“TOXOPLASMOSIS”
Dosen Pengampu :
Rosalin Ariefah Putri M.Keb
Disusun Oleh:
KELOMPOK 6
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat, dan hidayah, serta inayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “TOXOPLASMOSIS”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar kaml dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “ TOXOPLASMOSIS” ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5
1.3 Tujuan........................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi toxoplasmosis.............................................................................6
2.2 Morfologi.................................................................................................6
2.3 Siklus hidup.............................................................................................8
2.4 Transmisi.................................................................................................10
2.5 Patogenesis..............................................................................................11
2.6 Manifestasi Klinis.................................................................................13
2.7 Diagnose klinik.......................................................................................14
2.8 Cara penularan........................................................................................16
2.9 Pencegahan toxoplasmosis......................................................................17
3.0 Konsep dasar manajemen toxoplasmosis................................................18
BAB III TINJAUAN KASUS..............................................................................
3.1 Kasus.......................................................................................................25
BAB IVPENUTUP
4.1 Kesimpulan.............................................................................................34
4.2 Saran.......................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................35
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2 Rumusan masalah
1. Apa definisi infeksi toxoplasmosis ?
2. Apa saja tanda dan gejala toxoplasma ?
3. Apa saja patofisiologi infeksi toxoplasmosis ?
4. Bagaimana cara mendiagnosa infeksi toxoplasmosis ?
5. Apa saja dampak infeksi toxoplasmosis?
6. Bagaimana cara penularan toxoplasmosis dalam kehamilan?
7. Bagaimana pencegahan dan penatalaksanan infeksi toxoplasmosis dalam
kehamilan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi infeksi toxoplasmosis
2. Untuk mengetahui tanda dan gejala toxoplasma
3. Untuk mengetahui patofisiologi infeksi toxoplasmosis
4. Untuk mengetahui cara mendiagnosa infeksi toxoplasmosis
5. Untuk mengetahui dampak infeksi toxoplasmosis
6. Untuk Mengetahui dan memahami cara penularan infeksi toxoplasmosis
dalam kehamilan
7. Untuk mengetahui dan memahami pencegahan serta penatalaksanan
infeksi toxoplasmosis dalam kehamilan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Morfologi
Toxoplasma gondii terdapat dalam tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk
proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi sporozoit) (Kasper,
2010).
Bentuk takizoit terlihat seperti bulan sabit dengan ujung lancip dan ujung
lainnya bulat. Panjang takizoit 4-8 µm, lebar 2-4 µm, berinti satu di tengah
dan memiliki membran sel. Bentuk kista akan terbentuk apabila takizoit
6
membelah diri dan membentuk dinding sel pada sel hospes. Setiap kista
memiliki ukuran yang beragam hingga 200 µm. Kista terkecil mengandung
beberapa bradizoit dan yang terbesar dapat mengandung hingga 3000
bradizoit. Kista pada tubuh hospes dapat ditemukan sepanjang hidup
khususnya pada otak, otot jantung, dan otot lurik (Yuliawati dan Nasronudin,
2015).
Ookista Toxoplasma gondii memiliki bentuk oval berukuran 11-14 x 9-
11 µm. Ookista akan dikeluarkan bersamaan dengan feses kucing.
Reproduksi seksual terjadi pada sel epitel intestinal kucing dan kista yang
belum tersporulasi akan keluar melalui feses. Di lingkungan, kista
membutuhkan 48-72 jam untuk bersporulasi dan menjadi infektif. Ookista
matang berdiameter 10-12 µm dan mengandung dua sporokista. Infeksi pada
manusia dapat terjadi jika individu tertelan ookista tersporulasi atau
mengonsumsi daging yang terinfeksi trofozoit (CDC, 2017b).
Ookista memiliki dinding sel yang di dalamnya terdapat satu sporoblast
yang kemudian membelah menjadi dua sporoblast. Pada perkembangan
selanjutnya, kedua sporoblast ini membentuk dinding dan berubah menjadi
sporokista. Setiap sporokista mengandung empat sporozoit berukuran 8x2 um
(Yuliawati dan Nasronudin, 2015).
Morfologi parasit Toxoplasma gondii secara mikroskopis dengan
pembesaran 1000x dapat dilihat pada Gambar 1.
(a) (b)
(c) (d)
7
Sumber : (CDC, 2017a)
Gambar : Morfologi Toxoplasma gondii.
takizoit (a), kista dalam pewarnaan hematoxylin-eosin (b), ookista tersporulasi (c), dan
ookista tak tersporulasi pada sediaan basah (d)
8
untuk bersporulasi di lingkungan dan menjadi infektif. Hospes perantara yang
ada di lingkungan dapat terinfeksi setelah tertelan tanah, air, atau tumbuhan
yang terkontaminasi dengan ookista 14 (2). Ookista kemudian berubah
menjadi takizoit segera setelah tertelan. Takizoit-takizoit ini akan terlokalisir
pada jaringan saraf dan otot sebelum akhirnya berkembang menjadi kista
jaringan yang mengandung bradizoit(3). Kucing dapat terinfeksi kembali
setelah mengonsumsi hospes perantara yang mengandung kista jaringan (4).
Kucing juga dapat terinfeksi langsung dengan memakan ookista yang
tersporulasi. Baik hewan ternak maupun hewan liar juga dapat terinfeksi kista
jaringan setelah mengonsumsi ookista tersporulasi di lingkungan (5).
Manusia dapat terinfeksi dengan beberapa rute:
1. Memakan daging yang mengandung kista jaringan yang dimasak
setengah matang(6)
2. Mengonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses kucing
atau dari lingkungan yang terkontaminasi (7).
3. Transfusi darah atau transplantasi organ (8)
4. Secara kongenital, dari ibu ke bayi transplasental (9).
Pada hospes manusia, parasit membentuk kista jaringan, terutama pada otot
skeletal, miokardium, otak, dan mata. Kista ini dapat bertahan seumur hidup
di dalam hospes dalam keadaan dorman. Diagnosis biasanya didapatkan
dengan pemeriksaan serologis, meskipun kista jaringan akan dapat terlihat
dari pemeriksaan spesimen biopsi (10). Diagnosis infeksi kongenital dapat
dilakukan dengan mendeteksi DNA Toxoplasma gondii pada cairan amnion
dengan menggunakan metode molekular seperti PCR (11). Siklus hidup
Toxoplasma gondii dapat dilihat pada Gambar 2.
9
Sumber: (CDC, 2017)
Gambar 2. Siklus Hidup Toxoplasma gondii.
2.4 Transmisi
Toksoplasmosis tidak menular dari manusia ke manusia, kecuali
transmisi dari ibu ke anak (kongenital) dan transfusi darah atau transplantasi
organ. Seseorang dapat terinfeksi Toxoplasma apabila terjadi kondisi-kondisi
sebagai berikut:
1) Tidak sengaja menelan ookista dari feses kucing melalui tanah yang
terkontaminasi atau saat membersihkan kotoran kucing.
2) Tertelan kista jaringan saat memakan daging mentah atau setengah
matang (daging sapi, babi, ataupun kambing), meminum susu yang tidak
dipasteurisasikan, air yang terkontaminasi, atau buah-buahan dan
sayuran yang tidak dicuci terlebih dahulu.
3) Transmisi takizoit secara langsung dari ibu ke janin melalui plasenta
(infeksi kongenital) atau, pada kasus jarang, melalui transfusi darah dan
transplantasi organ dari pendonor yang positif terinfeksi Toxoplasma
sebelumnya (Satoskar, Simon, Hotez, et al., 2009).
Bentuk parasit pada jaringan (bradizoit) dapat ditransmisikan kepada
manusia melalui makanan. Individu dapat terinfeksi dengan mengonsumsi
daging yang terkontaminasi parasit dan tidak dimasak secara matang,
mengonsumsi makanan yang diolah dengan peralatan yang terkontaminasi
oleh protozoa atau daging yang mengandung protozoa. Sedangkan pada
10
transmisi dari hewan ke manusia (zoonosis), kucing sangat berperan dalam
penyebaran parasit Toxoplasma gondii. Kucing merupakan hospes definitif
dan dapat terinfeksi dengan cara memakan hewan lain yang terinfeksi. Parasit
ini kemudian dikeluarkan melalui feses kucing dalam bentuk ookista dan
mengontaminasi lingkungan (CDC, 2017c).
Penularan secara vertikal dari ibu ke anak (kongenital) juga dapat terjadi
melalui plasenta apabila ibu terinfeksi Toxoplasma selama kehamilan. Ibu
yang terinfeksi mungkin tidak menunjukkan gejala klinis, namun dapat terjadi
komplikasi berat pada janin. Selain itu, infeksi dapat pula terjadi pada
resipien transplantasi organ yang menerima organ dari pendonor yang positif
terinfeksi Toxoplasma, pada kasus transfusi darah dan pada pekerja
laboratorium yang kontak dengan darah yang mengandung parasit (CDC,
2017c).
Penularan toxoplasmosis pada bulan pertama kehamilan biasanya sulit
untuk didiagnosis namun dapat menyebabkan gejala yang lebih fatal
dibandingkan terinfeksi pada trimester lainnya (Sari dan Sudarmaja, 2017).
Toksoplasmosis biasanya tanpa gejala pada wanita hamil, tetapi dapat
menimbulkan dampak yang parah pada janin. Infeksi ditransmisikan ke janin
pada sekitar 40 % kasus. Risiko penular an meningkat seiring dengan
meningkatnya usia kehamilan. Infeksi kongenital dengan toksoplasmosis
dapat menyebabkan gejala sisa yang serius, seperti kebutaan, keterbelakangan
mental, defisit neurologik, dan tuli. Pencegahan morbiditas dari
toksoplasmosis tergantung pada pencegahan infeksi pada wanita hamil, serta
pengenalan dini dan pengobatan agresif infeksi pada ibu (Suparman, 2012).
2.5 Patogenesis
Toksoplasmosis memiliki onset perjalanan penyakit akut dan kronik.
Infeksi akut berhubungan dengan fase proliferasi takizoit, sedangkan infeksi
kronik berhubungan dengan bentuk kista jaringan. Selama proses infeksi
akut, takizoit menginvasi seluruh sel di tubuh hospes kecuali sel tak berinti
seperti sel darah merah. Takizoit memasuki sel hospes melalui penetrasi aktif
ke membran sel atau melalui fagositosis. Parasit yang melekat di mikronema
11
dapat mengenali dan menyerang sel, memproduksi enzim untuk maturasi
vakuola parasitophorus. Replikasi in vitro intraselular takizoit berlangsung
setiap 6-9 jam. Setelah terakumulasi sebanyak 64-128 pada tiap sel, parasit
akan keluar dan menginfeksi sel-sel tetangga (Yuliawati dan Nasronudin,
2015).
Akumulasi takizoit ini kemudian mengaktivasi sistem imun pada tubuh
hospes. Makrofag, sel NK, sel fibroblas, sel epitel dan sel endotel akan
teraktivasi oleh infeksi Toxoplasma gondii pada tubuh hospes sehingga
proliferasi parasit terhambat. Respon imun non-spesifik tergantung pada
kemampuan makrofag dan sel dendrit memproduksi IL-12 untuk
menstimulasi sel NK memproduksi IFN-γ. Tumor Necrosis Factor-α (TNF-
α) juga akan meningkatkan kemampuan IL-12 menginduksi sel NK untuk
memproduksi IFN-γ. Interferon-γ (IFN-γ) menginhibisi replikasi parasit
dengan menginduksi makrofag merilis NO (Nitric Oxide) yang dapat
membunuh parasit. Interferon-γ juga meningkatkan aktivitas dari indolamin
2,3 dioksigenase, yaitu senyawa yang menghancurkan triptofan yang
merupakan substansi penting untuk pertumbuhan parasit. Parasit-parasit ini
kemudian akan menginduksi imunitas sel T tipe 4, yang disebut respon imun
yang diperantarai sel, sebagaimana Toxoplasma gondii merupakan parasit
intraselular. IL-12 yang diproduksi oleh makrofag juga memperkuat kerja sel
CD4+ dalam memproduksi IFN-γ. Sel CD8+ juga menginduksi pelepasan
IFN-γ. Interferon-γ berperan penting dalam pembentukan kista dengan
menginhibisi replikasi takizoit di makrofag dan menginduksi antigen spesifik
terhadap bradizoit. Antibodi yang diproduksi oleh sistem imun humoral dapat
membunuh Toxoplasma gondii ekstraselular dan dengan aktivitasnya sebagai
komplemen juga dapat menghambat multiplikasi parasit.
Patogenesis toksoplasmosis pada individu dengan imunokompromais
seperti pasien HIV-Aids dapat dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya
yaitu penurunan jumlah sel CD4+, kegagalan dalam produksi IL12, IL-2, dan
IFN-γ, serta terhambatnya aktivitas sitotoksik dari limfosit T. Infeksi virus
HIV akan menghambat sel untuk membentuk IL-12 dan IFN-γ, sehingga sel
semakin poten untuk terinfeksi Toxoplasma gondii. Kadar IFN-γ biasanya
12
menurun pada ODHA dan dapat mereaktivasi toksoplasmosis kronik
(Yuliawati dan Nasronudin, 2015).
13
berusia 1-2 bulan hingga beberapa tahun. Karakteristik residual dapat dilihat
pada jaringan parut terpigmentasi di retina setelah fase resolusi dari infeksi.
Infeksi toksoplasmosis berat biasanya terjadi pada orang dewasa dengan
imunokompromais yang berawal dari infeksi toksoplasmosis akut atau
reaktivasi dari kista jaringan yang dorman.
Pada kasus ini, infeksi dapat menyerang otak, paru-paru, jantung, mata,
atau hati. Lesi pada otak 21 berhubungan dengan demam, nyeri kepala,
kebingungan, kejang, dan gangguan neurologis lainnya. Gejala sistemik yang
timbul meliputi miokarditis, pneumonitis, dan korioretinitis. Tanda lain dari
korioretinitis yaitu lesi putih pada badan retina dan inflamasi pada area
vitreous (Satoskar, Simon, Hotez, et al., 2009).
14
primer. Hasil titer IgM yang negatif dapat membantu menyingkirkan
kemungkinan infeksi sekarang (Hokelek dan Bronze, 2017).
Ketiadaan antibodi spesifik atau terdeteksinya IgG mengindikasikan
bahwa infeksi bukan merupakan infeksi akut tanpa perlu analisis lebih lanjut.
Apabila IgG terdeteksi tanpa adanya IgM, kemungkinan besar individu telah
memiliki imun selama lebih dari 6 bulan. Meskipun antibodi IgM terhadap
Toxoplasma gondii secara umum digunakan sebagai penanda infeksi akut,
antibodi ini mampu bertahan di sirkulasi selama lebih dari 18 bulan
pascainfeksi. Selain itu, reaksi positif terhadap IgM belum tentu
mengindikasikan adanya infeksi akut sekarang. Jika pada pemeriksaan
ditemukan IgM saja atau dengan IgG, dibutuhkan pemeriksaan tambahan
untuk mengonfirmasi atau mengeksklusi infeksi akut dengan mengamati
variasi atau stabilitas kadar IgG dan IgM. Spesimen tambahan dapat diperiksa
2-3 minggu setelah pemeriksaan awal. Kadar antibodi yang stabil berarti
infeksi terjadi di masa lalu, sedangkan kadar IgM yang menurun dan IgG
yang meningkat mengindikasikan infeksi akut. Pada kasus IgM positif tanpa
IgG, keberadaan IgG dalam waktu 5 hari cukup untuk mengonfirmasi adanya
infeksi primer (Murat, Hidalgo, Brenier, et al., 2013).
Meskipun IgG merupakan antibodi yang paling terakhir terbentuk,
antibodi ini merupakan penanda penting dalam fase awal infeksi. Antibodi
IgA memiliki kedudukan yang sama dengan IgM, namun sangat jarang
digunakan dalam diagnosis toksoplasmosis. Pemeriksaan IgA lebih berguna
dalam diagnosis toksoplasmosis pada neonatus meskipun akurasinya masih
kurang jelas. IgE sudah sangat jarang dilakukan pemeriksaan karena
dianggap kurang sensitif dan kurang informatif daripada isotipe lainnya untuk
diagnosis toksoplasmosis pada neonatus. Berbagai kasus toksoplasmosis
dengan strain atipikal tidak dapat didiagnosis hanya dengan pemeriksaan
serologis biasa, serokonversi ini biasanya muncul pada kasus toksoplasmosis
di Amerika Latin dan Afrika Utara. Selain itu, akurasi pemeriksaan antibodi
juga tergantung pada metode pemeriksaan yang digunakan (Murat, Hidalgo,
Brenier, et al., 2013).
2.8 Cara penularan
15
Manusia dapat terinfeksi oleh T. gondii dengan berbagai cara. Penularan
toxoplasmosis umumnya terjadi melalui rute oral yaitu secara tidak sengaja
menelan ookista dari tanah yang terkontaminasi misalnya melalui sayur atau
buah-buahan yang tidak dicuci, sumber air minum yang terkontaminasi
ookista, susu yang tidak dipasteurisasi, tidak mencuci tangan setelah kegiatan
berkebun. Selain melalui ookista, manusia juga dapat terinfeksi melalui kista
jaringan pada daging yang tidak dimasak dengan baik (Dubey, 2014; Kasper,
2008).
Toxoplasma ditemukan dalam intermediate host dalam 2 bentuk yaitu:
bradizoit dan takizoit. Bradizoit merupakan bentuk dormant, pertumbuhan
lambat, dapat ditularkan, berupa kista. Pada saat manusia memakan daging
setengah matang berisi kista yang mengandung bradizoit, dinding kista akan
pecah di dalam lambung host dan bradizoit yang tahan terhadap peptidase
lambung dilepaskan dan menginvasi usus halus (Romero, 2012; Kasper,
2010). Bradizoit akan mengalami transformasi menjadi takizoit, bentuk yang
membelah dengan cepat, menyebabkan penyakit karena dapat merusak semua
sel berinti, bereplikasi di dalam vakuola parasitophorus, menghancurkan sel
(egress) dan menginfeksi sel tetangga yang sehat (Romero, 2012).
Penularan toxoplasma dapat terjadi secara langsung melalui transfusi
darah atau transplantasi organ, karena takizoit maupun bradizoit dapat
dikultur dari darah yang diletakkan pada pendingin atau dibekukan, hal ini
merupakan sumber infeksi bagi individu yang mendapat transfusi darah.
Infeksi toxoplasma juga pernah dilaporkan terjadi pada penerima
transplantasi ginjal dan jantung yang sebelumnya tidak terinfeksi (Kasper,
2008). Toxoplasma gondii juga dapat ditularkan secara transplasental dari ibu
hamil kepada janin yang kandungnya (Jones, 2003).
16
Sumber: American Family Physician (2003)
Gambar : 3 Cara Penularan Toksoplasmosis
17
Masa Kehamilan
1. Wanita hamil sebaiknya melakukan pemeriksaan serologis secara berkala
selama masa kehamilan, tergantung pada hasil pemeriksaan awal.
2. Menghindari paparan kotoran kucing dengan penggantian kotak pasir
kucing dilakukan oleh anggota keluarga lain. Apabila kotak pasir harus
diganti, gunakan sarung tangan lateks untuk mengurangi kontak dengan
kotoran. Cuci tangan segera dengan sabun dan air mengalir setelahnya.
3. Menggunakan sarung tangan ketika berkebun dan mencuci tangan
setelahnya.
Pasien HIV-Aids
Pasien dengan penyakit HIV harus diperiksa titer antibodi Toksoplasma.
Apabila hasilnya positif dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/uL,
pasien harus diberikan antibiotik profilaksis, seperti
Trimetoprimsulfametoksazol, sebagai kombinasi dengan antiretroviral sampai
dengan jumlah sel T CD4+ meningkat (Satoskar, Simon, Hotez, et al., 2009).
A) DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Nama Istri : Nama Suami :
Umur : Umur :
Suku/Bangsa : Suku/Bangsa :
18
Agama : Agama :
Pendidikan : Pendidikan :
Pekerjaan : Pekerjaan :
Alamat :
2. Keluhan Utama
Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada toksoplasmosis dapatan
adalah limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam dan sakit kepala
(Gandahusada, 2003).
Kebanyakan individu yang terinfeksi toksoplasmosis tidak menimbulkan
gejala, namun tanda dan gejala pada wanita hamil terlihat samar-samar, yaitu
letih dan malaise, nyeri oto, demam, luka tenggorokan, dan pembesaran
kelenjar limfe di daerah leher dan ketiak (Varney,2006)
3. Riwayat Kesehatan Klien
5. Riwayat Menstruasi
6. Riwayat Obstetrik (Kehamilan, Persalinan, dan Nifas Lalu)
Kehamilan Persalinan Anak Nifas
S
B
N u Abn
U Pe Pnl Tm Pen B/ Lakta
o a Anak Jenis JK H M orma Peny
K ny g pt y P si
m litas
B
i
7. Riwayat Kontrasepsi
19
8. Riwayat Kehamilan Saat Ini
Apabila wanita terinfeksi pada masa hamil dapat menyebabkan
malformasi kongenital berat karena protozoa ini dapat menembus
melalui plasenta ke janin. Kasus paling berat terjadi pada akhir
trimester 1 (Varney, 2006)
9. Pola Fungsional Kesehatan
Pola Keterangan
Nutrisi
Eliminasi
Istirahat
Aktivitas
Personal Memakan makanan yang tercemar kotoran hewan
Hygiene berbulu (kucing)
Tidak mencuci tangan atau membersihkan diri
setelah memegang atau terpapar kotoran kucing
(varney, 2006)
Kebiasaan - Memakan daging mentah atau setengah matang dari
daging yang terinfeksi (Varney, 2006)
Seksualitas -
B) DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran :
Tanda Vital : Tekanan darah :
Nadi :
Pernapasan :
Suhu :
20
Antropometri :
Berat Badan Sebelum Hamil :
Berat Badan saat ini :
Tinggi Badan :
LILA :
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Kepala :
Wajah :
Mata :
Hidung :
Mulut :
Telinga :
Leher :
Dada :
Payudara :
Abdomen :
Genetalia :
Anus :
Ekstremitas :
Palpasi
Kepala :
Wajah :
Mata :
Telinga :
Hidung :
Leher :
Dada :
Abdomen :
Genetalia :
21
Anus :
Ekstremitas :
Auskultasi
Dada :
Abdomen :
Perkusi
Dada :
Abdomen :
Ekstremitas :
3. Pemeriksaan Khusus
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan serologi IgG dan IgM (Montoya, 2002)
IgM : ≤ 0,89 IU = negatif IgG : ≤ 6 IU/mL = negatif
0,9 – 1,09 IU = equivokal 7-8 IU/mL = equivocal
≥ 1,1 IU = positif ≥ 9 IU/mL = postif
- IgG (-) IgM(+) = kemungkinan awal infeksi akut. Perlu dilakukan
uji ulang IgG dan IgM
- IgG (+) IgM (-) = telah terinfeksi toksoplasmosis lebih dari 1 tahun
- IgG (+) IgM (+) = infeksi baru terjadi <12 bulan
22
klinis seperti :
1. Abortus
2. Lahir prematur
3. IUGR (Intrauterine Growth Restriction
4. Lahir mati
5. Lahir dengan cacat bawaan seperti kebutaan
(retinokoroiditis), hodrosefalus, menongoencephalitis
(radang otang), tuli, pengapuran otak, retardasi mental,
kejang-kejang, dan gangguan neurologis lainnya
V. INTERVENSI
1. Menjelaskan kepada ibu hasil pemeriksaan yang dilakukan
Rasional : informasi yang jelas dapat mempermudah komunikasi
petugas dengan klien untuk tindakan selanjutnya
2. Menjelaskan kepada ibu tentang infeksi Toksoplasmosis Rasional
: informasi yang diberikan dapat menambah pengetahuan ibu
serta mempertimbangkan apa yang harus dilakukannya untuk
tindakan pencegahan terhadap infeksi tersebut
3. Menjelaskan kepada ibu cara penularan infeksi toksoplasmosis
Rasional: mencegaah terjadinya penyebaran infeksi
toksoplasmosis di lingkungan sekitar ibu
4. Menjelaskan kepada ibu cara pencegahan infeksi toksoplasmosis
Rasional : informasi yang diberikan dapat merubah gaya hidup
ibu menjadi lebih sehat dan bersih sebagai upaya pencegahan
penyebaran parasit toksoplasmosis gondii yang menyebabkan
infeksi toksoplasmosis.
5. Memberikan dukungan dan pola istirahat Rasional: agar ibu dapat
23
tetap tenang dan menjaga kesehatannya sehingga tidak mudah
terpapar penyakit
6. Memberikan KIE tentang nutrisi ibu dan perawatan kebersihan
hewan peliharaan. Rasional: memakan makanan yang bersih serta
sehat, tidak memakan daging mentah atau setengah matang dapat
menghindarkan ibu dari infeksi tosksoplasmosis. Serta
menyerahkan tugas merawat hewan peliharaan kepada orang lain
dapat mencegah ibu terpapar parasis penyebab infeksi.
VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan
rencana asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau
anggota tim kesehatan lainnya
VII.EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan
keefektifan asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi
didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
BAB III
TINJAUAN KASUS
24
I. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 20 APRIL 2020
Waktu pengkajian : 08.00 wita
Nama pengkaji :
Tempat pengkajian : RS BUGENVIL
S:
1. Biodata/Identitas :
Nama : Ny.D Nama : Tn. A
Umur : 20 th Umur : 20 th
2. Keluhan utama
Merasa lemah, demam tinggi, dan pandangan kabur, pusing seperti akan flu.
5. Riwayat menstruasi
- Haid pertama : umur 12 tahun - Siklus : 29 hri
25
- Lama : 7 hari - Banyaknya :2-1 /hari
6. Riwayat obstetri
7. Riwayat kontrasepsi
Tidak menggunakan kontrasepsi
26
keluhan.
3. Pola istirahat Sebelum hamil ibu mengatakan Selama hamil ibu mengatakan tidur siang
tidur siang ± 2 – 3 jam dan malam ± 1 – 2 jam dan malam hari ± 7 - 8 jam.
hari ± 7 - 8 jam.
4. Pola seksualitas Sebelum hamil ibu mengatakan 1 Selama hamil ibu mengatakan semenjak
minggu 2 x melakukan hubungan hamil ke 3 bulan tidak pernah melakukan
seks hubungan seksual.
5. Pola aktifitas Sebelum hamil ibu mengatakan selama hamil ibu mengatakan melakukan
melakukan pekerjaan rumah tangga pekerjaan rumah tangga seperti biasa.
6. Kebiasan yang yang
Ibu mengatakan tidak pernah punya Ibu mengatakan tidak pernah punya
mempengaruhi kebiasaan yang menggangu kebiasaan yang menggangu kesehatan
kesehatan kesehatan seperti merokok, minum seperti merokok, minum jamu, minuman
jamu, minuman beralkohol beralkohol
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Composmetis
Status emosional : Stabil
Tanda vital sign
Tekana darah : 120/80 mmHg Nadi : 100 x/menit
27
Pernapasan : 29 x/menit Suhu : 37ºC
BB saat hmil : 65 kg tinggi badan : 155 cm
BB sebelum hamil :54 kg
2. Pemeriksaan fisik
Kepala : bersih,tidak odem,tidak ada massa, distribusi rambut merata
Wajah : tidak pucat, , tidak adanya cloasma gravidarum.
Mata : simetris,konjungtiva merah muda,seklera putih,dan tidak ada
oedem pada palpebra
Telinga : simetris,bersih,tidak ada pengeluaran cairan
Hidung : simetris,tidak ada polip,tidak ada pernafasan cuping
hidung ,bersih,tidak ada pengeluaran cairan
Mulut : simetris,bersih,tidak ada caries dentis, tidak ada stomatitis,
tidak ada pembesaran tonsil dan ovula
Leher : tidak ada bendungan pada vena jugularis,tidak ada
pembesaran pada kelenjar tiroid dan limfe
Dada : tampak simetris, tidak ada retraksi rongga dada,tidak ada suara
nafas tambahan
Payudara : pembesaran payudara, terdapat hiperpigmentasi areola mamae
dan puting susu, puting susu tampak menonjol dan bersih,tidak
ada nyeri tekan
Abdoman : tampak adanya pembesaran sesuai usia kehamilan, ada striea
bivide dan linea nigra, tidak ada bekas luka/bekas operasi.
TFU = 28 Cm
Leopold I :pada fundus teraba kurang bulat, lunak,
kurang melenting
Leopold II :teraba keras dan memanjang seperti
papan sebelah kanan dan teraba bagian
ekstermitas sebelah kiri
Leopold III :pada perut bawah ibu teraba keras,bulat
dan melenting
Leopold IV :konvergen
Genatalia : tidak ada kondilomalata dan kondilama akuminata,
28
tampak bersih, tidak ada infeksi, varices maupun
ogdama, pada vagina dan vulva uretra tampak bersih
tidak ada infeksi, tidak ada varices, klitoris tampak
menonjol, perineum tidak tampak adanya jaringan parut
dan tidak ditemukan adanya hemoroid pada anus.
Ekstermitas : Bawah : tidak ada oedema, homan sign negatif,
cavillary refill kembali kurang dari 2 detik.
Atas : tidak ada oedema dan cavillary refill kurang dari
2 detik.
3. Pemeriksaa penunjang
Tanggal:20 april 2020 Jam: 08.00 WIB
IgG dan IgM
4. Data penunjang
Hasil IgG (+) dan IgG (+)
A:
Diagnosis : G1P0000 Uk = 35 minggu dengan toxopasmosis
Janin tunggal hidup intra uterin
Masalah : demam,flu,lemas
Diagnosis potensial : abortus
Masalah potensial : tidak ada
kebutuhan tindakan segera : tidak ada
P:
29
20 April 2019 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu yaitu kondisi
07. 15 wita ibu saat ini baik namun menurut hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan bahwa ibu sekarang positf
terkena infeksi toxoplasmosis dan keadaan janinnya saat
ini baik, namun perlu pemantauan yang ketat karena
kemungkinan bisa terjadi abortus, lahir prematur, IUGR,
lahir mati dan lahir dengan cacat bawaan seperti
kebutaan (retinokoroiditis), hidrosefalus,
meningoencephalitis (radang otak), tuli, pengapuran
otak,retardasi mental, kejang-kejang, dan gangguan
neurologis lainnya.
E; Ibu telah mengetahui tentang keadaannya dan ibu
merasa cemas dengan keadaan janinnya.
2. Menjelaskan pengertian dari toxsoplasma adalah
penyakit yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma
gondii, yang telah diketahui dapat menyebabkan cacat
bawaan (kelainan kongenital) pada bayi dan keguguran
(abortus) pada ibu hamil.
E; Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan
3. Menjganjurkan kepada ibu untuk :
Menganjurkan ibu untuk membersihkan
tangan, alat-alat dapur (seperti; papan atau alas
untuk memotong) yang dipakai untuk
mengelola daging mentah, hal ini untuk
mencegah kontaminasi dengan makanan
lainnya.
Menganjurkan ibu bila membersihkan sampah
atau tempat sampah, jangan lupa menggunakan
sarung tangan, dan mencuci tangannya atau
sebaiknya serahkan tugas ini kepada anggota
keluarga lainnya, karena ibu sedang hamil.
Menganjurkan ibu untuk memakai sarung
30
tangan bila ingin mengerjakan pekerjaan kebun
atau perkarangan, untuk menghindari kontak
langsung dari kotoran hewan yang terinfeksi.
Menghindari mengkonsumsi daging mentah
atau setengah matang, serta buah dan sayuran
yang belum dicuci.
Sedapat mungkin kendalikan serangga-
serangga yang dapat menyebarkan kotoran
kucing seperti lalat dan kecoak.
Jika Anda memiliki hewan peliharaan kucing,
jangan biarkan berkeliaran di luar rumah yang
memperbesar kemungkinan kontak dengan
toxoplasma.
Mintalah anggota keluarga lain membantu
membersihkan kucing Anda termasuk
memandikannya, mencuci kandang dan tempat
makannya.
Memberi makan kucing Anda dengan makanan
yang sudah dimasak dengan baik.
Melakukan pemeriksaan berkala terhadap
kesehatan kucing Anda.
Mengunakan sarung tangan plastik ketika
Anda harus membersihkan kotoran kucing.
Mencuci tangan sebelum makan dan setelah
berkontak dengan daging mentah, tanah atau
kucing.
E: Ibu mengerti dan bersedia untuk melakukan yang
dianjurkan bidan
4. Memberikan KIE dan saran kepada ibu :
Menganjurkan ibu untuk menghindari makan
makanan yang dimasak mentah atau setengah
matang.
31
Menganjurkan ibu untuk membersihkan dan
mencuci buah-buahan atau sayuran sebelum
dimakan dengan baik.
Menganjurkan ibu untuk tidak minum susu
unpasteurized dari hewan.
Menganjurkan pada ibu untuk makan dan
minum yang cukup.
Melibatkan keluarga untuk membantu ibu agar
makan dan minum yang cukup.
v Karena ibu memelihara kucing :
Maka saat ibu sedang hamil, serahkanlah tugas
membersihkan kotoran kucing kepada anggota
yang lainnya, membersihkan kotoran kucing
yang dipelihara setiap hari dan ingat untuk
menggunakan sarung tangan dan mencuci
tangan setiap selesai membersihkan.
Menganjurkan ibu untuk mencuci tangan
setiap selesai bermain dengan kucing
peliharaan
Menganjurkan ibu untuk tugas membuang
kotoran kucing dilakukan oleh anggota
keluarga lain yaitu dengan membuang kotoran
dalam plastik dibuang di tempat sampah dan
tidak menanam atau meletakanya di dekat
kebun atau taman.
Menganjurkan ibu untuk jangan memberi
makan daging mentah untuk kucing
peliharaan.
Menganjurkan ibu untuk memeriksakan
kucingnya ke dokter hewan bila melihat bahwa
kucing peliharaan ibu terdapat tanda-tanda
sakit.
32
E: ibu mengerti dan bersedia melalakukan saran yang
diberikan kepada ibu.
33
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit toxoplasmosis merupakan penyakit kosmopolitan dengan
frekuensi tinggi di berbagai negara juga di Indonesia karena gejala klinisnya
ringan maka sering kali Input dari pengamatan dokter. Padahal akibat yang
ditimbulkannya memberikan beban berat bagi masyarakat seperti abortus,
lahir mati maupun cacat kongenital. Diagnosis secara laboratoris cukup
mudah yaitu dengan memeriksa antibodi kelas IgG dan IgM terhadap
toxoplasmagondii akan dapat diketahui status penyakit penderita. Dianjurkan
untuk memeriksakan diri secara berkala pada wanita hamil trimester pertama
akan kemungkinan terinfeksi dengan toxoplasmosis.
4.2 Saran
Diharapkan kepada petugas kesehatan lainnya mampu mempelajari lebih
dalam lagi mengenai infeksi toksoplasmosis ini sehingga dapat memberikan
informasi yang lebih update kepada klien dalam upaya pencegahan infeksi
toksoplasmosis terutapa pada ibu hamil.
34
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention. 2017b. Toxoplasmosis: Biology &
Life Cycle. Toxoplasmosis. [Online article] [diunduh 28 Agustus 2018]
Tersedia dari: https://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/biology.html.
IDAI. 2012. Toksoplasmosis dalam Buku Ajar Infeksi Dan Pediatri Tropis Edisi
2, 458–65. Jakarta: IDAI. Jones JL, dan Dubey JP. 2012. Foodborne
35
Toxoplasmosis. Food Safety, 1–7.
Pohan HT. 2015. Toksoplasmosis. Di dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I Edisi 6, 624–32. Jakarta: Fakultas Kedoktera UI.
Retmanasari A, Widartono BS, Wijayanti MA, dan Artama WT. 2017. Prevalence
and Risk Factors for Toxoplasmosis in Middle Java, Indonesia. EcoHealth
Springer US:162–70.
Sari NLJW, dan Sudarmaja IM. 2017. Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja
Putri Terhadap Toksoplasmosis Di SMA 2 Denpasar Tahun 2014. E-Jurnal
Medika(4):1–9.
Satoskar AR, Simon GL, Hotez PJ, dan Tsuji M. 2009. Medical Parasitology.
Texas, USA: Landes Bioscience.
Subekti DT, Artama WT, dan Iskandar T. 2004. Perkembangan Kasus Dan
Teknologi Diagnosis Toksoplasmosis. Lokakarya Nasional Penyakit
Zoonosis, 253–64.
36