel-sel otak. Apabila kejang terjadi terus menerus maka kerusakan sel—sel