Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

“KEJANG DEMAM”

Glennata Apriatama (142012016008)


Felly Santhya T (142012016011)
Aqnes Biyunita (1420120160
Siska (1420120160

Dosen Pembimbing
Ns. Shinta Maharani,.M.Kep

STIK SITI KHADIJAH PALEMBANG


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020-2021
KATA PENGANTAR

Segala ucap syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya beserta segala kemudahan. Sehingga tim penulis dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN ANAK KEJANG DEMAM” dengan
sebaik mungkin dan Insya Allah bermanfaat bagi semua pembaca.
Dalam proses penyelesaian makalah ini, Tim penulis banyak mendapatkan
dorongan serta bimbingan dari semua pihak, karena nya pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
secara langsung maupun tidak langsung ikut membantu menyusun tugas ini.
Dengan selesainya makalah sebagai salah satu tugas “ Komunikasi Dalam
Keperawatan” ini, tim penulis menyadari bahwa makalah ini penuh dengan kekurangan,
Tak ada gading yang tak retak oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan untuk makalah yang lebih baik kedepannya. Dan akhirnya dengan penuh
harapan semoga karya kecil ini bermanfaaf juga menambah wawasan bagi pembaca. Amin
yarabbal’Alamin.

Palembang, 02 Juni 2022

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................4
A. Latar Belakang...................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................5

BAB II PEMBAHASAN........................................................................6
A. Konsep Dasar Kasus Kejang Demam................................................6
1. Pengertian...........................................................................................6
2. Penyebab............................................................................................6
3. Klasifikasi...........................................................................................7
4. Patofisiologi.......................................................................................8
5. Manifestasi.......................................................................................12
6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis................................12
7. Penatalaksanaan...............................................................................13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...............................................16


1. Pengkajian........................................................................................16
2. Kemungkinan diagnosa keperawatan yang akan muncul................21
3. Intervensi Keperawatan....................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap masalah
yang terjadi dalam tubuh. Demam pada umumnya tidak berbahaya, tetapi bila
demam tinggi dapat menyebabkan masalah serius pada anak. Masalah yang
sering terjadi pada kenaikan suhu tubuh diatas 38ºC yaitu kejang demam
(Ngastiyah, 2012).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi


bersamaan dengan demam. Keadaaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak dan
menyerang sekitar 4% anak (Wong, 2009). Kejang demam terjadi pada
kenaikan suhu tubuh yang biasanya disebabkan oleh proses ekstrakranium
sering terjadi pada anak, terutama pada penggolongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun (Ridha, 2014).

Penelitian Gunawan, dkk (2012), menyebutkan hampir 1,5 juta kejadian


kejang demam terjadi tiap tahunnya di USA, dan sebagian besar terjadi dalam
rentang usia 6 hingga 36 bulan dengan puncak pada usia 18 bulan. Angka
kejadian kejang demam bervariasi diberbagai negara. Daerah Eropa Barat dan
Amerika tercatat 2 sampai 4% angka kejadian kejang demam pertahunnya.
Sedangkan di India sebesar 5 sampai 10 % dan di Jepang 8,8%. Hampir 80%
kasus Kejang demam adalah kejang demam sederhana (kejang<15 menit,
fokal atau klonik dan akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang
pada waktu 24 jam). Sedangkan 20% kasus merupakan kejang demam
komplek.

Christopher (2012), menyebutkan 2 samapai 5 % dari seluruh anak di dunia


yang berumur ≤5 tahun pernah mengalami kejang demam, lebih dari 90%
terjadi ketika anak berusia <5 tahun. Insiden tertinggi kejang demam terjadi

1
2

pada usia dua tahun pertama (Vestergaard, 2006). Hasil penelitian prospektif
Sillanpa, dkk (2008), menyebutkan di Finlandia diperoleh insidens rate
kejang demam 6,9% pada anak usia 4 tahun.

Penelitian Kurnia (2015), menyebutkan di RSPI Puri Indah Jakarta terjadi


peningkatan angka kejang demam pada anak sebesar ± 6 kali lipat pada
Januari – Juni 2014 dibandingkan pada tahun 2008, total anak dengan kejang
demam ada sebanyak 135 anak dengan kejang demam. Gunawan, dkk (2012),
menyebutkan bahwa 100 anak kejang demam yang dirawat di RSUD
Dr.Soetomo Surabaya mengalami kejang demam pertama kalinya.
Berdasarkan kelompok usia per bulan pada awal pendataan, didapatkan rata-
rata usia saat kejang pertama adalah 16,8 bulan, terbanyak pada usia 12 bulan.

Hasil penelitian Imaduddin (2013), mengatakan kasus kejang demam yang


dirawat di bangsal anak RSUP Dr. M. Djamil Padang pada periode Januari
2010 sampai Desember 2012 adalah 173 kasus anak dengan kejang demam.
Sedangkan dari survey awal yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Tingkat
III Dr. Reksodiwiryo Padang pada 13 Januari 2017 ditemukan 216 orang anak
dengan kasus kejang demam pada tahun 2014. Sedangkan dalam satu tahun
terakhir terdapat skitar 112 kasus kejang demam pada anak diruangan Ibu dan
Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang.

Wastoro, dkk (2011), mengatakan bahwa kejang demam terdiri dari kejang
demam simpleks dan kompleks. Kejang demam sederhana ( simple febrile
seizure) biasanya berlangsung singkat kurang dari 15 menit dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang demam kompleks ( complex febrile seizure )
biasanya terjadi lebih dari 15 menit, dan terjadi kejang berulang atau lebih
dari satu kali 24 jam (dalam Nugroho, 2014). Hasil penelitian Kakalang, dkk
(2016), menyebutkan untuk klasifikasi jenis kejang demam tertinggi terjadi
pada kejang demam kompleks sebanyak 91 (60,7%), sedangkan pada kejang
demam simpleks sebanyak 59 (39,3%).
3

Penelitian Kakalang, dkk (2016), menyebutkan bahwa sebagian besar kasus


kejang demam dapat sembuh dengan sempurna, tetapi 2% sampai 7% dapat
berkembang menjadi epilepsi dengan angka kematian 0,64% sampai 0,75%.
Kejang demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan
intelegensi dan pencapaian tingkat akademik. Beberapa hasil penelitian
tentang penurunan tingkat intelegensi paska bangkitan kejang demam tidak
sama, 4% pasien kejang demam secara bermakna mengalami gangguan
tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi. Menurut Ngastiyah (2014),
gambaran klinis yang timbul saat anak mengalami kejang demam adalah
gerakan mulut dan lidah yang tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit,
dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan. Akibat dari
terjadinya kejang demam pada anak dan balita akan mengalami penundaan
pertumbuhan jaringan otak.

Penelitian Putra, dkk (2014), mengatakan diagnosa secara dini serta


pengelolahan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang
lebih parah, yang diakibatkan karena bangkitan kejang yang sering. Untuk
itu tenaga perawat dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan
tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dan
keluarga. Yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu
kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual.

Christian, dkk (2015), menyebutkan ada beberapa hal penting yang harus
dimiliki seorang perawat dalam penanganan anak dengan kejang demam
diantaranya pengalaman primary survey pada anak dengan kejang demam,
pengetahuan perawat pada anak kejang demam, penanganan kejang demam
yang tepat, memahami kesulitan tindakan penanganan pada anak kejang
demam dan cara mengatasi kesulitan pada anak yang mengalami kejang
demam.
4

Wong (2008), mengatakan prioritas asuhan pada keperawatan kejang demam


adalah mencegah atau mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien
dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang
positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit,
prognosis, dan kebutuhan penangannya.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan tanggal 11 Maret 2017 ditemukan 1


orang anak dengan diagnosa medis kejang demam kompleks dengan waktu
rawatan hari ke dua diruang ibu dan anak Rumah Sakit Tingkat III Dr.
Reksodiwiryo Padang. Dari hasil observasi awal tampak perawat ruangan
melakukan pengkajian pada status kesehatan pasien, dilakukan dengan cara
alloanamnesa. Sedangkan pada pemeriksaan fisik perawat ruangan cendrung
hanya melakukan pemeriksaan fisik secara umum saja pada anak.Perawat
ruangan tidak melakukan pemeriksaan refleks neurologis. Pemeriksaan fisik
yang lengkap (head to toe) dan pemeriksaan neurologis sangat diperlukan
untuk mengangkat diagnosa dan intervensi keperawatan yang tepat pada
pasien dengan kejang demam. Diagnosa keperawatan pada pasien tersebut
adalah hipertermi, ketidakefektifan pola napas dan resiko jatuh. An. M
mengalami infeksi pada saluran pernafasan, anak tampak batuk-batuk dan
sesak napas. Hasil observasi tampak perawat memberikan oksigen,
pemenuhan cairan klien dengan pemasangan infus, dan untuk mengatasi
kejang berulang perawat sudah berkolaborasi dengan dokter mengenai
sediaan obat diazepam. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat
ruangan cendrung memberikan kebutuhan fisiologis anak tanpa memberikan
kebutuhan psikologis dan sosial anak serta keluarga. Evaluasi dilakukan
dengan baik, namun pendokumentasian yang dilakukan lebih berfokus pada
shift sebelumnya, sehingga perkembangan dari kesehatan pasien kurang bisa
dinilai secara tepat.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus kejang demam di
Ruang Ibu dan Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang pada
tahun 2017.
5

B. Rumusan Masalah
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang
demam di Ruang Ibu dan Anak Rumah Sakit.
6

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Kasus Kejang Demam

1. Pengertian
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior yang
bersifat paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas
listrik abnormal di otak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (Widagno,
2012).

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi
(kenaikkan suhu tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan ektrakranial.
Kejang demam atau febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikkan suhu tubuh yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Lestari,2016).

Jadi dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang terjadi akibat
dari peningkatan suhu tubuh anak yang dapat menyebabkan kejang yang
diakibatkan karena proses ekstrakranium.

2. Penyebab
Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, dan
infeksi saluran kemih (Lestari, 2016).
Menurut Ridha (2014), mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya kejang
demam diantaranya :
a. Faktor-faktor prinatal
b. Malformasi otak congenital
c. Faktor genetika
d. Demam
e. Gangguan metabolisme
f. Trauma
g. Neoplasma
h. Gangguan Sirkulasi
7

3. Klasifikasi
Pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone :
a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
b. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh kriteria
tersebut (modifikasi livingstone) digolongkan pada kejang demam
kompleks.
(Ngastiyah, 2012).`

Widagno (2012), mengatakan berdasarkan atas studi epidemiologi, kejang


demam dibagi 3 jenis, yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat
pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh
yang mencapai ≥ 39⁰C. Kejang bersifat umum dan tonik-klonik,
umumnya berlangsung beberapa detik/menit dan jarang sampai 15 menit.
Pada akhir kejang kemudian diakhiri dengan suatu keadaan singkat
seperti mengantuk (drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya
sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelainan neurologik pada
pemeriksaan fisis dan riwayat perkembangan normal, demam bukan
disebabkan karena meningitis atau penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion)
biasanya kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24
jam dan terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca
bangkitan. Umur pasien, status neurologik dan sifat demam adalah sama
dengan kejang demam sederhana.
8

c. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat


dan umur demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan
sebelumnya anak mempunyai kelainan neurologi atau penyakit akut.
Faktor resiko untuk timbulnya epilepsi merupakan gambaran kompleks
waktu bangkitan. Kejang bermula pda umur < 12 bulan dengan kejang
kompleks terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan maka
pemeriksaan CSS sangat diperlukan untuk memastikan kemungkinan
adanya meningitis.

4. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah ion kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natriun (Na +) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat
diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh karena itu kenaikkan
9

suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel
disekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap
anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggiu
rendahnyaambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada
kenaikan suhu tertentu.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung
lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatkanya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsungnya kejang (Lestari, 2016 & Ngastiyah, 2012).
11

Infeksi diantaranya
Kenaikan
: Proses Suhu tubuh ↑ Pireksia MK :
Inflamasi metabolisme
 Pneumonia inflamasi (demam) Hipertermia basal 10-15 %
 Otitis Media
 ISK
Pelepasan muatan listrik Difusi ion K+ ↑ sirkulasi Kebutuhan O2 ↑
Ketidakseimbangan
meluas ke sel oleh dan Na+ O2 di otak 20 %
membran sel neuron
neurotrasmiter

MK: ketidakefektifan perfusi


Kejang jaringan serebral
Demam

Kejang demam Kejang demam 


Kejang > 15 mnt
simpleks kompleks Gejala sisa Apnea, keb O2 & energi u/

(hemiparis kontraksi otot skeletal ↑
EEG abnormal
Kejang < 15 mnt
hipoksemia
Timbul dlm 16 jam pertama setelah muncul demam
Umur anak 6 bln- 4 thn Lidah jatuh Cairan/ sekret Epilepsi
Kejang bersifat umum kebelakang, dijalan napas Hipotensi, denyut
Pemeriksan saraf normal jantung tdk teratur
EEG normal MK: resiko
Frekuensi bangkitan kejang dlm 1 thn tdk >4 kali MK : Resiko keterlambatan
Penyumbatan jalan aspirasi
Tanpa gejala sisa perkembangan
napas
Hiperkapnia

MK :
Ketidakefektifan pola sesak Sesak napas, akral Asidosis Metabolisme
napas dingin anaerob

MK: Ketidakefektifan perfusi


MK: gangguan
7 jaringan perifer
pertukaran gas Poltekkes Kemenkes Padang
12

5. Manifestasi
Dewanto (2009), mengatakan gambaran klinis yang dapat dijumpai pada
pasien dengan kejang demam diantaranya :
a. Suhu tubuh mencapai >38⁰C
b. Anak sering hilang kesadaran saat kejang
c. mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak
berguncang (gejala kejang bergantung pada jenis kejang)
d. Kulit pucat dan membiru
e. Akral dingin

6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis


a. Sistem Pernapasan
Pada anak dengan kejang demam laju metabolisme akan meningkat.
Sebagai kompensasi tubuh, pernapasan akan mengalami peningkatan
pula sehingga anak tampak pucat sampai kebiruan terutama pada jaringan
perifer (Brunner & Suddart, 2013).
b. Sistem Thermogulasi
Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi
sel host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam
terjadi karena adanya gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh
secara fisiologis pada anak dengan kejang demam mengalami
vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh meningkat. (Suriadi & yuliani,
2010).
c. Sistem Neurologis
Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik jaringan
otak, bila tidak diatasi segera akan menyebabkan hipertrofi pada jaringan
otak yang beresiko pada abses serebri. Keluhan yang muncul pada anak
kejang demam kompleks adalah penurunan kesadaran (Muttaqin, 2008).
d. Sistem Muskulosketal
Peningkatan suhu tubuh pada anak dengan kejang demam menyebabkan
terjadinya gangguan pada metaboilsme otak. Konsekuensinya,

7
13

keseimbangan sel otak pun akan terganggu dan terjadi pelepasan muatan
listrik yang menyebar keseluruh jaringan, sehingga menyebabkan
kekakuan otot disekujur tubuh terutama di anggota gerak.

7. Penatalaksanaan
Ngastiyah (2012), Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa
faktor yang perlu dikerjakan yaitu:
a. Penatalaksanaan Medis
1) Memberantas kejang secepat mungkin
Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang), obat
pilihan utama yang diberikan adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis yang diberikan pada pasien kejang disesuaikan
dengan berat badan, kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/kgBB dengan
minimal dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5 mg/KgBB.
Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg /kgBB/kali dengan
maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg
pada anak yang lebih besar.

Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit, bila


masih kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga
melalui intravena. Setelah 15 menit pemberian suntikan kedua masih
kejang, diberikan suntikan ketiga denagn dosis yang sama juga akan
tetapi pemberiannya secara intramuskular, diharapkan kejang akan
berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau
paraldehid 4 % secara intravena. Efek samping dari pemberian
diazepan adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernapasan.

Pemberian diazepan melalui intravena pada anak yang kejang


seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif
adalah melalui rektum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat
badan ialah berat badan dengan kurang dari 10 kg dosis yang
diberikan sebesar 5 mg, berat lebih dari 10 kg diberikan 10 mg.
14

Obat pilihan pertama untuk menanggulangi kejang atau status


konvulsivus yang dipilih oleh para ahli adalah difenilhidantion karena
tidak mengganggu kesadaran dan tidak menekan pusat pernapasan,
tetapi dapat mengganggu frekuensi irama jantung.
2) Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan pengobatan
penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala
sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan
agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. Fungsi
vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi
jantung diawasi secara ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya
diberikan dengan dipantau untuk kelainan metabolik dan elektrolit.
Obat untuk hibernasi adalah klorpromazi 2-. Untuk mencegah
edema otak diberikan kortikorsteroid dengan dosis 20-30
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukokortikoid
misalnya dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan
membaik.
3) Memberikan pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja
diazepan sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah
disuntikan, oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptik
dengan daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan rumat
tergantung daripada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua
bagian, yaitu pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan
profilaksis jangka panjang.
4) Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang
diprovokasi oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius
bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang
adekuat perlu untuk mengobati penyakit tersebut. Secara akademis
pasien kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaliknya
15

dilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan


adanya faktor infeksi didalam otak misalnya meningitis.

b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Pengobatan fase akut
a) Airway
(1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan
dan pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau
bila ada guedel lebih baik.
(2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien,
lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
(3) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b) Breathing
(1) Isap lendir sampai bersih
c) Circulation
(1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
(2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat (
berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap
sadar).
Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi
dokter apakah perlu pemberian obat penenang.
2) Pencegahan kejang berulang
a) Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata
0,3mg/kgBB atau diazepam rektal. Jika kejang tidak berhenti
tunggu 15 menit dapat diulang dengan dengan dosis dan cara
yang sama.
b) Bila diazepan tidak tersedia, langung dipakai fenobarbital
dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan
pengobatan rumat.
16

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
c. Anamnesis
1) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur, tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua,
pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua. Wong (2009),
mengatakan kebanyakan serangan kejang demam terjadi setelah usia 6
bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan frekuensi
serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien
mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam
kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran.
b) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas,
nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya
tergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak.
c) Riwayat kesehatan
(1) Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan
kejang demam kompleks mengalami gangguan keterlambatan
perkembangan dan intelegensi pada anak serta mengalami
kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
(2) Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat imunisasi
tidak lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau virus seperti
virus influenza.
(3) Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan
karena mual dan muntahnya
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos mentis
17

2) TTV :
Suhu : biasanya >38,0⁰C
Respirasi: pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit
Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40
kali/menit Nadi : biasanya >100 x/i
3) BB
Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan
berar badan yang berarti
4) Kepala
Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
5) Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik, konjungtiva
anemis.
6) Mulut dan lidah
Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah
tampak kotor
7) Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan
katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang
bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
8) Hidung
Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung,
bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.
9) Leher
Biasanya terjadi pembesaran KGB
10) Dada
a) Thoraks
(1) Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan
(2) Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama
(3) Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan
seperti ronchi.
18

b) Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut
jantung I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri
(pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea
midclavicularis kiri.
Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV
kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang
intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
11) Abdomen
biasanya lemas dan datar, kembung
12) Anus
biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
13) Ekstermitas :
a) Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2
detik, akral dingin.
b) Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2
detik, akral dingin.
e. Penilaian tingkat kesadaran
1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai
GCS: 11 - 10.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
19

pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,


mampu memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai
GCS: ≤ 3.
f. Penilaian kekuatan otot
Tabel 2.1
Penilaian Kekuatan Otot
Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit < 450, tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu 4
melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5
(Sumber: Wijaya dan Yessi. 2013)
g. Pemeriksaan
penunjang Menurut
Dewi (2011) :
a) EEG(Electroencephalogram)
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak
menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah
belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks.
b) Lumbal Pungsi
Fungsi lumbar merupakan pemeriksaan cairan yang ada di otak dan
kanal tulang belakang (cairan serebrospinal) untuk meneliti
kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang
demam pertama pada bayi (usia<12 bulan) karena gejala dan tanda
meningitis pada bayi mungkin sangat minimal atau tidak tampak.
Pada anak dengan usia > 18 bulan, fungsi lumbal dilakukan jika
20

tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang


menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat.

Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi :


(1) Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher )
(2) Mengalami complex partial seizure
(3) Kunjungan kedokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit
dalam 48 jam sebelumnya)
(4) Kejang saat tiba di IGD
(5) Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk
hingga 1 jam setelah kejang adalah normal
(6) Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
(1) warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan
pigmen kuning santokrom.
(2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal
(normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-
120ml dan dewasa 130-150ml).
(3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa
3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L).
c) Neuroimaging
Yang termasuk pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-
Scan, dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang
demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya. Pemeriksaan
tersebut dianjurkan bila anak menujukkan kelainan saraf yang jelas,
misalnya ada kelumpuhan, gangguan keseimbangan, sakit kepala
yang berlebihan, ukuran lingkar kepala yang tidak normal.
d) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ini harus ditujukan untuk mencari sumber
demam, bukan sekedar pemeriksaan rutin. Pemeriksaannya meliputi
pemeriksaaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor,
magnesium, atau gula darah.
21

2. Kemungkinan diagnosa keperawatan yang akan muncul


h. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
i. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan sirkulasi otak
j. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi
k. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi
l. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
hipoksemia
m. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
n. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan
neurologis atau kejang
o. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan
gangguan kejang

3. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.2
Intervensi Keperawatan pada Kasus Kejang Demam
N NANDA NOC NIC
o
1 Hipertermia a. Termoregulasi Perawatan demam
Batasan Kriteria hasil : 1. Pantau suhu dan
tanda-tanda vital
karakteristik 1) Merasa merinding
lainya
saat dingin
a. Apnea 2. Monitor warna kulit
2) Berkeringat saat
b. Bayi tidak dan suhu
panas
dapat 3. Monitor asupan dan
3) Tingkat pernapasan
mempertahanka keluaran, sadari
4) Melaporkan
n menyusu perubahan kehilangan
kenyamanan suhu
c. Gelisah cairan yang tak di
5) Perubahan warna
d. Hipotensi rasakan
kulit
e. Kulit 4. Beri obat atau cairan
6) Sakit kepala
kemerahan IV
f. Kulit terasa 5. Tutup pasien dengan
hangat selimut atau pakaian
g. Latergi ringan
h. Kejang
22

i. Koma 6. Dorong konsumsi


j. Stupor cairan
k. Takikardia 7. Fasilitasi istirahat,
l. Takipnea terapkan pembatasan
m. Vasodilatasi aktivitas jika di
perlukan
Faktor yang 8. Berikan oksigen yang
berhubungan sesuai
a. Peningkatan 9. Tingkatkan sirkulasi
laju udara
metabolisme 10. Mandikan pasien
b. Penyakit dengan spon hangat
c. Sepsis dengan hati-hati.

Pengaturan suhu
1. monitor suhu paling
tidak setiap 2 jam
sesuai kebutuhan
2. monitor dan laporkan
adanya tanda gejala
hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatka intake cairan
dan nutrisi adekuat
4. berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.

Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa
yang di perlukan, dan
kelola menurut resep
dan/atau protokol
2. Monitor efektivitas
cara pemberian obat
yang sesuai.

Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan pasien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat-
obatan anti epilepsi
23

dengan benar.

2 Ketidakefektifan a. Status sirkulasi Terapi oksigen


1) Tekanan darah 1. Periksa mulut, hidung,
perfusi jaringan
sistol dan sekret trakea
serebral 2) Tekanan darah 2. Pertahankan jalan
diastol napas yang paten
Faktor resiko
3) Tekanan nadi 3. Atur peralatan
a. Gangguan
4) PaO2 (tekanan oksigenasi
serebrovaskuler
parsial oksigen 4. Monitor aliran oksigen
b. penyakit
dalam darah arteri) 5. Pertahankan posisi
neurologis
5) PaCO2 (tekanan pasien
parial 6. Observasi tanda-tanda
karbondioksida hipoventilasi
dalam darah arteri 7. Monitor adanya
6) Saturasi oksigen kecemasan pasien
7) Urine output terhadap oksigenasi.
8) Capillary refill.
b. Status neurologi Manajemen edema
1) Kesadaran serebral
2) Fungsi sensorik dan 1. Monitor adanya
motorik kranial kebingungan,
3) Tekanan perubahan pikiran,
intrakranial keluhan pusing,
4) Ukuran pupil pingsan
5) Pola istirahat-tidur 2. Monitor tanda-tanda
6) Orientasi kognitif vital
7) Aktivitas kejang 3. Monitor karakteristik
8) Sakit kepala. cairan serebrospinal :
warna,
kejernihan,konsistensi
4. Monitor status
pernapasan: frekuensi,
irama, kedalaman
pernapasan,
PaO2,PaCO2, pH,
Bicarbonat
5. Catat perubahan
pasien dalam berespon
terhadap stimulus
6. Berikan anti kejang
sesuai kebutuhan
7. Batasi cairan
8. Dorong
keluarga/orang yang
penting untuk bicara
pada pasien
9. Posisikan tinggi
24

kepala 30o atau lebih.

Monitoring peningkatan
intrakranial
1. Monitor tekanan
perfusi serebral
2. Monitor jumlah, nilai
dan karakteristik
pengeluaran cairan
serebrispinal (CSF)
3. Monitor intake dan
output
4. Monitor suhu dan
jumlah leukosit
5. Periksa pasien terkait
ada tidaknya gejala
kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan
leher pasien dalam
posisi netral, hindari
fleksi pinggang yang
berlebihan
8. Sesuaikan kepala
tempat tidur untuk
mengoptimalkan
perfusi serebral
9. Berikan agen
farmakologis untuk
mempertahankan TIK
dalam jangkauan
tertentu.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan cepat
2. Monitor kualitas dari
nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya, cheyne-
stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia
25

dan bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.

3 Ketidakefektifan a. Status penrnapasan : Terapi oksigen


pola napas ventilasi 1. Bersihkan mulut,
Kriteria hasil hidung dan sekret
Batasan 1) Frekuensi pernapasan trakea dengan tepat
karakteristik 2) Irama pernapasan 2. Pertahankan kepatenan
a. Bradipnea 3) Kedalaman jalan nafas
b. Dispnea pernapasan 3. Berikan oksigen
c. Penggunaan 4) Penggunaan otot tambahan seperti yang
otot bantu bantu nafas diperintahkan
penapasan 5) Suara nafas tambahan 4. Monitor aliran oksigen
d. Penurunan 6) Retraksi dinding dada 5. Periksa perangkat
kapasitas vital 7) Dispnea saat istirahat pemberian oksigen
e. Penurunan 8) Atelektasis. secara berkala untuk
tekanan memastikan bahwa
ekspirasi b. Status pernapasan : kosentrasi yang telah
f. Penurunan kepatenan jalan nafas di tentukan sedang di
tekanan Kriteria Hasil : berikan
inpsirasi 1) frekuensi pernapasan 6. Pastikan penggantian
g. Pernapasan 2) pernapasan cuping masker oksigen/kanul
bibir hidung nasal setiap kali
h. Pernapasan 3) mendesah perangkat diganti
cuping hidung 7. Pantau adanya tanda-
i. Pola nafas tanda keracunan
abnormal oksigen dan kejadian
j. Takipnea. atelektasis.

Faktor yang Monitor neurologi


berhubungan 1. Pantau ukuran pupil,
bentuk kesimetrisan
a. Cedera medula dan reaktivitas
spinalis 2. Monitor tingkat
b. Gangguan kesadaran
neurologis 3. Monitor GCS
c. Nyeri 4. Monitor status
pernapasan.
26

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit.
8. Identifikasi dari
penyebab perubahan
vital sign.

4. Gangguan a. status pernafasan : a. monitor vital sign


pertukaran gas pertukaran gas
berhubungan Tindakan keperawatan:
dengan Kriteria hasil:
ketidakseimbangan 1) Tekanan parsial 1) Memonitor tekanan
ventilasi oksigendalam darah, nadi, suhu, dan
daraharteri(po2) status pernafasan,
2) Tekanan parsial 2) Memonitor Denyut
oksigendalam jantung
daraharteri(pco2) 3) Memonitor suara paru-
3) Saturasi oksigen paru
4) Keseimbanganventila 4) Memonitor warna
siperfusi kulit
5) Dyspneapada saat 5) Meniai CRT
istirahat
6) Sianosis b. monitor pernafasan

Tindakan keperawatan:

1) Memonitortingkat,
irama, kedalaman, dan
respirasi
2) Memonitor
gerakandada
3) Monitor bunyi
pernafasan
4) Auskultasi bunyi
paru
5) Memonitordyspneadan
halyang meningkatkan
dan memperburuk
27

5. Ketidakefektifan a. Cardiopulmonaly terapi oksigen)


perfusi jaringan status (Status 1) Monitor kemampuan
perifer kardiopulmonal) pasien dalam
mentoleransi kebutuhan
Kriteria hasil : oksigen saat makan
1) Tekanan darah 2) Observasi cara
sistolik masuknya oksigen yang
2) Tekanan darah menyebabkan
diastolik hipoventilalsi
3) Nadi perifer 3) Monitor perubahan
4) Saturasi oksigen warna kulit pasien
5) Indeks kardio 4) Monitor posisi pasien
6) Sianosis untuk membantu
7) Edema perifer masuknya oksigen
8) Kedalaman pernafasan 5) Monitor keefektifan
terapi oksigen
6) Memonitor penggunaan
oksigen saat pasien
b. Status pernafasan beraktivitas
1) Menilai pernafasan
2) Irama pernafasan menajemen sensasi
3) Kedalaman pernafasan perifer
4) Volume tidal 1) Memonitor perbedaan
5) Saturasi oksigen terhadap rasa
6) sianosis tajam,tumpul,panas
7) Clubbing of finger atau dingin
8) Gasping 2) Monitor adanya mati
(terengah- engah) rasa,rasa geli.
3) Diskusikan tentang
adanya kehilangan
c. Vital sign sensasi atau perubahan
1) Rentang nadi radial sensasi
2) Rentang pernafasan 4) Minta keluarga untuk
3) Tekanan darah sistolik memantau perubahan
4) Tekanan darah diastol warna kulit setap hari
5) Tekanan nadi
6) Kedalaman saat
inspirasi

7. Gangguan a. pertumbuhan Stimulasi Tumbuh


pertumbuhan Kembang
dan Kriteria hasil: 1. kaji tingkat
perkembangan 1) Persentil berat badan tumbuhkembang anak
untuk usia 2. ajarkan untuk
28

2) Percentil berat untuk intervensi dengan


tinggi terapi rekreasi dan
3) Tingkatberat badan aktivitas
4) Massa tubuh 3. berikan aktivitas yang
sesuai, menarik, dan
(a) Penggunaandisiplin dapat dilakukan oleh
yang sesuai usia anak
(b) Merangsangperke 4. Rencanakan bersama
mbangan kognitif anak aktivitas dan
(c) Merangsangpemba sasaran yang
ngunan memberikan
kesempatan untuk
keberhasilan
5. Berikan pendkes
stimulasi tumbuh
kembang anak pada
keluarga

manajemen nutrisi
1. Kaji adanya alergi
makanan
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan
3. nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake
Fe
5. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein
dan vitamin C
6. Berikan substansi gula
7. Yakinkan diet yang
dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
8. Berikan makanan yang
terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
9. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
10. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan
29

pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

8 Resiko cidera a. Kontrol resiko Manajemen lingkungan


Faktor resiko Kriteria hasil : 1. Sediakan lingkungan
1) Eksternal 1) Klien terbebas dari yang aman untuk
a) Gangguan cidera pasien
fungsi 2) Klien mampu
2. Identifikasi kebutuhan
kognitif menjelaskan cara ataukeamanan pasien
b) Agens metode untuksesuai dengan kondisi
nosokomial mencegah cidera fisik
2) Internal 3) Klien mampu
3. Dan fungsi kognitif
a) Hipoksia menjelaskan faktor
pasien dan riwayat
jaringan resiko dari
penyakir dahulu
b) Gangguan lingkungan pasien
sensasi 4) Menggunakan 4. Memasang side rail
(akibat dari fasilitas kesehatantempat tidur
cedera yang ada 5. Menyediakan tempat
medula 5) Mampu mengenalitidur yang aman dan
spinalis, dll) perubahan bersih
status
c) Malnutrisi. kesehatan. 6. Membatasi
pengunjunng
b. Kejadian jatuh 7. Memberikan
1) Jatuh dari tempat penerangan yang
tidur cukup
2) Jatuh saat di 8. Berikan penjelasan
pindahkan. pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.

Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan pasien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat-
obatan anti epilepsi
dengan benar.
30

Pencegahan jatuh
1. Identifikasi perilaku
dan faktor yang
mempengaruhi resiko
jatuh
2. Sediakan pengawasan
ketat dan /atau alat
pengikatan

Sumber : Nanda Internasional (2015-2017) & NIC-NOC (2016)

Anda mungkin juga menyukai