Oleh
Meliani
110100159
Pembimbing:
dr. Iskandar Nst, Sp.S-FINS
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Toksoplasmosis Ensefalitis.
Makalah ini disusun sebagai rangkaian tugas kepanitraan klinik di departemen
Neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Iskandar Nst, Sp.S-FINS selaku pembimbing yang telah memberikan arahan
dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat
memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah ini di kemudian hari.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................
2.1 DEFINISI...............................................................................................................
2.2 EPIDEMIOLOGI...................................................................................................
2.3 ETIOLOGI.............................................................................................................
2.4 PATOGENESIS......................................................................................................
2.5 GAMBARAN KLINIS............................................................................................
2.6 PROSEDUR DIAGNOSTIK...................................................................................
2.7 NEUROIMAGING...............................................................................................10
2.8 DIAGNOSIS.........................................................................................................12
2.9 DIAGNOSIS BANDING......................................................................................12
2.10 PENATALAKSANAAN....................................................................................1
2.11 PENCEGAHAN.................................................................................................1
2.12 KOMPLIKASI....................................................................................................15
2.13 PROGNOSIS.......................................................................................................16
BAB III KESIMPULAN...................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................18
BAB 1
PENDAHULUAN
Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi pada manusia oleh organisme
protozoa Toxoplasma gondii (T.gondii).1 Hampir keseluruhan infeksi pada
toksoplasmosis ringan atau asimptomatik, walaupun patogen ini dapat
menyebabkan kecacatan atau kematian pada manusia dan hewan. 2 Toksoplasma
ini mempunyai hospes definitif pada kucing, penularan ke manusia dapat melalui
kontak langsung dengan tinja kucing atau kista yang tertelan bersama makanan
yang tidak dimasak dengan baik. Seringkali infeksi toksoplasma disebabkan oleh
reaktivasi dari penyakit yang telah ada sebelumnya. Pada umumnya menyerang
penderita dengan gangguan sistem imun yang menurun. Dengan makin
meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS, maka jumlah kasus toksoplasmosis
ensefalitis ini juga makin meningkat.3
Saat ini toksoplasmosis ensefalitis ini merupakan penyebab tersering dari
infeksi pada sistem saraf pusat yang memberikan gambaran lesi massa pada
penderita HIV. Sekitar 3-40% dari penderita AIDS menderita toksoplasmosis, hal
ini bergantung pada daerah masing-masing. Infeksi ini sering kali merupakan
komplikasi pada penderita HIV stadium lanjut dan biasanya terjadi pada saat
kadar CD4 kurang dari 100/cmm, akan tetapi dapat juga terjadi pada saat kadar
CD4 sebanyak 200/cmm.3
Secara khas, toksoplasmosis ensefalitis (TE) memiliki onset subakut
dengan kelainan neurologis fokal.4,5,6 Diagnosa pasti adalah dengan ditemukannya
Toxoplasma gondii dalam darah, jaringan atau cairan tubuh. Pemeriksaan antibodi
terhadap keberadaan protozoa ini adalah pemeriksaan IgM. Pemeriksaan
radiologis yang dianjurkan adalah CT-scan dengan kontras atau MRI.
Pemeriksaan dengan MRI memberikan hasil yang lebih baik dan lebih sensitif
dibandingkan dengan CT-scan.4,5
Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan
gejala
klinis,
tingkat
risiko,
pemeriksaan antibodi IgG terhadap Toxoplasma gondii dan hasil dari pemeriksaan
radiologi yang menunjang.4,6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Toksoplasmosis ensefalitis merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh
Toxoplasma gondii dan mengenai jaringan otak.3,9,10
2.2. Epidemiologi
Insiden penyakit ini bervariasi dari satu tempat dengan tempat yang lain,
hal ini bergantung pada keberadaan parasit Toxoplasma sebagai penyebabnya dan
bergantung pada kebersihan daerah tersebut.3
Di Amerika Serikat dijumpai 3-675 penderita memiliki seropositif
terhadap antibodi T.gondii. Studi awal menunjukkan bahwa 24-47% penderita
AIDS
dengan
seropositif
T.gondii
akhirnya
mengalami
Toksoplasmosis
yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat
pula terjadi transmisi transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ.
Infeksi akut pada individu yang immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada
individu dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi
laten yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi opportunistik dengan predileksi
di otak.17
Gambar 1. Siklus Hidup Toxoplasma gondii
Terdapat dua macam siklus hidup dari Toxoplasma gondii ini, yaitu siklus
seksual yang terjadi pada hospes definitif (kucing) dan siklus aseksual yang
terjadi pada hospes sekunder (mamalia yang lain, termasuk manusia dan pada
beberapa jenis burung) dan terjadi ekstraintestinal.3
Siklus seksual terjadi di dalam traktus gastrointestinal kucing, yaitu
dengan termakannya ookis oleh kucing yang kemudian akan berkembang dan
mengeluarkan sporozoit di dalam usus halus. Sporozoit ini akan berkembang
menjadi takizoit yang selanjutnya akan berkembang lebih lanjut dan intinya akan
membelah (skizon) sehingga terbentuk merozoit, sebagian dari takizoit ini akan
menyebar masuk ke jaringan dan menjadi bradizoit yang merupakan bentuk yang
berada di jaringan. Bila skizon ini matang dan pecah, maka merozoit akan
memasuki sel lain dan tumbuh menjadi tropozoit dan mulai lagi proses
(skizogoni) ini sampai beberapa kali. Beberapa merozoit yang berada dalam usus
halus akan berkembang menjadi makrogametosit dan mikrogametosit. Setelah
makrogamet dibuahi oleh mikrogamet akan terbentuk zigot. Zigot ini akan
terbungkus dengan kapsul yang kaku dan membentuk ookis yang akan diekskresi
lewat feses. Ookis ini sangat kuat dan dapat bertahan serta masih infeksius sampai
sekitar 1 tahun pada kondisi ruangan yang sangat lembab.3,12
Pada kondisi yang menguntungkan, misalnya panas dan lembab, maka
terjadilah sporogoni di dalam ookis. Ookis yang mengalami sporulasi bersifat
menular dan bila termakan oleh rodensia (hewan pengerat), akan mengeluarkan
sporozoit di dalam usus halus, sporozoit ini akan berpenetrasi di dinding usus
melakukan replikasi dan menyebar secara hematogen pada hampir semua
jaringan. Sekali berada di dalam sel, maka sporozoit ini akan membelah sampai
sel inangnya robek dan melepaskan sporozoit yang akan menginfeksi sel-sel di
sekitarnya. Seiring dengan berjalannya waktu kista jaringan akan membelah
sangat perlahan. Kista di jaringan ini sangat tidak reaktif dan bias bertahan
bertahun-tahun tanpa menimbulkan respon inflamasi. Reaktivasi kista terjadi bila
imunitas penderita turun, seperti pada penderita kanker, transplantasi organ,
penggunaan kortikosteroid jangka panjang, dan penderita HIV/AIDS.3,13,14
2.4. Patogenesis
Toxoplasma gondii merupakan protozoa intraseluler. Toxoplasma gondii
masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi tinja kucing yang
terinfeksi atau melalui ookis yang mengkontaminasi makanan karena terbawa oleh
kecoa atau lalat atau dapat pula disebabkan karena memakan daging (sapi,
kambing, atau babi) yang kurang masak17.
Sering juga terjadi penularan melalui plasenta. Sangat jarang terjadi
penularan melalui transplantasi organ atau transfusi darah. Setelah memasuki
usus, maka dinding kista akan dirusak oleh enzim pencernaan dan akan dilepaskan
sporozoit yang bentuknya lonjong dan kecil. Sporozoit ini akan membentuk
takizoit dan bradizoit (terdapat dalam jaringan dan berkembang lambat). Takizoit
ini akan menginduksi pembentukan IgA yang spesifik terhadap adanya parasit
(parasite specific secretory IgA response). Dari dalam usus parasit ini akan
menyebar ke berbagai organ, terutama ke jaringan limfe, otot skelet, miokard,
retina, plasenta, dan sistem saraf pusat. Parasit akan menginfeksi sel dan
bereplikasi yang akan mengakibatkan kematian dari sel, serta terjadinya nekrosis
fokal yang dikelilingi dengan inflamasi di sekitarnya.3,4,15
Pada penderita yang immunokompeten baik sistem imun seluler maupun
humoral akan mengontrol infeksi yang terjadi. Infeksi Toxoplasma gondii ini akan
merangsang dengan kuat pada Th-1 untuk memproduksi sitokin proinflamasi yaitu
IL-12, interferon , TNF-. Sitokin proinflamasi ini dan mekanisme imunologi
yang lain akan menghambat replikasi takizoit dan perubahan patologi yang lain.
Setelah masuk ke dalam enterosit, Toxoplasma gondii akan menginfeksi APC
(Antigen Presenting Cell) lamina propria usus dan menginduksi terjadinya respon
lokal Th-1.16
T limfosit CD4+ dan CD8+ yang tersensitasi bersifat sitotoksik terhadap
sel yang telah terinfeksi oleh Toxoplasma gondii dan akan menghancurkan parasit
yang berada di ekstraseluler, serta yang terinfeksi. Setelah fase akut ini lewat,
maka akan terdapat bradizoit dalam jaringan, terutama di sistem saraf pusat dan
nyeri
telan,
sakit
kepala,
urtika,
kemerahan
pada
kulit
dan
toxoplasmik
limfadenitis,
miokarditis,
polimiositis,
positif
pada
IgG
dan
IgM
dapat
membedakan
antara
organisme
dilisiskan
kemudian
dipresentasikan
dengan
komplemen dan IgG antibodi spesifik T.gondii. IgG biasanya timbul dalam
1-2 minggu infeksi, puncaknya dalam 1-2 bulan, kemudian turun dengan
rata-rata penurunan bervariasi dan biasanya tetap ada selama
hidup.
DT
yang
negatif
mempunyai
arti
penting
dalam
dideteksi pada awal penyakit dan titer ini akan negatif dalam beberapa
bulan. IgM yang tetap persisten tidak menggambarkan relevansi klinis dan
pada pasiennya harus dipertimbangkan infeksi kronis.
f. Antibodi IgA
Antibodi IgA mungkin dapat ditemukan pada infeksi akut dalam serum
penderita
dewasa
dan
infant
yang
terinfeksi
secara
kongenital
menggunakan ELISA atau metode ISAGA. Antibodi IgA dapat tetap ada
untuk beberapa bulan sampai lebih dari satu tahun. Berdasarkan hal ini,
pemeriksaan antibodi ini mempunyai peranan yang sedikit untuk
menegakkan infeksi akut pada orang dewasa, hal ini kontras dibandingkan
apabila ada peningkatan sensitifitas dengan hasil pemeriksaan IgA yang
melebihi IgM untuk mendiagnosis toksoplasmosis kongenital.13
g. Antibodi IgE
Antibodi IgE dideteksi dengan menggunakan ELISA pada serum penderita
dewasa dengan infeksi akut, neonatus yang terinfeksi secara kongenital,
anak-anak dengan chorioretinitis, toksoplasmosis kongenital. Durasi
seropositif IgE kurang dibandingkan antibodi IgM atau IgA.13
2.7. Neuroimaging
Pada gambaran CT-scan di otak menunjukkan gambaran lesi noduler
tunggal (30%) atau multipel. Lebih sering gambaran CT-scan menunjukkan lesi
kavitasi dengan dinding yang tipis dan diikuti adanya ring enhancement setelah
pemberian kontras. Gambaran edema di sekeliling white matter juga sering
didapatkan.15
Sekitar 75% nodul-nodul berlokasi di basal ganglia, tetapi dapat juga
tersebar sampai ke bagian serebral lain pada gray matter-white matter.
Toksoplasmosis mempunyai kecenderungan untuk melibatkan basal ganglia, lesi
juga dapat timbul di sepanjang serebellum, batang otak dan medulla spinalis.
Perdarahan dan kalsifikasi dapat timbul selama pengobatan dan dikatakan
kalsifikasi berupa cincin tergambar pada awal dilakukan CT-scan sebagai
diagnosis pertama, walaupun dikatakan bahwa kalsifikasi berupa cincin jarang
terjadi pada penyakit yang didapat dibandingkan dengan kelainan congenital.15
10
Tanda
target
asimetris
ini
sebenarnya
patognomonik
untuk
11
Axial T1W MR
shows a ring
"target
lentiform nucleus
surrounding
midline shift in
2.8. Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada gejala klinis, tingkat resiko, pemeriksaan
antibodi IgG terhadap Toxoplasma gondii dan hasil dari pemeriksaan radiologi
yang menunjang selain itu dugaan diagnosis dapat pula didasarkan adanya respon
klinis pengobatan terhadap Toxoplasma.3,6,8
2.9. Diagnosis banding
Diagnosis banding untuk lesi bentuk cincin (ring-enhancing lesions) di otak pada
pasien dengan HIV ialah seperti berikut3,10 :
berat (CD4 T sel < 50 sel/L) termasuklah toksoplasmosis ensefalitis (19% dari
semua pasien dengan gejala lesi di otak), PCNSL (4%-7%), leukoensefalopati
multifocal progresif, HIV ensefalopati dan ensefalitis citomegalovirus. Infeksi-
12
Lokasi
hipointense
matter)
Diffusion
Seringkali hiperintense
image
MR perfusion
MR spectroscopy
Lain-lain
Menurun
Meningkat
Kadar laktat meningkat
Kadar choline meningkat
Antibodi
IgG EBV DNA amplified by
Toxoplasma positif (90% PCR in CSF (hampir
penderita)
seluruh penderita)
Dikutip dari : Sugianto P. Infeksi Toksoplasmosis pada Sistem Saraf Pusat. Dalam
: Infeksi pada Sistem Saraf Pusat, Editor : Sudewi, Sugianto, Ritarwan K.
Kelompok Studi Neuro Infeksi. Airlangga University Press.2011
2.10. Penatalaksanaan
Terapi diberikan dalam jangka waktu minimal 6 bulan dan dibagi menjadi
dua bagian, yaitu terapi fase akut yang diberikan selama sekitar 4 sampai 6
minggu, yang kemudian dilanjutkan dengan fase perawatan.3
Pemberian terapi kortikosteroid sebagai terapi tambahan untuk mengatasi
edema, akan tetapi apabila toksoplasmosis ini terjadi karena adanya infeksi
opportunistik, maka harus dipertimbangkan pemberian kortikosteroid ini. Pada
kasus ini sebaiknya hanya diberikan untuk jangka pendek, agar tidak mengurangi
immunitas penderita.3
13
14
15
BAB 3
KESIMPULAN
Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi pada manusia oleh organisme protozoa
Toxoplasma gondii (T.gondii).. Toksoplasma ini mempunyai hospes definitif pada
kucing, penularan ke manusia dapat melalui kontak langsung dengan tinja kucing
atau kista yang tertelan bersama makanan yang tidak dimasak dengan baik.
Seringkali infeksi toksoplasma disebabkan oleh reaktivasi dari penyakit yang
telah ada sebelumnya. Pada umumnya menyerang penderita dengan gangguan
sistem imun yang menurun. Dengan makin meningkatnya jumlah penderita
HIV/AIDS, maka jumlah kasus toksoplasmosis ensefalitis ini juga makin
meningkat.
Diagnosis didasarkan pada gejala klinis, tingkat resiko, pemeriksaan
antibodi IgG terhadap Toxoplasma gondii dan hasil dari pemeriksaan radiologi
yang menunjang, selain itu dugaan diagnosis dapat pula didasarkan adanya respon
klinis pengobatan terhadap Toxoplasma.
16
DAFTAR PUSTAKA
18