Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENYAKIT INFEKSI PADA KEHAMILAN, PERSALINAN DAN PASCA


PERSALINAN

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Penyakit Dalam

Dosen Pengampu :

dr. Kiki Pontiana Kurniawan, MARS

Disusun Oleh :

Kelompok 5

Feby pricillia P17324421039

Maula Alfiani Rosyida P17324421045

JALUM 3B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

PRODI KEBIDANAN KARAWANG

TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan
kita kesehatan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Penyakit dalam.
Dalam makalah ini mengulas tentang Penyakit Infeksi pada Kehamilan, Persalinan dan Pasca
Persalinan.

Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penyusun juga berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan
dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah pada
tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Karawang, 13 Juli 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

DAFTAR ISI ...........................................................................................................3

BAB I .......................................................................................................................4

PENDAHULUAN ...................................................................................................5

1.1 Latar Belakang .............................................................................................5


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 5

BAB II ...................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ...................................................................................................... 6

2.1 Demam Tifoid pada Kehamilan, Persalinan dan Pasca Persalinan ............... 6
2.2 Infeksi Saluran Kemih Kehamilan, Persalinan dan Pasca Persalinan ...........11
2.3 Leukorhoe Kehamilan, Persalinan dan Pasca Persalinan ..............................15
BAB III .................................................................................................................... 19

PENUTUP ............................................................................................................... 19

3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 19


3.2 Saran ............................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi adalah masuk dan berkembangbiaknya mikrobakteri patogen ke dalam tubuh
yang dapat menyebabkan sakit. Setiap ibu bersalin yang mendapat pelayanan medis
akan dihadapkan pada resiko infeksi penyakit berbahaya. Penyakit - penyakit berbahaya
seperti Hepatitis dan HIV/AIDS dapat ditularkan melalui tindakan medis diantaranya
tindakan pada saat melakukan pertolongan persalinan. Akibat terbesar dari penyakit
infeksi yaitu dapat menyebabkan kematian. Penyakit infeksi masih menyokong 10%
kematian ibu di Indonesia, baik pada masa ibu hamil, bersalin dan nifas. Dimana
infeksi patogen dapat berasal dari penolong, ibu dan tempat persalinan.
Tindakan pencegahan infeksi pada saat pertolongan persalinan sangat penting dan
menjadi prosedur yang harus dipatuhi oleh bidan. Pencegahan infeksi adalah upaya
untuk menghindari dan meminimalkan kontaminasi patogen pada ibu, bayi baru lahir,
keluarga, penolong persalinan dan petugas lain yang terlibat dalam asuhan persalinan.
Prosedur yang dimaksud untuk mengurangi atau memutus rantai penularan penyakit
infeksi adalah dengan tindakan pencegahan infeksi, antara lain melalui tindakan cuci
tangan, penerapan teknik aseptik, pemrosesan alat-alat yang digunakan dan pengolahan
limbah. Disamping itu juga untuk mencegah penularan penyakit infeksi dengan
penggunaan APD bagi petugas Kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


Apa yang dimaksud penyakit infeksi demam tifoid,infeksi saluran kemih dan
leukorhoe pada masa kehamila,persalinan dan pasca persalinan ?
1.3 Tujuan
Mengetahui penyakit infeksi pada demam tifoid,infeksi salurah kemih dan leukorhoe
pada kehamilan, persalinan, pasca persalinan.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Demam tifoid


a. Pengertian

Demam Tifoid Demam tifoid (typhoid fever) merupakan penyakit infeksi sistemik
yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi bakteri ini terdapat pada makanan dan
minuman dengan kebersihan yang buruk dan daerah dengan sanitasi yang kurang baik.
Penyakit ini merupakan salah satu penyebab kematian dibeberapa Negara berkembang
seperti Asia Tenggara termasuk Indonesia. (Sri Darmawati, 2021).

Penyakit demam tifoid yang biasa disebut tipes merupakan penyakit menyerang
bagian saluran pencernaan. Selama terjadi infeksi, bakteri salmonella typhi
bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuclear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke
aliran darah. Demam tifoid termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-
undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini
merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga
dapat menimbulkan wabah (Idrus, 2020).

Daniel Elmer seorang ahli patologi dari Amerika menyebutkan genus Salmonella
dari golongan bakteri gram negative sebagai penyebab utama terjadinya demam tifoid.
Demam tifoid umumnya dikenal oleh masyarakat luas dengan istilah penyakit tipes.
Pada daerah endemik, penyakit ini seringkali terjadi ketika awal musim hujan ataupun
musim kemarau. Penyakit ini menyerang anak-anak maupun orang dewasa melalui
makanan, feses, urin maupun air yang sudah terinfeksi. Bakteri penyebab demam tifoid
akan menempel pada makanan, kemudian apabila termakan saat kekebalan tubuh lemah
maka akan mudah terinfeksi. Penyakit ini banyak menyerang anak-anak karena
kekebalan tubuh anak-anak belum sekuat orang dewasa ditambah jajan sembarangan
pada lingkungan yang kurang terjaga kebersihannya ataupun tidak mencuci tangan
sebelum makan (Nafiah, 2018). Gejala khas demam tifoid adalah nyeri di perut dan
demam tinggi, dengan demam menjadi ciri utama pada tahap awal. Biasanya, masa
inkubasi adalah 1-14 hari. Gejala prodromal non-spesifik dapat dikaitkan dengan
demam tifoid seperti menggigil, sakit kepala terus-menerus, ketidaknyamanan pada
abdomen, sembelit, diare, kelemahan, pusing, mual dan batuk. Diagnosis yang
terlambat atau kegagalan untuk merespon pengobatan dapat menyebabkan komplikasi

5
serius yang meliputi disfungsi serebral, perforasi dinding usus, perdarahan
gastrointestinal dan syok. Perforasi ileum terminal adalah komplikasi paling umum dari
demam enteric (Mukhopadhyay, 2019).

b. Etiologi

Adapun penyebab dari demam tifoid adalah Salmonella typhi dari genus salmonella.
Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif tidak membentuk spora, motil, berkapsul
dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup
sampai beberapa minggu dialam bebas seperti didalam air, sampah, dan debu. Bakteri
ini dapat mati dengan suhu 60o C selama 15 menit (Rahmat dkk, 2019).

Bakteri Salmonella typhi biasa ditemukan pada tinja dan urin, menular melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja atau urin yang terkontaminasi atau
tercemar. Pencemaran bakteri ini seringkali melalui muntahan, urin, dan kotoran yang
kemudian terbawa dikaki-kaki lalat dan mencemari makanan, minuman, buah maupun
sayuran (Zainurakhma, 2021).

c. Patofisiologi

Bakteri Salmonella typhi akan masuk kedalam tubuh melalui oral bersama degan
makanan atau minuman yang terkontaminasi. Sebagian bakteri akan dimusnahkan
dalam lambung oleh asam lambung. Sebagian bakteri salmonella yang lolos akan
segera menuju ke usus halus tepatnya di ileum dan jejenum untuk berkembang biak.
Jika sistem imun humoral mukosa (IgA) tidak lagi baik dalam merespon, maka bakteri
akan menginvasi kedalam sel epitel usus halus (terutama sel M) dan ke lamina propia.
Di lamona propia bakteri akan difagositosis oleh makrofag. Bakteri yang lolos dapat
berkembang biak didalam makrofag dan masuk ke sirkulasi darah (bakterimia I).
bakterimia I dianggap sebagai masa inkubasi yang dapat terjadi selama 7-14 hari,
bakteri ini juga dapat menginvasi bagian usus yang bernama plak payer. Setelah
menginvasi plak payer, bakteri dapat melakukan tranlokasi ke dalam folikel limfoid
intestine dan aliran limfe mesenterika dan beberapa bakteri melewati sistem
retikuloendotial di hati dan limpa. Pada fase ini bakteri juga melewati organ hati dan
limpa. Di hati dan limpa, bakteri meninggalkan makrofag yang selanjutnya berkembang
biak di sinusoid hati. Setelah dari, bakteri akan masuk ke sirkulasi darah untuk ke dua
kalinya (bakterimia II).

6
Ketika bacteremia II, makrofag mengalami hiperaktivasi dan saat makrofag
memfagositosis bakteri, maka terjadi pelepasan mediator inflamasi salah satunya dalam
sitokin. Pelepasan sitokin ini yang menyebabkan demam, malaise, myalgia, sakit
kepala, dan gejala toksimia. Plak payer dapat mengalami hyperplasia pada minggu
pertama dan dapat terus berlanjut hingga terjadi nekrosis di minggu kedua. Lama
kelamaan dapat timbul ulserasi yang pada akhirnya dapat terbentuknya ulkus diminggu
ketiga. Terbentuknya ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi. Hal ini
meupakan salah satu komplikasi yang cukup berbahaya dari demam tifoid (Levani &
Prastya, 2020).

d. Klasifikasi

Klasifikasi Menurut WHO ada beberapa klasifikasi demam tifoid dengan perbedaan
gejala klinis diantaranya :

1). Demam tifoid akut non komplikasi, ditandai dengan adanya demam berkepanjangan
abnormalis, diare pada anak-anak, sakit kepala, malaise, dan anoreksia.

2). Demam tifoid dengan komplikasi, kondisi penderita dapat berkembang menjadi
komplikasi parah, tergantung pengobatan serta keadaan klinisnya hingga 10% pasien
dapat mengalami komplikasi, seperti melena, perforasi usus, dan adanya nyeri pada
abdomen.

e. Gejala dan Tanda Klinis

Demam tifoid disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella enterica, terutama


serotype Salmonella Typhi. Masa inkubasi 7-21 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan
terlama 60 hari, rata-rata masa inkubasi 14 hari dengan gejala klinis sangat bervariasi
dan tidak spesifik seperti demam, sakit kepala, abdomen terasa nyeri atau
ketidaknyamanan, perut membesar, erupsi kulit (Zainurakhma, 2021).

Pada minggu pertama gejala yang muncul yaitu demam, nyeri kepala, anoreksia,
mual, muntah, diare, konstipasi dan suhu badan meningkat (39 – 41o C), disertai denyut
jantung yang lambat dan kelelahan, epistaksis, konstipasi, diare. Setelah minggu kedua
gejala makin jelas berupa demam remiten, lidah nampak kering dan dilapisi selaput
tebal, pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri tekan pada abdomen bagian
kanan bawah, kemudian demam turun berangsurangsur pada minggu ketiga. Menurut

7
Rahmat dkk (2019) manifestasi klinis demam tifoid pada anak tidak khas dan sangat
bervariasi, tetapi biasanya didapatkan trias tifoid, yaitu :

1). demam lebih dari 5 hari (demam enteric).

2). gangguan pada saluran cerna.

3). Diare atau konstipasi.

4). Hepatomegali atau slenomegali.

5). Dapat disertai atau tanpa adanya gangguan kesadaran

6). Serta bradikardia relatif

Umumnya perjalanan penyakit ini berlangsung dalam jangka waktu pendek dan
jarang menetap lebih dari 2 minggu. Manifestasi klinis dari demam tifoid bervariasi
dari gejala ringan seperti demam, malaise, batuk kering serta rasa tidak nyaman ringan
di perut. Faktor tersebut antara lain durasi penyakit sebelum dimulainya terapi yang
tepat, pemilihan antimikroba, usia, paparan atau riwayat vaksinasi (Rahmat dkk, 2019).

Gejala demam tifoid pada anak yaitu selama masa inkubasi ditemukan gejala berupa
rasa tidak enak badan. Gejala khas pada anak biasanya di minggu pertama berupa
demam yang menurun menjelang pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari.
Pada minggu kedua anak terus berada dalam kondisi demam yang turun secara
berangsur- angsur pada minggu ketiga. Gejala lainnya lidah kotor yaitu lidah yang
ditutupi selaput kecoklatan, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai kejang. Timbul
rasa nyeri pada perabaan dihati dan limpa yang mengalami pembesaran. Biasanya anak
juga mengalami diare (Febri & Marendra, 2017)

f. Pemeriksaan laboratorium

a) Pemeriksaan darah tepi


Pemeriksaan darah tepi seperti jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit umumnya
tidak spesifik untuk mendiagnosis demam tifoid. Leukopenia sering ditemukan
pada kasus demam tifoid, tetapi jumlah leukosit jarang kurang dari 2.500/mm3.
Kondisi leukopenia dapat menetap 1 sampai 2 minggu setelah infeksi. Pada
kondisi tertentu, jumlah leukosit dapat ditemukan meningkat
(20.000-25.000/mm3). Hal ini dapat berkaitan dengan adanya abses pyogenic atau
adanya infeksi sekunder pada usus. Selain hitung jumlah leukosit yang tidak

8
normal, anemia normokromik normositer dapat ditemukan beberapa minggu
setelah infeksi demam tifoid. Kondisi ini dapat disebabkan oleh pengaruh sitokin
dan mediator inflamasi sehingga menyebabkan depresi sumsum tulang belakang.
Selain itu, kondisi ini juga dapat berkaitan dengan perdarahan dan perforasi usus.
Adanya trombositopenia pada pasien demam tifoid menandakan adanya
komplikasi penyakit koagulasi intravaskuler (disseminated intravascular
coagulation).
b) Pemeriksaan serologi widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji
widal ini memiliki sensitivitas dan sensitivitas rendah. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan melihat aglutinasi dalam serum penderita aglunitin yang dideteksi yaitu
aglutinin O, aglutinin H dan aglutinin Vi. Namun interpretasinya hanya dari
aglutinin O dan H saja. pemeriksaan widal sebaiknya mulai dilakukan pada
minggu pertama demam. Hal ini dikarenakan aglutinin baru meningkat pada
minggu pertama dan akan semakin tinggi hingga minggu keempat. Pembentukan
aglutinin dimulai dari aglutinin O dan diikuti dengan aglutinin H. Pada penderita
demam tifoid yang telah bebas demam, aglutinin O akan tetap ditemukan hingga
4-6 bulan sedangkan aglutinin H 9-12 bulan. Oleh karena itu, uji widal tidak dapat
dijadikan acuan kesembuhan pasien demam tifoid.
c) Uji typhidot
Uji typhidot dilakukan untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat
pada protein membran bakteri Salmonella typhi. Uji ini dapat dilakukan dengan
hasil positif 2-3 hari pasca terinfeksi dengan sensitivitas 98%, spesifisitas sebesar
76,6%. Uji ini hampir sama dengan uji tubex.
d) Pemeriksaan kultur
Pemeriksaan kultur merupakan pemeriksaan gold standard dalam menegakkan
diagnosis demam tifoid. Pemeriksaan kultur memiliki tingkat spesifisitas 100%.
Pemeriksaan kultur Salmonella typhi dari darah dan feses pada minggu pertama
infeksi memiliki tingkat sensitivitas sebesar 85-90% dan kemudian menurun
sekitar 20-30% seiring berjalannya waktu. Selain dari darah dan feses,
pemeriksaan kultur juga dapat dilakukan dengan menggunakan sampel urin dan
cairan aspirasi sumsum tulang belakang. Pemeriksaan kultur dari sampel urin
umumnya kurang sensitif (25 – 30%).

g. Pencegahan

9
Upaya pencegahan demam tifoid dilakukan dengan menerapkan pola hidup bersih
dan sehat, serta pemberian vaksin tifoid. Namun vaksin tidak dapat dilakukan pada
wanita hamil karena kontraindikasi, selain itu juga masih sulit dijangkau baik dari segi
harga maupun ketersediaan di Indonesia. Sehingga hal yang paling dapat dilakukan
pada pasien wanita hamil dengan demam tifoid adalah perubahan perilaku hidup yaitu
hidup bersih dan sehat. Terdapat sepuluh perilaku hidup bersih dan sehat di rumah
tangga menurut Depkes RI, dan perilaku yang berhubungan dengan kasus ini adalah:

a. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, adalah persalinan yang ditolong oleh
tenaga kesehatan seperti bidan, dokter, dan tenaga para medis lainnya.
b. Cuci tangan dengan sabun. Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan
bakteri penyebab penyakit.
c. Tersedia air bersih. Air bersih secara fisik dapat dibedakan melalui indera kita,
antara lain:
• Air tidak berwarna, harus bening/jernih.
• Air tidak keruh, harus bebas dari pasir, debu, lumpur, sampah, busa dan kotoran
lainnya.
d. Tersedia jamban. Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas
pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk
dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkap dengan unit
penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.
e. Makanlah dengan gizi seimbang. Setiap anggota rumah tangga mengkonsumsi
minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari.
f. Aktivitas fisik setiap hari, adalah anggota keluarga melakukan aktivitas fisik 30
menit setiap hari agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari.
g. Tidak merokok. Rokok ibarat pabrik bahan kimia. Dalam satu batang rokok yang
diisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya, di antaranya yang
paling berbahaya adalah Nikotin, Tar, dan Carbon Monoksida (CO).

h. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan demam tifoid terdiri dari terapi nonmedikamentosa (edukasi, tirah


baring, diet rendah serat, perilaku hidup bersih dan sehat), dan terapi medikamentosa.
Terapi farmakologis untuk demam tifoid adalah terapi antibiotik, glukokotikosteroid,
dan simptomatis. Tidak semua pasien demam tifoid perlu dirawat di pelayanan

10
kesehatan. Indikasi dilakukan rawat inap adalah demam tifoid dengan kedaruratan,
demam tifoid dengan komplikasi, demam tifoid klinis, demam tifoid dengan konfirmasi
(telah ada hasil biakan).

Pada pasien ini, dilakukan rawat inap atas indikasi kedaruratan yaitu pasien tidak
dapat mengonsumsi peroral akibat rasa mualnya, serta klinis yang khas demam tifoid.
Antibiotik lini pertama untuk demam tifoid adalah kloramfenikol, ampisilin atau
amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang hamil), atau
trimetroprimsulfametoxazole (kotrimoksazol). Bila pemberian salah satu antibiotik lini
pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik
lini kedua yaitu ceftriaxone, cefotaxime (diberikan untuk dewasa dan anak), kuinolon
(tidak dianjurkan untuk anak < 18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan
tulang).

2.2 Infeksi Saluran Kemih

a. Definisi

Infeksi saluran kemih merupakan suatu kondisi pada bagian traktus urinarius yang
telah terinfeksi oleh bakteri. Hal ini sering terjadi saat pertahanan tubuh host menurun
terutama pada ibu hamil. Hal ini ditandai dengan adanya jumlah bakteri yang bermakna
dalam urin, dengan nilai kemaknaan kultur urin positif ≥105 colony forming unit
(cfu)/ml urin.

b. Etiologi

Penelitian yang dilakukan pada wanita hamil 7 % memberikan hitung positif biakan
koloni bakteri dalam urin> 100.000 cfu (colony forming unit) / ml. Penemuan
bakteriuri yang bermakna, merupakan diagnosa pasti ISK pada ibu hamil, walaupun
tidak selalu disertai dengan gejala klinis, dan merupakan Gold Standard untuk
menetapkan proses infeksi saluran kemih. Staphylococcus aureus merupakan agen
penyebab yang mencakup >70% dari ISK. Di laboratorium klinik Mikrobiologi
Universitas Indonesia pada tahun 2010 jenis kuman yangterbanyak ialah
Staphylococcus aureus (55%)di urutan kedua Eschericia coli (32%) dan yang ketiga
ialah Klebsiella pneumonia (13%). (Fakhrizal, 2015) Pola kuman penyebab ISK akan
berperan penting dalam keberhasilan pengobatan ISK. Bervariasinya penyebab ISK,
luasnya spektrum organisme yang menjadi penyebab, serta sedikitnya uji klinis yang

11
telah dilaksanakan, mempersulit penyusunan antimikroba pilihan yang dapat digunakan
dalam terapi ISK. Namun pada penelitian ini, akan terpusat dan terfokus pada bakteri
golongan gram positif yaitu spesies Staphylococcus aureus, yang merupakan etiologi
terbanyak disebabkan oleh kuman ini.

c. Klasifikasi

Saluran kemih terdiri dari Ginjal, Ureter, Kandung kemih, dan Uretra (Sherwood,
2015). Urin biasanya merupakan cairan steril, tetapi ketika terinfeksi akan mengandung
bakteri. Ketika infeksi terjadi berulang-ulang, ini disebut ISK berulang (Standy, 2013).
ISK secara umum diklasifikasikan sebagai infeksi yang melibatkan saluran kemih
bagian atas atau bawah dan lebih lanjut diklasifikasikan sebagai ISK. ISK bawah
termasuk sistitis, prostatitis, dan uretritis. ISK atas termasuk pielonefritis, nefritis
interstisial dan abses renal (Shirby,2013).

d.Patofisiologi

Infeksi Saluran Kemih pada Ibu Hamil Infeksi dapat terjadi melalui penyebaran
hematogen atau secara ascending, beberapa faktor predisposisi infeksi adalah obstruksi
urin, kelainan struktur, urolitiasis, benda asing , atau karena refluksnya urin. Mukosa
kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagi anti
bakteri. Robeknya lapisan ini dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk
koloni pada permukaan mukosa. Masuk menembus epitel traktus urinarius dan
selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan
sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), Apalagi bila ada refluks
vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya buli-buli yang terinfeksi, dapat
mengakibatkan iritasi dan spa sme otot polosvesica urinaria, akibatnya terjadi muncul
gejala klinis seperti rasa ingin kencing terus menerus (urgency) atau kencing berulang
kali (frequency), atau merasakan rasa sakit dan nyeri saat kencing (disuria). Selanjutnya
jika tidak ditangani, mukosa vesika urinaria menjadi edema, meradang, dan lama

12
kelamaan timbul perdarahan dan apabila dilalui oleh urin yang keluar menyebabkan
terjadinya hematuria

Infeksi pada ginjal dapat terjadi oleh karena collecting systemyang terganggu oleh
karena toksin dari bakteri yang terbawa masuk ke proses aliran urin yang terjadi secara
ascending. Hal ini akan mengakibatkan bagia pelvis dan medulla renalis dapat rusak,
karena proses inflamasi yang timbul serta sifat dari toksin masing masing bakteri baik
aibat infeksi maupun oleh tekanan urin akibat refluks sehingga menyebabkan atrofi
ginjal. Pada pielonefritis akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal,
ginjal dapat membengkak, terdapat infiltrasi leukosit polimorfonuklear dalam jaringan
interstisial, danmenyebabkan fungsi ginjal terganggu (Joewarini, 2017).

e. Tanda dan Gejala

Berikut beberapa gejala ISK yang perlu diketahui:

1. Rasa nyeri saat buang air kecil.

2. Sensasi rasa terbakar saat buang air kecil.

3. Meningkatnya frekuensi buang air.

4. Adanya darah pada urine.

5. Kram perut bagian bawah.

6. Rasa sakit saat berhubungan intim.

7. Demam dan menggigil.

8. Keringat dingin.

9. Urine beraroma menyengat.

Bukan hanya itu saja, bakteri yang telah menyebar ke organ ginjal akan
menimbulkan gejala berupa nyeri punggung belakang, mual, hingga muntah. ISK pada
ibu hamil harus ditangani dengan tepat. Pasalnya, jika dibiarkan begitu saja, infeksi
saluran kemih pada ibu hamil meningkatkan risiko terjadinya infeksi ginjal, bahkan
infeksi sistemik yang menyebar ke seluruh organ dalam tubuh.Jika sudah
mengalaminya, risiko kelahiran prematur dengan berat badan bayi rendah tidak dapat
dihindari. Namun, jika ISK pada ibu hamil segera mendapat penanganan yang tepat

13
saat gejala awal muncul, maka hal tersebut tidak akan berisiko bagi bayi dalam
kandungan. Pemeriksaannya sendiri akan dilakukan dengan mengidentifikasi urine.

f. Faktor resiko

faktor resiko ISK saat kehamilan adalah karakteristik sosiodemografi merupakan


karakteristik yang terlihat sangat berhubungan sekali dengan kejadian ISK.
Sosiodemografi ini terdiri dari

1. Usia 30 tahun atau lebih


2. tidak bisa baca, tingkat pengetahuan rendah
3. sosial ekonomi rendah
4. perilaku higien yang rendah
5. penggunaan pakaian dalam dengan bahan dasar selain katun. Selain sosiodemografi
faktor resiko lainnya adalah wanita hamil yang multigravida ≥ 4, memiliki anak
lebih dari satu, dan memiliki riwayat ISK sebelumnya.

g. Penatalaksanaan

Secara umum
penatalaksanaan dari ISK
adalah dengan pemberian
antibiotik. Namun sebelum
diberikan antibiotik, pasien
perlu menjalankan tes

14
skrining rutin yaitu kultur
urine untuk menentukan
antibiotik yang dapat diberikan
kepada pasien.
Secara umum
penatalaksanaan dari ISK
adalah dengan pemberian
antibiotik. Namun sebelum
diberikan antibiotik, pasien
perlu menjalankan tes
skrining rutin yaitu kultur
urine untuk menentukan
antibiotik yang dapat diberikan
kepada pasien.

15
Secara umum
penatalaksanaan dari ISK
adalah dengan pemberian
antibiotik. Namun sebelum
diberikan antibiotik, pasien
perlu menjalankan tes
skrining rutin yaitu kultur
urine untuk menentukan
antibiotik yang dapat diberikan
kepada pasien.
Secara umum penatalaksanaan dari ISK adalah dengan pemberian antibiotik.
Namun sebelum diberikan antibiotik, pasien perlu menjalankan tes skrining rutin
yaitu kultur urine untuk menentukan antibiotik yang dapat diberikan kepada pasien.
Pasien dengan pielonefritis dalam kehamilan merupakan kondisi serius yang
biasanya membutuhkan rawat inap. Bagaimanapun juga terapi konvensional dengan
amoxicillin, nitrofurantoin direkomendasikan (IVC).

Kultur urin follow up dapat dilakukan setelah terapi untuk menunjukkan eradikasi
bakteriuria. Seperti pada wanita tidak hamil, tidak ada manfaatnya untuk
meningkatkan dengan profilaksis jangka panjang kecuali pada kasus infeksi berulang.
Nitrofurantoin (100 mg) pada malam hari direkomendasikan sebagai profilaksis
terhadap infeksi berulang jika ada indikasi (IIaB).

Terapi antimikroba yang sesuai selama 10-14 hari cukup untuk menghilangkan
infeksi. Pemberian di bawah dosis terapi akan menyebabkan infeksi yang persisten dan

16
progresi ke arah pielonefritis. harus dipantau secara ketat, dan perlu
mempertimbangakan pemberiana alat bantu nafas. Pelepasan endotoksin juga dapat
menyebabkan anemia, ini adalah komplikasi yang umum terjadi dan dapat
sembuh secara spontan setelah pengobatan. Pelepasan endotoksin juga dapat
menyebabkan kontraksi rahim yang dapat menyebabkan persalinan prematur

2.3 Leukorhoe

a.Pengertian

Leukorrhea atau keputihan adalah keluarnya cairan selain darah dari liang vagina di
luar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak, serta disertai rasa gatal setempat (Kusmiran,
2012). Keputihan merupakan pengeluaran cairan alat genetalia yang bukan darah.
Keputihan bukan penyakit tersendiri, tetapi merupakan manifestasi gejala dari hampir
semua penyakit kandungan (Manuaba, 2010). Leukorrhea atau fluor albus atau
keputihan adalah cairan yang keluar berlebihan dari vagina dan bukan darah.
Leukorrhea dibedakan menjadi dua macam, yaitu leukhorrea normal dan leukorrhea
abnormal . Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa leukorrhea atau
keputihan adalah cairan bukan darah yang keluar melalui vagina, dapat merupakan
kejadian yang normal atau tidak normal.

b. Etiologi

Leukorea ada dua jenis yaitu leukorea fisiologis dan leukorea patologis.

1) Leukorea fisiologis

Leukorea fisiologis merupakan keputihan normal yangterjadi mendekati masa


ovulasi, pada hari ke 10-16 menjelang menstruasi, karena rangsangan seksual,
menjelang atau setelah menstruasi, ataupun pengaruh hormonal pada saat kehamilan.
Leukorea fisiologis terjadi akibat hormon estrogen danprogesteron yang dihasilkan
selama ovulasi. Tanda dan gejala leukorea fisiologis adalah :

a) Cairan tidak menimbulkan keluhan

b) Tidak berbau

c) Cairan tidak berlebihan

d) Cairan bening (tidak berwarna)

17
2) Leukorea patologis

Merupakan keputihan yang terjadi karena infeksi vagina yang meliputi bakteriologis
umum hingga yang bersifat spesifik,infeksi trikomonas vaginalis, candida albicans,
tumor jinak atau perlukaan, keganasan reproduksi yang meliputi keganasan porsioatau
korpus uteri dan vagina, dan leukorea yang sulit sembuh atautuba karsinoma yang
bersifat khas. Gejala leukorea patologis adalah :

a) Bertambah banyaknya sekret vagina

b) Keputihan yang disertai rasa gatal, nyeri dan ruam kulit

c) Saat kencing terasa panas.

d) Berwarna putih keabu-abuan/kuning yang berbau

e) Sekret vagina berwarna putih dan menggumpal.

c. Faktor Penyebab

Beberapa faktor penyebab leukorea antara lain :

1) Infeksi oleh parasit dan jamur

Infeksi pada vagina disebabkan oleh beberapa penyebabantara lain karena bacterial
vaginasis, tricomonas, dan candidiasis. Candida umumnya bersifat normal di
selaputmukosa saluran pernafasan maupun disaluran pencernaan, uretra,vagina, kulit,
dan dibawah jari kuku kaki dan tangan. Candidamenjadi tidak normal ketika terjadi
penurunan daya tahan tubuh.

2) Faktor hygiene yang buruk

Hygiene daerah vagina yang jelek akan berakibatleukorea atau keputihan. Hal ini
dikarenakan peningkatan kelembaban vagina kemudian bakteri patogen penyebab
infeksi mulai menyebar. Keputihan yang patologis banyak dipicu oleh cara wanita
menjaga kebersihan dirinya, terutama alat kelamin.

3) Pemakaian obat-obatan

Konsumsi pil kontrasepsi, obat kortikosteroid, dan antibiotik dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan sistem imunitas dalam tubuh yang akan berpengaruh pada
keseimbangan hormon pada wanita.

18
4) Keadaan stress

Jika resepto pada otak mengalami stress, maka hormon dalam tubuh mengalami
perubahan keseimbangan dan dapat menjadi faktor penyebab leukorea. Meningkatnya
beban fikiran memicu peningkatan sekresi hormon adrenalin yang menyebabkan
pembuluh darah terjadi penyempitan danmengakibatkan elastisitas pembuluh darah
berkurang. Keadaan ini menyebabkan aliran hormon estrogen ke organ-organtermasuk
vagina terhambat sehingga asam laktat yang dihasilkanbekurang. Berkurangnya asam
laktat menyebabkan keasamanvagina berkurang sehingga bakteri jamur, dan parasit
penyebab keputihan akan berkembang.

5) Alergi

Alergi terhadap benda-benda seperti: tampon, alat kontrasepsi, dan obat yang
dimasukkan dengan sengaja ke dalam vagina.

d.Komplikasi

a. Infeksi saluran kencing

b. Abses bartholini di bibir kemaluan

c. Peradangan rongga panggul

d. Gangguan haid

e. Kemandulan

f. Depresi

e.Penatalaksanaan

Untuk menghindari komplikasi yang serius dari keputihan, sebaiknya


penatalaksanaan dilakukan sedini mungkin sekaligus untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya penyebab lain seperti kanker leher rahim, yang juga memberikan
gejala keputihan berupa sekret encer, berwarna merah muda, coklat mengandung darah
atau hitam serta berbau busuk. Penatalaksanaan keputihan tergantung dari penyebab
infeksi seperti jamur, bakteri atau parasit. Umumnya diberikan obat-obatan untuk
mengatasi keluhan dan menghentikan proses infeksi ssuai dengan penyebabnya

a.Memberikan KIE pada pasien yang bisa menyebabkan keputihan

19
b. Infeksi menular dapat melalui hubungan seks, maka diberikanpenjelasan untuk
menjauhi seks pranikah.

c. Dijelaskan pola hidup sehat olah raga, diet seimbang, istirahat yang cukup, hindari
alcohol dan rokok serta jauhi stres.

d.Agar daerah genetalia tetap bersih dan kering diberi penjelasanbagaimana cara
memebersihkannya.

e. Cara yang benar dalam membersihkan daerah genetalia yaitudengan arah depan
kebelakang

f. Menjelaskan pada pasien untuk tidak sering menggunakan pencuci vagina

g. Memberikan terapi fluconazole 1 x 150 mg selama 7 hari dan secara teratur

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit demam tifoid yang biasa disebut tipes merupakan penyakit menyerang
bagian saluran pencernaan. Selama terjadi infeksi, bakteri salmonella typhi
bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuclear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke
aliran darah. penyebab dari demam tifoid adalah Salmonella typhi dari genus
salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif tidak membentuk spora, motil,
berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Infeksi saluran
kemih merupakan suatu kondisi pada bagian traktus urinarius yang telah terinfeksi oleh
bakteri. Hal ini sering terjadi saat pertahanan tubuh host menurun terutama pada ibu
hamil. Leukorrhea atau fluor albus atau keputihan adalah cairan yang keluar berlebihan
dari vagina dan bukan darah. Leukorrhea dibedakan menjadi dua macam, yaitu
leukhorrea normal dan leukorrhea abnormal . Dari berbagai pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa leukorrhea atau keputihan adalah cairan bukan darah yang keluar
melalui vagina, dapat merupakan kejadian yang normal atau tidak normal.

3.2 Saran
Untuk mahasiswa kebidanan diharapkan dapat memahami lebih dalam mengenai
penyakit demam tifoid, infeksi saluran kemih, dan loerkohea yang terjadi pada ibu
hamil, ibu bersalin, dan ibu nifas.

21
DAFTAR PUSTAKA

S. Anggraini. 2016. Tatalaksana Demam Tifoid anpa Komplikasi pada Wanita Hamil
Trimester Pertama: Peran Intervensi Dokter Keluarga. Diakses pada 13 Juli 2023,
melalui http://repository.lppm.unila.ac.id/2385/1/Sakinah-dan-Dwi-_-Tata-Laksana-
Demam-Tifoid-Tanpa-Komplikasi-pada-Wanita-Hamil-Trimester-Pertama-Peran-
Intervensi-Dokter-Keluarga.pdf

S. Liastra. 2020. Efektivitas Pemberian Ekstrak Biji serta Kulit Buah Anggur Merah (Vitis
vinivera) terhadap Penurunan Bakteri Staphylococcus aureus Penyebab Penyakit
Infeksi Saluran Kemih pada Ibu Hamil dengan Uji Coba Melalui Mencit Putih (Mus
musculus). Diakses pada 13 Juli 2023, melalui
https://repository.um-surabaya.ac.id/4291/3/BAB_2.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai