Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap masalah yang terjadi
dalam tubuh. Demam pada umumnya tidak berbahaya, tetapi bila demam tinggi dapat
menyebabkan masalah serius pada anak. Masalah yang sering terjadi pada kenaikan suhu tubuh
diatas 38ºC yaitu kejang demam (Ngastiyah, 2012).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan dengan
demam. Keadaaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering dijumpai
pada masa kanak-kanak dan menyerang sekitar 4% anak (Wong, 2009). Kejang demam terjadi
pada kenaikan suhu tubuh yang biasanya disebabkan oleh proses ekstrakranium sering terjadi
pada anak, terutama pada penggolongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun (Ridha, 2014).
Penelitian Gunawan, dkk (2012), menyebutkan hampir 1,5 juta kejadian kejang demam terjadi
tiap tahunnya di USA, dan sebagian besar terjadi dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan dengan
puncak pada usia 18 bulan. Angkakejadian kejang demam bervariasi diberbagai negara. Daerah
Eropa Barat dan Amerika tercatat 2 sampai 4% angka kejadian kejang demam pertahunnya.
Sedangkan di India sebesar 5 sampai 10 % dan di Jepang 8,8%. Hampir 80% kasus Kejang demam
adalah kejang demam sederhana (kejang<15 menit, fokal atau klonik dan akan berhenti sendiri,
tanpa gerakan fokal atau berulang pada waktu 24 jam). Sedangkan 20% kasus merupakan kejang
demam komplek.
Christopher (2012), menyebutkan 2 samapai 5 % dari seluruh anak di dunia yang berumur ≤5
tahun pernah mengalami kejang demam, lebih dari 90% terjadi ketika anak berusia <5 tahun.
Insiden tertinggi kejang demam terjadipada usia dua tahun pertama (Vestergaard, 2006). Hasil
penelitian prospektif Sillanpa, dkk (2008), menyebutkan di Finlandia diperoleh insidens rate
kejang demam 6,9% pada anak usia 4 tahun.
Penelitian Kurnia (2015), menyebutkan di RSPI Puri Indah Jakarta terjadi peningkatan angka
kejang demam pada anak sebesar ± 6 kali lipat pada Januari – Juni 2014 dibandingkan pada
tahun 2008, total anak dengan kejang demam ada sebanyak 135 anak dengan kejang demam.
Gunawan, dkk (2012), menyebutkan bahwa 100 anak kejang demam yang dirawat di RSUD
Dr.Soetomo Surabaya mengalami kejang demam pertama kalinya. Berdasarkan kelompok usia
per bulan pada awal pendataan, didapatkan rata-rata usia saat kejang pertama adalah 16,8
bulan, terbanyak pada usia 12 bulan.
Hasil penelitian Imaduddin (2013), mengatakan kasus kejang demam yang dirawat di bangsal
anak RSUP Dr. M. Djamil Padang pada periode Januari 2010 sampai Desember 2012 adalah 173
kasus anak dengan kejang demam. Sedangkan dari survey awal yang dilakukan peneliti di Rumah
Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang pada 13 Januari 2017 ditemukan 216 orang anak
dengan kasus kejang demam pada tahun 2014. Sedangkan dalam satu tahun terakhir terdapat
skitar 112 kasus kejang demam pada anak diruangan Ibu dan Anak Rumah Sakit Tingkat III Dr.
Reksodiwiryo Padang.
Wastoro, dkk (2011), mengatakan bahwa kejang demam terdiri dari kejang
demam simpleks dan kompleks. Kejang demam sederhana ( simple febrile seizure) biasanya
berlangsung singkat kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang demam
kompleks ( complex febrile seizure ) biasanya terjadi lebih dari 15 menit, dan terjadi kejang
berulang atau lebih dari satu kali 24 jam (dalam Nugroho, 2014). Hasil penelitian Kakalang, dkk
(2016), menyebutkan untuk klasifikasi jenis kejang demam tertinggi terjadi pada kejang demam
kompleks sebanyak 91 (60,7%), sedangkan pada kejang demam simpleks sebanyak 59 (39,3%).
Penelitian Kakalang, dkk (2016), menyebutkan bahwa sebagian besar kasus kejang demam
dapat sembuh dengan sempurna, tetapi 2% sampai 7% dapat berkembang menjadi epilepsi
dengan angka kematian 0,64% sampai 0,75%. Kejang demam dapat mengakibatkan gangguan
tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik. Beberapa hasil
penelitian tentang penurunan tingkat intelegensi paska bangkitan kejang demam tidak sama, 4%
pasien kejang demam secara bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan
tingkat intelegensi. Menurut Ngastiyah (2014), gambaran klinis yang timbul saat anak
mengalami kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah yang tidak terkontrol. Lidah dapat
seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan. Akibat dari
terjadinya kejang demam pada anak dan balita akan mengalami penundaan pertumbuhan
jaringan otak.
Penelitian Putra, dkk (2014), mengatakan diagnosa secara dini serta pengelolahan yang tepat
sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan karena bangkitan
kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi
keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dan keluarga.
Yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif secara terpadu dan
berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-
sosial-spiritual.
Christian, dkk (2015), menyebutkan ada beberapa hal penting yang harus dimiliki seorang
perawat dalam penanganan anak dengan kejang demam diantaranya pengalaman primary
survey pada anak dengan kejang demam, pengetahuan perawat pada anak kejang demam,
penanganan kejang demam yang tepat, memahami kesulitan tindakan penanganan pada anak
kejang demam dan cara mengatasi kesulitan pada anak yang mengalami kejang demam.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. Pengertian
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior yang bersifat paroksimal dan
dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di otak yang terjadi karena
kenaikan suhu tubuh (Widagno, 2012).
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi (kenaikkan suhu tubuh
diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan ektrakranial. Kejang demam atau febrile convulsion adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu tubuh yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium (Lestari,2016).
Jadi dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang terjadi akibat
dari peningkatan suhu tubuh anak yang dapat menyebabkan kejang yang diakibatkan karena
proses ekstrakranium.

2. Penyebab
Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih (Lestari, 2016).
Menurut Ridha (2014), mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya kejang demam diantaranya :
a. Faktor-faktor prinatal
b. Malformasi otak congenital
c. Faktor genetika
d. Demam
e. Gangguan metabolisme
f. Trauma
g. Neoplasma

h. Gangguan Sirkulasi
3. Klasifikasi
Pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone :
a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
b. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan
kelainan
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh kriteria
tersebut (modifikasi livingstone) digolongkan pada kejang demam kompleks. (Ngastiyah, 2012).`
Widagno (2012), mengatakan berdasarkan atas studi epidemiologi, kejang
demam dibagi 3 jenis, yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat pada anak umur 6
bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh yang mencapai ≥ 39⁰C. Kejang bersifat
umum dan tonik-klonik, umumnya berlangsung beberapa detik/menit dan jarang sampai 15
menit. Pada akhir kejang kemudian diakhiri dengan suatu keadaan singkat seperti mengantuk
(drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai
kelainan neurologik pada pemeriksaan fisis dan riwayat perkembangan normal, demam bukan
disebabkan karena meningitis atau penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion) biasanya kejang terjadi
selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam dan terdapat kejang fokal atau temuan
fokal dalam masa pasca bangkitan. Umur pasien, status neurologik dan sifat demam adalah
sama dengan kejang demam sederhana.
c. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat dan umur demam
adalah sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya anak mempunyai kelainan
neurologi atau penyakit akut. Faktor resiko untuk timbulnya epilepsi merupakan gambaran
kompleks waktu bangkitan. Kejang bermula pda umur < 12 bulan dengan kejang kompleks
terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan maka pemeriksaan CSS sangat diperlukan untuk
memastikan kemungkinan adanya meningitis.

4. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar
yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah ion kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natriun (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-).
Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar
sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran
dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan
enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan metabolisme basal
10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh karena
itu kenaikkan
Suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke
membran sel disekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggiu rendahnyaambang kejang
seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang (Lestari, 2016 & Ngastiyah,
2012).

5. Manifestasi
Dewanto (2009), mengatakan gambaran klinis yang dapat dijumpai pada
pasien dengan kejang demam diantaranya :
a. Suhu tubuh mencapai >38⁰C
b. Anak sering hilang kesadaran saat kejang
c. mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anakberguncang (gejala kejang
bergantung pada jenis kejang)
d. Kulit pucat dan membiru
e. Akral dingin

6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis


a. Sistem Pernapasan
Pada anak dengan kejang demam laju metabolisme akan meningkat.Sebagai kompensasi tubuh,
pernapasan akan mengalami peningkatan pula sehingga anak tampak pucat sampai kebiruan
terutama pada jaringan perifer (Brunner & Suddart, 2013).
b. Sistem Thermogulasi
Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi sel host
inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam terjadi karena adanya gangguan
pada “set poin”. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada anak dengan kejang demam
mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh meningkat. (Suriadi & yuliani, 2010).
c. Sistem Neurologis
Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik jaringan otak, bila tidak diatasi
segera akan menyebabkan hipertrofi pada jaringan otak yang beresiko pada abses serebri.
Keluhan yang muncul pada anak kejang demam kompleks adalah penurunan kesadaran
(Muttaqin, 2008).
d. Sistem Muskulosketal
Peningkatan suhu tubuh pada anak dengan kejang demam menyebabkan terjadinya gangguan
pada metaboilsme otak. Konsekuensinya,keseimbangan sel otak pun akan terganggu dan terjadi
pelepasan muatan listrik yang menyebar keseluruh jaringan, sehingga menyebabkan kekakuan
otot disekujur tubuh terutama di anggota gerak.

7. Penatalaksanaan

Ngastiyah (2012), Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa faktor yang perlu
dikerjakan yaitu:

a. Penatalaksanaan Medis

1) Memberantas kejang secepat mungkin

Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang), obat

pilihan utama yang diberikan adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis yang diberikan
pada pasien kejang disesuaikan dengan berat badan, kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/kgBB dengan
minimal dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5 mg/KgBB. Biasanya dosis rata-rata yang
dipakai 0,3 mg /kgBB/kali dengan maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg
pada anak yang lebih besar.

Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit, bila masih kejang diulangi suntikan
kedua dengan dosis yang sama juga melalui intravena. Setelah 15 menit pemberian suntikan kedua
masih kejang, diberikan suntikan ketiga denagn dosis yang sama juga akan tetapi pemberiannya secara
intramuskular, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital
atau paraldehid 4 % secara intravena. Efek samping dari pemberian diazepan adalah mengantuk,
hipotensi, penekanan pusat pernapasan.

Pemberian diazepan melalui intravena pada anak yang kejangseringkali menyulitkan, cara pemberian
yang mudah dan efektif adalah melalui rektum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat badan ialah
berat badan dengan kurang dari 10 kg dosis yang diberikan sebesar 5 mg, berat lebih dari 10 kg
diberikan 10 mg.Obat pilihan pertama untuk menanggulangi kejang atau status konvulsivus yang dipilih
oleh para ahli adalah difenilhidantion karena tidak mengganggu kesadaran dan tidak menekan pusat
pernapasan, tetapi dapat mengganggu frekuensi irama jantung.

2) Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan pengobatan penunjang yaitu semua pakaian ketat
dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas
bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernapasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya diberikan dengan
dipantau untuk kelainan metabolik dan elektrolit. Obat untuk hibernasi adalah klorpromazi 2-. Untuk
mencegah edema otak diberikan kortikorsteroid dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
atau sebaiknya glukokortikoid misalnya dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan
membaik.

3) Memberikan pengobatan rumat

Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja diazepan sangat singkat yaitu
berkisar antara 45-60 menit sesudah disuntikan, oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptik
dengan daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan rumat tergantung daripada keadaan pasien.
Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan
profilaksis jangka panjang.

4) Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya adalah
infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat perlu untuk
mengobati penyakit tersebut. Secara akademis pasien kejang demam yang datang untuk pertama kali
sebaliknya.dilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi didalam
otak misalnya meningitis.

b. Penatalaksanaan keperawatan

1) Pengobatan fase akut

a) Airway

(1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan sudip lidah yang telah
dibungkus kasa atau

ada guedel lebih baik.

(2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan

(3) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.

b) Breathing

(1)Isap lendir sampai bersih


c) Circulation

(1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.

(2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat ( berbeda dengan pasien tetanus yang jika
kejang tetap sadar).

Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi dokter apakah perlu pemberian obat
penenang.

2) Pencegahan kejang berulang

a) Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata 0,3mg/kgBB atau diazepam rektal. Jika kejang
tidak berhenti tunggu

15 menit dapat diulang dengan dengan dosis dan cara yang sama.

b) Bila diazepan tidak tersedia, langung dipakai fenobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya
diteruskan dengan

rumat.

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Kejang Demam

1. Pengkajian

a. Anamnesis

1) Identitas pasien

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku
bangsa, agama, nama

orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua. Wong (2009), mengatakan kebanyakan serangan
kejang demam

terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada
anak-anak yang

kurang dari 18 bulan.

2) Riwayat kesehatan

a) Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien mengalami kejang dan bahkan pada
pasien dengan kejang demam kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran.

b) Riwayat penyakit sekarang

Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu makan anaknya berkurang,
lama terjadinya kejang biasanyatergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak.

c) Riwayat kesehatan

(1) Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan kejang demam kompleks mengalami
gangguan keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak serta mengalami kelemahan pada
anggota gerak (hemifarise).

(2) Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat imunisasi

tidak lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau virus seperti

virus influenza.

(3) Riwayat nutrisi

Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan

karena mual dan muntahnya

b. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos mentis

2) TTV :

Suhu : biasanya >38,0⁰C

Respirasi: pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40
kali/menit

Nadi : biasanya >100 x/i

3) BB

Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

4) Kepala

Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak

5) Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik, konjungtiva anemis.

6) Mulut dan lidah

Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor

7) Telinga

Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan katus mata, keluar cairan, terjadi
gangguan pendengaran

yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.

8) Hidung

Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris, mukosa hidung
berwarna merah muda.

9) Leher

Biasanya terjadi pembesaran KGB

10) Dada

a) Thoraks

(1) Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan

(2) Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama

(3) Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi.

b) Jantung

Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung

I: Ictus cordis tidak terlihat

P: Ictus cordis di SIC V teraba

P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal
linea

midclavicularis kiri. Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea
parasternalis kanan,

batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan.

A: BJ II lebih lemah dari BJ I


11) Abdomen
biasanya lemas dan datar, kembung

12) Anus
biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak

13) Ekstermitas :
a) Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
b) Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.

c. Penilaian tingkat kesadaran


1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadarsepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,

mampu memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.

5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon

terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek

muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai

GCS: ≤ 3.

d. Penilaian kekuatan otot

Anda mungkin juga menyukai