EPILEPSI
Pembimbing :
Disusun oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah Case Based
Disscussion pada stase Saraf.Dimana dalam penyusunan makalah ini bertujuan agar Dokter
Muda FK Unizar dapat memahami isi dari makalah ini sehingga dapat bermanfaat.
Tidak lupa juga kami mengucapakan terima kasih kepada dr. Ni Made Yuli Artini,
M.Biomed, Sp.S yang menjadi pembimbing dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini sehingga saya dapat menyelesaikannya dengan hasil yang
memuaskan.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kekurangannya
sehingga kami menginginkan saran dan kritik yang membangun dalam menyempurnakan
makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
2.1 Definisi...............................................................................................................2
2.2 Epidemiologi......................................................................................................3
2.3 Etiologi...............................................................................................................3
2.4 Klasifikasi..........................................................................................................4
2.6 Patofisiologi.................................................................................................................6
2.7 Diagnosis............................................................................................................7
2.9 Tatalaksana.......................................................................................................15
2.10 Prognosis........................................................................................................22
3.2 Anamnesis........................................................................................................23
ii
3.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................................24
3.4 Resume.............................................................................................................34
3.5 Diagnosis..........................................................................................................35
3.6 Penatalaksanaan...............................................................................................35
3.7 Prognosis..........................................................................................................36
BAB V Penutup...............................................................................................................38
5.1 Kesimpulan.........................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 39
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan
ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-
neuronotak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi >30 menit atau kejang berulang
tanpa disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.(4)
2
2.2. Epidemiologi Epilepsi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi.
Sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsy
lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsy di negara maju ditemukan sekitar
50/100.000. sementara di Negara berkembang mencapai 100/100.000.5
3
- Epilepsi simptomatik : disebabkan oleh kelainan / lesi pada susunan saraf pusat.
Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan
metabolic, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang,
gangguan peredaran darah otak, toksik serta kelainan neurodegenerative.
- Epilepsy kriptogenik : dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui,
termasuk disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsy
mioklonik.7
4
Pedoman penggunaan klasifikasi operasional ILAE 2017 (ILAE)11
5
2.5. Patofisiologi Epilepsi
Pada tingkat selular, dua ciri khasi aktivitas epileptiform adalah hipereksitabilitas
dan hipersinkronitas neural. Hipereksitabilitas merujuk pada peningkatan respon neuron
terhadap stimulasi, sehingga sel mencetuskan beberapa potesial aksi langsung.
Hipersinkron yaitu peningkatan cetusan neuron pada sebagian kecil atau besar regio di
korteks.
Walaupun terdapat perbedaan pada mekanisme yang mendasari kejang fokal dan
umum, secara sederhana bangkitan kejang terjadi karena adanya gangguan keseimbangan
antara inhibisi dan eksitasi pada satu regio atau menyebar diseluruh otak.
Ketidakseimbangan ini karena kombinasi peningkatan eksitasi dan penurunan inhibisi.10,12
6
2.6. Diagnosis
Untuk mendiagnosis epilepsi terutama didapatkan dari anamnesis yang baik.
Investigasi selanjutnya berguna untuk menilai gangguan fungsional dan struktural pada
otak.13
Pada anamnesis terutama dipasktikan lebih dulu apakah suatu bangkitan epilepsi
atau bukan. Kemudian tentukan jenis bangkitan dan sindroma epilepsi berdasarkan
klasifikasi ILAE.
Dalam praktik klinis, auto dan alloanamnesis dari orang tua atau saksi mata harus
mencakup pre-iktal, iktal, dan post-iktal.
A. Pre-iktal/ Sebelum bangkitan
7
Tabel 2. Gejala neurologis fokal berdasarkan lokalisasi13
Ditanyakan apakah terdapat aura atau adanya gejala yang dirasakan pada awal
bangkitan. Serta bagaimana pola/ bentuk bangkitan, mulai dari deviasi mata, gerakan
kepala, gerakan tubuh, vokalisasi, automatisasi, gerakan pada salah satu atau kedua
lengan dan tungkai, bangkitan tonik/klonik, inkontinensia, lidah tergigit, pucat,
berkeringat, dan lain-lain. Ditanyakan juga apakah terdapat lebih dari satu pola
bangkitan, dan adakah perubahan pola dari bangkitan sebelumnya, serta aktivitas
pasien saat terjadi bangkitan, misalnya saat tidur, saat terjaga, bermain, dan lain-lain.
Serta berapa lama bangkitan terjadi.8
Apakah pasien langsung sadar, bingung, nyeri kepala, gaduh gelisah, Todd’s paresis.
8
G. Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit neurologis psikiatrik maupun
sistemik yang mungkin menjadi penyebab maupun komorbiditas.
H. Riwayat epilepsi dan penyakit lain yang berhubungan dalam keluarga
I. Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan tumbuh kembang
J. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP, dan lain-lain.8
2. Pemeriksaan neurologis
Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologi fokal atau difus yang dapat
berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah bangkitan,
maka akan tampak pascabangkitan terutama tanda fokla yang tidak jarang dapat
menjadi pentunjuk lokalisasi seperti: paresis Todd, gangguan kesadaran post-iktal, dan
afasia post-iktal.8
Pemeriksaan Penunjang
1. Electro-ensefalografi
Banyak pasien dengan epilepsi memiliki EEG yang normal, seperti pada epilepsi
myoklonik juvenil hanya sekitar 50% memiliki EEG abnormal. Namun EEG tetp
modalitas pemeriksaan yang paling berguna pada dugaan suatu bangkitan untuk
membantu menunjang diagnosis, penentuan jenis bangkitan maupun sindrom epilepsi,
menentukan prognosis, serta perlu atau tidaknya pemberian OAE.13
9
Gambar 3. Gambaran EEG pada bangkitan umum13
Pada pasien yang baru didiagnosis dengan epilepsi 12-14% memiliki lesi kausal
pada MRI dan 80% pasien dengan kejang berulang memiliki abnormalitas struktur dari
hasil MRI. Terdapat lima indikasi pasien epilepsi dilakukan MRI yaitu:13
10
- Kejang dengan onset fokal
- Kejang umum atau tidak terklasifikasi pada tahun pertama kehidupan atau onset
pada dewasa
- Terdapat defisit neurologis
- Kegagalan mengontrol kejang setelah pemberian OAE lini pertama yang adekuat
- Perubahan pola kejang
MRI rutin yang optimal harus termasuk T1 dan T2-weighted, densitas proton, dan
sekuens Fluid Atenuated Inversion Recovery (FLAIR). Paling sedikit 2 bidang ortogonal.
Bidang koronal memberikan tampilan terbaik struktur mesial temporal dan garis luar
sklerosis hipokampus.13
11
Pemeriksaan CT Scan kepala lebih ditujukan untuk kasus
kegawatdaruratan, karena teknik pemeriksaannya lebih cepat. Di lain pihak MRI
kepala diutamakan untuk kasus elektif. Ditinjau dari segi sensitivitas dalam
menentukan lesi struktural, maka MRI lebih sensitif dibanding CT scan kepala.13
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar OAE idealnya untuk melihat kadar OAE dalam plasma
saat bangkitan belum terkontrol, meskipun sudah mencapai dosis terapi maksimal
atau untuk memonitor kepatuhan pasien.8
Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan namun tidak rutin yaitu pungsi
lumbal dan EKG.8
Ada beberapa gerakan atau kondisi yang menyerupai kejang epileptik, seperti
pingsan (syncope), reaksi konversi, panik dan gerakan pada movement disorder.8,13
12
Membedakan syncope, kejang, dan pseudoseizure bergantung pada anamnesis dari pasien
dan saksi.
13
Non-epileptic attack disorders (pseudoseizure)
14
Pada syncope juga dapat terjadi inkontinensia urin seperti pada kejang. Menggigit
lidah juga mungkin terjadi pada syncope tetapi biasanya ujung lidah yang tergigit bukan
pada sisi samping, dimana pada kejang injuri lidah lebih berat. Pada syncope gerakan yang
biasa terjadi adalah hentakan myoklonik yang jelas. Mata pasien biasanya tertutup bukan
mendelik, serta tidak ada sekuele neurologis fokal. Diagnosis syncope harus disertai
pemeriksaan EKG.13,14
Diagnosis banding selain PNES dan syncope yang menyerupai epilepsi yaitu
serangan panik, hipoglikemia, paroxysmal movement disorder, paroxysmal sleep disorder,
TIA, migraine, dan TGA.14
A. Tujuan medikasi
B. Prinsip penatalaksanaan
- Pertolongan pertama
15
Pertama, dipastikan pasien aman dari sekitarnya dengan menjauhkan pasien
dari benda-benda yang dapat melukai pasien. Kemudian penolong jangan
menahan gerakan kejang pasien dan jangan memasukan benda apapun ke
mulut pasien karena akan menambah cedera. Direkomendasikan untuk
memiringkan posisi pasien supaya mencegah obstruksi jalan napas dan
aspirasi. Jangan memberikan makanan atau minuman sampai kesadaran pasien
pulih.15
C. Terapi farmakologis
16
terjadi bangkitan saat penurunan OAE pertama, maka kedua OAE tetap diberikan.
Bila respon yang terjadi buruk, kedua OAE harus digantikan dengan OAE yang
lain. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan bila terdapat respsons dengan OAE
kedua, tetapi respons tetap suboptimal walaupun penggunaan kedua OAE pertama
sudah maksimal.6,15
Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, dosis OAE, efek
samping OAE, profil farmakologi, dan interaksi antar obat.8
17
Tabel 6. Dosis OAE untuk dewasa8
18
Tabel 7. Efek samping OAE8
19
Tabel 9. Interaksi farmakokinetik antar OAE
Penghentian OAE
Pada suatu studi meta analisis, kekambuhan kejang terjadi 25% setelah
penghentian OAE selama 1 tahun dan 29% setelah penghentian selama 2 tahun. Namun,
angka kejadian kekambuhan setiap tahunnya hanya sekitar 8% pada penghentian OAE
selama 2 tahun.15
Inisiasi penghentian OAE dilakukan setelah 2 tahun bebas kejang. Syarat lain
penghentian OAE adalah disetujui oleh penyandang dan keluarga, dilakukan secara
bertahap dalam jangka waktu 3-6 bulan, serta bila terapi dengan lebih dari satu OAE
maka penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utama.8,15
20
- Telah mendapat terapi selama 10 tahun atau lebih
Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum
pengurangan dosis OAE), kemudian dievaluasi kembali.8
21
Gambar 7. Algoritma penatalaksanaan status epileptikus18
2.9. Prognosis
Kekambuhan setelah bangkitan pertama terjadi kurang dari setengah pada anak atau
dewasa muda dengan EEG normal, neuroimaging normal, dan tidak ada riwayat penyebab
epilepsi simptomatis. Sedangkan pada usia tua kekambuhan dapat mencapai 70%.10,13
Bangkitan yang pertama kali timbul pada usia tua lebih mudah diobati dibandingkan
pada kelompok usia yang lebih muda, dengan persentase kejadian bebas kejang 60%-70%
dengan monoterapi.10 Kejang yang tidak ditangani juga dapat menimbulkan bahaya seperti
jatuh, fraktur, cedera kepala, sudden death, dan status epileptikus.10
22
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : IWT
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 69 tahun
Tanggal lahir : 31Desember 1952
Alamat : Banjar Jelekungkang
Status Pernikahan : Menikah
No. RM : 240882
Tanggal MRS : 30 Juni 2021
Ruangan : Mawar
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Kejang seluruh tubuh
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien laki-laki berusia 69 tahun diantar oleh keluarganya datang ke IGD
RSUD Bangli dengan keluhan kemarin pasien kejang riba-tiba saat tidur kurang lebih 30
menit SMRS, kejang dirasakan seluruh tubuh, kejang bersifat tonik dan klonik dengan
mata tertutup, saat kejang pasien tidak sadar, setelah kejang pasien sadar, pasien pernah
mengeluhkan mulut mencong ke kanan, suara pelo dan lemas dan kelemahan tubuh sisi
kiri, lidah tergigit (+), mata mendelik (-), ngompol (-), mulut berbusa negatif. Demam (-),
Mual dan muntah (-), pusing (-), batuk (-), pilek (-), BAK dan BAB dalam batas normal.
23
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada mengalami hal yang serupa. Pasien menyangkal adanya
riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, serta asma pada keluarga
e. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku sebelumnya tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan.
A. Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis – tampak sakit sedang
Suhu : 36,5oC
SPO2 : 97%
B. STATUS GENERALIS
Kepala
24
Nyeri tekan : (-)
- Rambut : hitam lurus dengan beberapa uban, distribusi merata, allopecia (-)
- Wajah : Asimetris (mencong kekanan), pucat (-), ikterik (-), petekie (-)
- Mata : edema kelopak mata (-/-), reflek pupil (+/+), pupil bulat isokor Ø 3 mm,
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), ptosis (-/-),
lagoftalmus (-/-)
- Hidung : Simetris , septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-/-)
- Telinga : normotia, pendengaran normal, nyeri tekan tragus dan mastoid (-)
- Gigi Mulut : Gigi (-), perdarahan gusi (-), oral hygiene cukup baik.
- Lidah : coated tongue (-), papil atrofi (-)
- Tenggorokan : normal, tidak hiperemis, tonsil T1-T1
Leher
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
Trakhea : Lurus, tidak ada deviasi
JVP : 5+2 cm H20
Thoraks
Paru
Inspeksi : Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-),
deformitas (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V , 1 cm medial linea midclavicularis
sinistra
Perkusi : batas jantung atas : ICS II linea parasternal kanan
Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis kiri
Batas jantung kiri : ICS V 1 cm medial linea midclavicularis
Sinistra
25
Batas pinggang jantung : ICS II linea parasternal kiri
Auskultasi : BJ I-II regular, tunggal , murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : dinding abdomen datar, jaringan parut (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani (+) pada 9 regio abdomen
Ekstremitas
- atas : akral hangat (+/+), oedem (-/-), CRT < 2 detik
- bawah : : akral hangat (+/+), oedem (-/-) CRT< 2 detik -
C. STATUS NEUROLOGIS
1) Kesadaran : Composmentis
2) GCS : E 4 V5 M 6
3) Tanda Rangsang meningeal :
Kaku kuduk :-
Brudzinsky 1 :-
Brudzinsky 2 : -|-
Laseque : >700 | >700
Kernig : >1350 | >1350
4) Saraf kranial :
1. N. I (Olfactorius )
Kanan Kiri Keterangan
Daya pembau Dbn Dbn Dalam batas
normal
2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan Dbn Dbn Dalam batas
Lapang pandang Dbn Dbn normal
26
Pengenalan warna Dbn Dbn
Refleks cahaya langsung + +
3. N.III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat Bulat Dalam
Ukuran Φ2mm Φ2mm batas
akomodasi baik baik normal
Refleks pupil
Tidak langsung (+) (+)
Gerak bola mata + ke segala arah + ke segala arah
Kedudukan bola mata Simetris Simetris
4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas
normal
5. N. V (Trigeminus)
27
6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas
Strabismus (-) (-) normal
7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Saat diam asimetris asimetris Lateralisasi
Mengernyitkan dahi lateralisasi Dbn kekanan
Senyum lateralisasi Dbn
memperlihatkan gigi Dbn Dbn
Daya perasa 2/3 Tidak Tidak dilakukan
anterior lidah dilakukan
8. N. VIII (Vestibulo-Kokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran
Tuli konduktif (-) (-)
Tuli sensorieural (-) (-) Dalam batas
Vestibular normal
Vertigo (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
28
9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Simetris Simetris
Daya perasa 1/3 Dalam batas
posterior lidah Tidak Tidak dilakukan normal
dilakukan
Menelan Dbn Dbn
10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Simetris Simetris
Disfonia - - Dalam batas
Refleks muntah Tidak Tidak dilakukan normal
dilakukan
11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Menoleh dbn dbn Dalam batas
Mengankat bahu dbn dbn normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
12. N. XII (Hipoglossus)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Dbn Dbn
Trofi eutrofi Eutrofi lateralisasi
Tremor (-) (-)
Disartri (-) (-)
Ujung lidah dalam lateralisasi Simetris
istirahat
Ujung lidah dijulurkan
29
keluar lateralisasi Simetris
5) Sistem motorik
Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas
Simetris + +
Kekuatan 5555 4444
Tonus N N
Trofi Eu Eu
Ger.involunter (-) (-) Dalam Batas
Ekstremitas bawah Normal
Simetris + +
Kekuatan 5555 4444
Tonus N N
Trofi Eu Eu
Ger.involunter (-) (-)
6) Sistem sensorik
Sensasi Kanan Kiri Keterangan
Raba Baik baik Dalam batas
Nyeri baik baik normal
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Propioseptif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
30
7) Refleks
Patologis
Hoffman Tromer (-) (-)
Babinski (-) (-) Dalam batas
Chaddock (-) (-) normal
Openheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
31
8) Fungsi koordinasi dan keseimbangan
9) Sistem otonom
Miksi: Baik
Defekasi : Baik
Keringat : Baik
32
11) Vertebra : tidak ada kelainan, tidak ada nyeri tekan
V. RESUME
Seorang pasien laki-laki berusia 69 tahun diantar oleh keluarganya datang ke IGD
RSUD Bangli dengan keluhan kemarin pasien kejang riba-tiba saat tidur kurang lebih 30
menit SMRS, kejang dirasakan seluruh tubuh, kejang bersifat tonik dan klonik dengan
mata tertutup, saat kejang pasien tidak sadar, setelah kejang pasien sadar, pasien pernah
mengeluhkan mulut mencong ke kanan, suara pelo dan lemas dan kelemahan tubuh sisi
kiri, lidah tergigit (+), mata mendelik (-), ngompol (-), mulut berbusa negatif. Demam (-),
Mual dan muntah (-), pusing (-), batuk (-), pilek (-), BAK dan BAB dalam batas normal.
Pasien tidak merokok dan minum alkohol.
Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan :
Kesadaran : compos mentis – tampak sakit sedang
33
Suhu : 36,5oC
Spo2 : 97%
VII. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
Pertolongan pertama
o Pasien dan anggota keluarga harus diberitahukan dengan jelas tindakan apa yang
harus diambil bila menghadapi serangan.
o Jangan memasukan sesuatu ke dalam mulut pasien atau memaksa membuka mulut
pasien.
o Tidak perlu diusahakan mengekang gerakan kejang karena hanya akan berakibat
menimbulkan cedera.
o Pasien harus dibiarkan untuk mengalami kejang seperti seharusnya.
o Pasien harus dipindahkan ke tempat yang aman.
34
o Setelah serangan balikkan pasien pada salah satu sisi dalam posisi setengah
telungkup untuk membantu pernafasan pasien dan pemulihan serta berikan
bantalan di kepala dengan sesuatu yang lunak.
o Jalan nafas harus diperiksa dan diawasi
o Setelah suatu serangan pasien harus ditemani dan diberi dukungan hingga fase
bingung yang menyertainya telah hilang seluruhnya dan pasien memperoleh
kembali keseimbangannya.
2. Medikamentosa
IVFD NaCl 0.9 % 7-8 tpm
Ceticolin 2x500 mg (IV)
Asetosal 1x80 mg
Renitoin 3x100 mg (PO)
Diazepam 5-10 mg k/p
Pantoprazole 2x40 mg (IV)
Asam folat 2x5 mg (PO)
Atorvastatin 0-0-20 mg
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
35
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Seorang pasien laki-laki berusia 69 tahun diantar oleh keluarganya datang ke IGD
RSUD Bangli dengan keluhan kemarin pasien kejang riba-tiba saat tidur kurang lebih 30
menit SMRS, kejang dirasakan seluruh tubuh, kejang bersifat tonik dan klonik dengan
mata tertutup, saat kejang pasien tidak sadar, setelah kejang pasien sadar, pasien pernah
mengeluhkan mulut mencong ke kanan, suara pelo dan lemas dan kelemahan tubuh sisi
kiri, lidah tergigit (+).
Berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis Epilepsi bangkitan umum, planning untuk pasien yakni KIE keluarga dan
terapi farmakologis.
36
DAFTAR PUSTAKA
2. Alberto Verrotti, Alessandra Cicconetti, dkk. Neuropsychiatr Disease and Treatment. 2013
Apr; 4(2): 365–370.
5. Pallgreno TR. Seizure and status Epilepticus in Adults, in Tintinoli JE, Ruis E. Emergency
Medicine. 4th ed. New York .Mc Graw Hill.2005
6. Blaise F. Bourgeois, MD, Edwin Dodson, MD. Pediatric Epilepsy: Diagnosis and Therapy.
Third Edition. 2007.
8. Budikayanti A, Islamiyah WR, Lestari ND. Diagnosis dan Diagnosis Banding. In:
Kusumastuti K, Gunadharma S, Kustiowati E, editors. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. 4th ed.
Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair; 2014.p.19-32
9. Dadiyanto Dwi W, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro; 2011.
10. Stafstrom CE. Recognizing Seizures and Epilepsy: Insights from Pathophysiology. In:
Miller JW, Goodkin HP, editors. Neurology in Practice: Epilepsy. New Jersey: Wiley
Blackwell; 2014.p. 3-20
11. Fisher RS, Cross JH, D’Souza C, French JA, Haut SR, Higrashi N, et al. Instruction Manual
for the ILAE 2017 Operational Classification of Seizure Types. Epilepsia. 58(4): 531-42.
12. Noebels JL, Avoli M, Rogawski MA, Olsen RW. Jasper’s Basic Mechanism of Epilepsies.
New York: Oxford University Press; 2012.
13. Leach JP, O’Dwyer R. Diagnosis of Epilepsy. 1 st ed. Epilepsy Simplified. Malta: Gutenberg
Press; 2011.p. 51-67
37
14. Benbadis S. Differential Diagnosis of Epilepsy: A Critical Review. Elsevier. 2009:15:1521.
15. Swisher CB, Radtke RA. Principles of Treatment. In: Husain MA, editor. Practical Epilepsy.
New York: Demosmedical; 2016.p.254-9
16. National institute of clinical Excellence. The epilepsies: the diagnosis and management of
the epilepsies in adult and children in primary and secondary care. NICE Clinical guideline
137. London January,2012
17. Lowenstein DH, Cloyd J. Out-of-hospital treatment of status epilepticus and prolonged
seizures. Epilepsia. 2007. 48 Suppl 8:96-8
38