BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak 2 dekade terakhir setelah ditemukannya AIDS, jumlah penderita AIDS secara
dramatis meningkat tajam. Sampai dengan tahun 1997, sekitar 30 juta orang terinfeksi HIV,
dimana kasus baru untuk tahun 1997 sebesar 6 juta. Sembilan puluh persen individu yang
terinfeksi ini tinggal di negara berkembang termasuk Indonesia.
Lebih dari 50% penderita yang terinfeksi HIV akan berkembang menjadi kelainan
neurologis. Kelainan neurologis yang sering terjadi pada penderita yang terinfeksi HIV
adalah ensefalitis toxoplasma, limfoma SSP, meningitis criptococcal, CMV ensefalitis dan
progressive multifocal leukocephalopathy.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. TOKSOPLASMOSIS
1. Definisi
Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi oleh parasit yang di sebabkan oleh
Toxoplasma gondii yang dapat menimbulakan radang pada kulit, kelenjar
getah bening, jantung, paru, mata, otak dan selaput otak.
2. Klasifikasi
Terdapat 2 macam bentuk dari Toxoplasma yaitu bentuk intraseluler dan
bentuk ekstraseluler bulat atau lonjong, sedang bentuk ekstraseluler seperti
bulan sabit yang langsing, dengan ujung yang satu runcing sedang lainnya
tumpul. Ukuran parasit micron 4-6 mikron, dengan inti terletak di ujung yang
tumpul.
Jumlah parasit dalam darah akan menurun dengan terbentuknya antibodi
namun kista Toxoplasma yang ada dalam jaringan tetap masih hidup. Kista
jaringan ini akan reaktif jika terjadi penurunan kekebalan. Infeksi yang terjadi
pada orang dengan kekebalan rendah baik infeksi primer maupun infeksi
reaktivasi akan menyebabkan terjadinya Cerebritis, Chorioretinitis,
pneumonia, terserangnya seluruh jaringan otot, myocarditis, ruam
makulopapuler dan atau dengan kematian. Toxoplasmosis yang menyerang
otak sering terjadi pada penderita AIDS.
Infeksi primer yang terjadi pada awal kehamilan dapat menyebabkan
terjadinya infeksi pada bayi yang dapat menyebabkan kematian bayi atau
dapat menyebabkab Chorioretinis, kerusakan otak disertai dengan klasifikasi
intraserebral, hidrosefalus, mikrosefalus, demam, ikterus, ruam,
hepatosplenomegasli, Xanthochromic CSF, kejang beberapa saat setelah lahir.
3. Etiologi
Toxoplasmosis sendiri ditemukan oleh Nicelle dan Manceaux pada tahun 1909
yang menyerang hewan pengerat di Tunisia, Afrika Utara. Selanjutnya setelah
diselidiki maka penyakit yang disebabkan oleh toxoplasmosis dianggap suatu
genus termasuk famili babesiidae.
3
5. Cara Penularan
Infeksi dapat terjadi bila manusia makan daging mentah atau kurang matang
yang mengandung kista. Infeksi ookista dapat ditularkan dengan vektor lalat,
kecoa, tikus, dan melalui tangan yang tidak bersih. Transmisi toxoplasma ke
janin terjadi utero melalui plasenta ibu hamil yang terinfeksi penyakit ini.
Infeksi juga terjadi di laboratorium, pada peneliti yang bekerja dengan
menggunakan hewan percobaan yang terinfeksi dengan toxoplasmosis atau
melalui jarum suntik dan alat laboratorium lainnya yang terkontaminasi
dengan toxoplasma gondii.
Melihat cara penularan diatas maka kemungkinan paling besar untuk terkena
infeksi toxoplamosis gondii melalui makanan daging yang mengandung
ookista dan yang dimasak kurang matang. Kemungkinan ke dua adalah
melalui hewan peliharaan. Hal ini terbutki bahwa di negara Eropa yang
banyak memelihara hewan peliharaan yang suka makan daging mentah
mempunyai frekuensi toxoplasmosis lebih tinggi dibandingkan dengan negara
lain.
Setelah terjadi infeksi T. gondii ke dalam tubuh akan terjadi proses yang
terdiri dari tiga tahap yaitu parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan
5
d. Cucilah tangan baik-bai sebelum makan dan sesudah menjamah dagin mentah
atau setelah memegang tanah yang terkontaminasi kotoran kucing.
e. Awasi kucing liar, jangan biarkan kucing tersebut membuang kotoran ditempat
bermain anak-anak.
9. Penatalaksanaan
Sampai saat ini pengobatan yang terbaik adalah kombinasi pyrimethamine dengan
trisulfapyrimidine. Kombinasi ke dua obat ini secara sinergis akan menghambat siklus
p-amino asam benzoat dan siklus asam foist.
Dosis yang dianjurkan untuk pyrimethamine ialah 25-50 mg per hari
selama sebulan dan trisulfapyrimidine dengan dosis 2.000-6.000 mg
sehari selama sebulan. efek samping obat tadi ialah leukopenia dan
trombositopenia, maka dianjurkan untuk menambahkan asam folat dan
yeast selama pengobatan. Trimetoprimn juga temyata efektif untuk
pengobatan toxoplasmosis tetapi bila dibandingkan dengan kombinasi
antara pyrimethamine dan trisulfapyrimidine, ternyata trimetoprim masih
kalah efektifitasnya.
Spiramycin merupakan obat pilihan lain walaupun kurang efektif etapi
efek sampingnya kurang bila dibandingkan dengan obat-obat
sebelumnya. Dosis spiramycin yang dianjurkan ialah 2-4 gram sehari
yang di bagi dalam 2 atau 4 kali pemberian. Beberapa peneliti
menganjurkan pengobatan wanita hamil trimester pertama dengan
spiramycin 2-3 gram sehari selama seminggu atau 3 minggu kemudian
disusul 2 minggu tanpa obat. Demikian berselang seling sampai sembuh.
Pengobatan juga ditujukan pada penderita dengan gejala klinis jelas dan
terhadap bayi yang lahir dari ibu penderita toxoplasmosis.
C. ENSEFALITIS TOXOPLASMOSIS
1. Definisi
Disebut juga toksoplasmosis otak, muncul pada kurang lebih 10% pasien
AIDS yang tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang
dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang
tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang.
8
2. Etiologi
Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing, burung
dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing
dan kadang pada daging mentah atau kurang matang.
3. Patologi dan Daur Hidup
Toxoplasma gondii hidup dalam 3 bentuk: thachyzoite, tissue cyst (yang
mengandung bradyzoites) dan oocyst (yang mengandung sporozoites). Bentuk akhir
dari parasit diproduksi selama siklus seksual pada usus halus dari kucing. Kucing
merupakan pejamu definitif dari T gondii. Siklus hidup aseksual terjadi pada
pejamu perantara, (termasuk manusia ). Dimulai dengan tertelannya tissue cyst atau
oocyst diikuti oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh bradyzoites atau
sporozoites secara berturut-turut. Setelah bertransformasi menjadi tachyzoites,
organisme ini menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau limfatik. Parasit
ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan perifer. Bentuk ini
dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi untuk menetap pada otak,
myocardium, paru, otot skeletal dan retina. Tissue cyst ada dalam daging, tapi dapat
dirusak dengan pemanasan sampai 67oC, didinginkan sampai –20oC atau oleh iradiasi
gamma. Siklus seksual entero-epithelial dengan bentuk oocyst hidup pada kucing
yang akan menjadi infeksius setelah tertelan daging yang mengandung tissue cyst.
Ekskresi oocysts berakhir selama 7-20 hari dan jarang berulang. Oocyst menjadi
infeksius setelah diekskresikan dan terjadi sporulasi. Lamanya proses ini tergantung
dari kondisi lingkungan, tapi biasanya 2-3 hari setelah diekskresi. Oocysts menjadi
infeksius di lingkungan selama lebih dari 1 tahun.
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba
yang mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau
kontak langsung dengan feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat
transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu
yang imunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh
yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. yang akan mengakibatkan
timbulnya infeksi oportunistik dengan predileksi di otak. Tissue cyst menjadi ruptur
dan melepaskan invasive tropozoit (takizoit). Takisoit ini akan menghancurkan sel
dan menyebabkan focus nekrosis.
9
Memakan daging binatang yang membawa tissue cysts dan dimasak kurang
matang .
Memakan makanan atau air yang terkontaminasi oleh kotoran kucing atau oleh
sample kontaminasi lingkungan (seperti tanah yang terkontaminasi kotoran
atau menukar kotak kotoran kucing peliharaan) .
Transfusi darah atau transplantasi organ tubuh .
Secara transplacental dari ibu ke janin .
10
Dalam host manusia, parasit dari tissue cysts, terutama dalam otot rangka,
miocadium, otak, dan mata; cysts ini menetap seumur hidup host tersebut. Diagnosis
biasanya dapat ditegakkan oleh serologi, walaupun tissue cysts dapat ditemukan
dalam spesimen biopsi yang diwarnai . Diagnosis dari infeksi kongenital dapat
ditegakkan dengan deteksi DNA T. gondii dalam air ketuban melalui cara PCR .
4. Tanda dan Gejala
Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak respon
terhadap pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang
meningkat, masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan
perubahan kepribadian. Tidak semua pasien menunjukkan tanda infeksi. Nyeri kepala
dan rasa bingung dapat menunjukkan adanya perkembangan ensefalitis fokal dan
terbentuknya abses sebagai akibat dari terjadinya infeksi toksoplasma. Keadaan ini
hampir selalu merupakan suatu kekambuhan akibat hilangnya kekebalan pada
penderita-penderita yang semasa mudanya telah berhubungan dengan parasit ini.
Gejala-gejala fokalnya cepat sekali berkembang dan penderita mungkin akan
mengalami kejang dan penurunan kesadaran.
5. Diagnosa
a. Anamnesis
Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia.
Penurunan kesadaran dengan cepat. Anak agak besar sering mengeluh nyeri
kepala, ensefalopati, kejang, & kesadaran menurun.
Kejang bersifat umum atau fokal, dapat terjadi status epileptikus.
b. Pemeriksaan Penunjang
Darah perifer lengkap, gula darah & elektrolit
Pungsi lumbal: pemeriksaan CSS bisa normal atau menunjukkan
abnormalitas ringan sampai sedang :
peningkatan jumlah sel 50-200/mm3
hitung jenis didominasi sel limfosit
protein meningkat tapi tidak melebihi 200 mg/dl
glukosa normal
Pemeriksaan Serologi
didapatkan seropositif dari anti-T.gondii IgG dan IgM. Deteksi juga dapat
dilakukan denganindirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi, atau
11
atovaquone 750 mg tiap 6 jam. Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3
minggu setelah perbaikan gejala klinis.
g) Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang
terinfeksi HIV dengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala
(AIDS) atau limfosit total kurang dari 1200. Pada pasien ini, CD4 42,
sehingga diberikan ARV.
13
BAB III
KESIMPULAN
Di Indonesia lebih dari 50% penderita yang terinfeksi HIV akan berkembang menjadi
kelainan neurologis. Kelainan neurologis yang sering terjadi pada penderita yang terinfeksi
HIV adalah ensefalitis toxoplasmosis, meningitis criptococcal.
Hal ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing, burung
dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang
pada daging mentah atau kurang matang.
Cara penularan dari toxoplasmosis itu sendiri bila manusia makan daging babi atau
domba yang mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau
kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat transplasental,
transfusi darah, dan transplantasi organ.
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi IV.Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
Patric Davey. Infeksi HIV dan AIDS. At a Glance Medicine. Jakarta: EMS. 2006.
Howard L. Weiner, dkk. AIDS dan system saraf. Buku Saku Neurologi. Jakarta: EGC. 2001