Anda di halaman 1dari 19

PENCEGAHAN INFEKSI PADA BAYI,

INSIASI MENYUSUI DINI, DAN MANAJEMENT LAKTASI

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Keperawatan Anak
Yang dibina oleh Bu Dr. Erlina Suci Astuti, S.Kep., Ns., M.Kep

Oleh Kelompok 3
Nabila Kamelia (P17210193050)
Lilis Anggrayani (P17210193060)
Rhadinda Amirotul A (P17210193074)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
D3 KEPERAWATAN MALANG
Agustus 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun tugas makalah matakuliah Keperawatan Anak
ini dengan baik. Makalah ini tersusun berkat dukungan dari berbagai pihak, terutama dosen
pembiming matakuliah Keperawatan anak dengan maksimal, sehingga mempelancar proses
penyususunan makalah ini. Kami sebagai penyusun makalah ini berterima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah “ Pencegahan infeksi pada
putting ibu meenyusui, insiasi menyusui dini dan manajement Laktasi”.
Kami menyadari, bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, oleh kerena itu,
kami menerima segala kritik dan saran, agar kami dapat memperbaiki kesalahan untuk
penyusunan makalah selanjutnya. Kami juga berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk
menambah wawasan masyarakat mengenai “ Pencegahan infeksi pada putting ibu meenyusui,
insiasi menyusui dini dan manajement Laktasi.
.

Malang, Agustus 2020

Penyusun,

ii
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar.............................................................................................................................i
Daftar Isi.....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1-2
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................3
1.3 Tujuan...................................................................................................................................3
1.4 Manfaat.................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................4
1.2.1 Bagaimana Bayi Baru Lahir Sangat Rentan Terkena Infeksi?
1.2.2 Mengapa Insiasi Menyusui Dini Sangat Penting Bagi Kesehatan Bayi Baru Lahir?
1.2.3 Bagaimana Penetalaksana Manajemen Laktasi?
1.2.4 Bagaimana Asuhan Keperawatan Masalah Menyusu Bayi?
BAB III PENUTUP..................................................................................................................40
5.1 Kesimpulan.........................................................................................................................40
5.2 Saran....................................................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi merupakan salah satu penyebab penting tingginya angka kesakitan dan
kematian bayi baru lahir di seluruh dunia. Beberapa penelitian epidemiologis
menyatakan bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi, misalnya diare,
otitis media dan infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah. Pemberian ASI-eksklusif
dapat menurunkan risiko anak dirawat karena penyakit infeksi pada usia di bawah 1
tahun, dengan kata lain Infeksi pada Bayi Baru Lahir sangat berkaitan dengan pentingnya
Insiasi Menyusui Dini (IMD) dan Manajemen Laktasi, jika cara ini tidak dilakukan
dengan baik maka akan sangat berdampak buruk bagi bayi. Pemberian ASI dan menyusu
satu jam pertama kehidupan yang dikenal dengan Inisiasi Menyusu Dini dan dilanjutkan
dengan menyusui esklusif 6 bulan dapat mencegah kematian bayi . Pemberian ASI
sangat penting bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan
kecerdasan bayi. Pemberian ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan
agar proses menyusui dapat terlaksana dengan benar, dan pemberian ASI dapat
menurunkan risiko kematian bayi, dengan melaksanakan manajemen laktasi yang
dilakukan oleh ibu atau ayah dan keluarga untuk mendukung kesuksesan pemberian ASI.
Kematian neonatal adalah kematian bayi dalam bulan pertama setelah lahir. Kasus
infeksi merupakan salah satu penyakit yang dialami bayi baru lahir. Umumnya, kasus
infeksi menunjukkan gejala yang kurang jelas dan seringkali tidak diketahui sampai
keadaannya sudah sangat terlambat, jika faktor penyebab risiko infeksi yang paling
dominan dapat diketahui, maka hal tersebut akan membantu untuk menurunkan kasus
infeksi. Selain itu, diagnosa yang tepat dari tenaga kesehatan untuk menetapkan status
risiko infeksi pada bayi baru lahir merupakan hal yang penting, sehingga bayi yang
berisiko infeksi dapat diberikan perawatan intensif dan beberapa antibiotik untuk
melawan bakteri yang menyebabkan infeksi. Masalah infeksi yang sering menyerang
bayi seperti termasuk tetanus, sepsis, pneumonia, diare, dll.
Infeksi neonatal dapat terjadi intrauterin melalui transplasental, didapat
intrapartum saat melalui jalan lahir selama proses persalinan, atau pascapartum akibat
sumber infeksi dari luar setelah lahir. Infeksi intrapartum dapat terjadi pada saat melalui
jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus lama dan ketuban pecah dini. Risiko
infeksi pada bayi baru lahir dapat dibagi menjadi tiga kategori: risiko prenatal, risiko
nosokomial dan risiko neonatal. Faktor risiko prenatal meliputi: ketuban pecah dini

1
(KPD) dan infeksi selama kehamilan. Faktor nosokomial yang dapat menjadi
predisposisi neonatal terkena infeksi meliputi: lama rawat, prosedur invasif, ruang
perawatan penuh, staf perawatan, dan prosedur cuci tangan. Faktor neonatal meliputi:
BBLR, jenis kelamin dan kelainan kongenital. Pada umunya, mikroorganisme penyebab
infeksi pada bayi baru lahir dan neonatal adalah Streptococcus grup B, E. coli,
Staphylococcus aureus, Streptococcus faecalis, Staphylococcus epidermidis, Methicillin-
Resistant Staphylococcus aureus (MRSA), Enterobacter, Candida albicans,
Streptococcus pyogenes, Klebsiella species, dan Pseudomonas species.
Upaya untuk mencegah kematian bayi baru lahir yang sudah disosialisakan di
Indonesia sejak Agustus 2007 yaitu melalui Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Pemberian Air
Susu Ibu sejak dini dapat memberikan efek perlindungan pada bayi dan balita dari
penyakit infeksi. Oleh karena itu, disarankan untuk memberi ASI bagi bayi segera
mungkin yaitu dalam waktu 1 jam sesaat setelah bayi lahir. Pemerintah Indonesia sendiri
telah merumuskan suatu kebijakan publik mengenai hal ini yaitu Peraturan Menteri
Kesehatan No.39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga, di mana satu dari 4 area prioritasnya adalah
penurunan AKB. Pada Pasal 5 disebutkan, penyelenggaraan program Indonesia Sehat
dengan pendekatan keluarga ini dilaksanakan oleh Puskesmas. Kebijakan publik tersebut
belum terimplementasi secara optimal. Pendekatan keluarga adalah satu cara Puskesmas
untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan akses pelayanan kesehatan di
wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. (Kemenkes RI, 2016). Kemudahan akses
pelayanan kesehatan akan diperoleh dengan kunjungan tenaga kesehatan ke rumah.
Untuk itu, diperlukan pengaturan agar setiap keluarga di wilayah Puskesmas memiliki
Tim Pembina Keluarga. (Kemenkes RI, 2016), dengan demikian kami menulis makalah
dengan judul pencegahan infeksi pada bayi,
insiasi menyusui dini, dan manajement laktasi

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Bayi Baru Lahir Sangat Rentan Terkena Infeksi?
1.2.2 Mengapa Insiasi Menyusui Dini Sangat Penting Bagi Kesehatan Bayi Baru Lahir?
1.2.3 Bagaimana Penetalaksana Manajemen Laktasi?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum makalah ini adalah mampu memahami konsep pencegahan
infeksi, insiasi menyusui dini, dan manajement laktasi dan menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari pada semua masyarakat yang baru melahirkan
1.3.2 Tujuan Khusus
Menggambarakan pentingnya Insiasi Menyusui Dini dan Manajemen laktasi
demi keberhasila pemberian Asi pada Bayi Baru Lahir untuk menghindari infeksi.
1.4 Manfaat
Hasil pengkajian tersebut diharapkan dapat meningkatakan pengetahuan bagi
penulis,pembaca, ataupun pengkaji berikutnya agar dapat mengerti betapa pentingnya
konsep pencegahan infeksi, insiasi menyusui dini, dan manajement laktasi pada bayi
baru lahir.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Infeksi Bayi Baru Lahir
2.1.2 Pengertian Infeksi Bayi Baru Lahir
Infeksi neonatal adalah infeksi pada neonatus (bayi baru lahir) yang didapat
selama perkembangan prenatal atau dalam empat minggu pertama kehidupan
(periode neonatal). Infeksi neonatal dapat ditularkan dari ibu ke anak , di
jalan lahir saat melahirkan , atau tertular setelah lahir. Beberapa infeksi neonatal
terlihat segera setelah melahirkan, sementara yang lain mungkin berkembang
pada periode setelah melahirkan . Beberapa infeksi neonatal seperti HIV , hepatitis
B , dan malaria baru terlihat lama kemudian. Risiko infeksi lebih tinggi pada
neonatus prematur atau berat lahir rendah. Bayi yang baru lahir baik
melalui melahirkan normal atau caesar memiliki resiko terkena infeksi yang sangat
besar. Kondisi ini sangat berhubungan dengan kondisi sistem kekebalan tubuh bayi
yang sangat lemah. Bayi yang baru lahir hanya memiliki sistem kekebalan tubuh
termasuk untuk penyakit yang terbatas saja. Karena itu perawatan untuk bayi yang
baru lahir memang lebih rumit dibandingkan ketika bayi sudah berusia beberapa
bulan. Infeksi bisa menular ke tubuh bayi baik selama dalam kehamilan, persalinan
maupun setelah dilahirkan.
2.2.2 Penyebab Infeksi
1. Faktor neonates
a. Maturitas
Maturitas adalah masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran,
dihitung dari hari pertama haid terakhir. Bayi kurang bulan (preterm) memiliki
pertahanan imunitas yang lebih rendah dibanding bayi cukup bulan (aterm).
Defisiensi ini akan menurunkan aktivitas kemotaksis dan menurunkan
kemampuan mengopsonisasi mikroorganisme.
b. Jenis kelamin
Infeksi neonatus sering terjadi pada bayi laki-laki yaitu 4 kali lebih besar
dibanding bayi perempuan.1 Gen pada kromosom X mempengaruhi fungsi
kelenjar timus dan sintesis Ig. Perempuan mempunyai 2 kromosom X, hal ini
menyebabkan lebih tahan terhadap infeksi.Peneliti lain melaporkan bahwa rasio
lecithin sphingomyelin dan konsentrasi saturated phosphatidylcholine serta

4
kortisol dalam cairan amnion pada kehamilan 28-40 minggu bayi perempuan
lebih tinggi dibanding bayi laki-laki.
c. Berat lahir
Berat lahir berperan penting pada terjadinya infeksi neonatus. Studi
Collaborative Perinatal Research yang dilakukan oleh National Institute of Health
Amerika Serikat melaporkan bahwa Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
mempunyai resiko tinggi terjadi infeksi dibanding bayi lahir lebih 2500 gram.
Berat lahir merupakan faktor neonatus terpenting yang memberi kecenderungan
pada infeksi.
2. Faktor ibu/ maternal
a. Umur
Menurut Klaus dan Fanaroff, umur ibu < 20 tahun atau > 30 tahun merupakan
faktor predisposisi infeksi neonatus akibat komplikasi kehamilan dan persalinan.
b. Ras/ latar belakang etnis
Penelitian di New York menyatakan bahwa bayi kulit hitam lebih banyak
mengalami infeksi dibanding bayi kulit putih/ Hispanik. Meskipun status sosial
ekonomi rendah dihubungkan dengan kecenderungan peningkatan kolonisasi β
-Streptococcus, wanita keturunan Mexico-America dengan umur dan status sosial
ekonomi sama lebih sedikit mengalami pertumbuhan kolonisasi dibanding wanita
kulit putih atau kulit hitam.
c. Cara persalinan
Prosedur yang dilaksanakan selama persalinan yaitu pemeriksaan vagina
berlebihan, partus tindakan, akan meningkatkan resiko infeksi pada neonatus.
Penggunaan monitor intra uteri bisa merupakan saluran masuk mikroorganisme
dan dihubungkan dengan resiko terinfeksi virus Herpes Simpleks.
3. Faktor lingkungan
a. Alat-alat Pemasangan respirator/ ventilator/ pemasangan pipa endotrakeal,
pengambilan darah, pungsi lumbal, dan cairan intravena memudahkan masuknya
kuman/ flora bakteri endogen, yang dapat menimbulkan pneumonia, sepsis.
b. Faktor geografi Bakteri penyebab infeksi berbeda jenisnya antara satu rumah
sakit dengan rumah sakit lain atau antara satu negara dengan negara
lain.Disebabkan perbedaan fasilitas pelayanan kesehatan, budaya setempat,
pelayanan perawatan, dan pola penggunaan antibiotika. Faktor lain adalah jenis
kolonisasi bakteri pada ibu hamil berbeda di setiap negara.
c. Infeksi silang Infeksi banyak terjadi di bangsal perawatan bayi baru lahir yang
berasal dari orang dewasa (termasuk ibu, perawat, dokter, mahasiswa, keluarga,
atau pengunjung).12 Transmisi melalui droplet merupakan sumber infeksi
terbanyak, baik berasal dari orang dewasa maupun bayi lain.(Asyar, 2016)
2.2.3 Tanda Infeksi
Infeksi neonatus memiliki beragam insiden menurut definisinya, dari 1-4/1000
kelahiran hidup di negara maju dengan fluktuasi yang besar sepanjang waktu dan
tempat geografis. Keragaman insidens dari rumah sakit ke rumah sakit lainnya
dapat dihubungkan dengan angka prematuritas, perawatan prenatal, pelakanaan
persalinan dan kondisi lingkungan di ruang perawatan. Angka kejadian infeksi
neonatus meningkat secara bermakna pada bayi dengan berat badan lahir rendah
dan bila ada faktor resiko ibu atau tanda-tanda seperti ketuban pecah lama (>18
jam), demam intrapartum ibu (>37,5oC), leukosit ibu (>18.000), pelunakan uterus
dan takikardia janin (>180 kali/menit).
Infeksi neonatus memiliki beragam faktor resiko diantaranya adalah faktor
resiko dari host meliputi jenis kelamin laki-laki, cacat imun didapat atau
kongenital, galaktosemia, pemberian zat besi intramuskuler, anomali kongenital,
omfalitis dan kembar. Prematuritas merupakan faktor resiko baik pada infeksi
mulai-awal maupun mulai-akhir. Pada bayi BBLR seringkali terdapat hipotermia
dan sklerema. Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu ‘not doing well”
kemungkinan besar menderita infeksi. Menurut berat ringannya, infeksi pada
neonatus dapat dibagi dalam dua golongan yaitu infeksi berat dan infeksi ringan.
Infeksi berat (major infection) seperti sepsis neonaorum, meningitis, pneumonia
neonatal, infeksi traktus urinarius, osteitis akut, tetanus neonatorum. Infeksi ringan
(minorinfection) seperti infeksi umbilicus (omfalitis), pemfigus neonatorum,
oftalmia neonatorum, moniliasis, dan stomatitis.(Asyar, 2016)
2.2.4 Pencegaha Infeksi
Untuk mengendalikan infeksi nosokomial pada bayi baru lahir dan
neonatus diperlukan suatu prosedur standard yang harus dipatuhi oleh petugas yang
terlibat di dalamnya. ASI menyediakan proteksi pasif untuk melawan pathogen
(substansi antibakterial dan antiviral termasuk sekresi Imunoglobulin A, laktoferin,
oligosakarida dan sel makrophag, lymphocyte, dan neutrophil), stimulan bagi sistem
imun bayi. Karena itu, ASI merupakan makanan tepat bagi bayi untuk menjaga agar
sistem imun berfungsi dengan baik dan menghindarkan bayi dari penyakit infeksi dan
saluran cerna. ASI merupakan makanan alamiah terbaik yang dapat diberikan oleh
seorang ibu kepada anak yang baru dilahirkannya, selain komposisinya sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi yang berubah sesuai dengan kebutuhan bayi
pada setiap saat (Nur & Adhar Arifuddin, 2017). Prosedure lain yang dapat diterapkan
selama bayi baru lahir masih berada di Rumah Sakit.

1. Profilaksis pada mata


Pencegahan ophthalmia neonatorum adalah satu cara yang praktis dilakukan
untuk mengkontrol infeksi pada bayi baru lahir. Untuk ini dapat dipakai obat
mata topical seperti setetes larutan Perak Nitrat 1%; salep mata Eritromisin
0.5% atau Tetrasiklin 1%. Kedua salep mata ini juga dapat mencegah Klamidia
trakomatis.
2. Perawatan kulit dan tali pusat
Dianjurkan untuk merawat kulit neonatus dengan teknik "dry skin
care", maksudnya membuat kulit agar tetap kering dengan mengatur suhu
kamar, mengurangi trauma pada kulit dan mencegah pemberian chat-chat
topikal yang mempunyai efek samping terhadap kulit. Dalam hal ini termasuk
membersihkan bayi hendaknya setelah temperaturnya stabil dan tidak menggunakan
antiseptik.
3. Staf perawatan
Oleh karena banyaknya penderita dalam satu bangsal dan kurangnya staf, akan
meningkatkan terjadinya infeksi nosokomial. American Academy of Pediatrics
menganjurkan pada bangsal bayi baru lahir yang sehat.
4. Desain ruang perawatan
Jarak yang adekuat antara tempat tidur bayi dengan peralatan lainnya
dapat mencegah kepadatan dan mengurangi risiko kontaminasi yang tidak
disengaja antara bayi dengan petugas. Luas lantai yang di rekomendasikan
untuk satu tempat tidur bayi bervariasi tergantung intensitas perawatannya.
5. Rawat gabung
Banyak rumah sakit melakukan rawat gabung untuk merawat bayi normal.
Dari berbagai penelitian terlihat bahwa tidak ada kenaikan insiden infeksi
nosokomial pada bayi-bayi yang dirawat gabung bila dibandingkan pada bayi-
bayi yang dirawat di bangsal perawatan bayi normal. Jadi program ini adalah
suatu cara yang potensial untuk mengurangi risiko kepadatan dan menurunkan
kontaminasi silang di bangsal perawatan bayi normal.
6. Air Susu Ibu
Air susu ibu adalah makanan standard bagi semua bayi.
Menggalakkan penggunaan air susu ibu adalah sangat penting karena ASI
memberi perlindungan alamiah terhadap problema saluran cerna yang sering timbul
pada neonatus. Clavano (1982) dengan cara rawat gabung dan penggunaan ASI
berhasil menurunkan kejadian diare, moniliasis mulut dan sepsis.
7. Mencuci tangan :
Oleh karena cara penularan infeksi yang utama di bangsal bayi adalah
melalui tangan petugas (bakteri transien) , maka mencuci tangan merupakan
satu cara yang efektif untuk melaksakan program mengkontrol infeksi. Dengan
mencuci tangan maka mikroba yang berada di tangan petugas akan hilang.
Mencuci tangan dengan memakai sabun selama 15 detik akan menghilagkan
mikroba yang berada di tangan (bakteri transien). Sedangkan untuk
membersihkan bakteri residen diperlukan waktu yang lebih lama dan harus
memakai detergen antibakteri.
8. Isolasi :
Diperlukan pada kasus yang menular seperti penyakit karena
stafilokokkus, konjungtivitis bakterialis, dan diare. Perlindungan fisik (isolasi) adalah
suatu cara untuk mengendalikan penyebaran infeksi di rumah sakit.
10. Pengunjung :
Harus dibatasi masuk ke bangsal perawatan bayi untuk mencegah
timbulnya infeksi, terutama terhadap pengunjung yang sakit.
11. Pengkontrolan terhadap epidemi :
Yaitu dengan pemeriksaan epidemiologi mendata prosedur dan teknik yang
selama ini digunakan untuk merawat bayi seperti perawatan kulit dan tali pusat,
cara-cara desinfeksi dan sterilisasi alat-alat.
2.2 Insiai Menyusui Dini
2.2.1 Pengertian Inisiasi Menyusui Dini
Inisiasi menyusu dini (IMD) atau early lactch on/breast crawl menurut
UNICEF  merupakan kondisi ketika bayi mulai menyusu sendiri setelah lahir, yaitu
ketika bayi memiliki kemampuan untuk dapat menyusu sendiri, dengan kriteria
terjadi kontak kulit ibu dan kulit bayi setidaknya dalam waktu 60 menit pertama
setelah bayi lahir. Cara bayi melakukan IMD dinamakan the breast crawl atau
merangkak mencari payudara. Pendapat senada mengemukakan, bahwa  inisiasi
menyusu dini (IMD) didefinisikan sebagai proses membiarkan bayi menyusu
sendiri segera setelah dilahirkan dan disusui selama satu jam atau lebih. Prinsipnya,
IMD merupakan kontak langsung antara kulit ibu dan kulit bayi, bayi
ditengkurapkan di dada atau di perut ibu selekas mungkin setelah seluruh badan
dikeringkan (bukan dimandikan), kecuali pada telapak tangannya dan dibiarkan
merangkak untuk mencari puting untuk segera menyusui. Kedua telapak tangan
bayi dibiarkan tetap terkena air ketuban karena bau dan rasa cairan ketuban ini
sama dengan bau yang dikeluarkan payudara ibu, dengan demikian ini menuntun
bayi untuk menemukan puting. Lemak yang menyamankan kulit bayi sebaiknya
dibiarkan tetap menempel.
2.2.2 Penatalaksana Insisasi Menyusui Dini
Tata laksana IMD dibagi menjadi dua yaitu tata laksana umum dan tata laksana
khusus seperti pada operasi sesar. Pertama, tata laksana IMD secara umum terdiri dari
beberapa tahap:
1) Dianjurkan kepada suami atau keluarga untuk mendampingi ibu saat persalinan
2) Dalam menolong persalinan, disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan
obat kimiawi dan mengganti dengan cara non kimiawi, misalnya pijat, aroma terapi dan
gerakan
3) Beri kebebasan pada ibu untuk memilih cara melahirkan yang diinginkan, misalnya
melahirkan normal, di dalam air atau dengan jongkok
4) Keringkan secepatnya seluruh badan dan kepala bayi kecuali kedua tangannya
karena adanya lemak (vernik caseosa) yang dapat memberi rasa nyaman bayi tersebut
5) Segera tengkurapkan bayi di dada atau perut ibu. Jika perlu selimuti ibu dan bayi
tersebut
6) Biarkan bayi mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan
lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting ibu
7) Ayah dapat memberi dukungan untuk membantu ibu mengenali tanda dan perilaku
bayi sebelum menyusu. Dukungan ayah dapat meningkatkan rasapercaya diri ibu.
Biarkan bayi dalam posisi sentuhan kulit dengan kulit ibunya setidaknya selama satu
jam, walaupun ia telah berhasil menyusu pertama sebelum satu jam. Jika belum
menemukan puting payudara ibunya dalam satu jam, biarkan kulit ibu tetap
bersentuhan dengan kulit bayinya sampai berhasil menyusu pertama
8) Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang dan diukur setelah satu jam atau menyusui
awal selesai. Setelah itu, lakukan prosedur pemberian vitamin K dan tetes mata yang
tertunda
9) Pelaksanaan rawat gabung, selama 24 jam sebaiknya bayi dan ibu tidak dipisahkan
agar bayi selalu dalam jangkauan ibu. Kedua, tata laksana secara khusus. Pada operasi
sesar, pelaksanaan IMD secara umum biasanya tidak dapat dilakukan. Hal ini
disebabkan karena pada operasi sesar biasanya ibu diberi anestesi umum sehingga ibu
berada dalam keadaan tidak sadar dan tidak memungkinkan dilakukan IMD.
2.2.3 Manfaat Inisiasi Menyusui Dini
Menurut Anik Maryunani (2012) manfaat Inisiasi Menyusu Dini dapat dijelaskan
secara umum dan khusus yaitu:
A. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini Secara Umum
1) Mencegah hipotermia karena dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama
bayi merangkak mencari payudara.
2) Bayi dan ibu menjadi lebih tenang, tidak stres, pernapasan dan detak jantung lebih
stabil, dikarenakan oleh kontak antara kulit ibu dan bayi.
3) Imunisiasi Dini. Mengecap dan menjilat permukaan kulit sebelum mulai
mengisap puting adalah cara alami bayi mengumpulkan bakteri-bakteri baik yang
ia perlukan untuk membangun sistem kekebalan tubuhnya.
B. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini Secara Khusus
1) Manfaat untuk Ibu: Meningkatkan hubungan khusus ibu dan bayi, Merangsang
kontraksi otot rahim sehingga mengurangi resiko perdarahan sesudah melahirkan,
Memperbesar peluang ibu untuk memantapkan dan melanjutkan kegiatan
menyusui selama masa bayi, Mengurangi stres ibu setelah melahirkan, Mencegah
kehamilan, dan Menjaga kesehatan ibu
2) Manfaat untuk Bayi: Mempertahankan suhu bayi tetap hangat, Menenangkan ibu
dan bayi serta meregulasi pernafasan dan detak jantung, Kolonisasi bakteri dan
usus bayi dengan bakteri badan ibu yang normal (bakteri yang berbahaya dan
menjadikan tempat yang baik bagi bakteri yang menguntungkan) dan
mempercepat pengeluaran kolostrum sebagai antibody bayi.
C. Manfaat secara Psikologis
Adanya ikatan emosi (emotional bonding): Hubungan ibu – bayi lebih erat dan
penuh kasih saying, Ibu merasa lebih bahagia, Bayi lebih jarang menangis, Ibu
berperilaku lebih peka (affectionately), Lebih jarang menyiksa bayi (child abused).
2.2.4 Faktor yang Mendukung Inisiasi Menyusu Dini
Kesiapan fisik dan psikologi ibu sudah harus dipersiapkan sejak awal kehamilan.
Faktor pendukung bagi kelancaran proses pemberian Inisiasi Menyusu Dini sesaat
setelah lahir, harus dipersiapkan sejak masa ibu hamil. Menurut Maryunani (2012) ada
5 hal yang dapat menjadi faktor pendukung inisiasi menyusu dini yaitu sebagai berikut:
A. Pengetahuan yang Diperoleh Ibu Mengenai Inisiasi Menyusu Dini
Informasi sangat penting dalam memberikan pengetahuan bagi ibu dalam
melakukan inisiasi menyusu dini pada bayinya sesaat sesudah lahir. Menurut Rogers
(1974) dalam Sunaryo (2004), informasi yang diperoleh akan dapat mengubah
perilaku seseorang dengan suatu proses sebagai berikut: 1) Awareness (kesadaran) :
individu menyadari adanya stimulus. 2) Interest (tertarik) : individu mulai tertarik
pada stimulus.3) Evaluation (menimbangnimbang) : individu menimbang nimbang
tentang baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
B. Sikap Ibu
Sikap merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
(Notoadmodjo, 2012). Oleh sebab itu, sikap dapat mempengaruhi perilaku ibu
dalam melakukan inisiasi menyusu dini kepada bayinya.
C. Tenaga Kesehatan
Setiap ibu yang hendak melahirkan harus diinformasikan dan membimbing
ibu-ibu mengenai hal kebutuhan atau hal yang kemungkinan akan terjadi dalam
proses persalinan. Peran tenaga kesehatan yaitu memberikan informasi dan
bimbingan tersebut harus bekerja sama dengan ibu yang hendak melahirkan
tentang pentingnya informasi mengenai menyusukan bayi sesaat setelah lahir
(Rukiyah, 2012).
D. Sarana Kesehatan
Ketika bayi dilahirkan sangat dibutuhkan sarana kesehatan yang
mencukupi, tetapi untuk kegiatan inisiasi menyusu dini dapat menghemat ruangan
untuk perawatan ibu dan bayi, karena ibu dan bayi berada di ruangan yang sama
dalam melakukan inisiasi menyusu dini.
E. Dukungan Keluarga
Dalam kegiatan untuk inisiasi menyusu dini diperlukan dukungan keluarga.
Keberhasilan inisiasi menyusu dini didukung oleh peranan keluarga dalam
memberikan arahan dan bimbingan yang positif dari tercapai kegiatan inisiasi
menyusu dini ibu dan bayinya sesaat sesudah lahir.
F. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).
Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran
(telinga), dan indra penglihatan (mata).

2.4 Asuhan Keperawatan


2.4.1 RISIKO DEFISIT NUTRISI (SDKI, 2016).
a) Definisi Risiko Defisit Nutrisi (D.0032).
Beresiko mengalami asupam nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolism. (SDKI, 2016).
b) Faktor Risiko, Risiko Defisit Nutrisi
1. Ketidak mampuan menelan makanan
2. Ketidak mampuan mencerna makanan
3. Ketidak mampuan mengabsorbsi nutrient
4. Peningkatan kebutuhan metabolism
5. Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak menvukupi)
6. Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)
c) Kondisi Klinis terkait
1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrome
4. Cerebral palsy
5. Cleft lip
6. Celft palate
7. Amyotropic lateral sclerosis
8. Kerusakan neuromuscular
9. Luka bakar
10. Kanker
11. Infeksi
12. AIDS
13. Penyakit Crohn’s
14. Enterokolitis
15. Fibrosis kristik

2.4.2 RISIKO DEFISIT NUTRISI (SLKI, 2019)


Luaran utama: Status Nutrisi (L.0303)
Definisi: Keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolism
Kriteria Hasil:
1. Berat Badan dari Skala 4 membaik menuju 5
2. Indeks Masa Tubuh (IMT) dari skala 4 membaik menuju 5
3. Frekuensi Makan (Meminum ASI) dari skala 2 membaik menuju 5
4. Bising Usus dari skala 3 membaik menuju 5
5. Membran Mukosa dari skala 3 membaik menuju 5

2.4.3 RISIKO DEFISIT NUTRISI (SIKI, 2018)


Luaran Utama: Manajemen Nutrisi (I.03119)
Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang
Tindakan:
1. Observasi :
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2. Terapeutik :
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jka perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatriki jika asupan oral dapat
di toleransi
3. Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang di progamkan
4. Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antimetik), jika perlu
- Kolaborasindengan ahli gizi untuk menentukan jumblah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan. Jika perlu
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pencegahan infeksi merupakan bagian terpenting dalam dan dari setiap
komponen perawatan BBL. Pencegahan yang dilakukan antara lain adalah imunisasi
maternal (tetanus, rubella, varisela, hepatitis B). Dengan demikian risiko infeksi bayi
baru lahir dapat di minimalkan. Infeksi neonatal dapat terjadi intrauterin melalui
transplasental, didapat intrapartum saat melalui jalan lahir selama proses persalinan, atau
pascapartum akibat sumber infeksi dari luar setelah lahir. Infeksi intrapartum dapat
terjadi pada saat melalui jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus lama dan
ketuban pecah dini. Risiko infeksi pada bayi baru lahir dapat dibagi menjadi tiga
kategori: risiko prenatal, risiko nosokomial dan risiko neonatal. Faktor risiko prenatal
meliputi: ketuban pecah dini (KPD) dan infeksi selama kehamilan. Faktor nosokomial
yang dapat menjadi predisposisi neonatal terkena infeksi meliputi: lama rawat, prosedur
invasif, ruang perawatan penuh, staf perawatan, dan prosedur cuci tangan. Faktor
neonatal meliputi: BBLR, jenis kelamin dan kelainan kongenital. Infeksi pada Bayi Baru
Lahir sangat berkaitan dengan pentingnya Insiasi Menyusui Dini (IMD) dan Manajemen
Laktasi, jika cara ini tidak dilakukan dengan baik maka akan sangat berdampak buruk
bagi bayi.
3.2 Saran
Semoga pembaca sadar bahwa pemberian ASI kepada Bayi Baru Lahir itu sangat
berdampak positif tidak hanya kepada bayi tetapi juga kepada ibu. Pelaksanaan
manajement laktasi sebaiknya para orang tua juga sering konsultasi dengan orang yang
lebih paham agar mudah terlaksananya manajement tersebut. Ibu yang baru melahirkan
juga lebih sering konsultasi ke Rumah Sakit jika terdapat masalah saat menyusui bayi,
karena jika kesalahan dalam neyusui bayi dan berakibat pada kelecetan putting maka
kemungkinan terkena infeksi sangat besar.

15
DAFTAR PUSTAKA

Asyar, A. (2016). Infeksi Neonatus.

Br Kaban, N. (2017). Inisiasi Menyusui Dini. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, 15(2), 35–46.
https://doi.org/10.24114/jkss.v15i2.8773

Gizi, S., Di, U., Padang, K., Enny, E., Elnovriza, D., & Hamid, S. (2006). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan. 1(9), 5–8.

Lecet, P. (2016). MenyusuiMemulai dengan Tepat. 1–5.

Purba, lili sari A., & Harahap, K. (2019). 済 無 No Title No Title. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Risneni. (2015). Hubungan Teknik Menyusui Dengan Terjadinya Lecet Puting Susu Pada Ibu
Nifas. Jurnal Keperawatan, 9(2), 158–163. http://ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/565/514
Rukmini, R. (2016). Manajemen Laktasi Dan Pertumbuhan Usia Infant. Adi Husada Nursing
Journal, 2(2), 83. https://doi.org/10.37036/ahnj.v2i2.63
Meiferina, D. A. (2017). PERAWATAN BAYI BARU LAHIR (BBL) PADA IBU USIA
PERKAWINAN KURANG DARI 18 TAHUN (Di Wilayah Puskesmas Tiron Kabupaten
Kediri). JURNAL KEBIDANAN, 6(1), 47-55.
Nur, A. F., & Adhar Arifuddin. (2017). ASI Ekslusif Efektif Cegah ISPA pada Anak.
file:///C:/Users/User/Downloads/ASI%20EKSLUSIF%20EFEKTIF%20CEGAH%20ISPA
%20PADA%20ANAK.pdf

https://studylibid.com/doc/2295383/1-chairuddin-p.-lubis---universitas-sumatera-utara
midwife abdi nusantara. (2014, Selasa, Desember). Pencegahan infeksi.
http://abnusclassb.blogspot.com/2014/12/kelompok-24-pencegahan-infeksi.html

iii

Anda mungkin juga menyukai