Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS TIFOID PADA ANAK

Disusun Guna Melengkapi Tugas Mataa Kuliah Keperawatan Anak 1

Dosen Pengampu: Ns. Lintang Sari, M. Kep.

Disusun Oleh:

Dwicky Bagus Saputra 821201007

Nur Sakinah 821201015

Wahyu Dwi Feryanto 821201024

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM


PONTIANAK

2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah Tifoid Pada Anak pada mata kuliah
Keperawatan Anak 1 yang dibimbing oleh dosen kami yaitu ibu Ns. Lintang Sari, M. Kep.
tanpa suatu halangan apapun. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah
tersebut, disamping itu kelompok berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok
dan pembacanya.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu kami berharap kritik dan saran dari pembaca sehingga dalam
pembuatan makalah lainnya dapat lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bernanfaat bagi
kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.

Pontianak, 4 April 2022

Kelompok 6
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................
1. Tujuan Umum....................................................................................................
2. Tujuan Khusus...................................................................................................
D. Sistematika Penluisan..............................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI.............................................................................................

A. Konsep Tifoid..........................................................................................................
1. Defenisi ...................................................................................................................
2. Bakteri Penyebab Tifoid..........................................................................................
3. Patofiologi tifoid......................................................................................................
4. Manifestasi Klinis....................................................................................................
5. Gejala Tifoid............................................................................................................
6. Cara Penanganan Tifoid..........................................................................................
7. Pengobatan ..............................................................................................................
8. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................
9. Penatalaksaan Medis................................................................................................
B. Konsep Asuhan Keperawatan Tifoid Pada Anak....................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................

A. Kesimpulan..............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam tifoid penyakit yang rawan terjadi di Indonesia, karena karakteristik
iklim yang sangat rawan dengan penyakit yang berhubungan dengan musim.
Terjadinya penyakit yang berkaitan dengan musim yang ada di Indonesia dapat dilihat
meningkatnya kejadian penyakit berbasis lingkungan pada musim hujan. Penyakit
yang harus diwaspadai pada saat musim hujan salah satunya demam tifoid
(Kementerian Kesehatan RI, 2020).
Penyakit, di suatu daerah tergantung pada terdapatnya manusia yang mengerti
akan kondisi lingkungan yang sesuai bagi kehidupan mikroorganisme penyebab
penyakit. Daerah pertanian, peternakan, kebiasaan menggunakan tinja untuk pupuk,
kebersihan lingkungan hidup, sanitasi dan hygiene perorangan yang buruk merupakan
faktor-faktor yang dapat meningkatkan penyebaran penyakit (Widoyono, 2015).
Penyakit demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus yang
disebabkan oleh salmonella typhi yang mudah menular dan dapat menyerang anak -
anak hingga orang dewasa. Demam tifoid biasanya lebih banyak di alami anak – anak
dibandingkan orang dewasa, Pada usia 3–14 tahun merupakan usia anak yang kurang
memperhatikan kebersihan diri dan kebiasaan jajan yang sembarangan sehingga dapat
menyebabkan tertular penyakit demam tifoid (Riskesdas, 2019).
Kejadian penyakit demam tifoid banyak ditemukan dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian demam tifoid berhubungan dengan perilaku hidup
bersih sehat, Seperti kualitas hygiene perorangan (kebiasaan tidak mencuci tangan
sebelum makan, tidak mencuci tangan setelah buang air besar) dan sanitasi
lingkungan (tidak menggunakan jamban saat BAB, kualitas sumber air buruk,
lingkungan rumah yang tidak sehat, kebersihan sekitar lingkungan rumah yang
kurang) serta kurangnya pengetahuan masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup
sehat (Kepmenkes RI No. 364, 2020).
Pathogenesis demam tifoid secara garis besar terdiri 3 proses, yaitu proses
invasi bakteri salmonella typhi ke dinding sel epitel usus, proses kemampuan hidup
dalam makrofaq dan proses berkembang biaknya kuman dalam makrofaq. Bakteri
salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan
makanan atau minuman yang terkontaminasi. Gejala umum yg ditimbulkan demam
tifoid biasanya demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan rasa nyeri dibagian perut, demam tinggi terutama pada sore hari
hingga mencapai 40co tanpa gangguan kesadaran (Kartika, 2016).
Menurut data World Health Organizationa (WHO) tahun 2018 memperkirakan
jumlah kasus demam tifoid di seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu
kematian tiap tahunnya paling rentan terkena demam tifoid,angka kejadian demam
tifoid diketahui lebih tinggi pada negara berkembang khususnya didaerah tropis.
Di Indonesia penyakit ini bersifat endemik, thypoid merupakan masalah
kesehatan di masyarakat, Diketahui dari 10 macam penyakit terbanyak di Indonesia,
thypoid menduduki peringkat ke-3 setelah diare. kasus tersangka tifoid menunjukkan
kecendrungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata 500/100.000 penduduk
setiap tahun, dengan kematian antara 0,6-5%. penyakit tifoid harus mendapat
perhatian yang serius karena permasalahan yang makin kompleks sehingga
menyulitkan upaya pengobatan dan pencegahan (Depkes RI, 2020).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masih tingginya angka kejadian demam
thypoid pada anak, Di Indonesia demam thypoid merupakan penyakit endemik dan
menjadi masalah kesehatan serius. Penyakit ini disebabkan oleh salmonella thypi.
Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi, Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan personal hygiene
perorangan yang buruk seperti kuku jari tangan yang tidak dipotong dan kotor, tidak
mencuci tangan sebelum makan, tidak mencuci tangan setelah buang air besar dan
sanitasi lingkungan yang kurang sehat serta kurangnya pengetahuan perilaku ini
beresiko terinfeksi bakteri salmonella thypi sehingga terkena penyakit demam tifoid.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i dan pembaca mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian demam Tipoid
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi pneumonia
b. Untuk mengetahui patofisiologi pneumonia
c. Untuk mengetahui gejala klinis pneumonia
d. Untuk mengetahui etiologi pneumonia
e. Untuk mengetahui klasifikasi pneumonia
f. Untuk mengetahui faktor resiko pneumonia
g. Untuk mengetahui pengobatan pneumonia
h. Untuk mengetahui manifestasi klinis pneumonia
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan pneumonia

D. Sistematika Penluisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUN TEORI
Pada bab ini berisikan konsep tifoid dan konsep asuhan keperawatan pada
anak dengan tifoid.
BAB III PENUTUP
Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Tifoid
1. Defenisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella typhi. Organisme ini memasuki makananan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella.
(Padila, 2013).
Demam typhoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan
oleh salmonella typhi.Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang disebabkan
oleh salmonella typhi A,B,C.Gejala dan tanda kedua penyakit tersebut hamper
sama,tetapi manifestasi klinis paratifoid lebih ringan. Kedua penyakit diatas
disebut tifoid. Terminology lain yang sering digunakan adalah typhid
fever,paratyphoid fever,typhus,dan paratyphus abdominalis atau demam enteric
(Widoyono, 2015).
Tifoid penyakit sistemik akut yang diakibat oleh bakteri salmonella
typhi,demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting
di Indonesia. penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat menyerang
banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Bakteri salmonella typhi dapat
menular melalui rute fecal-oral melalui konsumsi makanan atau air yang
terkontaminasi oleh kotoran manusia. Risiko infeksi tinggi ditemukan di negara-
negara berpenghasilan rendah dan sedang.Endemik didaerah yang memiliki
sanitasi buruk dan rendahnya akses mendapatkan makanan dan air yang sehat.
(Dimas, 2010).
2. Bakteri Penyebab Tifoid
Bakteri salmonella typhi merupakan penyebab demam tifoid salah satu
penyakit endemis di indonesia bakteri ini ditularkan melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi atau tinja dari seorang penderita tifoid. Samonella
termasuk dalam famili enterobacteriaceae yang sama dengan bakteri coliform.
Salmonella bergerak khas memfermentasikan glukosa, tetapi tidak pada laktosa
dan sukrosa. Bakteri tersebut juga mampu menghasilkan H2S.
Salmonella typhi memiliki sifat geram negatif berbentuk batang ukuran
bakteri 0,7-1,5x2-5 um berflagela, bersifat anaerobik fakultatif (bakteri yang dapat
hidup dalam lingkungan oksigen), tidak berspora berkemampuan untuk hidup dan
berkembang biak di dalam sel eukariotik, (PHE, 2015).

3. Patofiologi tifoid
Patogenitas merupakan serangkaian mekanisme proses atau tahapan infeksi
terjadinya demam tifoid. Umumnya, bakteris genus salmonella ini masuk melalui
mulut kemudian bertahap menghadapi asam lambung. Setelah dia lolos dari
lampbung, maka dia masuk ke mukosa epitel usus pada ileum terminalis.bakteri
tersebut menempel pada mikrofili.
Kemudian berkembang biak pada lamina propia. Selanjutnya, melalui bariel
usus mengalami internalisasi pada vakuola intraseluler.sehingga genus salmonella
menyebar ke sistem limfoid dan masuk kedalam pembuluh darah melaluisistem
limfatik ke kelenjar getah bening mesenterium. Hal tersebut di namakan
bakterimia pertama atau bakterimia primer. Masa inkubasi yang terjadi ialah 7
sampai 14 hari. Baik di sertai keluhan maupun tidak . bakterimia primer yang
terjadi ini kebanyakan tidak terdeteksi pada tahap ini walaupun melalui proses
kultur darah dalam (Nelwan, 2012).
4. Manifestasi Klinis
Menurut Padila (2013) Masa tunas 7 – 14 hari, selama masa inkubasi mungkin
di temukan gejala prodromal berupa rasa tidak enak badan. Dalam minggu
pertama penyakit, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan
malam hari. Keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada
umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,
muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis.
Pada pemeriksaan fisis hanya di dapatkan suhu badan meningkat. Pada minggu
kedua gejala sudah jelas dapat berupa demam bradikardi,lidah yang khas (putih,
kotor, pinggirnya, hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
pasien terus dalam keadaan demam, yang turun secara berangsur – angsur pada
minggu ketiga.
5. Gejala Tifoid
Demam tifoid dalam permulaan penyakitnya tidak tampak keluhan, kemudian
muncul demam pada sore hari dan serangkaian gejala infeksi pada pencernaan
dalam penelitian (Nelwan,2012). Secara umum demam tifoid pada manusia
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Demam tinggi terutama pada sore hari hingga mencapai 40 derajat
b. Sakit kepala
c. Sakit tenggorokan
d. Lemah dan lesu
e. Nyeri abdomen
f. Sakit perut misalnya sembelit atau pun diare
g. Mual hingga muntah
h. Terdapan ruam atau bintik-bintik merah di kulit
i. Nyeri otot
j. Hilangnya nafsu makan
6. Cara Penanganan Tifoid
Nafiah farihatun, (2018) Demam tifoid masih banyak menginfeksi dalam skala
besar di indonesia. Sehingga penyakit ini perlu di pantau dan di teliti lebih lanjut
mengenai pengujian hingga pengobatan. Berikut ini ialah beberapa cara yang
dilakukan untuk mencegah penyakit demam tifoid, diantaranya ialah:
a. Cuci tangan sebelum makan
b. Menghindari konsumsi minuman seperti Es, makanan, buah, ataupun
c. sayur yang tampak kurang hiegenis di pinggir jalan
d. Menghindari konsumsi minuman dan makanan yang mentah ataupun kurang
matang.
e. Membiasakan membawa botol minuman dan bekal makanan sehingga tidak
perlu membelinya di luar.
f. Apabila terpaksa membeli makanan di luar, maka hendaknya memilih
makanan yang terjamin kebersihannya.
g. Selalu waspada terhadap makanan yang ditangani oleh orang lain. Menjaga
sanitasi lingkungan dan perairan.
7. Pengobatan
Menurut Widoyono (2015), Pengobatan diberikan selama 14 hari,atau
sampai 7 hari sesudah penderita tidak demam lagi.
a. Obat
Obat-obatan yang dapat digunakan adalah Kloramfenikol, Tiamfenikol,
Ampsilin, dan Kotrimoksasol (sulfametoksasol 400 mg + trimetoprim 80 mg).
b. Perawatan
Pasien demam typhoid perlu di rawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi
dan pengobatan. Pasien harus tirah baring minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring.adalah mencegah terjadinya
komplikasi yaitu perdarahan usus atau perforasi usus, mobilisasi pasien di
lakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pada pasien
dengan kesadaran menurun diperlukan perubahan-perubahan posisi berbaring
untuk menghindari komplikasi.
c. Diet
Pasien demam typhoid di beri bubur lunak. Pemberian bubur lunak tersebut di
maksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus. pemberian
makanan padat dini yaitu nasi dan lauk pauk rendah selulosa dapat di berikan
dengan aman pada pasien demam typhoid.
8. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan yang dapat di lakukan di antaranya :
a. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus.
c. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita Demam Tifoid.
9. Penatalaksaan Medis
a. Tirah baring total selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali.
Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya berdiri dan berjalan.
b. Makanan harus banyak mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein,
Tidak boleh banyak mengandung banyak serat, tidak merangsang dan
menimbulkan gas dan makanan lunak. Obat terpilih adalah kloamfenikol
100mg/kg BB/ hari di bagi dalam 4 dosis selama 10 hari. Dosis maksimal
kloramfenicol 2 gr/hr. Kloramfenikol tidak boleh diberikan bila jumlah
leukosit kurang dari 2000/µl. Bila pasien alergi boleh diberikan bila jumlah
leukosit kurang dari 2000/µl. Bila pasien alergi diberikan golongan penisilin
atau cotrimoksazol.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Tifoid Pada Anak
Pengkajian Keperawatan Menurut sodikin, M.Kes. 2011.
1. Identifikasi. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun.
2. Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan
gairah, serta nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi).
3. Suhu tubuh. Pada kasus yang khas, berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris
remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh
meningkat-angsur baik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat
lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua, pasien terus berada dalam
keadaan demam. Saat minggu ketiga, suhu turun dan normal kembali pada akhir
minggu ketiga.
4. Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak seberapa dalam,
MATA yaitu apatis sampai somnolen; jarang pingsan, koma, atau gelisah (kecuali
bila penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Selain gejala-gejala
tersebut, mungkin dapat ditemukan gejala lainnya, seperti punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan reseola (bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam
kapiler kulit demmingtemuak padakan kan da lebih besar.
5. Pemeriksaan fisik
a. Mulut: terdapat napas yang berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), sementara ujung dan
tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.
b. Abdomen: dapat ditemukan keadaan perut kembung (meterorismus), bisa terjadi
konstipasi, diare, atau normal.
c. Hati dan limfe: membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif,
dan aneosinofilia pada permukaan sakit.
b. Kultur darah (biakan, empedu) dan widal.
c. Biakan empedu basil Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien
pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urine dan
feses.
d. Pemeriksaan widal, pemeriksaan yang diperlukan adalah titer zat anti terhadap
antigen O. Titer yang bernilai 1, atau lebih merupakkan kenaikan yang 200
progesif.
Diagnosa dan intervensi keperawatan
1. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan kusus
Sasaran Hasil yang diharapkan Intervensi

Anak mengonsumsi Hasil yang Diharapkan . 1. Berikan makanan yang


nutrisi yang adekuat 1. Anak mengandung cukup cairan,
mengonsumsi rendah serat, tinggi protein,
nutrisi yang dan tidak menimbulkan gas;
adekuat (uraikan untuk memudahkan
jumlahnya) penyerapan dan mencegah
2. Anak perlukaan usus.
menunjukkan 2. Jika kesadaran masih baik,
penambahan berikan makan lunak dengan
berat badan yang lauk pauk yang dicincang (hati
tepat dan daging), dan sayuran labu
siam atau wortel yang
dimasak lunak sekali. Boleh
juga diberikan tahu, telur
setengah matang atau matang
yang direbus. Susu diberikan
2x1 gelas atau lebih, jika
makanan tidak habis berikan
susu ekstra.
3. Berikan makanan cair per
sonde jika kesadaranya sudah
menurun dan berikan kalori
sesuai dengan kebutuhannya.
Pemberiannya diatur setiap 3
jam termasuk makan ekstra
seperti sari buah atau bubur
kacang hijau yang dihaluskan.
Jika kesadaran membaik,
makanan dialihkan secara
bertahap dari cair ke lunak
4. Pasang infus dengan cairan
glukosa dan NaCl jika kondisi
pasien payah (memburuk),
seperti menderita delirium.
Jika keadaan sudah tenang,
berikan makanan per sonde,
disamping infus masih
diteruskan. Makanan per
sonde biasanya merupakan
setengah dari jumlah kalori,
sementara setengahnya lagi
masih per infus. Secara
bertahap dengan melihat
kemajuan pasien, bentuk
makanan beralih ke makanan
biasa, untuk memenuhi da
kebutuhan nutrisi, cairan, dan
elektrolit.
5. Observasi intake dan output,
untuk memantau pemasukan
dan haluaran.

2. gangguan suhu tubuh


Sasaran Hasil yang diharapkan Intervensi

Suhu tubuh dalam Suhu tubuh anak 1. Anjurkan anak untuk istirahat
batas normal Kembali normal mutlak (bedrest total) sampai
suhu tubuh turun dan teruskan
dua minggu lagi untuk
mencegah komplikasi.
2. Atur ruangan agar cukup
ventilasi, agar terjadi
pergantian udara
3. Berikan kompres dingin
dengan air kran
4. Anjurkan pasien untuk banyak
minum (sirup, teh manis, atau
apa yang disukai), untuk
mengganti cairan dan
elektrolit yang hilang akibat
demam.
5. Berikan pakaian tipis, untuk
membantu penyerapan
keringat.
6. Observasi suhu tubuh, agar
suhu selalu terpantau.
7. Kolaborasi dengan medis
untuk pemberian obat penurun
panas, agar suhu tetap dalam
batas normal.
3. Gangguan rasa aman dan nyaman
Sasaran Hasil yang di harapkkan Intervensi

Anak Kembali Anak Kembali dalam 1. Lakukan perawatan mulut 2


memperoleh rasa kondisi aman dan kali sehari, oleskan boraks
aman dan nyaman nyaman gliserin (krim) pada bibir bila
kering, dan beri minum sering.
2. Apabila dipasanagn sonde,
lakukan perawatan mulut dan
sekali-sekali berikan minum
agar selaput lendir mulut dan
tenggorokan tidak kering.
3. Sebelum mulai berjalan,
pasien diminta mengoyang-
goyangkan kaki terlebih
dahulu sambil tetap tidur,
kemudian berjalan di sekitar
tempat tidur sambil
berpegangan. Hal ini perlu
dilakukan karena jika lama
berbaring, ketika berjalan
mula-mula akan terasa
kesemutan.

Resiko terjadi komplikasi


Sasaran Hasil yang di harapkan Intervensi

tidak terdapat Tidak terjadi komplikasi 1. Pemberian terapi sesuai


komplikasi atau atau pada anak dengan program pengobatan.
komplikasi dapat 2. Kloramfenikol 100mg/kg
diminimalkan BB/hari,4x sehari, berikan tiap
6 jam. Alternatif obat lain:
amoksisilin 100 mg/kg
BB/hari secara oral 3x sehari
selama 14 hari, atau
kotrimoksasol 8-10 mg/kg
BB/hari per oral 2-3x/hari
selama 10-14 hari.
3. Istirahat. Penderita tifus
abdominalis perlu istirahat
mutlak selama demam,
kemudian diteruskan dua
minggu setelah suhu tubuh
kembali normal. Setelah satu
minggu suhu tubuh normal,
tiga hari kemudian pasien
dilatih duduk. Apabila tidak
timbul demam kembali,
penderita dapat duduk di
pinggir tempat tidur sambil
kaki di goyangkan. Akhir
minggu kedua jika tidak
demam kembali, penderita
dapat mulai belajar berjalan
mengelilingi tempat tidur.
Selama fase istirahat,
pengawasan tanda vital
mutlak dilakukan tiap hari
selama 3 kali, jika terdapat
peningkatan suhu tubuh
melebihi biasanya, lakukan
pengukuran suhu tubuh dan
catat di lembar dokumentasi
keperawatan. Berikan
kompres dingin secara
intensif, kemudian periksa
kembali suhu tubuh satu jam
kemudian, bila panas tidak
turun, segera lapor ke dokter
yang merawat.
4. Lakukan pengawasan terhadap
komplikasi. ✔
 Perdarahan usus.
Perdarahan usus dapat
terjadi pada saat
demam tinggi. Hal ini
ditandai dengan suhu
tubuh mendadak turun,
nadi meningkat
 cepat, dan tekanan
darah menurun. Kurva
suhu tubuh dan nadi
akan terdapat silang, di
mana garis suhu
biasanya di atas akan
terbalik. Penderita
terlihat pucat, kulit
terasa lembab, tingkat
kesadaran makin
menurun. Apabila
terjadi perdarahan
ringan kemungkinan
gejalanya tidak jelas,
karena darah dalam
feses hanya dapat
dibuktikan dengan tes
benzidin; bila terjadi
perdarahan berat maka
akan terlihat adanya
melena, tindakan yang
perlu dilakukan adalah
menghentikan makan
serta minum, infus jika
belum terpasang
segera pasang dan
segera lapor ke dokter.
Lakukan pemasangan
eskap gantung
(walaupun secara
medis kemungkinan
tidak memiliki efek
langsung, tetapi secara
psikologis dapat
membantu
meminimalkan
pergerakan, sehingga
dapat menggurangi
perdarahan). Apabila
tidak tersedia duk
khusus untuk eskap
gantung, dapat dibuat
dengan menggunakan
duk biasa yang
keempat ujungnya
dipasang tali panjang
yang dapat dikaitkan
pada sudut tempat
tidur pasien. Hal yang
perlu menjadi
perhatian adalah eskap
tidak boleh menekan
perut penderita, oleh
sebab itu berikan jarak
kurang lebih setebal
telapak tangan
 Perforasi. Perforasi
dapat terjadi pada
minggu ke-3 ketika
suhu tubuh sudah
turun. Oleh sebab itu
walaupun suhu tubuh
normal, istirahat masih
diperlukan sampai dua
minggu. Gejala adanya
perforasi dapat
dikenali dengan
adanya keluhan
penderita dengan
adanya keluhan sakit
perut yang hebat
dengan disertai nyeri
tekan saat
dilakukan palpasi,
perut terlihat tegang
(kembung), penderita
tampak pucat,
dapat juga disertai
dengan keluarkeringat
dingin, dan nadi
lemah.
 Penderita dan
mengalami Segera
hubungt rengen Pasang
penjelasan kepada
orang te (gelisah).
 Komplikasi lain yang
mungkin mal adalah
premenia tapostenk
akibat yang dapat
ditemukan dari yaitu
sabu mendadak naik
set menjadi lebih turun
kencat waktu pagi har.
dapat ditemukan
adanya sesama Oleh
sebab nu diperlukan
me pesusiduray 3 am
Apabil diperlukar burt
sadw presbal juga
menyeka dengan air,
dan memberi bedak
untuk mencegah luka
decubitus.
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakith
Sasaran Hasil yang diharapkan Intervensi

Keluarga (orang tua) 1. Menyatakan Selama dirawat di rumah sakit


mampu memahami pemahaman berikan penjelasan pada orang tua
cara perawatan anak proses penyakit (keluarga) anak tentang hal-hal
dan pengobatan berikut.
2. Mengidentifikasi
hubungan tanda ✓ Anak tidak boleh tidur dengan anak
dan gejala anak lain. Mungkin ibunya harus
penyakit dan menemaninya, akan tetapi jangan
hubungan dengan tidur bersama dengan yang lain. Anak
faktor penyebab lain yang datang mengunjungi pasien
3. Melakukan tidak boleh duduk di tempat tidur
perubahan pasien, untuk mencegah penyebaran
perilaku dan penyakit.
berpartisipasi
pada pengobatan ✓ Anak harus istirahat mutlak untuk
mencegah komplikasi. Setelah
demam turun, istirahat masih
dilanjutkan selama dua minggu
berikutnya. Jelaskan bahwa untuk
mandi dan BAB ataupun BAK di atas
tempat tidur harus ditolong dan
siapapun yang memberikan bantuan
harus mencuci tangan dengan
disinfektan, agar terhindar dari
penularan penyakit.

✓ Pemberian obat dan pengukuran


suhu dilakukan seperti di rumah sakit,
anjurkan orang tua untuk membuat
catatan suhu dan makanan yang
diberikan. Diet diberikan seperti saat
dirawat di rumah sakit. Karena
penyakit pasien dianggap ringan,
maka biasanya diperbolehkan untuk
memberikan bubur atau makanan
lunak dengan lauk pauk yang lunak
pula. Dokter biasanya memberikan
obat yang sudah diperhitungkan
sampai suhu dapat turun. Apabila
obat hampir habis dan suhu masih
tetap tinggi, orangtua diminta
membawa anak kembali untuk
periksa ke dokter.

✓ Feses dan urine harus dibuang ke


dalam lubang WC dan disiram air
sebanyak-banyaknya. WC dan
sekitarnya harus bersih agar tidak ada
lalat. Pot dan urinal setelah dipakai
harus direndam ke dalam cairan
disinfektan sebelum dicuci. Pakaian
penderita (alat tenun) bekas dipakai
juga harus direndam dahulu dalam
desinfektan sebelum dicuci, dan
jangan dicuci bersama-sama dengan
pakaian untuk anak lainnya untuk
mencegah penyebaran penyakit

✓ Sebelum pulang ke rumah, berikan


pemahaman mengenai perawatan di
rumah.

✓ Penyebab dan cara penularan


penyakit tifus abdominalis serta
bahaya yang dapat terjadi, untuk
membantu orang tua (keluarga)
menyadari atau menerima perlunya
memahami pengobatan untuk
mencegah pengaktifan berulang
(komplikasi). Pemahaman bagaimana
penyakit disebarkan dan kesadaran
kemungkinan transmisi membantu
penderita (orang terdekat) untuk
mengambil langkah untuk mencegah
infeksi ke orang lain.

✓ Pentingnya menjaga kesehatan


dengan memelihara kebersihan
lingkungan serta minum air bersih
yang dimasak sampai mendidih,
untuk meminimalkan timbulnya
penyakit.

✓ Pentingnya agar anak dibiasakan


BAB di WC dan setiap keluarga
hendaknya mempunyai WC sendiri-
sendiri. WC yang baik adalah WC
yang disiram serta tertutup, sehingga
tidak ada lalat. Keluarga atau orang
terdekat perlu diberi penjelasan
tentang sumber (agen) penyakit.

✓ Tekankan pada anak yang sudah


sekolah agar tidak membeli jajan
yang tidak tertutup atau tidak bersih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Komplikasi tifus abdominalis yang paling sering terjadi adalah komplikasi
intestinal yaitu perdarahan usus dan perforasi usus.
- Relaps adalah kekambuhan yang biasanya terjadi akibat pengobatan tifoid
dengan antibiotik kloramfenikol.
- Komplikasi demam tifoid dapat dihindarkan dengan cara meningkatkan
- derajat daya tahan tubuh pasien dan memberikan perawatan yang sebaik
baiknya pada pasien demam tifoid.
B. Saran
Mengadakan penyuluhan cara hidup sehat dan pencegahan penyakit demam tifoid
kepada masyarakat, terutama masyarakat dengan pendidikan yang kurang.
Sebaiknya semua penderita tifoid dibawa ke Rumah Sakit untuk mendapat
perawatan yang sempurna.Sebaiknya penderita tifoid mendapat pengobatan sesuai
dengan dosis dan ketentuan pengobatan, untuk mencegah terjadinya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Dimas Satya Hendarta, (2010). Demam Thyfoid.

http://Medicine.Uii.ac.id/index.php/artikel/demamtifoid.html.

Nafiah, (2018). Kenali Demam Tifoid Dan Mekanisme. Yogyakarta:

Budi Utama.

Padila, (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta :

Nuha Medika

unike Risani Seran, Henry Palandeng , Vandry D. Kallo. 2015.

Hubungan Personal Higiene Dengan Kejadian Demam TifoidDi Wilayah Kerja


Puskesmas Tumaratas. Ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 3, Nomor 2, Mei
2015.Universitas Sam Ratulangi.

Widoyono, (2015). Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan,

Pencegahan, dan Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga

Kartika S, (2016). Penularan penyakit melalui makanan dan minuman

terkontaminasi. Yogyakarta : Nuha Medika

Depkes RI, (2018). http://www.pusdatin.kemenkes.go.id/folder/view/01/structure.p

ublikasi-pusdatin-info-datin.htlm. Diakses maret 2021.

Nelwan, R. H. H. "Tata laksana terkini demam tifoid." 

Continuing Medical Education 39.4 (2012): 247-250.

Nafiah, F. (2018). Kenali Demam Tifoid dan Mekanismenya. Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai