Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MASALAH


DEMAM TYPHOID

Dosen pengampu :
Ns. Wahyu Dwi Fatimah,M.Kep

Disusun oleh kelompok 2 :


Galuh Mustikaningtyas (2020206203053)
Hadi Prasetyo (2020206203054)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG
TAHUN AJARAN 2021/2022

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami  dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Keperawatan Anak 1. Makalah ini berisikan tentang
Asuhan Keperawatan Anak Dengan Masalah Deama Typhoid,
diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua.
Dalam menyelesaikan makalah ini, banyak kesulitan yang kami
hadapi. Namun berkat dukungan teman-teman, sehingga makalah ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif
agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna. Harapan kami,
mudah-mudahan makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua

Pringsewu, Maret 2022

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1
1. Latar Belakang ..............................................................................................1
2. Rumusan Masalah .........................................................................................2
3. Tujuan ...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................3
1. Definisi Lelaki Suka Lelaki (LSL) ................................................................3
2. Jenis-Jenis Homoseksual................................................................................3
3. Faktor penyebab terjadinya Lelaki Suka Lelaki (LSL)..................................4
4. Pola kehidupan kelompok Lelaki Suka Lelaki (LSL)....................................4
5. Definisi Napza................................................................................................5
6. Jenis-Jenis Napza...........................................................................................6
7. Hubungan Napza dan HIV AIDS...................................................................9

BAB III PENUTUP ...................................................................................................10


1. Kesimpulan....................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................11

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan
masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),
usia bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-
11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berbeda antara anak satu
dengan lain mengingat latar belakang anak berbeda. (Hidayat, Alimul Aziz A.
2009).
Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan, perkembangan dan
rentang sakit. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam
jumlah, besar, ukuran, atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu,
bersifat kuantitatif sehingga bisa di ukur dengan ukuran berat (gram,
kilogram), ukuran, panjang (cm, meter). Perkembangan adalah bertambahnya
kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur. Dalam proses berkembangnya anak memiliki ciri fisik, kognitif,
konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. (Cahyaningsih, Sulistyo Dwi,
2011). Rentang sehat sakit merupakan batasan yang dapat diberikan bantuan
pelayanan keperawatan pada anak, adalah suatu kondisi anak berada dalam
status kesehatan yang meliputi sejahtera, sehat optimal, sehat, sakit, sakit
kronis dan meninggal. Rentang ini suatu alat ukur dalam menilai status
kesehatan yang bersifat dinamis dalam setiap waktu, selama dalam batas
rentang tersebut anak membutuhkan bantuan perawat baik secara langsung
maupun tidak langsung (Hidayat, Alimul Aziz A, 2009).
Penyakit menular tropis masih merupakan salah satu masalah kesehatan
utama di negara yang beriklim tropis. Salah satu penyakit menular tropis
tersebut adalah demam tifoid, yang disebabkan oleh Salmonella typhi.
Demam tifoid banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat, baik di
perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan
sanitasi lingkungan yang kurang, hygiene pribadi serta perilaku masyarakat.
(Mutiarasari dan Handayani, 2017).
Komplikasi serius dapat terjadi hingga 10%, khususnya pada individu yang
menderita tifoid lebih dari 2 minggu dan tidak mendapat pengobatan yang
adekuat. Case Fatality Rate (CFR) diperkirakan 1–4% dengan rasio 10 kali
lebih tinggi pada anak usia lebih tua (4%) dibandingkan anak usia ≤4 tahun
(0,4%). Pada kasus yang tidak mendapatkan pengobatan, CFR dapat
meningkat hingga 20%.
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 memperlihatkan bahwa gambaran 10
penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit, prevalensi kasus
demam thypoid sebesar 5,13%.
Di Indonesia insidensi kasus demam typhoid masih termasuk tinggi di
Asia, yakni 81 kasus per 100.000 populasi per tahun. Prevalensi Demam
Tifoid Anak di Indonesia lebih sering pada anak kelompok usia Sekolah yaitu
Dimana demam typoid pada kelompok usia Sekolah yaitu 62.0% (98 orang)
dan prasekolah sekitar 38.0%. (60 orang). Berdasarkan jenis kelamin

1
didapatkan laki-laki yaitu 57.6% sedangkan perempuan 42.4%. (Rachman
Yudhistira Nugraha, 2017). Sedangkan untuk angka insidensi terbanyak
Demam tifoid di Indonesia adalah usia 2 – 15 tahun (Purba, dkk., 2016).
Demam tifoid juga merupakan salah satu penyakit menular penyebab
kematian di Indonesia (6% dengan n = 1.080), khusus pada kelompok usia 5–
14 tahun tifoid merupakan 13% penyebab kematian pada kelompok tersebut
(Retnosari & Tumbelaka, 2000; Depkes RI, 2008; Ahmad, et al., 2016).
Penyakit tifoid termasuk penyakit yang mengakibatkan angka kejadian
luar biasa (KLB) yang terjadi di Kalimantan Timur, pada tahun 2012
menempati urutan ke 7 dari 10 penyakit yang tercatat. Meskipun hanya
menempati urutan ke 7, penyakit tifoid menemukan perawatan yang
komprehensif, mengingat penularan Salmonella thypi ada satu sumber
penularan Salmonella thypi yaitu pasien yang menderita demam tifoid namun
masih mengeksresikan Salmonella thypi dalam tinja selama lebih dari satu
tahun (Depkes, 2012). Dari data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota
(2012) menunjukkan kasus typoid mencapai 911 kasus, yang terjadi pada
anak usia 6-12 tahun.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam studi
kasus ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan demam
typhoid.

1.3. TUJUAN PENULISAN


1.3.1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan
pada anak dengan demam typhoid.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penulisan ini adalah :
-Mendapatkan pemahaman dan pengalaman dalam melakukan
pengkajian pada anak dengan demam typhoid.
-Mendapatkan pemahaman dan pengalaman dalam merumuskan
diagnosa keperawatan pada anak demam typhoid.
-Mendapatkan pemahaman dan pengalaman dalam menyusun
perencanaan keperawatan pada anak demam typhoid.
-Mendapatkan pemahaman dan pengalaman dalam melaksanakan
intervensi keperawatan pada anak demam typhoid.
-Mendapatkan pemahaman dan pengalaman dalam mengevaluasi
hasil keperawatan pada anak demam typhoid.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR DEMAM TYPHOID

2.1.1 Definisi
Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan
gangguan keasadaran. Demam thypoid disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi. (Lestari Titik, 2016).
Thypoid fever atau demam tifoid adalah penyakit infeksi
akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih
disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan gangguan
kesadaran. (Wijayaningsih kartika sari, 2013).

2.1.2 Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri
samonella typhi. Bakteri salmonella typhi adalah berupa basil gram
negatif, bergerak dengan rambut getar, tidakberspora, dan
mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang
terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella),
dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapatzat (aglutinin)
terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada
suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41 derajat
celsius (optimum 37 derajat celsius) dan pH pertumbuhan 6-8.
Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang
rendah, feses, urin, makanan/minuman yang terkontaminasi,
formalitas dan lain sebagainya. (Lestari Titik, 2016).

2.1.3 Patafisiologi

Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut


melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh salmonella
(biasanya ˃10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat
dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke
usus halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus
kurang baik, maka basil salmonella akan menembus selsel epitel
(sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang
biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelenjar
getah bening mesenterika. (Lestari Titik, 2016).
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening
mesenterika mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran
darah (bakterimia) melalui duktus thoracicus dan menyebar ke
seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati, sumsum
tulang, dan limfa melalui sirkulasi portal dari usus. (Lestari Titik,
2016).
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat
plasma, dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan
pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini, kuman salmonella
thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga
mengakibatkan bakterimia ke dua yang disertai tanda dan gejala
infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
3
instabilitas vaskuler dan gangguan mental koagulasi). (Lestari
Titik, 2016).
Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh
darah di sekitar plak peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan
hiperplasia. Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke
lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi. Endotoksin
basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat
mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik
kardiovaskuler, pernafasan, dan gangguan organ lainnya. Pada
minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hiperplasia plak
peyeri, di susul kembali, terjadi nekrosis pada minggu ke dua dan
ulserasi plak peyeri pada mingu ke tiga. selanjutnya, dalam minggu
ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan
meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat di tularkan
melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food
(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat) dan melalui Feses. (Lestari Titik, 2016).

2.1.4 Metafase Klinik

Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada


orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman
yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan
gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala
klinis yang biasanya di temukan, yaitu: (Lestari Titik, 2016).
A. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3
minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali.
Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore
dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun
dan normal kembali.
B. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir
kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput
putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen
dapat di temukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa
membesar disertai nyeri dan peradangan.

C. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis
sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah
(kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Gejala yang juga dapat ditemukan pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu
bintikbintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler
kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam,
kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.

4
D. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit
demam thypoid, akan tetap berlangsung ringan dan lebih
singkat. Terjadinya pada minggu kedua setelah suhu badan
normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut
teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-
organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat
maupun oleh zat anti.

2.1.5 Pathway Demam Typhoid

5
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Demam Typhoid

2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama di dalam
memberikan asuhan keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data
tentang status kesehatan pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat,
singkat, dan berkesinambungan. Pengumpulan data ini juga harus dapat
menggambarkan status kesehatan klien dan kekuatan masalah-masalah
yang dialami oleh klien. (Hutahaean Serri, 2010).
Menurut sodikin 2012 pengkajian pada anak demam typhoid antara lain:
1. Identifikasi, sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun.
2. Keluhan utama
Berupa perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kapala,
pusing dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang
(terutama selama masa inkubasi). Pada kasus yang khas, demam
berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhu
tubuhnya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur baik setiap harinya biasanya menurun pada pagi
hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu
kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Saat minggu ke
tiga, suhu beragsur turun dan normal kembali pada akhir minggu
ke tiga. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak
berada dalam kedaaan yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi
stupor, koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping gejala-gejala
tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Kadang-kadang
ditemukan pula bradikardia dan epitaksis pada anak besar.
3. Pemeriksaan fisik:
A. Kepala Melihat kebersihan kulit kepala, distribusi
rambut merata dan warna rambut.
B. Wajah, melihat ke semetrisan kiri dan kanan.
C. Mata, terlihat sklera putih, konjuntiva merah muda,
dan reflek pupil mengecil ketika terkena sinar.
D. Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta
bibir kering, dan pecah-pecah (ragaden). Lidah
tertutup selaput putih kotor, sementara ujung dan
tepinya berwarna kemerahan dan jarang disertai
tremor.
E. Leher, tidak adanya distensi vena jugularis.
F. Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut
kembung. Bisa terjadi konstipasi, atau mungkin
diare atau normal.
G. Hati dan limfe membesar disertai dengan nyeri pada
perabaan.
H. Ektermitas, pergerakan baik antara kiri dan kanan.
I. Integumen, akral teraba hangat dan terdapat pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan
reseola (bintik-bintik kemerahan karena emboli
basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada
minggu pertama demam).

6
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat
gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan
aneosinofillia pada permukaan yang sakit.
b. Darah untuk kultur (biakan darah, empedu)
dan widal.
c. Biakan empedu basil salmonella typhosa
dapat ditemukan dalam darah pasien pada
minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih
sering ditemukan dalam urine dan feses.
d. Pemeriksaan widal Untuk membuat
diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan
ialah titer zat anti terhadap antigen O yang
bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan
kenaikan yang progresif (Nursalam
Susianingrum, Rekawati Utami, Sri, 2008).

2.2.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif
dan objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk
menegakkan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan
proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien,
keluarga, rekam medis, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.
(Hutahaean Serri, 2010) Berdasarkan Nanda NIC NOC 2016 diagnosa
keperawatan yang muncul yaitu :
A. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
B. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
C. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrisi.
D. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan
cairan.
E. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,
lingkungan yang asing, prosedur-prosedur tindakan.
F. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.

2.2.3 Intervensi
Berdasarkan NANDA NIC NOC 2016, intervesi keperawatan antara lain adalah:
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi

7
1. Hipertermia NOC (Nursing NIC (Nursing Intervention
berhubungan dengan Outcome Classification) : Classification) :
proses penyakit. Kriteria hasil : 1.1. Kaji warna kulit
Batasan karakteristik:  Suhu tubuh 1.2. Monitor suhu tubuh
 Konvulsi dalam rentang normal, minimal tiap 2 jam.
 Kulit kemerahan antara 36,5 - 37,5 derajat 1.3. Monitor TD, N dan
 Peningkatan celsius. RR.
suhu tubuh di  Nadi dan 1.4. Identifikasi adanya
atas kisaran normal. pernafasan dalam rentang penurunan tingkat kesadaran.
 Kejang normal. 1.5. Tingkatkan intake
 Takikardi  Tidak cairan dan nutrisi.
 Takipnea ada perubahan warna 1.6. Beri kompres hangat pada
 Kulit kulit dan tidak ada sekitar axilla dan lipatan
terasa hangat. pusing. paha.
1.7. Beri pakaian yang tipis
dan menyerap keringat.
1.8. Kolaborasi
pemberian oabt
antiperetik.

2. Nyeri akut NOC (Nursing NIC (Nursing Intervention


berhubungan dengan Outcome Classification) : Classification) :
agen pencedera Kriteria hasil : 2.1. Lakukakan pengkajian
fisiologis.  Mampu nyeri secara komprehensif
Batasan karakteristik : mengontrol nyeri termasuk lokasi,
 Perubahan  Melaporkan karakteristik, durasi,
selera makan. nyeri berkurang dengan frekuensi, kualitas dan
 Perubahan menggunakan faktor presipitasi.
tekanan darah menegemen nyeri. 2.2. Observasi reaksi non
 Perubahan  Mampu verbal dari ketidaknyamanan.
frekuensi pernafasan. mengenali nyeri. 2.3 Gunakan komunikasi
 Perilaku distraksi  Menyatakan terapeutik untuk mengetahui
(berjalan rasa nyaman setelah nyeri pengalaman nyeri pasien.
mondar-mandir). berkurang. 2.4. Kontrol lingkungan yang
. Mengekpresikan dapat mempengaruhi nyeri
perilaku (gelisah, seperti suhu ruangan,
meringis). pencahayaan dan
 Masker kebisingan.
wajah (mata kurang 2.5. Ajarkan tehnik non
bercahaya, gerakan farmakologi.
mata berpencar atau 2.6. Kolaborasi pemberin obat
tetap pada satu fokus analgetik.
meringis).

8
 Sikap
melindungi nyeri.
 Melaporkan
nyeri secara
verbal.
 Perubahan
posisi untuk
menghindari nyeri.

3. Defisit nutrisi NOC (Nursing Outcome NIC (Nursing Intervention


berhubungan dengan Classification) : Classification) :
ketidakmampuan  Adanya 3.1. Kaji adanya alergi
mengabsorbsi nutrisi peningkatan berat makanan.
Batasan karakteristik : badan. 3.2. Monitor adanya
 Nyeri abdomen  Mampu penurunan berat badan.
 Menghindari mengidentifikasi 3.3. Monitor interaksi anak
makanan. kebutuhan nutrisi, tidak dengan orang tua.
 Diare ada tanda malnutrisi. 3.4. Monitor kulit kering,
 Bising  Tidak turgor kulit.
usus hiperaktif. terjadi penurunan berat 3.5. Catat jika ada mual dan
 Kurang badan berarti. muntah.
minat pada makanan. 3.6. Anjurkan makan
 Membran sedikit tapi sering
mukosa pucat. 3.7. Kolaborasi dengan ahli
 Cepat gizi untuk menentukan jumlah
kenyang setelah makan kalori dan nutrisi yang
 Kelemahan dibutuhkan.
otot menelan.

9
4.. Konstipasi berhubungan NOC (Nursing Outcome NIC (Nursing Intervention
dengan ketidakcukupan Classification) : Classification) :
asupan cairan.  Mempertahankan 4.1. Identfikasi faktor
Batasan karakteristik : bentuk feses yang penyebab dari
 Nyeri abdomen lunak 1-3 hari. konstipasi.
 Anoraksia  Bebas 4.2. Monitor bising usus.
 Perubahan pada dari ketidaknyamanaan 4.3. Monitor feses,
pola defekasi. dari konstipasi. frekuensi,
 Rasa rektal penuh.  Feses lunak konsistensi dan volume.
 Feses keras dan dan berbentuk. 4.4. Anjurkan klien/keluarga
berbentuk.  Mengidentifikasi untuk mencatat warna,
 Masa abdomen indikator untuk volume, frekuensi dan
yang dapat diraba. mencegah konstipasi. konsistensi tinja.
 Perkusi pekak. 4.5. Kolaborasi pemberian
 Nyeri saat obat laktasif.
defekasi.
 Bising usus
hipoaktif.
 Mengejan pada
saat defekasi.
5. Cemas berhubungan NOC (Nursing NIC (Nursing Intervention
dengan perpisahan Outcome Classification) :
dengan orang tua, Classification) : 5.1. Gunakan
lingkungan asing,  Anak pendekatan yang
prosedur-prosedur istirahat dengan tenang menenangkan.
tindakan  Anak 5.2. Pertahankan sikap yang
Batasan karakteristik : mendiskusikan prosedur tenang dan menyakinkan.
 Gelisah dan aktivitas tanpa 5.3. Jelaskan prosedur dan
 Melihat sepintas adanya kecemasan aktivitas kain sebelum
 Kontak mata memulai.
yang buruk 5.4. Jawab pertayaan dan
 Ketakutan jelaskan tujuan aktivitas.
 Berfokus pada 5.5. Anjurkan orang
diri sendiri terdeekat bagi anak untuk tetap
 Peningkatan bersama anak sebanyak
kewaspadaan mungkin.
 Wajah tegang 5.6. Memenuhi kebutuhan
 Gemetar bermain.
 Penigkatan
keringat
 Jantung berdebar

10
6. Resiko kekurangan NOC (Nursing NIC (Nursing Intervention
volume cairan Outcome Classification) :
berhubungan dengan Classification) : 6.1. Kaji status cairan
intake yang tidak  Tekanan darah, termasuk intake dan output.
adekuat dan nadi, suhu tubuh 6.2. Monitor vital sign.
peningkatan suhu dalam batas 6.3. Monitor status dehidrasi
tubuh. normal. (kelembaban membran
Batasan karakteristik : Tidak ada tanda- mukosa).
 Kehilangan tanda dehidrasi, 6.4. Dorong keluarga
cairan secara aktif. elastisitas turgor kulit untuk membantu pasien
 Kurang baik, membram mukosa makan.
pengetahuan. lembab, tidak ada rasa 6.5. Kolaborasi pemberian
 Berat haus yang berlebihan. berikan cairan IV
badan ekstrem.
 Kegagalan
fungsi regulator.
 Kehilangan
cairan melalui rute
abnormal (slang
menetap).

2.2.4 Implementasi
Implementasi adalah proses membantu pasien untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Tahap ini dimulai setelah rencana tindakan
disusun. Perawat mengimplementasi tindakan yang telah diindentifikasi
dalam rencana asuhan keperawtan. Dimana tujuan implementasi
keperawatan adalah meningkatkan kesehatan klien, mencegah penyakit,
pemulihan dan memfasilitasi koping klien (Hutahaean Serri, 2010).
Dalam implementasi rencana tindakan keperawatan pada anak
demam typhoid adalah mengkaji keadaan klien, melibatkan keluarga
dalam pemberian kompres hangat, menganjurkan klien memakai pakaian
tipis, mengobservasi reaksi non verbal, mengkaji intake dan output klien,
dan membantu keluarga dalam memberikan asupan kepada klien.

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan


merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan
dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat mengevaluasi
kemajuan pasien terhadap tindakan keperawtan dalam mencapai tujuan
dan merevisi data dasar dan perencanaan (Hutahaean Serri, 2010). Tujuan
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mecapai tujuan.
Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakajn hubungan dengan klien.

Hasil yang diharapkan pada anak setelah dilakukan tindakan


keperawatan adalah orang tua mengatakan demam berkurang dengan suhu
36,5 °C, orang tua mengatakan nyeri sudah berkurang dan membantu
mengontrol nyeri dengan tehnik non farmakologi, orang tua mengatakan
11
tidak terjadi penurunan BB secara signifikan. Tindakan selanjutnya
mengobservasi keluhan klien dan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien.

12
DAFTAR PUSTAKA

Lestari Titik. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogjakarta: Nuha Medika.

Purba, dkk. (2016). Program Pengendalian Demam Tipoid di indonesia: tantangan dan
Peluang. Media Litbangkes, Vol. 26 No. 2.

Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal dan


Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika.

Handu,K. 2018. Asuhan keperawatan pada pasien anak dengan demam typhoid di
rumah sakit samarinda medika citra. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan
Kalimantan Timur. Samarinda.

13
14
15

Anda mungkin juga menyukai