Disusun Oleh:
1
DAFTAR ISI
COVER...................................................................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................................2
KATA PENGANTAR...........................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................4
C. Tujuan Penelitian...................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................6
C. Gejala toxsoplasma................................................................................10
F. Pencegahan toxsoplasma.......................................................................24
A. Kesimpulan...........................................................................................26
B. Saran.....................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "TOKSO PLASMA DALAM
KEHAMILAN" dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah
mikrobiologi dan parasitologi. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Suci fitriana PW selaku dosen Mata
kuliah mikrobiologi dan parasitologi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu kelompok target penyakit toksoplasmosis adalah wanita usia subur. Wanita
usia subur adalah wanita dalam usia reproduktif yaitu, dalam rentang usia 15-39 tahun baik
yang dalam status sudah menikah maupun yang belum menikah. Dalam rentang usia tersebut
menggambarkan tingkat pengetahuan mengenai kesehatan yang berbeda-beda dikarenakan
oleh berbagai faktor yang mempengaruhi.
Infeksi T. gondii pada wanita hamil atau ternak bunting dapat mengakibatkan
reasorbsi fetus, abortus, lahir mati, kematian bayi dan kelainan kongenital berupa retadarsi
mental, kelainan mata ringan sampai buta mata dan hidrosefalus (Suwanti, 2005). Dalam
Suwanti (2005), kerugian ekonomis akibat toksoplasmosis meliputi kehilangan janin, biaya
perawatan, biaya pendidikan penderita dan biaya pengobatan kelainan mata, sedangkan pada
hewan kerugian dapat berupa penurunan produktivitas akibat gangguan sistem reproduksi.
Toxoplasma gondii dapat menyerang semua organ dan jaringan induk semang seperti
pada jaringan hati, limpa, sumsum tulang, paru-paru, otak, ginjal, otot, kelenjar limfe, mata
4
dan jantung . Kejadian dan dampak infeksi T. gondii pada hewan betina atau wanita hamil,
lebih banyak dilaporkan dibandingkan pada pria atau hewan jantan (Sutanto dkk, 2008;
Soedarto, 2008).
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
5
BAB II
PEMBAHASAN
Toksoplasma masuk ke dalam tubuh manusia dalam bentuk oosit (stadium infektif)
dan di usus halus kemudian berubah menjadi bentuk takizoid yang kemudian dapat
menginvasi berbagai jaringan tubuh, seperti otot, otak, hati, paru dan plasenta. T. gondii
yang masuk ke dalam sel epitel usus kemudian bereplikasi.
Plasenta, otak dan mata merupakan target utama dari patogen pada toxoplasmosis di
manusia. Hal ini diduga karena profil imunologis dari organ tersebut yang dapat menarik
patogen. Interleukin kemungkinan besar berperan dalam proses migrasi leukosit dari
pembuluh darah ke jaringan inflamasi. ditemukan lebih banyak jumlahnya pada pasien
dengan toxoplasmosis okular dibandingkan dengan toxoplasmosis tanpa gejala.
6
Imunitas selular yang dimediasi oleh limfosit T, makrofag dan sitokin-sitokin spesifik
lainnya dapat menekan infeksi dari T. gondii. Pada penderita imunokompromais, seperti
HIV-AIDS, kelemahan sistem imun dapat membuat peningkatan patogenisitas dan
severitas dari toxoplasmosis sebagai infeksi oportunis.
T.gondii dapat tumbuh dalam semua sel mamalia kecuali sel darah merah yang bisa
dimasuki tapi tanpa terjadi pembelahan. Begitu melekat pada sel penjamu dan sel secara
aktif mengadakan penetrasi ke dalamnya, parasit akan membentuk vakuola parasitoforus
dan mengadakan pembelahan.
. Dengan cara ini organ yang terinfeksi segera memperlihatkan bukti adanya proses
sitopatik. Jika masuk ke dalam tubuh manusia, T.gondii dapat bertahan pada kondisi tidak
aktif. Umumnya, infeksi parasit ini dapat dikendalikan tubuh sehingga tidak menimbulkan
gejala. Meski begitu parasit ini dapat menyebabkan masalah kesehatan serius jika terjadi
atau ibu hamil. Pada dasarnya, toxsoplasma tidak dapat menyebar antar manusia.
Namun, ibu hamil dapat menularkan infeksi ke janinnya. Ibu hamil yang mengalami
toxsoplasma primer saat kehamilannya dapat menularkan secara vertikal kepada janin.
Frekuensi kejadian tranmisi vertikal toxsoplasma ini meningkat seiring bertambahnya usia
gestasi yaitu 25% pada trimester pertama, 54% pada trimester kedua dan 65% pada
trimester ketiga.
Jika orang yang terinfeksi parasit toxsoplasma memiliki daya tahan tubuh yang kuat,
maka parasit ini dalam kondisi tidak aktif, namun bila kondisi daya tahan tubuh melemah,
infeksi ini akan menjadi aktif. Inilah mengapa seseorang yang telah dinyatakan terinfeksi
toxsoplasma, belum tentu menunjukan gejala-gejala infeksi.
Ibu hamil perlu mengetahui bahwa semakin tua usia kehamilan semakin tinggi pula
resiko terinfeksi parasit ini. Kondisi ini terkadang tidak menunjukan gejala apapun
walaupun tidak bergejala, infeksi parasit ini dapat menyebabkan keguguran dan cacat bayi.
7
Oleh karena itu ibu hamil harus mengenali gejala dan dampak apa saja yang kemungkinan
bisa timbul akibat infeksi parasit ini.
Infeksi ini disebabkan oleh parasit bernama Toxoplasma gondii (T. gondii). Parasit ini
bisa menginfeksi mayoritas hewan dan burung. T. gondii bisa ditemukan pada kotoran
kucing yang terinfeksi, serta daging binatang yang terinfeksi. Karena parasit T. gondii
hanya bisa berkembang biak pada kucing liar dan peliharaan, maka beberapa jenis hewan
tersebut diduga menjadi inang utamanya.
Penyebaran kuman T. gondii dalam tubuh manusia adalah melalui migrasi antar
jaringan secara langsung ataupun melalui darah, serta “menumpang” pada leukosit atau
dikenal juga dengan prinsip Kuda Trojan.
Waktu pembelahan sekitar 6 – 8 jam untuk strain yang virulen. Bila jumlah parasit
dalam sel mendekati masa kritis ( ± 64 – 128 dalam kultur ), sel tersebut akan ruptur
dengan melepaskan takizoit dan menginfeksi sel didekatnya. Sebagian besar takizoit akan
dieliminasi dengan bantuan respon imun dari penjamu, baik humoral maupun seluler.
Sekitar 7 -10 hari sesudah infeksi sistemik oleh takizoit terbentuklah kista di dalam
jaringan yang berisi bradizoit.
Namun, kucing- kucing yang terinfeksi parasit T. gondii biasanya tidak menunjukkan
gejala-gejala tertentu. Parasit ini mampu bertahan sampai beberapa bulan hidup di tanah
atau air. Parasit T. gondii tidak bisa menular antar manusia, sehingga seseorang tidak bisa
menularkan infeksi ini pada anaknya, tertular T. gondii karena bersentuhan dengan orang
yanhg telah terinfeksi, serta menularkan parasit T. gondii melalui ASI.
Kecuali dalam beberapa kasus, seperti melalui prosedur transplantasi organ yang
terinfeksi atau ibu hamil yang sedang terinfeksi fase akut dapat menularkan kepada
janinnya. Hampir setengah dari penyebab infeksi toxoplasma disebabkan karena kebiasaan
mengonsumsi daging mentah atau setengah matang.
Namun Ibu juga dapat terinfeksi dari makanan yang terkontaminasi dan belum
dibersihkan, minum air dengan kontaminasi parasit toksoplasma, atau menyentuh tanah,
kotoran kucing, atau daging yang sudah terkontaminasi kemudian menyentuh mata,
hidung atau mulut. Untuk mencegah virus toksoplasma, Ibu wajib menjaga kebersihan
8
selama hamil. Kucing dapat terinfeksi parasit tokso dari tikus, burung, atau hewan kecil
lain yang dimakannya.
Jika kucing terinfeksi, kotorannya akan mengandung jutaan parasit toksoplasma
sekitar tiga minggu setelah terinfeksi. Nah, biasanya, ibu terkena toksoplasmosis jika tak
sengaja menyentuh mulut setelah berkebun saat hamil tanpa sarung tangan atau
membersihkan kotoran kucing peliharaannya.
Oleh karena itu, memelihara hewan saat hamil bisa berisiko menimbulkan penyakit
infeksi ini jika ibu tidak berhati-hati. Meski demikian, kotoran kucing bukanlah satu-
satunya penyebab penyakit tokso selama kehamilan. Parasit toksoplasma juga bisa
ditemukan di makanan, yang kemudian menularkan pada ibu hamil jika ia menyentuh atau
mengonsumsinya.
1. Ada beberapa cara parasit T. gondii masuk ke tubuh manusia, yaitu:
a. Mengonsumsi buah-buahan dan sayuran yang tidak dicuci atau minum
air yang terkontaminasi kotoran kucing.
b. Memasukkan tangan yang terkontaminasi tanah atau kotoran kucing ke
mulut.
c. Mengonsumsi daging mentah atau setengah matang.
d. Menggunakan peralatan yang telah terkontaminasi dengan daging hewan
yang terinfeksi, seperti pisau, gunting, dan talenan bekas daging mentah
terinfeksi.
e. Meminum susu kambing yang belum dimasak dan terinfeksi atau jenis
produk lain yang terbuat darinya.
2. penyebab toxoplasma pada ibu hamil:
a. daging mentah atau setengah matang,
b. telur mentah,
c. daging yang diawetkan,
d. susu yang tidak dipasteurisasi, atau
e. buah-buahan dan sayuran yang belum dicuci.
3. Penularan
Bermula dari feses kucing yang mengandung Toxoplasma gondii,
protozoab ini selanjutnya dapat mengkontaminasi air, tanah, sayuran,
maupun manusia secara langsung.
Transmisi Toxoplasma gondii ke hewan berdarah panas ataupun ke
manusia umumnya melalui tiga cara baik secara horizontal maupun mata
9
berkurang sampai dengan ⅔ dari normal dan biasanya disertai cacat mata
lainnya.
Untuk penularan ke janin di awali dengan ibu yang positif terinfeksi
toxsoplasma, sedangkan parasit tersebut dapat menembus plasenta dan akan
berjalan menuju ke janin, jika terinfeksi pada trimester 2 atau 3 parasit
tersebut dapat di tangani dan tidak menyebabkan penyakit pada bayi lahir,
namun jika terinfeksi pada trimester akhir maka parasit tersebut dapat
menyebabkan penyakit bawaam pada bayi setelah lahir.
C. GEJALA TOXSOPLASMA
Ketika Anda terkena tokso saat hamil, atau terkena tokso hingga 3 bulan sebelum
pembuahan, maka infeksi toxoplasma kemungkinan akan menular dan merusak bayi yang
belum lahir. Infeksi ini bahkan mampu menyebabkan keguguran dan lahir mati.
Tokso yang terjadi pada tahap awal kehamilan berpotensi meningkatkan risiko
keguguran pada ibu hamil. Meski infeksi ini jarang menular ke janin di awal kehamilan,
jika benar-benar terjadi infeksi tokso bisa menyebabkan masalah kesehatan yang serius.
Akibat dari toxoplasma lebih dapat dirasakan oleh ibu hamil dari pada perempuan yang
sedang tidak mengandung maupun laki-laki. Toxoplasma pada Ibu hamil membuat besar
kemungkinan bayi akan mengalami cacat atau Ibu mengalami keguguran.
Risiko bayi Ibu tertular infeksi toxoplasma semakin meningkat seiring dengan usia
kandungan. Jika Ibu terinfeksi parasit toksoplasma pada usia trimester pertama kehamilan,
maka risiko bayi tertular sebesar 15%, pada trimester ke dua sebesar 30%, dan 60% pada
trimester ke tiga. Walaupun kemungkinan tingkat penularan pada akhir semester sangat
besar, namun jika janin telah terinfeksi dari awal trimester kehamilan, infeksi akan
semakin parah dan kemungkinan bisa terbawa seumur hidup.
Risiko penularan semakin rendah bila Ibu terinfeksi beberapa bulan sebelum
memasuki masa kehamilan. Para ahli kesehatan menyarankan, Jika Ibu mengetahui bahwa
infeksi sudah terdapat pada tubuh, tunggulah selama enam bulan sebelum memutuskan
untuk hamil, ketika infeksi sudah ditangani. Infeksi toxoplasma yang terjadi di sekitar
waktu pembuahan, memiliki kemungkinan kurang dari 5 persen membuat janin tertular.
Sedangkan pada awal kehamilan, infeksi ini menimbulkan risiko penularan ke janin
kurang dari 6 persen dan pada trimester ketiga, tingkat penularan infeksi meningkat drastis
antara 60-81 persen.
10
Ketika infeksi toxoplasma terjadi pada kehamilan, parasit dapat pindah melalui
plasenta ke janin sehingga menyebabkan infeksi toksoplasmosis bawaan.
Pada bayi baru lahir, tokso bawaan berisiko menyebabkan:
Hidrosefalus
Mikrosefali
Penumpukan kalsium di otak
Kerusakan retina
Mata juling
Kebutaan
Epilepsi
Penurunan fungsi psikomotor dan intelektual
Bintik merah
Anemia
Akan tetapi, bayi yang terinfeksi tokso pada akhir kehamilan cenderung tidak
mengalami masalah kesehatan yang serius. Hal ini dikarenakan organ-organ penting bayi
sudah terbentuk dan tubuh bayi pun lebih kuat.
Sementara itu, tidak ada bukti yang menunjukkan penularan tokso bisa terjadi melalui
menyusui atau kontak langsung antar manusia. Pada orang yang sehat, sekalipun
ditemukan serum antibodi toksoplasma, infeksi toksoplasma masih asimtomatik.
Manifestasi yang muncul tergantung pada umur, virulensi strain Toxoplasma, jumlah
parasit dan lokasi organ yang diserang.
Semakin muda usia terkena infeksi Toksoplasma, misal pada bayi, maka kerusakan
akan lebih berat. Infeksi pada otak, organ yang tidak mempunyai kemampuan regenerasi,
lesi yang ditimbulkan akan lebih berat dan permanen. Pada bayi, manifestasi yang
ditimbulkan bisa berupa hidrosefalus yang disebabkan karena penyumbatan pada
akuaduktus Sylvii Manifestasi klinis yang sering muncul pada orang dewasa biasanya
berupa limfadenopati lokal atau umum, baik superfisial ataupun dalam yang biasa ditemui
di sekitar kelenjar leher disertai dengan rasa lelah, demam, nyeri otot, dan rasa sakit
kepala, kadang-kadang ada eksantema dan retinokoroiditis.
Retinokoroiditis pada dewasa dan pubertas sebagai merupakan manifestasi reaktivasi
kelanjutan infeksi kongenital Retinokoroiditis yang berat bisa sampai membutuhkan
enukleasi,
11
1. Sementara untuk gejala-gejala untuk ibu hamil:
Sakit kepala
Kebingungan
Kurangnya koordinasi tubuh
Kejang
Kesulitan bernapas
Gangguan penglihatan
Nyeri otot
Kelenjar getah bening
Demam tinggi
Sakit tenggorokan
Kelelahan
Sedangkan bahaya infeksi toxsoplasma untuk ibu hamil adalah karena parasit ini
dapat menembus plasenta dan menyerang janin di dalamnya. Jika tidak diobati, infeksi
toxsoplasma bisa membuat janin mengalami kelainan kongenital atau penyakit bawaan
lahir, lahir prematur, atau bahkan meninggal dalam kandungan.
Dampak atau ganguan pada ibu hamil:
a. Abortus atau Keguguran
Abortus atau keguguran sering terjadi pada masa kehamilan trimester
awal. Hal ini terjadi pada sekitar awal 12 minggu awal kehamilan atau 3
bulan awal kehamilan. Darah yang terdapat infeksi berupa T. Gondii,
kemudian melalui aliran darah masuk menembus plasenta.
Infeksi yang terjadi pada plasenta menyebabkan plasentitis.
Plasentitis kemudian menyebabkan keadaan plasenta tidak sehat dan menjadi
faktor risiko tidak dapat tumbuhnya plasenta dan janin, sehingga dapat
mengalami keguguran.
b. Bayi yang Lahir Prematur
Kondisi ini dikarenakan keadaan yang mirip dengan mekanisme pada
abortus atau keguguran. Biasanya keguguran terjadi pada usia kehamilan tua,
sedangkan keguguran akibat dari toksoplasmosis terjadi pada usia kehamilan
muda.
Kondisi ini terjadi akibat infeksi parasit kedalam tubuh ibu hamil,
kemudian dari ibu hamil akan menginfeksi melalui pembuluh darah plasenta.
12
Akibatnya, plasenta akan mengalami radang plasentitis dan menyebabkan
mudah terjadinya partus atau persalinan dini, walaupun usia kehamilan
belum mencukupi.
Sedangkan pada bertumbuhan bayi menjadi dewasa gangguan lain muncul seperti:
- Gangguan pendengaran
- Gangguan intelektual
- Infeksi berat pada mata
D. DIAGNOSIS ATAU PEMERIKSAAN TOXSOPLASMA
Untuk memastikan apakah seseorang mengalami penyakit ini, maka bisa dilakukan
tes darah guna mengetahui kadar antibodi tubuh terhadap parasit T. gondii. Namun,
pelaksanaan tes ini bisa saja dilakukan saat tubuh belum membentuk antibodi terhadap
13
parasit ini, sehingga seseorang dinyatakan negatif. Oleh karena itu, diperlukan tes ulang
beberapa minggu kemudian.
yaitu ditemukan adanya antibodi IgG anti- toksoplasma dengan titer 1/20 –
1/1000
2. Kehamilan dengan antibodi IgG atau IgM spesifik dengan titer tinggi
yaitu darah ibu tidak mengandung anti-bodi spesifik. Dalam hal ini ibu hamil
dianjurkan untuk mengulangi uji serologik (cukup lateks aglutinasi) tiap
trimester.
yaitu adanya perubahan dari sero negatif menjadi seropositif selama kehamilan.
Penderita memiliki risiko tinggi transmisi vertikal dari maternal ke janin serta
mengakibatkan toksoplasmosis kongenital. Hal ini merupakan indikasi pengobatan
antiparasit selama kehamilan.
Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan ialah IgG dan IgM anti-
toksoplasma, serta aviditas anti-toksoplasma IgG. Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan
pada yang diduga terinfeksi T. gondii, ibu-ibu sebelum atau selama masa kehamilan (bila
hasil negatif perlu diulang sebulan sekali, khususnya pada trimester pertama kehamilan,
dan selanjutnya tiap trimester), serta pada bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi T.
gondii.
14
Food and Drug Administration (FDA) merekomendasikan para dokter dan tenaga
medis untuk menginterpretasikan hasil tes serologi IgM anti-toksoplasma dengan cermat.
Para dokter tidak boleh menegakan diagnosis toksplasmosis hanya berdasarkan satu jenis
pemeriksaan, karena pada beberapa tes dapat terjadi hasil positif palsu.
Apabila dicurigai seorang ibu hamil mengalami infeksi akut, darah pasien harus
diperiksa kembali untuk IgM dan IgG spesifik anti toksoplasma. Keputusan pemilihan
terapi atau intervensi tindakan medis untuk terminasi kehamilan harus berdasarkan
evaluasi klinis dan test tambahan yang dilakukan di laboratorium referensi.
1. Diagnosis Maternal
Sejuamlah tes yang paling umum di gunakan untuk mengukur kadar antibodi IgG:
SFDT dianggap sebagai baku emas karena dapat mendeteksi antibodi spesifik anti‐T.
gondii (IgG total) dan dilakukan hanya di pusat‐pusat acuan. Tes aviditas (afinitas
fungsional) untuk antibodi IgG telah menjadi standar dalam menyingkirkan infeksi yang
baru didapat dan yang lebih lama didapat. Infeksi yang didapat dalam 3‐4 bulan terakhir
disingkirkan bila ada aviditas antibodi yang tinggi, sementara aviditas rendah dapat
bertahan lebih dari 3 bulan setelah infeksi.
15
Kombinasi dengan sarana uji kadar lainnya seperti Tes aglutinasi diferensial (AC/HS)
terbukti membantu dalam menyingkirkan kemungkinan infeksi akut atau kronik pada ibu
hamil.
Meskipun pada pasien dengan infeksi primer dapat antibodi IgM spesifik T. gondii dapat
dideteksi lebih awal pada sebagian besar kasus, titer ini menjadi negatif dalam beberapa
bulan. Pada sebagian pasien, titer IgM positif T.gondii dapat ditemukan selama fase kronik
infeksi. Antibodi IgM dapat dideteksi sampai 12 tahun setelah infeksi akut. Bahkan jika
persistensi antibodi IgM ini tidak memperlihatkan relevansi klinis apapun, pasien‐pasien
ini harus dipertimbangkan terinfeksi secara kronik.
Amplifikasi PCR untuk deteksi DNA T. gondii dalam cairan tubuh dan jaringan telah
berhasil mendiagnosis toksoplasmosis kongenital, okular, serebral dan diseminata. Tes
PCR seharusnya tidak dilakukan jika tidak ada data serologis atau klinis/sonografi yang
mendukung adanya infeksi.
Bukti nyata infeksi adalah isolasi parasit dari bayi. Walau demikian, isolasi tersebut
biasanya memakan waktu lama untuk menetapkan suatu diagnosis awal. Parasit dapat
diisolasi oleh inokulasi mencit atau inokulasi kultur jaringan sel dari hampirsemua
jaringan atau cairan tubuh manusia.
- Lakukan penelitian tes aviditas IgG dan/atau IgA dalam area yang
sama
- Interpretasi bergantung pada usia kehamilan pada saat sampel diambil.
16
- IgG negative dan IgM positf
- Diagnosis harus dipastikan dengan hasil serologi baru setelah 15 hari
untuk menghindari IgM positif palsu
Diagnosis toksoplasmosis kongenital ditegakkan dengan adanya IgM dan IgA spesifik dari
darah janin, ditemukannya parasit dari hasil kultur atau inokulasi pada tikus, dan adanya
DNA T. gondii pada pemeriksaan PCR darah janin atau cairan ketuban. Sementara itu,
pada ibu hamil diperlukan beberapa pemeriksaan tambahan, seperti:
17
Amniocentesis. Dokter akan mengambil sampel air ketuban ibu hamil saat usia
kehamilan di atas 15 minggu. Dengan tes ini, dapat diketahui apakah janin
turut terinfeksi toksoplasmposis atau tidak.
USG. Pemeriksaan juga penting dilakukan untuk memeriksa apakah terdapat
gejala yang tidak normal pada janin. Usai proses melahirkan pun, bayi akan
menjalani serangkaian pemeriksaan untuk melihat apakah ada kerusakan akibat
infeksi pada tubuhnya.
Tes darah, untuk menilai kadar antibodi tubuh terhadap gondii.
MRI, untuk mendeteksi penyebaran infeksi ke otak, terutama pada pasien yang
beresiko tinggi terserang komplikasi.
Biopsi otak atau cairan tulang belakang untuk mendeteksi keberadaan parasit
gondii, terutama pada kasus yang parah.
E. PENGOBATAN PENYAKIT TOXSOPLASMA
Pada banyak kasus toksoplasmosis hanya digolongkan sebagai sakit yang ringan saja
dan tidak memerlukan adanya perawatan khusus. Pengidap umumnya bisa pulih total
tanpa komplikasi. Untuk mengobati toksoplasmosis yang akut pada pengidap yang
mempunyai gangguan kekebalan tubuh, dokter akan meresepkan beberapa jenis obat.
Perawatan medis dibutuhkan hanya pada kondisi berikut ini:
Sementara itu, jika kondisi ini dialami oleh ibu hamil atau janin belum terkena
infeksi, dokter akan memberikan antibiotik. Namun, jika janin sudah tertular
toksoplasmosis, dokter biasanya akan meresepkan obat. Pengobatan ini tidak bisa
memperbaiki kerusakan akibat toksoplasmosis yang sudah terjadi. Jadi, biasanya tetap
akan ada gangguan yang bersifat jangka panjang dan kambuhan.
18
kekebalan tubuh menurun, parasit akan aktif kembali dan menyebabkan gangguan
kesehatan yang serius.
Menemukan infeksi toksoplasma sejak dini pada ibu hamil dapat menurunkan risiko
janin ikut tertular. Sebab, begitu ditemukan, dokter akan memberikan obat antibiotik untuk
ibu hamil yang dapat membantu mencegah janin terinfeksi. Meski demikian, pemberian
obat antibiotik ini tidak selalu berhasil. Bayi yang lahir dengan toksoplasmosis seringkali
tetap mengalami masalah kesehatan jangka panjang, meski telah mendapat pengobatan
sejak dalam kandungan dan segera setelah lahir. Ini karena antibiotik yang dokter berikan
tidak dapat memperbaiki kerusakan yang telah terjadi, meski tingkat keparahannya
mungkin berkurang.
19
kemungkinan infeksi janin dapat terjadi pada kehamilan lanjut dari
plasenta yang terinfeksi pada awal kehamilan.
Untuk ibu hamil yang memiliki kemungkinan infeksi tinggi
atau infeksi janin telah terjadi, pengobatan dengan spiramisin harus
ditambahkan pirimetamin, sulfadiazin, dan asam folat setelah usia
kehamilan 18 minggu.
Pada beberapa pusat pengobatan, penggantian obat dilakukan
lebih awal (usia kehamilan 12-14 minggu). Spiramisin sebaiknya tidak
diberikan pada pasien yang hipersensitif terhadap antibiotik makrolid.
Sejumlah kecil ibu hamil menunjukkan gejala gangguan saluran cerna
atau reaksi alergi. Dosis spiramisin yang diberikan ialah 3 gram/hari.
b. Pengobatan dengan pirimetamin, sulfadiazin, dan asam folat
Kombinasi pirimetamin, sulfadiazin, dan asam folat
diindikasikan untuk ibu hamil yang mengalami infeksi T. gondii akut
pada akhir trimester kedua (> 18 minggu) atau pada trimester ketiga.
Kombinasi ini juga diindikasikan untuk ibu hamil dengan infeksi janin
atau janin dengan toksoplasmosis kongenital yang terdeteksi melalui
ultasonografi.
Pirimetamin bersifat teratogenik dan penggunaannya
dikontraindikasikan pada trimester pertama. Pirimetamin dapat
menyebabkan depresi sumsum tulang belakang sehingga perlu
dilakukan perhitungan jumlah sel darah lengkap untuk mencegah
toksisitas hematologi. Tingkat kejadian toksoplasmosis kongenital
pada bayi ibu hamil yang terinfeksi sebelum kehamilan hampir tidak
pernah ditemukan..
Selain itu, aviditas IgG setiap individu juga belum tentu tinggi
dan matang meskipun infeksi terjadi setelah bertahun-tahun yang lalu.
Jika pemberian terapi ditunda hingga hasil pemeriksaan aviditas IgG
pada trimester pertama hasil IgG dan IgM (-), maka infeksi terjadi
akibat reaktivasi. Untuk lebih memastikan bahwa infeksi tidak terjadi,
maka pemberian terapi menggunakan spiramisin tetap dilakukan.
Disamping itu risiko minimal spiramisin tidak menghalangi
penggunaannya sebagai terapi pada trimester pertama. Pirimetamin
merupakan anti parasit yang secara kimiawi dan farmakologi
20
menyerupai trimetroprim. Didalamnya terdapat zat aktif
diaminopirimidin yang bekerja sebagai inhibitor poten dari dihidrofolat
reduktase dan bekerja secara sinergis dengan sulfonamid.
Dosis pirimetamin 25-50 mg per oral sekali sehari dan
dikombinasikan dengan sulfonamid selama 1-3 minggu kemudian
dosis obat dikurangi setengah dari dosis sebelumnya, dan terapi
dilanjutkan 4-5 minggu. Kekurangan asam folat akan memicu
agranulositosis, sehingga pemberian pirimetamin harus bersama
dengan asam folat.
Sulfadiazin merupakan golongan sulfonamida dengan masa
kerja sedang. Mekanisme kerjanya bersifat bakteriostatik dengan
menghambat sintesis asam folat, serta menghambat enzim yang
membentuk asam folat dan para amino benzoic acid (PABA). Sebagian
bahan ini menginaktivasi enzim seperti dehidrogenase atau
karboksilase yang berperan pada respirasi bakteri. Dosis pemberian 2-4
gram per oral sehari sekali selama 1-3 minggu, kemudian dosis
dikurangi setengah dari dosis sebelumnya dan terapi dilanjutkan
hingga 4-5 minggu.
2. Pengobatan pada bayi
Kombinasi sulfadiazin, pirimetamin, dan asam folat biasanya diberikan
untuk bayi yang lahir dari ibu dengan hasil positif pada cairan amnionnya
atau yang sangat dicurigai menderita T. gondii.
Dosis pirimetamin 2 mg/kgBB/hari (maksimal 50 mg), dilanjutkan 1
mg/kgBB/hari untuk 2-6 bulan, dan setelah itu 1 mg/kgBB/hari 3 kali
perminggu.
Dosis sulfadiazin 50 mg/kgBB setiap 12 jam, dan dosis asam folat 5 –
20 mg 3 kali perminggu. Kombinasi pirimetamin, (dosis dewasa 25‐100
mg/hari x 3‐4minggu), sulfadiazin (dosis dewasa 1‐1.5 g qid x 3‐4 minggu)
dan folinic acid (leucovorin 10‐25 mg untuk setiap pemberian pirimetamin,
untuk menghindari supresi sumsum tulang) merupakan protokol penanganan
dasar.
Pada sebagian kasus, direkomendasikan obat‐obat lain seperti
spiramisin (dosis dewasa 3‐4 g/ hari x 3‐4 minggu) dan kadang‐ kadang
klindamisin. Oleh karena keprihatian mengenai teratogenitas, penanganan
21
dengan pirimetamin dan sulfadiazin untuk pencegahan infeksi fetal
dikontraindikasikan selama trimester pertama kehamilan, kecuali kesehatan
ibu sangat terancam.
Walau demikian, selama trimester pertama sullfadiazin dapat
digunakan sendiri.penanganan antitoxoplasma harus diteruskan selama
kehamilan dan sekurang-kurangnya dilakukan ultrasound bulanan jika
pemeriksaan pertama tidak menunjukan adanya abnormalitas.
Adanya hidrosefalus telah digunakan sebagai indikasi terminasi
kehamilan. Pirimetamin dan sulfadiazin, yang umumnya digunakan untuk
menangani bayi dengan toksoplasmosis kongenital, telah terbukti
meningkatkan hasil perbaikan pada bayi yang ditangani dengan obat‐obat
tersebut dibandingkan dengan bayi yang tidak ditangani dari studi terdahulu.
Terapi obat biasanya diteruskan selama satu tahun. Toxoplasma pada mata
yang aktif dan rekuren juga sering berespon terhadap obat‐obat antiparasit,
yang dapat diberikan bersama dengan steroid.
Pasien yang hanya memperlihatkan gejala limfadenopati tidak perlu
terapi spesifik kecuali jika terdapat gejala yang persisten dan berat. Pasien
dengan okuler toxoplasmosis harus diobati selama 1bulan dengan sulfadiazin
dan pirimetamin. Preparat alternatif adalah kombinasi klindamisin dan
pirimetamin. Susunan pengobatan paling mutakhir mencakup pemberian
pirimetamin dengan dosis awal 50 – 75 mg / hari, ditambah sulfadiazin 4 – 6
g / hari dalam dosis terbagi 4. Selain itu diberikan pula kalsium folinat 10 -
15 mg / hari selama 6 minggu.
Semua preparat ini hanya bekerja aktif terhadap stadium takizoit pada
toxoplasmosis. Jadi setelah menyelesaikan pengobatan awal penderita harus
mendapat tertapi supresif seumur hidup dengan pirimetamin ( 25 -50 mg )
dan sulfadiazin ( 2 – 4g).
Jika pemberian sulfadiazin tidak dapat ditolerir dapat diberikan
kombinasi pirimetamin ( 75 mg / hari ) ditambah klindamisin ( 400 mg ) 3x /
hari. Pemberian pirimetamin saja ( 50 -75 mg /hari) mungkin sudah cukup
untuk terapi supresif yang lama.
Neonatus yang terinfeksi secara congenital dapat diobati dengan
pemberian pirimetamin oral ( 0,5 – 1 mg / kg BB ) dan sulfadiazine ( 100 mg
/ kg BB ).Di samping itu terapi dengan golongan spiramisin ( 100 mg / kg
22
BB) ditambah prednisone ( 1 mg / kg BB) juga memberikan respon yang
baik untuk infeksi congenital.
Terdapat beberapa pengobatan yang dapat dilakukan untuk pengidap
toksoplasmosis. Seseorang yang mengidap penyakit ini mendapat
pengobatan tergantung dari hal yang menyebabkannya. Berikut ini beberapa
pengobatan yang dapat dilakukan:
23
c. Mengidap HIV
Seseorang yang mengidap toksoplasmosis dikarenakan sistem
kekebalan tubuhnya lemah atau HIV dapat menyebabkan penyakit
serius dan mengalami komplikasi pada otak, mata, dan paru-paru.
Bahkan, kondisi tersebut dapat mengancam nyawa.
Pada kebanyakan kasus, hal ini disebabkan oleh infeksi yang
telah terjadi dibanding yang baru. Tindakan cepat harus dilakukan
untuk hal tersebut, seperti mengembalikan fungsi kekebalan tubuh,
membersihkan infeksi, dan mengobati komplikasi penyakitnya.
Satu-satunya cara untuk sembuh dari toksoplasmosis adalah
dengan memulihkan kekebalan tubuh dengan mengonsumsi obat
antiretroviral. Obat ini dapat mencegah kemampuan penyakit HIV
pada tubuh untuk menggandakan diri. Meski tidak dapat
menyembuhkan, obat tersebut dapat menjaga virus tersebut seminimal
mungkin agar tidak mencegah infeksi dan membunuh sel-sel yang
buruk untuk melindungi tubuh.
24
hal‐hal yang paling penting dalam pencegahan Pencegahan sekunder terdiri dari
diagnosis awal pada ibu, fetus dan bayi baru lahir dan menghindari tindakan yang dapat
menyebabkan transmisi parasit secara transplasental, melalui intervensi terapi pada ibu
hamil dan anak‐anak yang memperlihatkan infeksi akut.
Pencegahan tersier berkonsentrasi pada diagnosis awal melalui kadar antibodi spesifik
IgA dan IgM dalam darah yang diambil dari bayi baru lahir, memperkenankan
pelaksanaan rezim terapi untuk mencegah ataumengurangi risiko seksual.
Terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko terkena infeksi
toksoplasmosis, yaitu:
a. Gunakan sarung tangan saat berkebun atau memegang tanah.
b. Hindari mengonsumsi daging mentah atau setengah matang.
c. Cucilah tangan sebelum dan sesudah memegang makanan.
d. Pastikan untuk mencuci semua peralatan dapur dengan bersih setelah memasak
daging mentah.
e. Selalu cuci buah dan sayuran sebelum dikonsumsi.
f. Hindari konsumsi susu kambing non-pasteurisasi atau produk-produk yang
terbuat darinya.
g. Hindari kotoran kucing pada wadah kotoran kucing atau tanah, terutama bagi
yang memelihara kucing.
h. Berikan kucing makanan kering atau kalengan daripada daging mentah.
i. Tutuplah bak pasir tempat bermain anak-anak.
Bagi mereka yang memelihara kucing, beberapa hal di bawah ini bisa mengurangi risiko
terkena toksoplasmosis yaitu: Jagalah kesehatan kucing peliharaan. Hindari untuk
memungut serta memelihara kucing liar. Gunakan sarung tangan dan masker muka saat
membersihkan wadah kotoran.
Tips Menghindari Toxoplasma pada Ibu Hamil
a. Minta orang lain untuk membersihkan boks kotoran kucing, dan lakukan setiap
hari. Langkah ini akan mengurangi risiko penularan, karena parasit akan mati
setelah 24 jam pada suhu udara luar.
b. Bila Ibu terpaksa melakukannya, gunakan sarung tangan sekali pakai dan
masker, lalu segera cuci tangan dengan sabun antiseptik.
c. Agar kucing terhindar dari infeksi saat Ibu sedang hamil, berikan hanya
makanan khusus kucing yang dijual di swalayan, atau makanan yang sudah
dimasak dengan matang.
25
d. Pastikan kucing hidup hanya di dalam rumah, agar ia tidak menangkap tikus
ataupun burung untuk dimangsa.
e. Jangan biarkan kucing berada di dapur atau meja makan.
f. Meskipun parasit ini tidak hidup pada bulu kucing, selalu cuci tangan sampai
bersih setelah bermain dengannya, karena Ibu tak akan sadar kapan tangan Ibu
akan menyentuh mulut, mata dan hidung.
g. Hindari menambah kucing peliharaan baru ketika sedang hamil, jangan
bermain dengan kucing liar atau anak kucing.
26
PENUTUP
A. KESIMPULAN
A. Pengertiana toxsoplasma
Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dengan parasit
obligat intraselluler Toxoplasma gondii. Penyakit ini disebabkan oleh T.gondii
yang merupakan parasit obligat intraselluler ( protozoa ) dari ordo Coccidia yang
dapat menimbulkan infeksi pada burung dan mamalia.
Ibu hamil perlu mengetahui bahwa semakin tua usia kehamilan semakin tinggi
pula resiko terinfeksi parasit ini. Kondisi ini terkadang tidak menunjukan gejala
apapun walaupun tidak bergejala, infeksi parasit ini dapat menyebabkan keguguran
dan cacat bayi. Oleh karena itu ibu hamil harus mengenali gejala dan dampak apa
saja yang kemungkinan bisa timbul akibat infeksi parasit ini.
B. Penyebaran dan penyebab toxsoplasma
Infeksi ini disebabkan oleh parasit bernama Toxoplasma gondii (T. gondii).
Parasit ini bisa menginfeksi mayoritas hewan dan burung. T. gondii bisa ditemukan
pada kotoran kucing yang terinfeksi, serta daging binatang yang terinfeksi.Karena
parasit T. gondii hanya bisa berkembang biak pada kucing liar dan peliharaan,
maka beberapa jenis hewan tersebut diduga menjadi inang utamanya.
Namun Ibu juga dapat terinfeksi dari makanan yang terkontaminasi dan belum
dibersihkan, minum air dengan kontaminasi parasit toksoplasma, atau menyentuh
tanah, kotoran kucing, atau daging yang sudah terkontaminasi kemudian
menyentuh mata, hidung atau mulut. Untuk mencegah virus toksoplasma, Ibu
wajib menjaga kebersihan selama hamil. Kucing dapat terinfeksi parasit tokso dari
tikus, burung, atau hewan kecil lain yang dimakannya.
penyebab toxoplasma pada ibu hamil:
f. daging mentah atau setengah matang,
27
g. telur mentah,
h. daging yang diawetkan,
i. susu yang tidak dipasteurisasi, atau
j. buah-buahan dan sayuran yang belum dicuci.
Parasit ini mampu bertahan sampai beberapa bulan hidup di tanah atau air.
Parasit T. gondii tidak bisa menular antar manusia, sehingga seseorang tidak bisa
menularkan infeksi ini pada anaknya, tertular T. gondii karena bersentuhan dengan
orang yanhg telah terinfeksi, serta menularkan parasit T. gondii melalui ASI.
28
Abortus dan keguguran
Bayi lahir prematur
Hidrosefalus pada janin
Meninggalnya janin dalam kandungan
29
b. Hindari mengonsumsi daging mentah atau setengah matang.
c. Cucilah tangan sebelum dan sesudah memegang makanan.
d. Pastikan untuk mencuci semua peralatan dapur dengan bersih setelah memasak
daging mentah.
e. Selalu cuci buah dan sayuran sebelum dikonsumsi.
f. Hindari konsumsi susu kambing non-pasteurisasi atau produk-produk yang
terbuat darinya.
g. Hindari kotoran kucing pada wadah kotoran kucing atau tanah, terutama bagi
yang memelihara kucing.
h. Berikan kucing makanan kering atau kalengan daripada daging mentah.
i. Tutuplah bak pasir tempat bermain anak-anak.
B. SARAN
Melalui makalah ini kami menyarankan agar pembaca tidak berhenti sampai
disini saja menggali informasi tentang toxsoplasma, tentunya mengenai media
pembelajaran tentang parasit. Kami berharap agar pembaca terus menggali ilmu
dan mengetahui toxsoplasma pada bidang khusus di pelajaran parasit , mengingat
peran pendidik bagi siswa sangatlah dipandang penting untuk perkembangan
pendidikan dinegara indonesia tercinta ini. Makalah ini masih banyak mempunyai
kekurangan dalam hal-hal penyajiannya maka dari itu kita harus giat belajar agar
dapat menjadi lebih baik lagi. Segala saran yang bersifat menginformasikan kami
sangat menunggunya untuk perbaikan dari makalah ini. Akhir kata kami ucapkan
terimakasih.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Bakht FR, Gentry LO. Toxoplasmosis in pregnancy: an emerging concern for family
physicians [homepage on the Internet]. 2014 [cited 2014 August 5]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.
2. Montoya JG, Liesenfeld O. Toxoplasmosis. Lancet. 2019;363:1965-76. 4. Indra C.
Epidemiologi Toxoplasma Gondii. Medan: Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara [homepage on the Internet].
3. Hariadi R. Infeksi Toxoplasma gondii pada kehamilan. In: Ilmu kedokteran
Fetomaternal (Edisi Pertama). Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi, 2017p.657-661.
31