Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH MEDICAL SCIENCE

“TOXOPLASMOSIS”

Dosen Pengampu :
Rosalin Ariefah Putri M.Keb

Disusun Oleh:
KELOMPOK 6

Andi Tenri Angka (P07224219004)


Defi Nurwahidah Putri (P07224219007)
Dita Dwi Nursella (P07224219012)
Leni Anjarwati (P07224219023)
Prihandini Hapsari (P07224219030)
Salsabilla Rifha Amanda (P07224219036)
Sinta Alam Sari (P07224219039) (Ketua)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEBIDANAN PRODI D-III
KEBIDANAN SAMARINDA
TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat, dan hidayah, serta inayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “TOXOPLASMOSIS”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar kaml dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “ TOXOPLASMOSIS” ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Samarinda, 22 Mei 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5
1.3 Tujuan........................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi toxoplasmosis.............................................................................6
2.2 Morfologi.................................................................................................6
2.3 Siklus hidup.............................................................................................8
2.4 Transmisi.................................................................................................10
2.5 Patogenesis..............................................................................................11
2.6 Manifestasi Klinis.................................................................................13
2.7 Diagnose klinik.......................................................................................14
2.8 Cara penularan........................................................................................16
2.9 Pencegahan toxoplasmosis......................................................................17
3.0 Konsep dasar manajemen toxoplasmosis................................................18
BAB III TINJAUAN KASUS..............................................................................
3.1 Kasus.......................................................................................................25
BAB IVPENUTUP
4.1 Kesimpulan.............................................................................................34
4.2 Saran.......................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................35

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Toxoplasma atau Toxoplasmosis sering menjadi hal yang sangat ditakuti
dan dikhawatirkan bagi wanita hamil dan yang sedang merencanakan
kehamilan. Toxoplasmosis sendiri merupakan suatu infeksi protozoa
Toxoplasmosa gondii, yang biasanya terjadi melalui kontak dengan tinja
kucing, makan makanan mentah, atau makanan daging yang terkontaminasi
dengan toxo ini.
Salah satu kelompok target penyakit toksoplasmosis adalah wanita usia
subur. Wanita usia subur adalah wanita dalam usia reproduktif yaitu, dalam
rentang usia 15-39 tahun baik yang dalam status sudah menikah maupun yang
belum menikah. Dalam rentang usia tersebut menggambarkan tingkat
pengetahuan mengenai kesehatan yang berbeda- beda dikarenakan oleh
berbagai faktor yang mempengaruhi. Pengetahuan mengenai toksoplasmosis
merupakan salah satu usaha preventif dalam menghadapi permasalahan
toksoplasmosis. Dari prevalensi an toksoplasmosis dan berbagai survei telah
membuktikan bahwa di kota-kota besar di berbagai Provinsi di Indonesia
masih relative tinggi kasus terjadinya toksopasmosis (Hanafiah M, 2010).
Bila infeksi toxo terjadi saat hamil maka akan dapat menyebabkan
keguguran, atau bila anak lahir maka dapat timbul dengan beberapa masalah
kesehatan, seperti kelainan kongenital cacat, pembesaran hati dan limpa,
kekuningan pada kulit dan mata (jaundice), infeksi mata yang berat, dll. Jika
sudah terinfeksi cara yang harus ditempuh memang dengan mengobatinya.
Pengobatan akan memperendah resiko kelainan pada bayi dalam
kandungan. Namun bila sedang merencanakan kehamilan, ada baiknya
memeriksakan diri ke dokter dan bisa diikuti pula dengan menghindari
makanan atau aktivitas yang memiliki risiko tinggi terinfeksi Toxoplasmosis.
Selain itu hindari pula kotoran kucing, terutama kucing yang kemungkinan
besar mengkonsumsi daging mentah, burung ataupun tikus.

4
1.2 Rumusan masalah
1. Apa definisi infeksi toxoplasmosis ?
2. Apa saja tanda dan gejala toxoplasma ?
3. Apa saja patofisiologi infeksi toxoplasmosis ?
4. Bagaimana cara mendiagnosa infeksi toxoplasmosis ?
5. Apa saja dampak infeksi toxoplasmosis?
6. Bagaimana cara penularan toxoplasmosis dalam kehamilan?
7. Bagaimana pencegahan dan penatalaksanan infeksi toxoplasmosis dalam
kehamilan?

1.3  Tujuan 
1. Untuk mengetahui definisi infeksi toxoplasmosis
2. Untuk mengetahui tanda dan gejala toxoplasma
3. Untuk mengetahui patofisiologi infeksi toxoplasmosis
4. Untuk mengetahui cara mendiagnosa infeksi toxoplasmosis
5. Untuk mengetahui dampak infeksi toxoplasmosis
6. Untuk Mengetahui dan memahami cara penularan infeksi toxoplasmosis
dalam kehamilan
7. Untuk mengetahui dan memahami pencegahan serta penatalaksanan
infeksi toxoplasmosis dalam kehamilan

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Toxoplasmosis


Toksoplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma
gondii yaitu golongan parasit protozoa yang bersifat obligat intraseluler.
Toxoplasma gondii ditemukan oleh Nicola dan Manceaux pada tahun 1908
pada organ limfa dan hati hewan pengerat Ctenodactylus gundii di Tunisia,
Afrika dan pada seekor kelinci di Brazil. Toksoplasmosis menyebar luas
secara global dan pada umumnya bersifat asimtomatis. Secara umum, infeksi
Toxoplasma gondii terjadi melalui oral karena konsumsi produk hewan yang
terkontaminasi ookista dan tidak dimasak dengan matang, makanan yang
terkontaminasi parasit bradizoit, kontak dengan kotoran hewan peliharaan
seperti kucing yang mengandung ookista, atau menyebar secara vertikal dan
hematogen dari ibu ke janin melalui plasenta (Yuliawati dan Nasronudin,
2015).
Toxoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang merupakan
protozoa intraseluler yang tergolong Apicomplexa sama seperti Plasmodium
penyebab malaria (Kavitha, 2012).
Parasit ini merupakan golongan Protozoa yang bersifat parasit obligat
intraseseluler. Menurut Wiknjosastro (2007), toksoplasmosis menjadi sangat
penting karena infeksi yang terjadi pada saat kehamilan dapat menyebabkan
abortus spontan atau kelahiran anak yang dalam kondisi abnormal atau
disebut sebagai kelainan kongenital seperti hidrosefalus, mikrosefalus,
iridosiklisis dan retardasi mental.

2.2 Morfologi
Toxoplasma gondii terdapat dalam tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk
proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi sporozoit) (Kasper,
2010).
Bentuk takizoit terlihat seperti bulan sabit dengan ujung lancip dan ujung
lainnya bulat. Panjang takizoit 4-8 µm, lebar 2-4 µm, berinti satu di tengah
dan memiliki membran sel. Bentuk kista akan terbentuk apabila takizoit

6
membelah diri dan membentuk dinding sel pada sel hospes. Setiap kista
memiliki ukuran yang beragam hingga 200 µm. Kista terkecil mengandung
beberapa bradizoit dan yang terbesar dapat mengandung hingga 3000
bradizoit. Kista pada tubuh hospes dapat ditemukan sepanjang hidup
khususnya pada otak, otot jantung, dan otot lurik (Yuliawati dan Nasronudin,
2015).
Ookista Toxoplasma gondii memiliki bentuk oval berukuran 11-14 x 9-
11 µm. Ookista akan dikeluarkan bersamaan dengan feses kucing.
Reproduksi seksual terjadi pada sel epitel intestinal kucing dan kista yang
belum tersporulasi akan keluar melalui feses. Di lingkungan, kista
membutuhkan 48-72 jam untuk bersporulasi dan menjadi infektif. Ookista
matang berdiameter 10-12 µm dan mengandung dua sporokista. Infeksi pada
manusia dapat terjadi jika individu tertelan ookista tersporulasi atau
mengonsumsi daging yang terinfeksi trofozoit (CDC, 2017b).
Ookista memiliki dinding sel yang di dalamnya terdapat satu sporoblast
yang kemudian membelah menjadi dua sporoblast. Pada perkembangan
selanjutnya, kedua sporoblast ini membentuk dinding dan berubah menjadi
sporokista. Setiap sporokista mengandung empat sporozoit berukuran 8x2 um
(Yuliawati dan Nasronudin, 2015).
Morfologi parasit Toxoplasma gondii secara mikroskopis dengan
pembesaran 1000x dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b)

(c) (d)

7
Sumber : (CDC, 2017a)
Gambar : Morfologi Toxoplasma gondii.
takizoit (a), kista dalam pewarnaan hematoxylin-eosin (b), ookista tersporulasi (c), dan
ookista tak tersporulasi pada sediaan basah (d)

2.3 Siklus hidup


Toxoplasma gondii membutuhkan baik hospes definitif maupun hospes
perantara untuk menyempurnakan fase replikasi seksual dan aseksual dalam
siklus hidupnya. Fase seksual parasit ini hanya terjadi di dalam intestinal
hospes definitifnya, kucing. Seluruh hewan berdarah panas, sebagai hospes
perantara, dapat terinfeksi dengan mengonsumsi makanan atau minuman
yang terkontaminasi dengan ookista dari kucing dan kista jaringan dari
hospes perantara lainnya (Zhou, Chen, Li, et al., 2011).
Parasit kemudian menginvasi eritrosit dan membentuk mikrogamet dan
makrogamet. Zigot atau ookista yang telah matang kemudian keluar melalui
feses. Ookista akan bermeiosis di luar tubuh kucing. Kemudian ookista akan
dikonsumsi oleh hospes perantara lain dan membentuk takizoit di saluran
cerna dan menimbulkan infeksi akut. Infeksi akut dapat berkembang menjadi
kronik apabila takizoit berubah menjadi bradizoit. Bradizoit akan bermigrasi
ke jaringan tubuh hospes (otak, jantung, otot, dan retina) dan menetap untuk
waktu yang lama dalam fase dorman. Perubahan takizoit menjadi bradizoit
tergantung pada kecepatan multiplikasi, pH, suhu lingkungan dan adanya
Nitrit Oksida (NO) antimitokondria pada tubuh hospes. Apabila manusia
mengonsumsi daging atau meminum air yang terkontaminasi oleh ookista,
bradizoit atau sporozoit yang resisten terhadap pH asam dan enzim
pencernaan, parasit akan mencapai lumen intestinal, menginvasi sel epithelial
dan setelah beberapa jam dapat berubah menjadi takizoit (Yuliawati dan
Nasronudin, 2015).
Satu-satunya hospes definitif Toxoplasma gondii yang diketahui hingga
saat ini adalah anggota dari famili Felidae atau kucing domestik dan
koleganya. Kista yang tak tersporulasi akan keluar bersamaan dengan feses
kucing (1). Meskipun ookista biasanya hanya dikeluarkan dalam 1- 2 minggu,
jumlah yang dikeluarkan bisa sangat besar. Ookista membutuhkan 1-5 hari

8
untuk bersporulasi di lingkungan dan menjadi infektif. Hospes perantara yang
ada di lingkungan dapat terinfeksi setelah tertelan tanah, air, atau tumbuhan
yang terkontaminasi dengan ookista 14 (2). Ookista kemudian berubah
menjadi takizoit segera setelah tertelan. Takizoit-takizoit ini akan terlokalisir
pada jaringan saraf dan otot sebelum akhirnya berkembang menjadi kista
jaringan yang mengandung bradizoit(3). Kucing dapat terinfeksi kembali
setelah mengonsumsi hospes perantara yang mengandung kista jaringan (4).
Kucing juga dapat terinfeksi langsung dengan memakan ookista yang
tersporulasi. Baik hewan ternak maupun hewan liar juga dapat terinfeksi kista
jaringan setelah mengonsumsi ookista tersporulasi di lingkungan (5).
Manusia dapat terinfeksi dengan beberapa rute:
1. Memakan daging yang mengandung kista jaringan yang dimasak
setengah matang(6)
2. Mengonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses kucing
atau dari lingkungan yang terkontaminasi (7).
3. Transfusi darah atau transplantasi organ (8)
4. Secara kongenital, dari ibu ke bayi transplasental (9).
Pada hospes manusia, parasit membentuk kista jaringan, terutama pada otot
skeletal, miokardium, otak, dan mata. Kista ini dapat bertahan seumur hidup
di dalam hospes dalam keadaan dorman. Diagnosis biasanya didapatkan
dengan pemeriksaan serologis, meskipun kista jaringan akan dapat terlihat
dari pemeriksaan spesimen biopsi (10). Diagnosis infeksi kongenital dapat
dilakukan dengan mendeteksi DNA Toxoplasma gondii pada cairan amnion
dengan menggunakan metode molekular seperti PCR (11). Siklus hidup
Toxoplasma gondii dapat dilihat pada Gambar 2.

9
Sumber: (CDC, 2017)
Gambar 2. Siklus Hidup Toxoplasma gondii.

2.4 Transmisi
Toksoplasmosis tidak menular dari manusia ke manusia, kecuali
transmisi dari ibu ke anak (kongenital) dan transfusi darah atau transplantasi
organ. Seseorang dapat terinfeksi Toxoplasma apabila terjadi kondisi-kondisi
sebagai berikut:
1) Tidak sengaja menelan ookista dari feses kucing melalui tanah yang
terkontaminasi atau saat membersihkan kotoran kucing.
2) Tertelan kista jaringan saat memakan daging mentah atau setengah
matang (daging sapi, babi, ataupun kambing), meminum susu yang tidak
dipasteurisasikan, air yang terkontaminasi, atau buah-buahan dan
sayuran yang tidak dicuci terlebih dahulu.
3) Transmisi takizoit secara langsung dari ibu ke janin melalui plasenta
(infeksi kongenital) atau, pada kasus jarang, melalui transfusi darah dan
transplantasi organ dari pendonor yang positif terinfeksi Toxoplasma
sebelumnya (Satoskar, Simon, Hotez, et al., 2009).
Bentuk parasit pada jaringan (bradizoit) dapat ditransmisikan kepada
manusia melalui makanan. Individu dapat terinfeksi dengan mengonsumsi
daging yang terkontaminasi parasit dan tidak dimasak secara matang,
mengonsumsi makanan yang diolah dengan peralatan yang terkontaminasi
oleh protozoa atau daging yang mengandung protozoa. Sedangkan pada

10
transmisi dari hewan ke manusia (zoonosis), kucing sangat berperan dalam
penyebaran parasit Toxoplasma gondii. Kucing merupakan hospes definitif
dan dapat terinfeksi dengan cara memakan hewan lain yang terinfeksi. Parasit
ini kemudian dikeluarkan melalui feses kucing dalam bentuk ookista dan
mengontaminasi lingkungan (CDC, 2017c).
Penularan secara vertikal dari ibu ke anak (kongenital) juga dapat terjadi
melalui plasenta apabila ibu terinfeksi Toxoplasma selama kehamilan. Ibu
yang terinfeksi mungkin tidak menunjukkan gejala klinis, namun dapat terjadi
komplikasi berat pada janin. Selain itu, infeksi dapat pula terjadi pada
resipien transplantasi organ yang menerima organ dari pendonor yang positif
terinfeksi Toxoplasma, pada kasus transfusi darah dan pada pekerja
laboratorium yang kontak dengan darah yang mengandung parasit (CDC,
2017c).
Penularan toxoplasmosis pada bulan pertama kehamilan biasanya sulit
untuk didiagnosis namun dapat menyebabkan gejala yang lebih fatal
dibandingkan terinfeksi pada trimester lainnya (Sari dan Sudarmaja, 2017).
Toksoplasmosis biasanya tanpa gejala pada wanita hamil, tetapi dapat
menimbulkan dampak yang parah pada janin. Infeksi ditransmisikan ke janin
pada sekitar 40 % kasus. Risiko penular an meningkat seiring dengan
meningkatnya usia kehamilan. Infeksi kongenital dengan toksoplasmosis
dapat menyebabkan gejala sisa yang serius, seperti kebutaan, keterbelakangan
mental, defisit neurologik, dan tuli. Pencegahan morbiditas dari
toksoplasmosis tergantung pada pencegahan infeksi pada wanita hamil, serta
pengenalan dini dan pengobatan agresif infeksi pada ibu (Suparman, 2012).

2.5 Patogenesis
Toksoplasmosis memiliki onset perjalanan penyakit akut dan kronik.
Infeksi akut berhubungan dengan fase proliferasi takizoit, sedangkan infeksi
kronik berhubungan dengan bentuk kista jaringan. Selama proses infeksi
akut, takizoit menginvasi seluruh sel di tubuh hospes kecuali sel tak berinti
seperti sel darah merah. Takizoit memasuki sel hospes melalui penetrasi aktif
ke membran sel atau melalui fagositosis. Parasit yang melekat di mikronema

11
dapat mengenali dan menyerang sel, memproduksi enzim untuk maturasi
vakuola parasitophorus. Replikasi in vitro intraselular takizoit berlangsung
setiap 6-9 jam. Setelah terakumulasi sebanyak 64-128 pada tiap sel, parasit
akan keluar dan menginfeksi sel-sel tetangga (Yuliawati dan Nasronudin,
2015).
Akumulasi takizoit ini kemudian mengaktivasi sistem imun pada tubuh
hospes. Makrofag, sel NK, sel fibroblas, sel epitel dan sel endotel akan
teraktivasi oleh infeksi Toxoplasma gondii pada tubuh hospes sehingga
proliferasi parasit terhambat. Respon imun non-spesifik tergantung pada
kemampuan makrofag dan sel dendrit memproduksi IL-12 untuk
menstimulasi sel NK memproduksi IFN-γ. Tumor Necrosis Factor-α (TNF-
α) juga akan meningkatkan kemampuan IL-12 menginduksi sel NK untuk
memproduksi IFN-γ. Interferon-γ (IFN-γ) menginhibisi replikasi parasit
dengan menginduksi makrofag merilis NO (Nitric Oxide) yang dapat
membunuh parasit. Interferon-γ juga meningkatkan aktivitas dari indolamin
2,3 dioksigenase, yaitu senyawa yang menghancurkan triptofan yang
merupakan substansi penting untuk pertumbuhan parasit. Parasit-parasit ini
kemudian akan menginduksi imunitas sel T tipe 4, yang disebut respon imun
yang diperantarai sel, sebagaimana Toxoplasma gondii merupakan parasit
intraselular. IL-12 yang diproduksi oleh makrofag juga memperkuat kerja sel
CD4+ dalam memproduksi IFN-γ. Sel CD8+ juga menginduksi pelepasan
IFN-γ. Interferon-γ berperan penting dalam pembentukan kista dengan
menginhibisi replikasi takizoit di makrofag dan menginduksi antigen spesifik
terhadap bradizoit. Antibodi yang diproduksi oleh sistem imun humoral dapat
membunuh Toxoplasma gondii ekstraselular dan dengan aktivitasnya sebagai
komplemen juga dapat menghambat multiplikasi parasit.
Patogenesis toksoplasmosis pada individu dengan imunokompromais
seperti pasien HIV-Aids dapat dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya
yaitu penurunan jumlah sel CD4+, kegagalan dalam produksi IL12, IL-2, dan
IFN-γ, serta terhambatnya aktivitas sitotoksik dari limfosit T. Infeksi virus
HIV akan menghambat sel untuk membentuk IL-12 dan IFN-γ, sehingga sel
semakin poten untuk terinfeksi Toxoplasma gondii. Kadar IFN-γ biasanya

12
menurun pada ODHA dan dapat mereaktivasi toksoplasmosis kronik
(Yuliawati dan Nasronudin, 2015).

2.6 Manifestasi Klinis


Infeksi toksoplasmosis yang didapat biasanya bersifat subklinis dan
asimtomatis. Pada 10-20% kasus yang menimbulkan gejala, pasien akan
menunjukkan karakteristik seperti flu dengan gejala demam, limfadenopati,
malaise, mialgia, dan bercak kemerahan berbentuk makulopapular pada
telapak tangan dan kaki. Masa inkubasi sampai timbul gejala biasanya
berkisar antara 1 sampai 2 minggu. Gejala yang mungkin timbul pada infeksi
ringan yaitu nyeri limfadenopati pada area servikal dan oksipital, bertahan
hingga 4-6 minggu, atau gejala nonspesifik berupa myalgia, nyeri kepala,
bercak pada kulit, atau sakit tenggorokan selama satu bulan atau lebih. Pada
individu yang imunokompeten, penyakit ini bersifat benigna dan self-limited.
Hepatomegali juga dapat terjadi. Gejala lainnya yang jarang ditemukan yaitu
miokarditis, polimiositis, pneumonitis, hepatitis, atau ensefalitis (Hokelek dan
Bronze, 2017).
Toksoplasmosis kongenital disebabkan akibat infeksi Toxoplasma gondii
pada wanita hamil. Bayi neonatus yang terinfeksi sebelum konsepsi tidak
menimbulkan manifestasi penyakit karena proteksi dari antibodi maternal.
Sebaliknya, infeksi maternal dengan parasitemia lebih dari 50%
meningkatkan risiko janin terinfeksi. Ibu yang terinfeksi toksoplasmosis akut
di trimester awal memiliki risiko transmisi ke janin lebih rendah daripada di
trimester terakhir. Namun, janin yang terinfeksi pada trimester awal akan
memiliki gejala yang lebih berat atau dapat menyebabkan kematian dan
aborsi spontan. Bayi yang lahir dengan kongenital toksoplasmosis sebesar
85% tidak menunjukkan gejala pada awalnya. Namun, manifestasi gangguan
saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefali, atau retardasi mental bisa saja
terjadi. Manifestasi lainnya yang mungkin timbul yaitu hepatomegali,
splenomegali, ruam, demam, jaundice, dan anemia. Tanda patologis yang
juga sering ditemukan adalah korioretinitis, yang dapat berkembang menjadi
strabismus ataupun kebutaan. Korioretinitis dapat terjadi pada individu

13
berusia 1-2 bulan hingga beberapa tahun. Karakteristik residual dapat dilihat
pada jaringan parut terpigmentasi di retina setelah fase resolusi dari infeksi.
Infeksi toksoplasmosis berat biasanya terjadi pada orang dewasa dengan
imunokompromais yang berawal dari infeksi toksoplasmosis akut atau
reaktivasi dari kista jaringan yang dorman.
Pada kasus ini, infeksi dapat menyerang otak, paru-paru, jantung, mata,
atau hati. Lesi pada otak 21 berhubungan dengan demam, nyeri kepala,
kebingungan, kejang, dan gangguan neurologis lainnya. Gejala sistemik yang
timbul meliputi miokarditis, pneumonitis, dan korioretinitis. Tanda lain dari
korioretinitis yaitu lesi putih pada badan retina dan inflamasi pada area
vitreous (Satoskar, Simon, Hotez, et al., 2009).

2.7 Diagnose klinik


Diagnosis toksoplasmosis akut ditegakkan bila ditemukan parasit dalam
darah atau cairan tubuh, ditemukan kista dalam plasenta atau jaringan lain
pada individu, adanya antigen dan/atau organisme dalam potongan preparat
jaringan atau cairan tubuh, dan didapatkannya antigen dalam serum dan
cairan tubuh atau tes serologis positif (IDAI 2012). Sistem imun humoral
tidak berperan banyak dalam melawan toksoplasmosis tetapi sangat penting
dalam diagnosis toksoplasmosis pada manudia (Yuliawati dan Nasronudin,
2015).
Pemeriksaan serologis mengindikasikan adanya infeksi sekarang ataupun
lampau. Pemeriksaan ini merupakan uji diagnostik yang paling efektif pada
orang dewasa imunokompeten yang masih bisa memberikan respon humoral
terhadap parasit. Beberapa pemeriksaan serologis ini termasuk Enzyme
linked Immunosorben assay (ELISA), Indirect Fluorescent Assay (IFA),
fiksasi komplemen, Modified Agglutination Test (MAT) dan Sabin-Feldman
Dye Test untuk mendeteksi antibodi IgG dan IgM. Antibodi IgG akan
berkembang dalam 1-2 minggu pascainfeksi dan kemudian menetap.
Peningkatan titer pada pemeriksaan berulang dapat mengindikasikan adanya
infeksi akut di masa sekarang. Adanya peningkatan titer IgM yang tinggi
tanpa titer IgG yang signifikan dapat menandakan terjadinya fase awal infeksi

14
primer. Hasil titer IgM yang negatif dapat membantu menyingkirkan
kemungkinan infeksi sekarang (Hokelek dan Bronze, 2017).
Ketiadaan antibodi spesifik atau terdeteksinya IgG mengindikasikan
bahwa infeksi bukan merupakan infeksi akut tanpa perlu analisis lebih lanjut.
Apabila IgG terdeteksi tanpa adanya IgM, kemungkinan besar individu telah
memiliki imun selama lebih dari 6 bulan. Meskipun antibodi IgM terhadap
Toxoplasma gondii secara umum digunakan sebagai penanda infeksi akut,
antibodi ini mampu bertahan di sirkulasi selama lebih dari 18 bulan
pascainfeksi. Selain itu, reaksi positif terhadap IgM belum tentu
mengindikasikan adanya infeksi akut sekarang. Jika pada pemeriksaan
ditemukan IgM saja atau dengan IgG, dibutuhkan pemeriksaan tambahan
untuk mengonfirmasi atau mengeksklusi infeksi akut dengan mengamati
variasi atau stabilitas kadar IgG dan IgM. Spesimen tambahan dapat diperiksa
2-3 minggu setelah pemeriksaan awal. Kadar antibodi yang stabil berarti
infeksi terjadi di masa lalu, sedangkan kadar IgM yang menurun dan IgG
yang meningkat mengindikasikan infeksi akut. Pada kasus IgM positif tanpa
IgG, keberadaan IgG dalam waktu 5 hari cukup untuk mengonfirmasi adanya
infeksi primer (Murat, Hidalgo, Brenier, et al., 2013).
Meskipun IgG merupakan antibodi yang paling terakhir terbentuk,
antibodi ini merupakan penanda penting dalam fase awal infeksi. Antibodi
IgA memiliki kedudukan yang sama dengan IgM, namun sangat jarang
digunakan dalam diagnosis toksoplasmosis. Pemeriksaan IgA lebih berguna
dalam diagnosis toksoplasmosis pada neonatus meskipun akurasinya masih
kurang jelas. IgE sudah sangat jarang dilakukan pemeriksaan karena
dianggap kurang sensitif dan kurang informatif daripada isotipe lainnya untuk
diagnosis toksoplasmosis pada neonatus. Berbagai kasus toksoplasmosis
dengan strain atipikal tidak dapat didiagnosis hanya dengan pemeriksaan
serologis biasa, serokonversi ini biasanya muncul pada kasus toksoplasmosis
di Amerika Latin dan Afrika Utara. Selain itu, akurasi pemeriksaan antibodi
juga tergantung pada metode pemeriksaan yang digunakan (Murat, Hidalgo,
Brenier, et al., 2013).
2.8 Cara penularan

15
Manusia dapat terinfeksi oleh T. gondii dengan berbagai cara. Penularan
toxoplasmosis umumnya terjadi melalui rute oral yaitu secara tidak sengaja
menelan ookista dari tanah yang terkontaminasi misalnya melalui sayur atau
buah-buahan yang tidak dicuci, sumber air minum yang terkontaminasi
ookista, susu yang tidak dipasteurisasi, tidak mencuci tangan setelah kegiatan
berkebun. Selain melalui ookista, manusia juga dapat terinfeksi melalui kista
jaringan pada daging yang tidak dimasak dengan baik (Dubey, 2014; Kasper,
2008).
Toxoplasma ditemukan dalam intermediate host dalam 2 bentuk yaitu:
bradizoit dan takizoit. Bradizoit merupakan bentuk dormant, pertumbuhan
lambat, dapat ditularkan, berupa kista. Pada saat manusia memakan daging
setengah matang berisi kista yang mengandung bradizoit, dinding kista akan
pecah di dalam lambung host dan bradizoit yang tahan terhadap peptidase
lambung dilepaskan dan menginvasi usus halus (Romero, 2012; Kasper,
2010). Bradizoit akan mengalami transformasi menjadi takizoit, bentuk yang
membelah dengan cepat, menyebabkan penyakit karena dapat merusak semua
sel berinti, bereplikasi di dalam vakuola parasitophorus, menghancurkan sel
(egress) dan menginfeksi sel tetangga yang sehat (Romero, 2012).
Penularan toxoplasma dapat terjadi secara langsung melalui transfusi
darah atau transplantasi organ, karena takizoit maupun bradizoit dapat
dikultur dari darah yang diletakkan pada pendingin atau dibekukan, hal ini
merupakan sumber infeksi bagi individu yang mendapat transfusi darah.
Infeksi toxoplasma juga pernah dilaporkan terjadi pada penerima
transplantasi ginjal dan jantung yang sebelumnya tidak terinfeksi (Kasper,
2008). Toxoplasma gondii juga dapat ditularkan secara transplasental dari ibu
hamil kepada janin yang kandungnya (Jones, 2003).

16
Sumber: American Family Physician (2003)
Gambar : 3 Cara Penularan Toksoplasmosis

2.9 Pencegahan toxoplasmosis


Adapun hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi
Toxoplasma gondii antara lain sebagai berikut.
Pencegahan Umum 
1. Melindungi area bermain anak dari feses kucing dan anjing. Menutup
kotak pasir ketika tidak digunakan untuk menghindari kucing
berdefekasi. 
2. Segera mencuci tangan setelah kontak dengan tanah yang mungkin
terkontaminasi kotoran hewan.
3. Mengontrol lalat dan kecoa sebisa mungkin. Serangga dapat
menyebarkan tanah yang terkontaminasi atau kotoran hewan ke
makanan. 
4. Hindari mengusap wajah atau mata ketika menyiapkan makanan,
terutama daging mentah atau daging unggas. 
5. Setelah menyiapkan makanan, cuci tangan dengan sabun dan air bersih
yang mengalir. 
6. Hindari mengonsumsi daging mentah atau setengah matang atau susu
yang tidak dipasteurisasi. Sayur-sayuran dan buah-buahan dikupas atau
dicuci terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.

17
Masa Kehamilan 
1. Wanita hamil sebaiknya melakukan pemeriksaan serologis secara berkala
selama masa kehamilan, tergantung pada hasil pemeriksaan awal.
2. Menghindari paparan kotoran kucing dengan penggantian kotak pasir
kucing dilakukan oleh anggota keluarga lain. Apabila kotak pasir harus
diganti, gunakan sarung tangan lateks untuk mengurangi kontak dengan
kotoran. Cuci tangan segera dengan sabun dan air mengalir setelahnya.
3. Menggunakan sarung tangan ketika berkebun dan mencuci tangan
setelahnya.

Pasien HIV-Aids
Pasien dengan penyakit HIV harus diperiksa titer antibodi Toksoplasma.
Apabila hasilnya positif dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/uL,
pasien harus diberikan antibiotik profilaksis, seperti
Trimetoprimsulfametoksazol, sebagai kombinasi dengan antiretroviral sampai
dengan jumlah sel T CD4+ meningkat (Satoskar, Simon, Hotez, et al., 2009).

3.0 Konsep dasar manajemen toxoplasmosis

Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan


pada Ibu Hamil dengan Toxoplasmosis
I. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian :
Waktu pengkajian :
Nama pengkaji :s
Tempat pengkajian :

A) DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Nama Istri : Nama Suami :
Umur : Umur :
Suku/Bangsa : Suku/Bangsa :

18
Agama : Agama :
Pendidikan : Pendidikan :
Pekerjaan : Pekerjaan :
Alamat :

2. Keluhan Utama
Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada toksoplasmosis dapatan
adalah limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam dan sakit kepala
(Gandahusada, 2003).
Kebanyakan individu yang terinfeksi toksoplasmosis tidak menimbulkan
gejala, namun tanda dan gejala pada wanita hamil terlihat samar-samar, yaitu
letih dan malaise, nyeri oto, demam, luka tenggorokan, dan pembesaran
kelenjar limfe di daerah leher dan ketiak (Varney,2006)
3. Riwayat Kesehatan Klien

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

5. Riwayat Menstruasi
6. Riwayat Obstetrik (Kehamilan, Persalinan, dan Nifas Lalu)
Kehamilan Persalinan Anak Nifas
S
B
N u Abn
U Pe Pnl Tm Pen B/ Lakta
o a Anak Jenis JK H M orma Peny
K ny g pt y P si
m litas
B
i

7. Riwayat Kontrasepsi

19
8. Riwayat Kehamilan Saat Ini
Apabila wanita terinfeksi pada masa hamil dapat menyebabkan
malformasi kongenital berat karena protozoa ini dapat menembus
melalui plasenta ke janin. Kasus paling berat terjadi pada akhir
trimester 1 (Varney, 2006)
9. Pola Fungsional Kesehatan
Pola Keterangan
Nutrisi
Eliminasi
Istirahat
Aktivitas
Personal Memakan makanan yang tercemar kotoran hewan
Hygiene berbulu (kucing)
Tidak mencuci tangan atau membersihkan diri
setelah memegang atau terpapar kotoran kucing
(varney, 2006)
Kebiasaan - Memakan daging mentah atau setengah matang dari
daging yang terinfeksi (Varney, 2006)
Seksualitas -

10. Riwayat Psikososiokultural Spiritual


a. Psikologis :
b. Sosial :
c. Kultural :
d. Spiritual :

B) DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran :
Tanda Vital : Tekanan darah :
Nadi :
Pernapasan :
Suhu :

20
Antropometri :
Berat Badan Sebelum Hamil :
Berat Badan saat ini :
Tinggi Badan :
LILA :

2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Kepala :
Wajah :
Mata :
Hidung :
Mulut :
Telinga :
Leher :
Dada :
Payudara :
Abdomen :
Genetalia :
Anus :
Ekstremitas :

Palpasi
Kepala :
Wajah :
Mata :
Telinga :
Hidung :
Leher :
Dada :
Abdomen :
Genetalia :

21
Anus :
Ekstremitas :

Auskultasi
Dada :
Abdomen :

Perkusi
Dada :
Abdomen :
Ekstremitas :
3. Pemeriksaan Khusus
4. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan serologi IgG dan IgM (Montoya, 2002)
IgM : ≤ 0,89 IU = negatif IgG : ≤ 6 IU/mL = negatif
0,9 – 1,09 IU = equivokal 7-8 IU/mL = equivocal
≥ 1,1 IU = positif ≥ 9 IU/mL = postif
- IgG (-) IgM(+) = kemungkinan awal infeksi akut. Perlu dilakukan
uji ulang IgG dan IgM
- IgG (+) IgM (-) = telah terinfeksi toksoplasmosis lebih dari 1 tahun
- IgG (+) IgM (+) = infeksi baru terjadi <12 bulan

II. INTERPRETASI DATA DASAR


Diagnosis : G...Papah usia kehamilan..... minggu janin
tunggal/ganda, hidup/mati, intrauterin/ekstrauterin dengan
toxoplasmosis
Masalah :
Kebutuhan :

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL


Toksoplasmosis sering disebut sebagai salah satu penyebab
terjadinya kegagalan kehamilan dengan berbagai jenis manifestasi

22
klinis seperti :
1. Abortus
2. Lahir prematur
3. IUGR (Intrauterine Growth Restriction
4. Lahir mati
5. Lahir dengan cacat bawaan seperti kebutaan
(retinokoroiditis), hodrosefalus, menongoencephalitis
(radang otang), tuli, pengapuran otak, retardasi mental,
kejang-kejang, dan gangguan neurologis lainnya

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA


Melakukan kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk
pemeriksaan serologi IgG dan IgM serta kolaborasi dengan dokter
spesialis untuk pemberian terapi obat dan penanganan selanjutnya.

V. INTERVENSI
1. Menjelaskan kepada ibu hasil pemeriksaan yang dilakukan
Rasional : informasi yang jelas dapat mempermudah komunikasi
petugas dengan klien untuk tindakan selanjutnya
2. Menjelaskan kepada ibu tentang infeksi Toksoplasmosis Rasional
: informasi yang diberikan dapat menambah pengetahuan ibu
serta mempertimbangkan apa yang harus dilakukannya untuk
tindakan pencegahan terhadap infeksi tersebut
3. Menjelaskan kepada ibu cara penularan infeksi toksoplasmosis
Rasional: mencegaah terjadinya penyebaran infeksi
toksoplasmosis di lingkungan sekitar ibu
4. Menjelaskan kepada ibu cara pencegahan infeksi toksoplasmosis
Rasional : informasi yang diberikan dapat merubah gaya hidup
ibu menjadi lebih sehat dan bersih sebagai upaya pencegahan
penyebaran parasit toksoplasmosis gondii yang menyebabkan
infeksi toksoplasmosis.
5. Memberikan dukungan dan pola istirahat Rasional: agar ibu dapat

23
tetap tenang dan menjaga kesehatannya sehingga tidak mudah
terpapar penyakit
6. Memberikan KIE tentang nutrisi ibu dan perawatan kebersihan
hewan peliharaan. Rasional: memakan makanan yang bersih serta
sehat, tidak memakan daging mentah atau setengah matang dapat
menghindarkan ibu dari infeksi tosksoplasmosis. Serta
menyerahkan tugas merawat hewan peliharaan kepada orang lain
dapat mencegah ibu terpapar parasis penyebab infeksi.

VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan
rencana asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau
anggota tim kesehatan lainnya

VII.EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan
keefektifan asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi
didokumentasikan dalam bentuk SOAP.

BAB III

TINJAUAN KASUS

24
I. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 20 APRIL 2020
Waktu pengkajian : 08.00 wita
Nama pengkaji :
Tempat pengkajian : RS BUGENVIL

S:

1. Biodata/Identitas :
Nama : Ny.D Nama : Tn. A

Umur : 20 th Umur : 20 th

Suku : Jawa/Indonesia Suku :Bugis /Indonesia

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : S1 PGSD Pendidikan : S1 Tehnik Mesin

Pekerjaan :Guru Sd Pekerjaan : Tambang

Alamat : Bangun Rejo

2. Keluhan utama
Merasa lemah, demam tinggi, dan pandangan kabur, pusing seperti akan flu.

3. Riwayat kesehatan klien


Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit jantung, ginjal,
asma/TBC paru, hepatitis, D.M, Hipertensi, epilepsy yang dapat
mempengaruhi kehamilannya

4. Riwayat penyakit keluarga :


Ibu mengatakan keluarga tidak pernah menderita penyakit seperti
jantung, hipertensi, DM,asma,hepatitis dan penyakit lainnya yang dapat
menular dan menurun.

5. Riwayat menstruasi
- Haid pertama : umur 12 tahun - Siklus : 29 hri

25
- Lama : 7 hari - Banyaknya :2-1 /hari

- Sifat darah : Merah segar

6. Riwayat obstetri

N Kehamilan Persalinan Anak Nifas


o Suami An U Pen Jeni Pnl Tmp Pen JK BB/ H M Abnrmlts Lktsi Peny
k K y s g t y PB
1 H A M I L I N I
2

7. Riwayat kontrasepsi
Tidak menggunakan kontrasepsi

8. Riwayat kehamilan ini


Hari pertama haid terahir : 29 – 5 – 2019 Tp : 4 – 3 – 2021
Pergerakan anak pertama kali : bulan ke 4
Bila pergerakan sudah terasa, pergerakan anak 24 jam terakhir 10 – 12 kali
Keluhan yang dirasakan Ibu mengatakan nyeri pada perut bagian kanan atas
kurang lebih 1minggu ini

9. Pola fungsional kesehatan


N Pola Sebelum hamil Selama hamil
o
1. Pola nutrisi Sebelum hamil ibu mengatakan selama hamil ibu mengatakan makan 2 – 3
makan 2 – 3 x sehari, porsi sedang, x sehari, porsi sedang, nasi lauk pauk,
nasi laik pauk, sayur, tidak minum sayur, sayur, jarang minum susu,
susu, tidak mengkonsumsi buah- mengkonsumsi buah pisang.
buahan
2. Pola elimiasi Sebelum hamil ibu mengatakan Selama hamil ibu mengatakan buang air
buang air kecil 5 – 6 x sehari, buang kecil 7 – 8 x sehari, buang air besar setiap
air besar setiap hari, tanpa ada hari, tanpa ada keluhan.

26
keluhan.
3. Pola istirahat Sebelum hamil ibu mengatakan Selama hamil ibu mengatakan tidur siang
tidur siang ± 2 – 3 jam dan malam ± 1 – 2 jam dan malam hari ± 7 - 8 jam.
hari ± 7 - 8 jam.
4. Pola seksualitas Sebelum hamil ibu mengatakan 1 Selama hamil ibu mengatakan semenjak
minggu 2 x melakukan hubungan hamil ke 3 bulan tidak pernah melakukan
seks hubungan seksual.
5. Pola aktifitas Sebelum hamil ibu mengatakan selama hamil ibu mengatakan melakukan
melakukan pekerjaan rumah tangga pekerjaan rumah tangga seperti biasa.
6. Kebiasan yang yang
Ibu mengatakan tidak pernah punya Ibu mengatakan tidak pernah punya
mempengaruhi kebiasaan yang menggangu kebiasaan yang menggangu kesehatan
kesehatan kesehatan seperti merokok, minum seperti merokok, minum jamu, minuman
jamu, minuman beralkohol beralkohol

10. Riwayat Psikososiokultural Spiritual

a. Social : ini merupakan pernikahan ke 1 dan lama


menikah 2 tahun, status pernikahan sah
b. Psikologis :Kehamilan ini direncanakan dan di inginkan oleh
ibu,suami,dan keluarga
c. Kultural : ibu dan keluarga tidak memiliki adat istiadat yang
dapat merugikan bagi janin dan ibunya
d. Spiritual : ibu dan keluarga tidak memiliki keagamaan yang
dapat merugikan bagi janin dan ibunya
O:

1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum           : baik
Kesadaran                   : Composmetis
Status emosional         : Stabil
Tanda vital sign                      
            Tekana darah   : 120/80 mmHg           Nadi                : 100 x/menit

27
            Pernapasan      : 29 x/menit                 Suhu                : 37ºC
            BB saat hmil   : 65 kg                         tinggi badan    : 155 cm
            BB sebelum hamil       :54 kg
2. Pemeriksaan fisik
Kepala : bersih,tidak odem,tidak ada massa, distribusi rambut merata
Wajah : tidak pucat, , tidak adanya cloasma gravidarum.
Mata : simetris,konjungtiva merah muda,seklera putih,dan tidak ada
oedem pada palpebra
Telinga : simetris,bersih,tidak ada pengeluaran cairan
Hidung : simetris,tidak ada polip,tidak ada pernafasan cuping
hidung ,bersih,tidak ada pengeluaran cairan
Mulut : simetris,bersih,tidak ada caries dentis, tidak ada stomatitis,
tidak ada pembesaran tonsil dan ovula
Leher : tidak ada bendungan pada vena jugularis,tidak ada
pembesaran pada kelenjar tiroid dan limfe
Dada : tampak simetris, tidak ada retraksi rongga dada,tidak ada suara
nafas tambahan
Payudara : pembesaran payudara, terdapat hiperpigmentasi areola mamae
dan puting susu, puting susu tampak menonjol dan bersih,tidak
ada nyeri tekan
Abdoman : tampak adanya pembesaran sesuai usia kehamilan, ada striea
bivide dan linea nigra, tidak ada bekas luka/bekas operasi.
TFU = 28 Cm
Leopold I :pada fundus teraba kurang bulat, lunak,
kurang melenting
Leopold II :teraba keras dan memanjang seperti
papan sebelah kanan dan teraba bagian
ekstermitas sebelah kiri
Leopold III :pada perut bawah ibu teraba keras,bulat
dan melenting
Leopold IV :konvergen
Genatalia : tidak ada kondilomalata dan kondilama akuminata,

28
tampak bersih, tidak ada infeksi, varices maupun
ogdama, pada vagina dan vulva uretra tampak bersih
tidak ada infeksi, tidak ada varices, klitoris tampak
menonjol, perineum tidak tampak adanya jaringan parut
dan tidak ditemukan adanya hemoroid pada anus.
Ekstermitas : Bawah : tidak ada oedema, homan sign negatif,
cavillary refill kembali kurang dari 2 detik.
Atas : tidak ada oedema dan cavillary refill kurang dari
2 detik.
3. Pemeriksaa penunjang
Tanggal:20 april 2020 Jam: 08.00 WIB
            IgG  dan IgM
4. Data penunjang        
Hasil IgG (+) dan IgG (+)

A:
Diagnosis : G1P0000 Uk = 35 minggu dengan toxopasmosis
Janin tunggal hidup intra uterin
Masalah : demam,flu,lemas
Diagnosis potensial : abortus
Masalah potensial : tidak ada
kebutuhan tindakan segera : tidak ada

P:

Tanggal / m Penatalaksanaan Paraf

29
20 April 2019 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada  ibu yaitu kondisi
07. 15 wita ibu saat ini baik namun menurut hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan bahwa ibu sekarang positf
terkena infeksi toxoplasmosis dan keadaan janinnya saat
ini baik, namun perlu pemantauan yang ketat karena
kemungkinan bisa terjadi abortus, lahir prematur, IUGR,
lahir mati dan lahir dengan cacat bawaan seperti
kebutaan (retinokoroiditis), hidrosefalus,
meningoencephalitis (radang otak), tuli, pengapuran
otak,retardasi mental, kejang-kejang, dan gangguan
neurologis lainnya.
E; Ibu telah mengetahui tentang keadaannya dan ibu
merasa cemas dengan keadaan janinnya.
2. Menjelaskan pengertian dari toxsoplasma adalah
penyakit yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma
gondii, yang telah diketahui dapat menyebabkan cacat
bawaan (kelainan kongenital) pada bayi dan keguguran
(abortus) pada ibu hamil.
E; Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan
3. Menjganjurkan kepada ibu untuk :
 Menganjurkan ibu untuk membersihkan
tangan, alat-alat dapur (seperti; papan atau alas
untuk memotong) yang dipakai untuk
mengelola daging mentah, hal ini untuk
mencegah kontaminasi dengan makanan
lainnya.
 Menganjurkan ibu bila membersihkan sampah
atau tempat sampah, jangan lupa menggunakan
sarung tangan, dan mencuci tangannya atau
sebaiknya serahkan tugas ini kepada anggota
keluarga lainnya, karena ibu sedang hamil.
 Menganjurkan ibu untuk memakai sarung

30
tangan bila ingin mengerjakan pekerjaan kebun
atau perkarangan, untuk menghindari kontak
langsung dari kotoran hewan yang terinfeksi.
 Menghindari mengkonsumsi daging mentah
atau setengah matang, serta buah dan sayuran
yang belum dicuci.
 Sedapat mungkin kendalikan serangga-
serangga yang dapat menyebarkan kotoran
kucing seperti lalat dan kecoak.
 Jika Anda memiliki hewan peliharaan kucing,
jangan biarkan berkeliaran di luar rumah yang
memperbesar kemungkinan kontak dengan
toxoplasma.
 Mintalah anggota keluarga lain membantu
membersihkan kucing Anda termasuk
memandikannya, mencuci kandang dan tempat
makannya.
 Memberi makan kucing Anda dengan makanan
yang sudah dimasak dengan baik.
 Melakukan pemeriksaan berkala terhadap
kesehatan kucing Anda.
 Mengunakan sarung tangan plastik ketika
Anda harus membersihkan kotoran kucing.
 Mencuci tangan sebelum makan dan setelah
berkontak dengan daging mentah, tanah atau
kucing.
E: Ibu mengerti dan bersedia untuk melakukan yang
dianjurkan bidan
4. Memberikan KIE dan saran kepada ibu :
 Menganjurkan ibu untuk menghindari makan
makanan yang dimasak mentah atau setengah
matang.

31
 Menganjurkan ibu untuk membersihkan dan
mencuci buah-buahan atau sayuran sebelum
dimakan dengan baik.
 Menganjurkan ibu untuk tidak minum susu
unpasteurized dari hewan.
 Menganjurkan pada ibu untuk makan dan
minum yang cukup.
 Melibatkan keluarga untuk membantu ibu agar
makan dan minum yang cukup.
v  Karena ibu memelihara kucing :
 Maka saat ibu sedang hamil, serahkanlah tugas
membersihkan kotoran kucing kepada anggota
yang lainnya, membersihkan kotoran kucing
yang dipelihara setiap hari dan ingat untuk
menggunakan sarung tangan dan mencuci
tangan setiap selesai membersihkan.
 Menganjurkan ibu untuk mencuci tangan
setiap selesai bermain dengan kucing
peliharaan
 Menganjurkan ibu untuk tugas membuang
kotoran kucing dilakukan oleh anggota
keluarga lain yaitu dengan membuang kotoran
dalam plastik dibuang di tempat sampah dan
tidak menanam atau meletakanya di dekat
kebun atau taman.
 Menganjurkan ibu untuk jangan memberi
makan daging mentah untuk kucing
peliharaan.
 Menganjurkan ibu untuk memeriksakan
kucingnya ke dokter hewan bila melihat bahwa
kucing peliharaan ibu terdapat tanda-tanda
sakit.

32
E: ibu mengerti dan bersedia melalakukan saran yang
diberikan kepada ibu.

33
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit toxoplasmosis merupakan penyakit kosmopolitan dengan
frekuensi tinggi di berbagai negara juga di Indonesia karena gejala klinisnya
ringan maka sering kali Input dari pengamatan dokter. Padahal akibat yang
ditimbulkannya memberikan beban berat bagi masyarakat seperti abortus,
lahir mati maupun cacat kongenital. Diagnosis secara laboratoris cukup
mudah yaitu dengan memeriksa antibodi kelas IgG dan IgM terhadap
toxoplasmagondii akan dapat diketahui status penyakit penderita. Dianjurkan
untuk memeriksakan diri secara berkala pada wanita hamil trimester pertama
akan kemungkinan terinfeksi dengan toxoplasmosis.

4.2 Saran
Diharapkan kepada petugas kesehatan lainnya mampu mempelajari lebih
dalam lagi mengenai infeksi toksoplasmosis ini sehingga dapat memberikan
informasi yang lebih update kepada klien dalam upaya pencegahan infeksi
toksoplasmosis terutapa pada ibu hamil.

34
DAFTAR PUSTAKA

Andiappan H, Nissapatorn V, Sawangjaroen N, Khaing SL, Salibay CC, Cheung


MM, et al. 2014. Knowledge and Practice on Toxoplasma Infection in
Pregnant Women from Malaysia, Philippines, and Thailand. Frontiers in
Microbiology 5 (291):1–8.

Andiappan H, Nissapatorn V, Sawangjaroen N, Nyunt MH, Lau YL, Khaing SL,


et al. 2014. Comparative Study on Toxoplasma Infection between Malaysian
and Myanmar Pregnant Women. Parasites & Vectors 7 (564):1–8.

Aqeely H, El-gayar EK, Khan DP, Najmi A, Alvi A, et al. 2014.


Seroepidemiology of Toxoplasma gondii amongst Pregnant Women in Jazan
Province, Saudi Arabia. Journal of Trop Med. Hindawi Publishing
Corporation:1–6.

Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi.


Jakarta: Rineka Cipta. Azwar S. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Centers for Disease Control and Prevention. 2017a.
Toxoplasmosis. [Online article] [diunduh 28 Agustus 2018] Tersedia dari:
https://www.cdc.gov/dpdx/toxoplasmosis/index.html.

Centers for Disease Control and Prevention. 2017b. Toxoplasmosis: Biology &
Life Cycle. Toxoplasmosis. [Online article] [diunduh 28 Agustus 2018]
Tersedia dari: https://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/biology.html.

Centers for Disease Control and Prevention. 2017c. Toxoplasmosis:


Epidemiology & Risk Factors. Toxoplasmosis. [Online article] [diunduh 28
Agustus 2018] Tersedia dari:
https://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/epi.html. Egorov AI,

Converse R, Griffin SM, Styles J, Klein E, Sams E, et al. 2018. Environmental


Risk Factors for Toxoplasma gondii Infections and the Impact of Latent
Infections on Allostatic Load in Residents of Central North Carolina. BMC
Infectious Diseases 18 (421):1–11.

Galvan-ramirez MDL, Troyo R, Roman S, Calvillo-sanchez C, dan


BernalRedondo R. 2012. A Systematic Review and Meta-Analysis of
Toxoplasma Gondii Infection among The Mexican Population. Parasites &
Vectors (271):1–12.

Hampton MM. 2015. Congenital Toxoplasmosis: A Review. Neonatal Network


34 (5):274–78. Hokelek M, dan Bronze MS. 2017. Toxoplasmosis. [Online
article] Tersedia dari: https://emedicine.medscape.com/article/229969.

IDAI. 2012. Toksoplasmosis dalam Buku Ajar Infeksi Dan Pediatri Tropis Edisi
2, 458–65. Jakarta: IDAI. Jones JL, dan Dubey JP. 2012. Foodborne

35
Toxoplasmosis. Food Safety, 1–7.

Murat J, Hidalgo HF, Brenier-pinchart HM, dan Pelloux H. 2013. Human


Toxoplasmosis: Which Biological Diagnostic Tests Are Best Suited to Which
Clinical Situations? Expert Rev. Anti Infect. Ther. 9 (11):943–56.

Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka


Cipta.

Notoatmodjo S. 2010. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Pohan HT. 2015. Toksoplasmosis. Di dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I Edisi 6, 624–32. Jakarta: Fakultas Kedoktera UI.

Retmanasari A, Widartono BS, Wijayanti MA, dan Artama WT. 2017. Prevalence
and Risk Factors for Toxoplasmosis in Middle Java, Indonesia. EcoHealth
Springer US:162–70.

Shirran A. 2008. Evaluating Students. Jakarta: Gramedia.

Sari NLJW, dan Sudarmaja IM. 2017. Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja
Putri Terhadap Toksoplasmosis Di SMA 2 Denpasar Tahun 2014. E-Jurnal
Medika(4):1–9.

Satoskar AR, Simon GL, Hotez PJ, dan Tsuji M. 2009. Medical Parasitology.
Texas, USA: Landes Bioscience.

Subekti DT, Artama WT, dan Iskandar T. 2004. Perkembangan Kasus Dan
Teknologi Diagnosis Toksoplasmosis. Lokakarya Nasional Penyakit
Zoonosis, 253–64.

Suparman E. 2012. Toksoplasmosis Dalam Kehamilan. Jurnal Biomedik (1):13–


19. Wawan A, dan Dewi M. 2010. Teori Dan Pengukuran Pengetahuan,
Sikap, Dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.

Yuliawati I, dan Nasronudin. 2015. Pathogenesis, Diagnostic and Management of


Toxoplasmosis. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease
(4):100–106.

Zhou P, Chen Z, Li H, Zheng H, He S, Lin R, et al . 2011. Toxoplasma Gondii


Infection in Humans in China. Parasites & Vectors (165):1–9.

36

Anda mungkin juga menyukai