PENYAKIT TOKSOPLASMOSIS
Kelompok 4 :
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Penyakit Toksoplasmosis”. Makalah ini
disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas dari Dasar Kesehatan Lingkungan yang diampu
oleh Bu Nada Amirah, S.K.M.,M.K.M.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna, namun penulis berusaha
semaksimal mungkin untuk menyajikan isi yang berkualitas dan orisinal. Dalam pembuatan
makalah ini, penulis telah melakukan berbagai macam riset dengan mengumpulkan informasi
dari berbagai sumber yang terpercaya dan relevan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan dukungan dalam pembuatan makalah ini, diantaranya [sebutkan beberapa pihak
yang turut membantu]. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan memberikan
pemahaman yang lebih dalam terhadap topik yang dibahas.
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB 1 PENDAHULUAN 4
1.3. Tujuan 5
1.4. Manfaat 5
BAB 2 PEMBAHASAN 6
2.7. Pengendalian 11
2.7.1. Fisik/Mekanik 11
2.7.2. Biologi 12
2.7.3. Kimia 13
BAB 3 PENUTUP 15
3.1. Kesimpulan 15
3.2. Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 17
3
BAB 1 PENDAHULUAN
Ada dua tipe infeksi toksoplasmosis, yaitu infeksi primer dan infeksi reaktif.
Infeksi primer terjadi ketika seseorang yang belum terinfeksi sebelumnya terpapar
parasit. Sementara itu, infeksi reaktif terjadi ketika parasit yang sudah ada dalam tubuh
seseorang teraktivasi kembali. Infeksi toksoplasmosis umumnya tidak menimbulkan
gejala atau hanya menimbulkan gejala ringan seperti demam, sakit kepala, dan kelelahan.
Namun, pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah seperti bayi, anak-
anak, dan orang dengan kondisi medis tertentu, seperti HIV/AIDS, infeksi
toksoplasmosis dapat menyebabkan komplikasi serius seperti kerusakan otak, penglihatan
kabur, kejang, dan bahkan kematian.
4
terkontaminasi. Hal ini sangat penting terutama bagi wanita hamil dan individu dengan
sistem kekebalan tubuh yang lemah.
1.3. Tujuan
Tujuan yang kami paparkan dari rumusan masalah diatas, yaitu adanya wawasan
yang luas mengenai penyakit toksoplasmosis, sejarahnya, distribusi penyakit hingga cara
pengendalian penyakt tersebut, dimana kita dapat menyadari bahwa factor kesehatan
lingkungan sangat penting dalam kehidupan masyarakat.
1.4. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari makalah kami mengenai penyakit toksoplasmosis yaitu.
5
BAB 2 PEMBAHASAN
6
Pada dasarnya, parasit T. gondii hidup pada hewan tertentu seperti kucing dan
hewan lainnya yang menjadi inang antara. Parasit ini dapat menyebar melalui urin kucing
yang terkontaminasi, daging mentah dari hewan yang terinfeksi, dan juga ketika manusia
tersebut memegang tanah yang terkontaminasi dengan kotoran kucing.
Toksoplasmosis bisa terjadi pada manusia yang tertular karena konsumsi daging
mentah atau susu mentah dari hewan yang divaksinasi dan terinfeksi parasit. Selain itu,
manusia juga dapat tertular melalui urine kucing atau melalui tanah yang terkontaminasi
kotoran kucing yang terinfeksi T. gondii.
Seiring waktu, toksoplasmosis dipelajari lebih jauh oleh para ilmuwan. Pada
tahun 1939, Dr. J.R. Dubois dan rekannya di Amerika Serikat menemukan bahwa
toksoplasmosis dapat menyebar melalui makanan dan cairan tubuh manusia yang
terkontaminasi. Selain itu, Dr. Dubois dan rekannya juga menemukan bahwa
toksoplasmosis dapat menyebar melalui pemindahan darah.
Hingga saat ini, toksoplasmosis masih menjadi masalah kesehatan yang penting di
seluruh dunia. Hal ini karena penyakit ini sangat sulit dideteksi dan sulit diobati. Oleh
karena itu, penting untuk selalu menjaga kebersihan dan keamanan dalam mengonsumsi
makanan dan minuman, serta membatasi kontak dengan hewan yang mungkin terinfeksi
T. gondii.
7
infeksi lebih rendah, tetapi masih cukup tinggi di beberapa negara seperti Prancis dan
Spanyol. Di Asia, tingkat infeksi relatif rendah, tetapi masih ada beberapa negara yang
memiliki tingkat infeksi yang cukup tinggi seperti India dan Cina.
1. Kucing sebagai vektor toksoplasmosis memiliki ciri-ciri fisik berupa tubuh yang kecil
dan lincah, bulu yang tebal, gigi dan cakar yang tajam, serta cenderung berkelompok.
2. Parasit Toxoplasma gondii memiliki morfologi bentuk bulat yang panjang dengan
ukuran sekitar 7-10 mikrometer, memiliki dua tahap hidup yaitu tahap aseksual dan
seksual.
3. Parasit T. gondii bergerak dengan bantuan struktur flagella yang berjumlah dua pada
tahap hidup aseksual dan dengan struktur sporozoit pada tahap hidup seksual.
4. Selain kucing, hewan penggembala seperti domba, sapi, dan kambing juga dapat
menjadi vektor toksoplasmosis.
8
5. Hewan yang terinfeksi T. gondii cenderung tidak menunjukkan gejala infeksi yang
kentara, meski pada beberapa kasus hewan dapat mengalami gejala seperti lelah,
muntah, dan diare.
6. Dalam literatur medis, sering disebutkan bahwa manusia dapat terinfeksi T. gondii
melalui konsumsi makanan dan minuman terkontaminasi oleh kotoran kucing atau
hewan penggembala yang terinfeksi parasit tersebut.
9
dan domba. Selain itu, parasit juga dapat ditemukan pada susu yang belum diolah dan
air yang terkontaminasi feses kucing yang terinfeksi.
2. Kontak langsung dengan tanah yang terkontaminasi
Parasit T. gondii juga dapat hidup dalam tanah yang telah terkontaminasi oleh feses
kucing yang terinfeksi. Jika seseorang melakukan kontak langsung dengan tanah
tersebut, maka ia dapat terinfeksi oleh parasit tersebut.
3. Transplasental
Ibu yang terinfeksi penyakit toksoplasmosis dapat menularkan parasit T. gondii
kepada janin dalam kandungannya melalui plasenta.
4. Kontak dengan kucing yang terinfeksi
Kucing adalah inang utama dari parasit T. gondii. Orang yang memiliki kucing
peliharaan dapat terinfeksi jika mereka melakukan kontak langsung dengan feses
kucing yang terinfeksi.
5. Transfusi darah dan transplantasi organ
Transfusi darah dan transplantasi organ juga dapat menjadi sumber penularan
penyakit toksoplasmosis jika darah atau organ yang diterima telah terkontaminasi
oleh parasit T. gondii.
10
Gambar Mekanisme Penularan Penyakit Toksoplasmosis
Pada umumnya, masa inkubasi penyakit toksoplasmosis berkisar antara 5-23 hari
setelah terpapar oleh parasit. Namun, pada beberapa kasus, masa inkubasi juga dapat
berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Masa inkubasi yang
panjang seperti ini biasanya terjadi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
lemah.
Selama masa inkubasi, sebagian besar individu tidak mengalami gejala apa pun.
Namun, pada beberapa kasus, individu yang terinfeksi dapat mengalami gejala-gejala
seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan kelelahan. Gejala-gejala ini biasanya
ringan dan seringkali dikelirukan dengan gejala pilek atau demam biasa.
Setelah masa inkubasi berakhir, individu yang terinfeksi dapat mengalami gejala
klinis yang lebih parah jika sistem kekebalan tubuhnya lemah. Gejala-gejala ini dapat
meliputi demam yang tinggi, sakit kepala yang parah, nyeri otot, dan pembesaran
kelenjar getah bening. Pada kasus-kasus yang parah, toksoplasmosis juga dapat
menyebabkan kerusakan pada organ tertentu seperti otak dan mata.
11
terutama melalui makanan yang terkontaminasi oleh parasit Toxoplasma gondii. Oleh
karena itu, sangat penting bagi individu untuk selalu menjaga kebersihan dan kualitas
makanan yang dikonsumsi untuk mencegah infeksi toksoplasmosis
2.7. Pengendalian
2.7.1. Fisik/Mekanik
Pengendalian penyakit toksoplasmosis secara fisik atau mekanik
melibatkan tindakan yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan
kontak manusia dengan parasit Toxoplasma gondii. Beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mengendalikan penyakit toksoplasmosis secara fisik atau
mekanik antara lain:
1. Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih. Langkah ini harus selalu
dilakukan sebelum dan setelah kontak dengan binatang peliharaan, terutama
kucing atau bahan makanan yang mungkin terkontaminasi oleh parasit
Toxoplasma gondii.
2. Memasak daging dengan suhu yang tepat. Daging yang belum dimasak
dengan tepat dapat menjadi sumber infeksi toksoplasmosis. Suhu minimum
66°C dapat membunuh parasit Toxoplasma gondii.
3. Menjaga higienitas makanan dan minuman. Makanan dan minuman harus
disimpan dan disajikan dalam kondisi bersih dan higienis, menghindari
kontaminasi dari parasit Toxoplasma gondii.
4. Menghindari kontak dengan kotoran kucing. Kotoran kucing dapat
mengandung parasit Toxoplasma gondii, sehingga sebaiknya hindari kontak
langsung dengan kotoran kucing atau membersihkannya menggunakan sarung
tangan.
5. Membersihkan kandang hewan peliharaan secara teratur. Kandang hewan
peliharaan, terutama kucing, sebaiknya dibersihkan secara teratur untuk
mengurangi risiko terkontaminasi parasit Toxoplasma gondii.
6. Menghindari mengonsumsi makanan mentah atau setengah matang. Makanan
mentah atau setengah matang dapat mengandung parasit Toxoplasma gondii,
sehingga sebaiknya dihindari.
12
7. Membersihkan area sekitar tempat tinggal. Area sekitar tempat tinggal, seperti
halaman dan taman, sebaiknya dijaga kebersihannya untuk mengurangi risiko
berkumpulnya kotoran atau kontaminan lainnya yang dapat menimbulkan
kontak dengan parasit Toxoplasma gondii.
2.7.2. Biologi
Penyakit toksoplasmosis disebabkan oleh infeksi parasit Toxoplasma
gondii yang sangat umum terjadi pada manusia dan hewan. Beberapa cara
pengendalian penyakit toksoplasmosis secara biologi antara lain sebagai berikut:
13
1. Vaksinasi: Vaksinasi merupakan cara pengendalian penyakit toksoplasmosis
secara biologi yang efektif. Pada tahun 1994, disetujui vaksin inaktif untuk
kucing yang efektif dalam mencegah infeksi Toxoplasma gondii. Namun,
vaksin untuk manusia masih dalam tahap pengembangan.
2. Penggunaan Jamur Trichoderma: Penggunaan jamur Trichoderma dapat
membantu mengendalikan infeksi Toxoplasma gondii pada tanaman dan
unggas. Jamur Trichoderma dapat menekan pertumbuhan parasit dan
meningkatkan sistem kekebalan inang.
3. Penggunaan Pohon Neem: Ekstrak daun pohon Neem telah digunakan secara
luas sebagai insektisida alami yang efektif untuk mengendalikan populasi
serangga vektor yang membawa parasit Toxoplasma gondii.
4. Penggunaan Bakteri Lactobacillus: Penggunaan bakteri Lactobacillus dapat
membantu menstabilkan sistem kekebalan tubuh dan mencegah infeksi
Toxoplasma gondii. Konsentrasi tinggi bakteri Lactobacillus dapat
meningkatkan kemampuan sistem kekebalan dalam melawan toksoplasmosis.
5. Penggunaan Cacing Tanah: Beberapa jenis cacing tanah seperti cacing tanah
Eisenia fetida dan Lumbricus rubellus telah digunakan sebagai metode
pengendalian biologi untuk mengurangi pertumbuhan parasit Toxoplasma
gondii pada tanah dan membantu mencegah infeksi pada hewan dan manusia.
14
Gambar Vaksin Gambar Ekstrat Daun Neem
2.7.3. Kimia
Toksoplasmosis adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh parasit
Toxoplasma gondii. Penyakit ini dapat menyerang manusia dan hewan, terutama
kucing, yang menjadi inang utama parasit ini. Salah satu cara untuk
mengendalikan toksoplasmosis pada hewan adalah dengan menggunakan obat-
obatan kimia.
1. Sulfonamida
2. Sulfonamida adalah jenis antibiotik yang sering digunakan untuk mengobati
toksoplasmosis pada hewan. Obat ini dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan parasit Toxoplasma gondii. Namun, penggunaan sulfonamida
harus hati-hati karena dapat menyebabkan efek samping seperti anemia,
leukopenia, dan reaksi hipersensitivitas.
3. Pyrimethamine
15
4. Pyrimethamine adalah jenis antimalaria dan antiprotozoa yang juga dapat
digunakan untuk mengobati toksoplasmosis pada hewan. Obat ini bekerja
dengan cara menghambat sintesis DNA parasit dengan menghambat aktivitas
enzim dihidrofolat reduktase. Namun, penggunaan pyrimethamine harus
dikombinasikan dengan sulfadiazine atau trimethoprim untuk menghindari
toksisitas pada ginjal.
5. Clindamycin
6. Clindamycin adalah jenis antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati
infeksi bakteri dan parasit, termasuk toksoplasmosis pada hewan. Obat ini
bekerja dengan cara menghambat produksi protein pada bakteri dan parasit.
Namun, penggunaan clindamycin jangka panjang dapat menyebabkan
gangguan pada saluran pencernaan dan berpotensi menjadi resisten terhadap
obat ini.
7. Spiramycin
8. Spiramycin adalah jenis antibiotik makrolida yang sering digunakan untuk
mengobati infeksi bakteri dan parasit, termasuk toksoplasmosis pada hewan.
Obat ini bekerja dengan cara menghambat sintesis protein pada bakteri dan
parasit. Namun, penggunaan spiramycin harus sangat hati-hati karena dapat
menyebabkan efek samping seperti diare, mual, dan muntah.
16
17
BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma
gondii. Penyakit ini dapat menyerang hewan dan manusia, termasuk bayi yang masih
dalam kandungan pada wanita hamil. Toksoplasmosis dapat menimbulkan gejala yang
ringan hingga berat tergantung pada kesehatan tubuh individu yang terinfeksi dan tingkat
keparahan infeksinya.
3.2. Saran
Dari kesimpulan yang kami paparkan dapat kami sarankan yaitu.
18
1. Jangan makan daging mentah atau setengah matang, terutama daging babi, domba,
atau kambing.
2. Cuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah menyiapkan makanan, serta
setelah kontak dengan kucing atau pasir kucing.
3. Bersihkan kotak pasir kucing setiap hari karena toksoplasma dapat hidup lama dalam
pasir kucing yang terkontaminasi.
4. Gunakan sarung tangan saat membersihkan pasir kucing atau membuang kotoran
hewan peliharaan.
5. Jangan minum air yang belum dimasak atau tidak melalui filter.
6. Jangan menyentuh mata atau mulut dengan tangan yang belum dicuci setelah
berkontak dengan kucing atau pasir kucing.
19
DAFTAR PUSTAKA
Dubey, J. P. (2010). Toxoplasmosis of Animals and Humans. Second Edition. CRC Press.
Halonen, S. K., & Weiss, L. M. (2013). Toxoplasmosis. Handbook of clinical neurology, 114,
125-145.
Montoya, J. G., & Liesenfeld, O. (2004). Toxoplasmosis. The Lancet, 363(9425), 1965-1976.
Tenter, A. M., Heckeroth, A. R., & Weiss, L. M. (2000). Toxoplasma gondii: from animals to
humans. International journal for parasitology, 30(12-13), 1217-1258.
Wallon, M., Peyron, F., & European Multicenter Study on Congenital Toxoplasmosis
(EMSCOT). (2004). Congenital toxoplasmosis: a plea for a neglected disease. The American
journal of obstetrics and gynecology, 191(3), 899-902
Daryani A, Sarvi S, Aarabi M, Mizani A, Ahmadpour E, Shokri A, Rahimi MT, Sharif M, Sarlak
Z. Seroprevalence of Toxoplasma gondii in the Iranian general population: a systematic review
and meta-analysis. Acta Trop. 2014 Sep;137:185-94.
Dubey JP. Toxoplasmosis of Animals and Humans. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press; 2010.
20
Remington JS, McLeod R, Desmonts G. Toxoplasmosis. In: Remington JS, Klein JO, Wilson
CB, Baker CJ, eds. Infectious Diseases of the Fetus and Newborn Infant. 7th ed. Philadelphia:
W.B. Saunders; 2010:918-1041.
Suzuki LA, Rocha GM, de Araujo SM, da Silva AV, Vitral RW. Toxoplasma gondii infection in
pregnant and non-pregnant women from Salvador, Bahia: seroprevalence, seroconversion risk
factors and clinical symptoms. Rev Inst Med Trop Sao Paulo. 2012 Nov-Dec;54(6):315-20.
Tenter, A.M., Heckeroth, A.R., & Weiss, L.M. (2000). Toxoplasma gondii: From Animals to
Humans. International Journal for Parasitology, 30(12-13), 1217-1258.
Luft, B.J., & Remington, J.S. (1992). Toxoplasmic Encephalitis in AIDS. Clinical Infectious
Diseases, 15(2), 211-222.
Halonen, S.K., & Weiss, L.M. (2013). Toxoplasmosis. In Mandell, Douglas, and Bennett's
Principles and Practice of Infectious Diseases (8th ed., pp. 3331-3349). Elsevier Saunders.
McAuley, J.B., & Boyer, K.M. (2007). Toxoplasmosis. Seminars in Pediatric Infectious
Diseases, 18(4), 205-218.
Robert-Gangneux, F., & Darde, M.L. (2012). Epidemiology of and Diagnostic Strategies for
Toxoplasmosis. Clinical Microbiology Reviews, 25(2), 264-296.
21