“ MILIARIASIS“
DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
P07224219038
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Atas berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Individu untuk memenuhi mata
kuliah “Asuhan Kebidanan Pada Neonatus, Bayi Baru Lahir dan Balita”. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul......................................................................................... 1
Kata Pengantar........................................................................................ 2
Daftar Isi.................................................................................................. 3
BAB I Pendahuluan.............................................................................. 4
1.3 Tujuan................................................................................. 6
BAB II Pembahasan............................................................................... 7
2.2 Klasifikasi........................................................................... 8
2.3 Etiologi................................................................................ 9
2.4 Patofisiologi........................................................................ 11
BAB IV PENUTUPAN........................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 23
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
mengalami proses pematangan yang cepat, baik struktur anatomi, bio kimia
dan fisiologik setelah tahap pembentukan in utero. Pada remaja dan dewasa,
kulit sudah matang atau mature kemudian mengalami kemunduran.
Miliaria paling umum terjadi di lingkungan tropis dan juga pada bayi baru
lahir biasa mendapat kekebalan atau imunitas trans plasenta terdapat kuman yang
berasal dari ibunya. Sesudah lahir bayi terpapar dengan kuman sering juga berasal
dari orang lain. Dalam hal ini bayi tidak mempunyai imunitas sehingga rentan
terkena infeksi. Beberapa gejala perubahan tingkah laku bayi baru lahir tersebut
diantaranya ialah malas minum, gelisah atau mungkin tampak letargis, frekuensi
pernafasan meningkat, berat badan tiba – tiba turun, muntah, dan diare. Suhu
tubuh dapat meninggi, normal atau dapat pula kurang dari normal.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization, 2008)
melaporkan tiap tahun terdapat 80% penderita biang keringat (miliaria), diantaranya
65% terjadi pada bayi.
Indonesia merupakan daerah tropis sehingga sering terjadi biang keringat
(Miliaria) khususnya pada bayi berusia kurang dari 6 bulan. Karena cuaca yang
panas sangat berpengaruh untuk terjadinya biang keringat (miliaria). Bayi baru
lahir akan dibedong untuk menjaga kehangatan tubuhnya agar tidak terjadi
hipotermi sekitar 34,14% bayi terkena biang keringat (milaria) akibat
pembedongan,-pembedongan pada bayi akan memberi efek hangat tetapi bila
cuaca panas dapat menyebabkan biang keringat. Keadan inilah yang sering
menyebabkan biang keringat (miliaria). Milaria dapat terjadi pada bayi – bayi
prematur pada minggu pertama pasca persalinan disebabkan oleh sel – sel pada
bayi yang belum sempurna sehingga terjadi sumbatan pada kelenjar kulit dan
mengakibatkan retensi keringat, biang keringat terjadi sekitar 40% pada bayi baru
lahir. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tergolong tinggi, jika
dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Berdasarkan Human
Development Report 2010, AKB di Indonesia mencapai 31 per 1.000 kelahiran.
Angka itu, 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Juga, 1,2 kali lebih tinggi
dibandingkan Filipina dan 2,4 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan Thailand.
(WHO, 2010).
5
Ada beberapa masalah yang lazim terjadi diantaranya adalah adanya
bercak mongol, hemangioma, ikhterus, muntah dan gumoh, oral trush, diaper rash,
dan seborrhea, furunkel, milliariasis, diare, obstipasi, infeksi, dan sindrom bayi
meninggal mendadak. Milliariasis sering terjadi pada bayi prematur karena proses
diferensiasi sel epidermal dan apendiks yang belum sempurna. Kasus milliariasis
terjadi pada 40 – 50% bayi baru lahir. Muncul pada usia 2 – 3 bulan pertama dan
akan menghilang dengan sendirinya pada 3 – 4 minggu kemudian. Terkadang
kasus ini menetap untuk beberapa lama dan dapat menyebar ke daerah sekitarnya.
(Vivian, 2010).
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Miliariasis
2. Untuk mengetahui klasifikasi Miliariasis
3. Untuk mengetahui etiologi Miliariasis
4. Untuk mengetahui patofisiologi Miliariasis
5. Untuk mengetahui gejala Miliariasis
6. Untuk mengetahui cara pencegahan Miliariasis
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retens keringat akibat
tersumbatnya pori kelenjar keringat. (Vivian, 2010). Milliariasis disebut
juga sudamina, biang keringat, keringat buntet, liken tropikus, ataupickle
heat. Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retensi keringat akibat
tersumbatnya pori kelenjar keringat.(Vivian Nani,2010)
Biang keringat adalah gangguan pada kulit berupa ruam kemerahan yang
terasa gatal. Biang keringat sering terjadi pada anak-anak, walaupun tidak sedikit
orang dewasa yang mengalaminya terutama saat cuaca panas dan lembab. Biang
keringat juga dapat terjadi pada pasien yang lama berbaring di rumah sakit
misalnya pasien strokeatau pasca operasi besar (Djunarko dan Hendrawati, 2011;
Knott, 2010)
Miliariasis adalah kelainan kulit yang ditandai dengan kemerahan, disertai
dengan gelembung kecil berair yang timbul akibat berlebihan disertai sumbatan
saluran kelenjar keringat yaitu di dahi, leher, bagian yang tertutup pakaian (dada,
panggung), tempat yang mengalami tekanan atau gesekan pakaian dan juga
kepala.
Gambar Miliariasis
www.google.com (miliariasis)
7
2.2 Klasifikasi
a. Miliaria crystalline
Miliaria crystalline disebut juga miliaria sudamina. Hal ini terjadi
saat penyumbatan saluran keringat dekat dengan permukaan kulit/stratum
corneum. Ruam biasanya berbentuk sangat kecil, bitnik jelas yang muncul dalam
bentuk kumpulan. Bintik-bintik tersebut akan hilang dalam beberapa jam atau
hari dan merupakan bentuk yang tidak gatal atau bahkan tidak gatal sama sekali
(Knitt, 2010).
Biang keringat yang terjadi pada bayi baru lahir (neonatus) sumbatan
terjadi pada permukaan atau lapisan kulit sehingga terlihat gelembung-
gelembung kecil berukuran 1-2 mm berisi cairan jernih, namun tidak terdapat
kemerahan pada kulit. Biang keringat ini yang paling umum yang sering terjadi.
Gejalanya, pada kulit tubuh bayi yang sering keringatan akan tampak mengelupas,
kering, dan kasat. Gejala ini biasanya dipicu oleh panasnya udara. Biang keringat
bayi seperti ini ditandai bitnik-bintik kecil berisis air dan akan mudah pecah
sendiri karena lokasinya masih teramat dangkal.
b. Maliaria rubra
Millia ruba memiliki gambaran berupa papula vesikel dan eritema di
sekitarnya. Keringat menembus kedalam epidermis, biasanya disertai rasa gatal
dan pedih pada daerah ruam dan daerah disekitarnya, sering juga diikuti dengan
infeksi sekunder lainnya dan dapat juga menyebabkan timbulnya impetigo dan
furunkel.
c. Miliaria profunda
Bentuk ini agak jarang terjadi kecuali didaerah tropis. Kelainan ini
biasanya timbul setelah miliaria rubra ditandai dengan papula putih, kecil, keras,
berukuran 1-3 mm. Terutama terdapat di badan ataupun ekstremitas. Karena letak
retensi keringat lebih dalam maka secara klinik lebih banyak berupa papula
daripada vesikel. Tidak gatal, dan tidak terdapat eritema.
8
Jenis ini sangat jarang terjadi. Penyebabnya adalah penyumbatan saluran
keringat pada lapisan dermis (lapisan tengah kulit) atau dermalepidermal. Ini
terjadi pada orang yang tingal diiklim panas atau yang mengalami miliaria rubra
berulang-ulang. Gumpalan besar berkembang pada kulit ketika berkeringat,
warnanya cenderung lebih pudar seperti daging karena terjaid di tengah kulit.
Gatal cenderung ringan namun memiliki resiko demam apabila banyak permukaan
kulit yang terpengaruh (Knott, 2010).
2.3 Etiologi
Bian keringat atau Miliariasis disebebkan karena adanya sumbatan pada
pori-pori saluran keluarnya keringat, sehingga keringat merembes pada pori
terdekat dan mengakibatkan inflamasi/peradangan. Biang keringat berhubungan
erat dengan cuaca yang sangat panas, lembab atau dapat terjadi selama penyakit
yang menyebabkan biang keringat. Biang keringat juga diakibatkan dari ketidak
mampuan kulit untuk “bernafas” (berinteraksi dengan udara) karena pakaian yang
terlalu ketat atau tebal seperti kulit dan polyester (Levin, et,al, 2012).
Sumbatan pada biang keringat dapat disebebakan oleh debu ataupun daki.
Saat tubuh banyak berkeringat, misalnya saat cuaca panas atau setelah demam,
adanya sumbatan tadi akan membuat keringat tertahan di bawah kulit, kemudian
membentuk tonjolan-tonjolan kecil berwarna merah karena terjadi peradangan
(Djunarko dan Hendrawati, 2011).
9
b. Pakaian yang terlalu lembab dan ketat.
c. Pakaian banyak memberikan pengaruh pada kulit, misalnya menimbulkan
pergeseran, tekanan yang berpengaruh terjadinya peningkatan suhu tubuh.
d. Aktivitas yang berlebihan.
e. Setelah menderita sakit panas.
f. Penyebab lain berupa penyumbatan pori-pori yang berasal dari kelenjar
keringat. Sumbatan ini dapat diakibatkan debu atau radang pada kulit
anak. Butiran-butiran keringat yang tertangkap dibawah kulit akan
mendesak ke permukaan kulit dan menimbulkan bintik-bintik kecil yang
terasa gatal.
2.4 Patofiosologi
Pori-pori pada kelenjar keringat tersumbat pada biang keringat. Ketidak
mampuan sekresi keringat dan keluarnya keringat dari pori-pori menyebabkan
dilatasi/pelebaran dan rupture/kerusakan pada lapisan epidermal pori keringat.
Keadaan ini menyebabkan inflamasi akut pada lapisan dermis yang menimbulkan
rasa perih, terbakar atau gatal (Levin, et, al, 2012)
Terjadinya miliariasis diawali dengan tersumbatnya pori-pori kelenjar
keringat, sehingga pengeluaran keringat tertahan. Tertahannya pengeluaran
keringat ditandai dengan adanya vesikel miliaria di muara kelenjar keringat lalu
disusul dengan timbulnya radang dan edema akibat perspirasi yang tidak dapat
keluar kemudian diabsorpsi oleh stratum korneum (Vivian, 2010).
Miliariasis sering terjaid pada bayi prematur karena proses diferensiasi sel
epidermal dan apendiks yang belum sempurna. Kasus miliariasis terjadi pada 40-
50 % bayi baru lahir. Muncul pada usia 2-3 bulan pertama dan akan hilang dengan
sendirinya pada 3-4 minu kemudian. Terkadang kasus ini menetap untuk beberapa
lama dan dapat menyebar ke daerah sekitarnya (Vivian, 2010)
10
dimandikan. Apalagi jika si bayi gemuk sehingga leher dan ketiaknya berlipat-
lipat. Biang keringat juga dapat timbul di daerah dahi dan bagian tubuh yang
tertutup pakaian (dada dan panggung). Gejala utama ialah gatal-gatal seperti
ditusuk-tusuk, dapat disertai dengan warna kulit yang kemerahan dan gelembung
berair berukuran kecil (1-2 mm). Kondisi ini bisa kambuh berulang-ulang
terutama jika udara panas dan berkeringat.
2.6 Pencegahan
Pencegahan lebih baik dari pada mengobati. Sebagian besar maliaria akan
sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan. Bahkan, ada sebenarnya juga dapat
mengurangi timbulnya biang keringat pada si kecil antara lain dengan menjaga
kenyamanan lingkungan sekiar si kecil, memakaikan baju yang terbuat dari jenis-
jenis bahan yang mudah menyerap keringat, lembut, dan tidak ketat pada si kecil.
Beberapa kondisi menyebabkan bayi atau anak dibawa ke dokter, seperti
kondisi biang keringat yang tidak membaik setelah penenangan selama lebih dari
3 hari, timbul demam atau rasa sakit/gatal yang berat, dan timbul tanda-tanda
infeksi seperti terlihat nanah atau sering berulang beberapa kali dalam waktu yang
pendek sehingga menganggu aktivitas anak sehari-hari.
11
2.7 Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Neonatus, Bayi,
Balita, Anak dengan Miliariasis
I. PENGKAJIAN
Pengkajian data subyektif dan data obyektif menggunakan konsep
refocusing atau menggunakan data fokus yang disesuaikan dengan
kebutuhan klien, berlandaskan teori yang ada, untuk menegakkan
diagnosis.
A. Data Subyektif
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama :
Umur/Tanggal lahir :
- Insidens sindrom nefrotik jarang menyerang anak di
bawah usia 1 tahun (Betz & Sowden, 2002).
- Insidens puncak sarcoma osteogenik terdapat antara usia
10-15 tahun (Betz & Sowden, 2002).
Jenis kelamin : insidens meningitis lebih banyak
terjadi pada laki-laki daripada
perempuan (Betz & Sowden,
2002).
Insidens ITP (Idiopatik
Trombositopenia Purpura) lebih
sering terjadi pada wanita (Kapita
Selekta Kedokteran FKUI, 2000)
Tanggal MRS :
Diagnosis medis :
b. Identitas orang tua
Nama ayah :
Nama ibu :
Usia ayah / ibu :
Pendidikan ayah / ibu :
Pekerjaan ayah / ibu :
Agama :
Suku/bangsa :
Alamat :
12
2. Alasan MRS dan Keluhan Utama
a. Alasan MRS
Alasan MRS adalah alasan klien masuk Rumah Sakit, bisa
disebabkan klien datang sendiri karena adanya keluhan
ataupun rujukan.
b. Keluhan Utama
13
FKUI membagi dalam 3 golongan, yaitu infeksi antenatal,
intranatal dan postnatal.
- Riwayat antenatal : infeksi janin melalui sirkulasi ibu
ke plasenta, misal infeksi virus
rubella
Contoh lain :
- Status hematologik wanita hamil
merupakan salah satu faktor
predisposisi anemia defisiensi
besi pada anak (Kapita Selekta
Kedokteran FKUI, 2000).
Pengkajian riwayat antenatal dirincikan mulai dari :
a) corak reproduksi ibu yang meliputi umur ibu saat
hamil, jarak kelahiran dan jumlah kelahiran (paritas),
termasuk aborsi.
b) kunjungan antenatal
c) keadaan kesehatan saat hamil
d) makanan ibu selama hamil,
e) obat-obat yang diminum pada saat hamil, terutama
trimester pertama kehamilan
f) riwayat imunisasi tetanus toksoid
g) riwayat terpapar infeksi saat hamil, misalnya TORCH
h) riwayat merokok dan minum minuman keras/alkohol
(Matondang, dkk, 2000)
- Riwayat intranatal: ketuban pecah dini, partus lama,
manipulasi vagina
Contoh lain :
- Berat badan lahir rendah
menyebabkan depo besi kurang,
sehingga merupakan salah satu
faktor predisposisi anemia
defisiensi besi pada anak (Kapita
Selekta Kedokteran FKUI, 2000).
14
- Bayi yang lahir dengan umur
kehamilan < 36 minggu
meningkatkan insidens penyakit
jantung asianotik karena duktus
arteriosus gagal menutup (Insley,
2003)
Pengkajian riwayat intranatal meliputi : Tanggal dan
tempat kelahiran, penolong dan cara kelahiran, adanya
kehamilan ganda, masa kehamilan, berat dan panjang
badan saat lahir, morbiditas yang berhubungan dengan
kelahiran, misalnya trauma lahir, infeksi intrapartum,
asfiksia, dll.
- Riwayat postnatal : kontaminasi pada saat
penggunaan alat, perawatan tidak
steril.
Contoh lain :
- Salah satu faktor predisposisi
tetanus neonatorum adalah
riwayat pemotongan dan
perawatan tali pusat yang tidak
steril (Ismoedijanto, 2008)
Pengkajian riwayat postnatal meliputi keadaan segera
setelah lahir, morbiditas pada hari-hari pertama setelah
lahir, serta pemberian asupan nutrisi pasca lahir.
Riwayat imunisasi : Pada kasus tetanus perlu ditanyakan
status imunisasi (Ismoedijanto, 2008)
Riwayat alergi
Contoh : Alergi makanan pada bayi biasa terjadi pada bayi
yang mulai mengenal makanan pendamping ASI.
Selain protein susu, alergen yang umum dijumpai
adalah telur, kedelai, gandum, kacang, ikan, dan
kerang-kerangan. Riwayat alergi ini dapat menjadi
faktor predisposisi kasus diare pada bayi/anak
(Ngastiyah, 2005).
Riwayat penyakit yang pernah di derita :
Contoh : Demam reumatik
15
Demam reumatik merupakan penyakit peradangan
akut yang cenderung berulang dan dipandang
sebagai penyebab terpenting penyakit jantung
didapat pada anak (Kapita Selekta Kedokteran
FKUI, 2000)
Riwayat operasi/pembedahan
Riwayat tumbuh kembang
Riwayat Pertumbuhan
Contoh : - Pada kasus Tuberkulosis anak, berat badan turun
tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1
bulan dengan penanganan gizi (Kapita Selekta
Kedokteran FKUI, 2000)
Status pertumbuhan anak ditelaah dari kurva berat badan
terhadap umur dan panjang badan terhadap umur, data ini
dapat diperoleh dari KMS.
Riwayat perkembangan :
- Kemandirian dan bergaul
- Motorik halus
- Motorik kasar
- Kognitif dan bahasa
Contoh :anak dengan riwayat asfiksia berat,
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir, dan
sindrom down dapat mengalami hambatan
perkembangan (Matondang, dkk, 2000).
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Riwayat penyakit menular
b. Riwayat penyakit menurun :
Contoh :pada kasus kejang demam pada anak biasanya
didapatkan riwayat kejang demam pada anggota
keluarga lainnya, ayah, ibu atau saudara kandung
(Suharso, 2008).
c. Riwayat penyakit menahun
16
(Protokol Asuhan Neonatal PONEK,
2008).
Pola Eliminasi
Pola Istirahat
Pola Aktivitas
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : composmentis / apatis / somnolen / sopor / koma /
delirium
Tanda Vital : Tekanan darah :
Contoh : - tekanan darah sistolik dan
diastolik meninggi pada pelbagai
kelainan ginjal/hipertensi renal
- Peningkatan tekanan darah
sistolik tanpa peningkatan
tekanan diastolik terdapat pada
pasien dengan duktus arteriosus
persisten (Matondang, dkk, 2000)
Nadi : demam dan dehidrasi dapat
menyebabkan takikardia
(Matondang, dkk, 2000)
17
Pernapasan : takipnea pada bayi dan anak
kecil merupakan tanda dini gagal
jantung (Matondang, dkk, 2000)
Suhu : hipotermia terdapat pada keadaan
dehidrasi dan renjatan
(Matondang, dkk, 2000)
Antropometri : Tinggi badan
Berat badan : sebelum sakit :
saat ini :
contoh : - Dehidrasi dan infeksi akut dapat
berhubungan dengan berat badan
yang menurun atau gagal
menambah berat badan (Engel,
1998)
- Penyakit ginjal kronis dan
disfungsi endokrin pada anak
dapat menyebabkan pertambahan
berat badan yang berlebihan
(Engel, 1998).
LILA :
Matondang, dkk (2000) menyatakan pada anak
berumur 1-5 tahun, LILA saja sudah dapat
menunjukkan status gizi, dengan interpretasi sbb :
< 12,5 cm : gizi buruk (merah)
12,5-13,5 cm : gizi kurang (kuning)
>13,5 cm : gizi baik (hijau)
Lingkar kepala : normalnya 33-35 cm
Lingkar dada : normalnya 30-38 cm
Lingkar perut : normalnya 31-35 cm
(Isi nilai normalnya)
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe mulai dari inspeksi,
palpasi, auskultasi dan perkusi.
Inspeksi :
Kulit : tidak ada pembengkakan, tidak ada vernik
kaseosa, tidak ada ruam.
Kepala :
Wajah :
Mata :
Telinga :
18
Hidung : pernapasan cuping hidung merupakan salah satu
manifestasi klinis dari pneumonia (Betz &
Sowden, 2002)
Mulut : - pada kasus thypoid, mulut terdapat napas
berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah, lidah tertutup selaput putih kotor, ujung
dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor
(Ngastiyah, 1997)
- Mulut mencucu seperti mulut ikan merupakan
gejala khas pada tetanus neonatorum
(Ngastiyah, 1997)
Leher :
Dada : pada pneumonia dapat terjadi retraksi dinding
dada (Betz & Sowden, 2002)
Abdomen :
Genetalia eksterna :
Anus :
Ekstremitas :
Palpasi :
Kepala :
Wajah :
Mata :
Telinga :
Hidung :
Mulut :
Leher :
Dada :
Abdomen :
Genetalia eksterna :
Anus :
Ekstremitas :
Auskultasi :
Contoh : - auskultasi bunyi jantung pada stenosis pulmonal,
didapatkan bunyi jantung I normal, bunyi
jantung II terpecah agak lebar dan lemah
(Matondang, dkk, 2000)
- Frekuensi peristaltik akan bertambah pada
gastroenteritis, serta berkurang bahkan
menghilang pada peritonitis (Matondang, dkk,
2000).
19
Perkusi :
Contoh : perkusi abdomen untuk menentukan asites pada
anak yang dapat disebabkan oleh penyakit hati
kronik misalnya sirosis hepatis (Matondang,
dkk, 2000).
3. Pemeriksaan Neurologis/Refleks
Pada neonatus, pemeriksaan refleks yang dilakukan antara lain :
Refleks moro :
Refleks tonic neck :
Refleks rooting :
Refleks sucking :
Refleks graps (plantar & palmar grasp)
Refleks babynski :
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
- Tromobositopenia (<100.000/ul) dan hemokonsentrasi (nilai
hematokrit lebih dari 20% dari normal) merupakan gejala
laboratories untuk menegakkan diagnosis DBD (Kapita Selekta
Kedokteran FKUI, 2000).
- Biakan urin pancaran tengah (midstream urine) dianggap
positif ISK bila jumlah kuman ≥ 100.000 kuman/ml urin
(Kapita Selekta Kedokteran FKUI, 2000).
- Diagnosis definitive sepsis hanya bisa ditegakkan dengan
kultur darah postif (Protokol Asuhan Neonatal PONEK, 2008)
Pemeriksaan USG : USG dapat mendeteksi ketinggian rectum
distal untuk membantu penegakkan
diagnosis anus imperforata (Protokol
Asuhan Neonatal PONEK, 2008)
Pemeriksaan diagnostik lainnya
II. INTERPRETASI DATA DASAR
Diagnosis :
Cara penulisan diagnosis :
NKB/NCB/NLB , KMK/SMK/BMK, Usia …….. (jam/hari) dengan
…………………….
Keterangan : NKB : Neonatus kurang bulan
NCB : Neonatus cukup bulan
NLB : Neonatus lebih bulan
20
KMK : Kecil Masa Kehamilan
SMK : Sesuai Masa Kehamilan
BMK : Besar Masa Kehamilan
Contoh : NCB- SMK, usia 2 hari dengan hiperbilirubinemia
Bayi usia ….. (bulan) dengan …………….
Balita usia …… (tahun) dengan …………….
Anak usia …….. (tahun) dengan ……………………
Masalah : Hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman/hal yang
sedang dialami klien yang ditemukan dari hasil pengkajian
atau yang menyertai diagnosis.
Contoh masalah :
kurangnya pengetahuan orang tua terhadap penyakit yang diderita
anak
Kebutuhan : Hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum
teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah.
Contoh kebutuhan : Pemberian KIE/pendidikan kesehatan
V. INTERVENSI
Contoh pembuatan intervensi :
- Berikan suplementasi zinc ! (pada kasus diare)
Rasional : Zinc mempunyai efek pada fungsi kekebalan saluran cerna
dan berpengaruh pada fungsi dan struktur saluran cerna serta
21
mempercepat proses penyembuhan epiel selama diare
(Ngastiyah, 2005).
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tindakan fototerapi! (pada
kasus hiperbilirubinemia)
Rasional : Pemberian terapi sinar (fototerapi) diberikan pada neonatus
pada jumlah serum bilirubin tertentu sesuai panduan
penatalaksanaan hiperbilirubinemia menurut American
Academy of Pediatrics (Damanik, 2008)
- Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan pembedahan ! (pada kasus
omfalokel)
Rasional : Pada kasus omfalokel harus dilakukan pembedahan sesegera
mungkin untuk menghindari terjadinya peritonitis (Protokol
Asuhan Neonatal PONEK, 2008).
- Lakukan rujukan ! (pada kasus penyakit jantung kongenital)
Rasional : Tatalaksana penyakit jantung kongenital perlu rujukan segera
ke pusat perawatan khusus yang memiliki tenaga ahli jantung
anak (Protokol Asuhan Neonatal PONEK, 2008).
VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana
asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya
oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya.
VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan
asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan dalam
bentuk SOAP.
22
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 16 Juli 2019
Waktu pengkajian : 09.00 WIB
Nama pengkaji : Denni Rahmawati
Tempat pengkajian : Puskesmas Pasar Ikan
S:
A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama : By. A
Umur/tanggal lahir : 2 bulan/13 April 2019
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal MRS : 20 April 2015
Diagnosa medis :-
b. Identitas orang tua
Nama ayah : Tn. Y
Nama ibu : Ny.R
Usia ayah/ibu : 29 thun/30 tahun
Pendidikan ayah/Ibu : S1 Kom/S1 Kom
Pekerjaan ayah/ibu : Swasta/IRT
Agama : Islam
Alamat : Jl. M. Hasan RT 04
2. Keluhan utama
Keluhan yang di alami pasien : ibu mengatakan sudah 2 hari ini bayinya
rewel dan pada daerah dahi tampak gelembung-gelembung berisi cairan
jernih serta pada daerah lipatan lutut sebelah kiri tampak kemerahan.
23
Ibu mengatakan anaknya tampak gelisah, ada bintik-bintik berisi
air pada daerah leher dan kemerahan pada lipatan lutut sebelah kiri.
d. Riwyat Imunisasi
24
Selama sakit, ibu mengatakan
bayinya BAK kurang lebih 4-5
kali sehari, warna kuning jernih,
bau khas urine.
O:
B. Data objektif
1. Pemeriksaan Umum:
a. Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compocmentis
b. Tanda-tanda vital
Temperature : 36.70 C
Nadi : 112x/menit
Frekuensi napas : 33x/menit
Tinggi badan : 50cm
25
Berat badan : 4.300gram
c. Antropometri.
2. Pemeriksaan fisik
Kulit :
Kepala : ubun-ubun berdenyut, kepala bersih, rambut tidak
mudah rontok.
Mata : bersih, tidak pucat
Hidung : bersih, simetris dan tidak ada secret.
3. Pemeriksaan penunjang.
Tidak dilakukan
A:
Diagnosisi : NCB-SMK Usia 2 bulan dengan Miliariasis
Masalah : bercak kemerahan dan berair di leher dn lipatan tangan
Kebutuhan :pemberiaan KIE , serta melakukan control rutin kebersihan
kulit untuk kesehatan anak
P:
26
Menganjurkan ibu untuk tetap
memandikan bayinya secara teratur 2 kali
sehari pada pagi dan sore.
27
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retens keringat akibat
tersumbatnya pori kelenjar keringat. (Vivian, 2010). Milliariasis disebut
juga sudamina, biang keringat, keringat buntet, liken tropikus, ataupickle
heat. Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retensi keringat akibat
tersumbatnya pori kelenjar keringat.(Vivian Nani,2010)
Ada 3 jenis Miliariasis:
a. Miliaria crystalline
b. Maliaria rubra.
c. Miliaria profunda
4.2 Saran
Pencegahan lebih baik dari pada mengobati. Sebagian besar maliaria akan
sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan. Bahkan, ada sebenarnya juga dapat
mengurangi timbulnya biang keringat pada si kecil antara lain dengan menjaga
kenyamanan lingkungan sekiar si kecil, memakaikan baju yang terbuat dari jenis-
jenis bahan yang mudah menyerap keringat, lembut, dan tidak ketat pada si kecil.
28
DAFTAR PUSTAKA
Sudarti, dkk. 2012. Kelainan dan Penyakit Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta:
Nuha Medika
https://www.academia.edu/32195344/MILIARIA.docx
http://eprints.unipdu.ac.id/417/1/BAB%20I.pdf
https://www.scribd.com/document/386474034/Laporan-Kasus-Miliaria
29
30